Wednesday, November 15, 2017

LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM

LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM

A.           Dasar Pemikiran
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan dengan hasil penialaian terhadap kurikulum yang telah berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang lebih baik. Dengan kata lain, pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyususnan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan selama periode waktu tertentu.Sesuai dengan perkembangan zaman.
            Selaras dengan pernyataan di atas bahwa sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia, mengalami beberapa kali perubahan dan perkembangan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di negara Indonesia.Pada prinsipnya pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangi perkembangan pendidikan. Manusia, disisi lain sering kali memiliki keterbatasan kemampuan untuk menerima, menyampaikan dan mengolah informasi, karenanya diperlukan proses pengembangan kurikulum yang akurat dan terseleksi dan memiliki tingkat relevansi yang kuat. Dalam hal ini merealisasikannya maka diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Sejatinya, kurikulum tidak hanya berisi serangkaian petunjuk teknis materi pelajaran.Lebih dari itu, kurikulum merupakan sebuah progam terencana dan menyeluruh, yang menggambarkan kualitas pendidikan suatu lembaga, mulai dari lembaga tingkat sekolah, tingkat wilayah kecamatan, kabupaten, propinsi dan bangsa.Dengan sendirinya, kurikulum memegang peran strategis dalam kemajuan lembaga tersebut.
Kurikulum tidah seharusnya bersifat statis, karena dengan seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan dalam masyarakat menjadikan kurikulum senantiasa berkembng dan menyelaraskan dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum berupa proses dinamis dan integratif perlu diupayakan, melalui langkah-langkah pengembangan kurikulum yang sistematis, profesional dan melibatkan seluruh aspek-aspek kurikulum yang terkait yang berguna untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pemakalah mencoba untuk mendiskusikan langkah-langkah pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kriteria dinamis dan integratif serta tepat dalam pendidikan.
Dengan merujuk kepada dasar pemikiran yang penulis ungkapkan di atas, empiris di lapangan, serta pendapat pakar pendidikan Islam, dan lainnya, makalah ini akan menjelaskan tentang langkah-langkah pengembangan kurikulum.
B.            Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1.             Alur Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Mekanisme pengembangan kurikulum harus melalui beberapa tahapan, beberapa tahapan itu antara lain sebagai berikut:
Tahap 1: Studi kelayakan dan kebutuhan
Pengembangan kurikulum melakukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan kurikulum tersebut.Untuk itu sipengembang perlu melakukan studi dokumentasi dan/studi lapangan.
Tahap 2: Penyusunan konsep awalperencanaan kurikulum Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan, selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola kurikulum sistematik.
Tahap 3: Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus, pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya.
Tahap 4: Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kehandalannya, kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum.



Tahap 5: Pelaksanaan kurikulum
Ada dua kegiatan yang perlu dilakukan, ialah:
1)   Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sampel yang lebih luas.
2)   Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada jenjang yang sama.
Tahap 6: Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum
Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penilaian dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan kurikulum serta dampaknya.
Tahap 7: Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan pada kurikulum tersebut bila diperlukan, atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan.Perbaikan dilakukan terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut.[1]
Prosedur pengembangan kurikulum tidaklah sesederhana sebagaimana yang kita bayangkan selama ini dan dilakukan oleh pengembang kurikulum amatir.Pengembangan kurikulum ternyata mempunyai rambu-rambu yang harus dipatuhi dengan seksama. Jika tidak mengikuti aturan atau prosedur yang ditetapkan akan mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan yang berakibat kualitas pendidikan tidak mencapai hasil maksimal.
Dalam prosedur pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi tiga tahapan, yakni tahapan merencanakan, melaksanakan dan menilai.Pelaksanaan kurikulum tidak boleh berjalan tanpa kontrol, untuk itu pengontrolan harus dilakukan dengan seksama. Pelaksanaan kurikulum yang lepas kontrol akan mengakibatkan tidak berjalannya kurikulum yang dibuat dengan semestinya.
Pengembangan kurikulum mempunyai mikanisme, yaitu berupa tahapan-tahapan dari mulai studi pendahuluan hingga akhirnya penilaian tentang keberhasilan kurikulum maupun perbaikan-perbaikan atau penyesuaian-penyesuaian yangharus dilakukan.Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam prosedur pengembangan kurikulum.Satu dengan yang lainnya saling terkait dan saling mendukung. Jika ada faktor tertentu yang tidak disertakan maka jalannya pelaksanaan kurikulum akan terganggu
Perkembangan kurikulum secara menyeluruh tidak mungkin dipisahkan dari perkembangan system pendidikan dalam urutan waktu.Dari berbagai studi dalam pengembangan kurikulum, akhirnya dapat disimpulkan bahwa perkembangan kurikulum juga tak mungkin dipisahkan dari perkembangan komponen-komponen yang mendasari perencanaan dan pengembangan kurikulum. Komponen-komponen itu adalah:
a)    Perkembangan tujuan kurikulum
b)   Perkembangan materi (bahan) kurikulum
c)    Perkembangan alat dan media pendidikan dalam proses belajar mengajar.
d)   Perkembangan organisasi kurikulum
e)    Perkembangan evaluasi kurikulum sekolah.[2]
Komponen-komponen di atas baik secara sendiri maupun secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam mengembangkan sistem pembelajaran.
1.             Komponen Tujuan Kurikulum
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. Komponen ini sangat penting karena melalui tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum dimaksud.[3]
Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan.[4]
Ada hirarkhis tujuan pendidikan yang lazim disusun dalam pengembangan kurikulum.Hirarkhis tujuan pendidikan tersebut, secara pragmatis diarahkan bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional dan bahkan tujuan nasional. Jika diskemakan tampak sebagaimana pada diagram berikut:
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pembangunan Nasional
Tujuan Nasional
 





Gambar 1.1
Tujuan nasional Negara kita termaktub dalam pembukaan UUD 1945 tepatnya pada alenia keempat:

”Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan banagsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.[5]

Tujuan pembangunan nasional tercantum dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Oleh karena itu GBHN secara umum berubah atau mengalami penyempurnaan setiap lima tahun sekali, maka tujuan pembangunan nasional tersebut umumnya juga mengalami perubahan setiap lima tahun.[6]
Kontribusi pendidikan bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional tampak pada tujuan pendidikan nasional.Tujuan pendidikan naisional, selain tercantum dalam GBHN juga tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Adapun tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab II pasal 4 adalah sebagai berikut:

”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.[7]

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional inilah kemudian dirumuskan kompetensi lintas kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum ini berbeda-beda pada masing-masing jenjang pendidikan: TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan Perguruan Tinggi. Kompetensi lintas kurikulum ini juga berbeda dari segi jalurnya.
Jalur pendidikan luar sekolah dan jalur pendidikan sekolah.Tidak hanya itu, kompetensi lintas kurikulum ini juga berbeda dari segi jenis sekolahnya, sekolah umum atau kejuruan. Dengan kata lain, kompetensi lintas kurikulum ini dirumuskan secara berbeda oleh masing-masing jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Sungguhpun demikian, kompetensi lintas kurikulum ini pada jenjang pendidikan yang lebih rendah punya kesinambungan dengan kompetensi lintas kurikulum jenjang pendidikan yang di atasnya.Atau, kompetensi lintas kurikulum pada jenjang yang lebih tinggi merupakan kelanjutan dari kompetensi lintas kurikulum jenjang pendidikan yang lebih rendah.
Berdasarkan kompetensi lintas kurikulum, kemudian dirumuskan standar kompetensi, standar kompetensi merupakan penjