ISLAM
DI ANDALUSIA
PERKEMBANGAN
DAN KEMAJUAN INTELEKTUAL
Disusun:
Untuk memenuhi
tugas mata kuliah
Studi Peradaban
Islam
Dosen Pengampu:
M. Hadi
Masruri, Dr. H. M.A.
Oleh:
ARIF
SETIAWAN (16771025)
MPAI-A
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah telah menuliskan, bahwa pada
masa yang silam kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di
hampir semua belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan
(the darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa
kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan
majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani
Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan
sudah diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari, padahal pada saat itu
di London hampir tidak ada satupun lentera yang menerangi jalan, dan di Paris
di musim hujan lumpur bisa mencapai mata kaki.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak
hanya dari kalangan muslim sendiri, orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa
sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan
muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dimana para
pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali
ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra
dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula
ulama-ulama besar.
Oleh karena itu, meneliti kembali
sejarah Bani Umayyah menjadi penting adanya, sebab peradaban masa kini
merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan
memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II di Andalusia kita
akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian
dari rantai evolusi hingga masa kini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Islam masuk ke Spanyol?
2.
Bagaimana
perkembangan Intelektual Islam di Spanyol?
3.
Mengapa
ada kemajuan Intelektual di Spanyol?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
Islam masuk ke Spanyol?
2.
Menjelaskan
perkembangan Islam di Spanyol?
3.
Menyebutkan
kemajuan Intelektual di Spanyol?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya
Islam ke Spanyol
Spanyol atau Andalusia di kuasai oleh umat
Islam periode Ummayah pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M) salah seorang
khalifah Daulah Umayyah yang berpusat di Damaskus.[1]Penaklukan
ke wilayah ini dipimpin olehThariq bin Ziyad pada tahun 710 M. Sejak pertama
kali berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Spanyol, tampaknya telah
memainkan peranan yang sangat besar dalam membangun citra budaya dan peradaban
kemanusiaan di wilayah ini. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad
(711 – 1492 M).[2]
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
dinasti Bani Umayah, Penguasaan
sepenuhnya atas Afrika
Utara itu terjadi di zaman Khalifah ‘Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Khalifah ‘Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man al-Ghassanimenjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan bin
Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa bin Nushair memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan
ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di
pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan
membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah
satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu
mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum
dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan
ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini
sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah
kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai
memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam
penaklukan wilayah Spanyol.[3]
Sebelum umat Islam menguasai Andalusia
wilayah yang terletak disekitar semenanjung Iberia dan membelah Benua Eropa
dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke 5 M, wilayah
ini disebut dengan Iberia (atau Les Iberes), yang diambil dari nama Bangsa
Iberia (penduduk tertua diwilayah tersebut). Ketika berada dibawah kekuasan
Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada abad ke 5 M, Andalusia
dikuasai olah Bangsa Vandal yang berasal dari wilayah ini sejak itu wilayah ini
disebut Vandalusia yang oleh umat Islam akhirnya disebut “Andalusia“. Setelah
itu datanglah bangsa Gothia ke Andalusia memerangi bangsa Vandal dan menguasai
Andalusia. Pada Awalnya bangsa Gothia ini kuat sekali tapi kemudian banyak
perpecahan dan menyebabkan kemunduran kerajaan itu.[4]
Kemudian setelah Raja Witiza dari Gothia
meninggal digantikan oleh Roderick. Peristiwa ini menyebabkan putera-putera Raja
Witiza sangat marah dan mereka mengadakan perjanjian persekutuan dengan kaum
muslimin. Begitu pula telah terjadi perselisihan antara Graff Yulian yang
memegang pemerintah. Perselisihan ini kabarnya karena Roderick mencemarkan
kehormatan puteri dari Yulian. Karena itu Yulian ingin membalas dendam untuk
membela kehormatan dan nama baiknya. Ia berusaha mendorong kaum Muslimin supaya
menyerbu ke Spanyol. Tentunya ini merupakan kesempatan yang baik bagi kaum
muslim.Kaum yang memusuhi Roderick itu akhirnya meminta GraffYulian bekerja
sama dengan Musa bin Nushair yang menjabat sebagai gubernur di Afrika
Utara di bawah pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus.[5]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga
pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan pasukan ke
wilayah tersebut. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa
bin Nushair.[6]Musa
kemudian meminta izin pada Khalifah Walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di
Damaskus, dan segera dikirimlah pasukan sebanyak 500 orang dibawah
pimpinan Tharif bin Malik untuk
menyerbu Spanyol. Setelah kemenangan pasukan ini, Musa mengirimkan pasukan
gerak cepat di bawah komando Thariq bin Ziyad,
kemudian Thariq bin Ziyad berangkat untuk memimpin 7000 orang tentara yang
terdiri dari bangsa Barbar. Mereka menyeberangi selat itu dengan kapal-kapal
yang disediakan oleh Yulian, yang dulunya pernah pula menyediakan kapal-kapal
untuk Tharif dan pasukannya. Ini terjadi pada bulan Rajab atau Sya’ban tahun 92
H.[7]
Sejarah mencatat bahwa panglima Thariq setelah
seluruh pasukan selesai mendarat di wilayah tersebut, ia membakar seluruh alat
penyeberangan. Ia pun mengucapkan pidato singkat yang bersejarah: Al-‘aduwwu
amaamakum wal bahru wara’akum fakhtar ayyuma syi’tum (Musuh di depanmu,
lautan di belakangmu, silahkan pilih mana yang kamu kehendaki).[8]Thariq
beserta pasukannya kemudian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai
kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq” (Gibraltar).
Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung yang
luas dan makmur itu.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai
penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dari hasilnya lebih nyata.
Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki
Spanyol. Dalam Pertempuran di suatu tempat bernama Bakkah, Raja Roderick dapat
dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota
penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat
itu).[9]
Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa
ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5.000
personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini
belum sebanding dengan pasukan Ghotik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.[10]
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq
ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk
itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran
dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyeberangi selat itu dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville dan
Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai
seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa
sampai Navare.[11]
B.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Islam Mudah Masuk Spanyol
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu
mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal
yang menguntungkan.[12]
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah
suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi
sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan.
Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri
kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap
tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu
aliranMonofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut
agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.[13]
Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas,
sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan
persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan
juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan
dengan itu Amerali, seperti
dikutip oleh Imamuddin mengatakan,
ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi
material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan
tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi
lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan
masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting
menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711
M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.[14]
Perpecahan politik memperburuk keadaan
ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal,
sewaktu Spanyol masih berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat.
Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh
sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian
lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar
tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain
sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan
keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi
terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang
dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika
Raja Roderick memindahkan
ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat
itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo,
diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan
anak Witiza. Keduanya
kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi
ke Afrika
Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan
penguasa wilayah Septah. Julian juga
bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk
menguasai Spanyol, Julian bahkan
memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.[15]
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya
adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri
dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu,
orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan
memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.[16]
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal
adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang
dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang
kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap,
berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya
adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu
toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan
persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.[17]
Kemudian pada tahun 750 M, pemerintahan
Umayyah di Damaskus runtuh dan berdirilah sebuah dinasti baru yang memiliki
cara-cara yang berbeda dalam menjalankan pemerintahannya yaitu Dinasti
Abbasiyah. Pada masa pemerintahan Khalifah pertama, Abul Abbas Ash Shafah, ia
melakukan revolusi besar-besaran terhadap orang yang mendukung Umayyah dan ia
juga membunuh habis semua keturunan Umayyah. Namun ketika itu ada yang berhasil
melarikan diri. Dia adalah Abdurrahman Ad-Dakhil, yang saat itu berusia sekitar
akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Dia melarikan diri ke arah Barat
menuju suatu tempat yang merupakan ujung perbatasan wilayah Islam.[18]
Cerita tentang keberhasilannya lolos dari
kerajaan Abbasiyah karena dia menyamar. Selama lima tahun dia melarikan diri ke
Palestin, Mesir, Afrika, sampai akhirnya tibalah dia di Ceuta. Disana dia
diberi perlindungan oleh seorang Barber, keluarga pamannya dari pihak ibu.
Kemudian dia menyuruh pelayannya, Badar untuk berunding dengan orang-orang
Siria di Spanyol tentang rencana kedatangannya ke Spanyol. Setelah yakin kalau
dia akan diterima disana oleh mereka, pada tahun 755 M, dia pergi ke Spanyol
dan memperoleh sambutan hangat dari mereka.Pribadi yang menarik dari seorang
Petualang muda ini serta nama besar keluarganya, membuat dia memperoleh
dukungan rakyat. Gubernur Abbasiyah yang lemah memeranginya di Masarah.
Pertempuran Masarah itu merupakan pertempuran yang menentukan. Yusuf gubernur
Abbasiyah untuk Spanyol, dikalahkan karena Khalifah Manshur tidak dapat
mengirimkan bantuan pada waktunya. Abdurrahman menjadi penguasa Spanyol dan
menempatkan dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang amir yang merdeka
(756 M). Maka di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayyah,
suatu dinasti Umayyah yang baru didirikan di Spanyol.[19]
C. Kemajuan
Intelektual Islam di Spanyol
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol,
umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka
peroleh, bahkan pengaruhnya sampai ke Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan
yang lebih kompleks. Diantara kemajuan tersebut diantaranya:[20]
Spanyol adalah
Negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi
dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan
Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal
dari Afrika
Utara), al-Shaqalibah (penduduk
daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual
kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang
berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan
pembangunan fisik di Spanyol.[21]
1.
Pada masa Daulat Ummayah
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian
dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui
ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M
selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad bin Abdurrahman (832-886 M). Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M),
karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar,
sehingga Cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar pada masa sesudahnya.
2.
Pada Masa Dinasti Murabithun Dan Muwahhidun (1056
- 1226 M)
Di bidang ilmu pengetahuan muncullah
Imam Al-Ghazali [22]seorang ulama besar dengan berbagai karya di bidang fiqh hingga
tasawuf. Beberapa karya Al-Ghazali bahkan hingga kini manjdi rujukan utama para
ulama modern hingga di Indonesia. Pemikiran filsafat pada masa Murabithun juga
berkembang cukup pesat pada masa kepemimpinan Yusuf bin
Tasyfin. Al-Ghazali sebelum menjadi seorang fuqaha,
juga di kenal sebagai seorang filosof. Dua karya Al-Ghazali yang terkenal
adalah Tahafut al-Falasifah danMunqidz min al-Adhlalal, atau
kitab Fash al-Maqal yang membahas tentang kesesuaian akal dan wahyu atau
filsafat dan agama. Dalam bidang Fiqh dan Kalam,di antara karya-karya
Al-Ghazali adalah Al-Wajiz, Al-Wasith, Al-Basith, dan AlMusthafa,
keempat tersebut dalam bidang Fiqh dan Ushul Fiqh. Dalam bidang kalam terdapat Al-Iqtisad
fi al-I’tidal, dalam bidang mantiq (logika) Mi’yarul Ilm. Dalam masa
akhir hidupnya Al-Ghazalimasih sempat menulis beberapa karya yang cenderung
sufistik, di antaranya Ihya’Ulumuddin, Kimiya’ al-Sa’adah, misykat al-Anwar,
dan Al-Munqidz min al-Dhalal.[23]
Pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan Filsafat
banyak terjadi pada saat kekuasaan Muwahiddun mulai menguasai daratan Andalusia
(Spanyol). Persinggungan dengan budaya kosmopolit (urban) yang ada di Spanyol
membuat para ilmuwan Maroko mulai mempelajari filsafat. Buku Filsafat
Yunani,khususnya karangan Ariestoteles, banyak diterjemahkan ulang dan di
ringkas sehingga mudah dipahami oleh umat Islam. Abu Yusuf Al-Manshur mencabut
larangan mempelajari Filsafat yang pernah diberlakukan pada masa pemerirahan
Al-Murabithun. Al-Manshur bahkan meminta Abu Al Walid Ibnu Rusyd atau lebih
dikelan dengan Ibnu Rusdy untuk meringkas buku-buku filsafat Ariestoteles dan
memberinya komentar.[24]
Tidak mengherankan jika Ibnu Rusyd terkenal sebagai
filosof. Ciri pemikiran filsafat Ibnu Rusyd adalah perhatiannya terhadap
keserasian antara filsafat dan agama. Ibnu Rusyd Juga terkenal sebagai faqih
(ahli hukum Islam), salah satu karyanya yang di baca umat Islam hingga kini
adalah Bidayatul Mujahid wa Nihayatul Muqtasid. Ibnu Rusyd pernah di
angkat sebagai qadhi (hakim).Selian Ibnu Rusyd banyak para ilmuan yang muncul
pada masa DinastiMuwahhidun, seperti Ibrahim bin Malik bin Mulkun, seorang
pakar Al-Qur’an dan ilmu Nahwu. Al-Hafidz Abu Bakar bin Al-Jad, seorang ahli
Fiqh. Ibnu Al-Zuhr, seorang ahli kedokteran. Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd, dua
orang faqih dan filosof yang sangat terkenal.[25]
Dinasti
Murabithun juga pernah memerintahkan para pakar Ilmuan Andalusia untuk
menerjemah beberapa karya Filsafat ke dalam bahasa Arab. Bahkan para elit
politik Dinasti Murabithun kemudian banyak yang menjadi ahli dalam bahasa
Spanyol serta banyak menguasai Filsafat dan Arsitektur.[26]
3.
Pada Masa Bani Ahmar
Kemajuan dalam bidang sastra dan keilmuan nampak
menonjol pada pemerintahan Muhammad IV. Pada masa ini lahirlah sastrawam dan
cendekiawan semisal Abu Hayyan (1257-1344) serta Lisan ad-Din ibn al Katib
(1313-1374) yang menulis beberapa karangan, terutama Raqm al-Hulal fi-Nizam ad-Duwal. [27]Pada
masa ini pula, Ibnu Khaldun menjadi diplomat Muhammad IV dan Lisan ad-Din ibn
al Katib menjadi wazirnya, masa ini Granada mencetak salah satu ahli sastra
terbesar di dunia.[28]
D. Faktor-Faktor
Pendukung Kemajuan
Spanyol
Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat
dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti
Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan
hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka
masing-masing.
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas,
baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama,
komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya
masing-masing.[29]
Meskipun
ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.[30]
Adapun
dari uraian diatas, maka penulis ingin memberikan kesimpulan terkait
faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan di Spanyol, yang diharapkan nantinya akan
dapat diambil hikmah agar bisa diterapkan pada saat ini, yaitu:
1.
Memiliki jaringan atau koneksi. Agar mampu
mengetahui dunia luar dan mendapat banyak informasi guna menambah wawasan serta
dapat memberi pengaruh yang positif
2.
Jika ingin maju atau sukses, maka berani untuk
mengambil resiko. Atau dengan kata lain, jika sudah mengambil suatu langkah,
maka harus menghadapi tantangan itu dan menyelesaikannya secara tuntas.
3.
Sikap keterbukaan, yaitu dengan mengambil hal
yang bersifat positif dari siapapun guna untuk memperbaiki kualitas peradaban.
4.
Apabila ingin membangun peradaban yang maju,
maka harus dimulai dari titik terpenting yaitu pendidikan.
5.
Adanya kepemimpinan yang profesional.
6.
Sikap toleransi atau saling menghargai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam
pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara.
Wilayah Andalusia yang sekarang disebut dengan Spanyol diujung selatan benua
Eropa, masuk kedalam kekuasaan dinasti bani Umayah semenjak Tariq bin Ziyad,
bawahan Musa bin Nushair gubernur Qairuwan, mengalahkan pasukan Spanyol
pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92 H/ 711 M). Spanyol diduduki umat islam
pada zaman kholifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayah
yang berpusat di Damaskus.
Perkembangan
Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Perkembangan itu
dibagi menjadi enam periode yaitu: Periode Pertama (711-755 M), Periode Kedua
(755-912 M), Periode Ketiga (912-1013 M), Periode Keempat (1013-1086 M),
Periode Kelima (1086-1248 M), dan Periode Keenam (1248-1492 M).
Kemajuan
peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang di dalamnya terdapat
ilmu filsafat, sains, fikih, tafsir, musik dan kesenian, begitu juga dengan
bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan fisik.
Faktor-faktor
pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya kemajuannya sangat ditentukan
oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman
al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya
toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. M. (2010). Sejarah
Peradaban Islam,. Jakarta: Amzah.
As-Suyuthi, I., & Penerjemah: Rahman, S. (2003). Tarikh Khulafa’.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ira M Lapidus,
Sejarah Sosial Ummat Islam; Bagian ke Satu dan Dua, cet I. Terj. oleh Gufron
A Mas’adi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999
Baca Jurnal Religiusta, ‘Kronika
Budaya Dalam Perjalanan Ideologi Politik Di Andalusia’ http://religiusta.multiply.com/journal/item/73. di akses 20 Mei 2017.
Boswort,
C.E. 1993. The Islamic Dynasties trj.
Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Mahmudunnasir, S. (2005). Islam Konsepsi dan Sejarahnya.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Menocal, M. R. (2006). Sepotong Surga di Andalusia.
Bandung: Mizan.
Pradana
Boy ZTF, Filsafat Islam; Sejarah, Aliran dan Tokoh, Malang: UMM Press,
2003.
Sulaiman, R. (2014). Pengantar Metodologi Studi Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Syalabi, A. (1995). Sejarah dan Kebudayaan Islam 2.
Jakarta: Alhusna Zikri.
Thohir, A. (2004). Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Yatim, B. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Watt, W. Montgomerry, and Pierre
Cachia. 1965. A History of Islamic
Spain. Edinburgh: Edinburgh University Press.
[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.87
[2] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 58
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.88
[4] Lihat Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 160
[7]A.Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam2, (Jakarta: Alhusna Zikri,1995), hlm. 158-159
[8] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 162
[9] Rusydi
Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), hlm.254
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.89
[12] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 166
[14]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
91
[16] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 167
[17]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
93
[18] Maria Rosa
Menocal, Sepotong Surga di Andalusia, (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 5
[19] Syed
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), hlm. 284
[20] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 171
[21]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
101
[22]
Pradana
Boy ZTF, Filsafat Islam; Sejarah, Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press,
2003),
hlm.
166-173.
[24]
Baca
Jurnal Religiusta, ‘Kronika Budaya Dalam Perjalanan Ideologi Politik Di
Andalusia’ http://religiusta.multiply.com/journal/item/73. di akses 20 Mei
2017.
[27]
W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A
History,hlm,155-156
[29]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
104
No comments:
Post a Comment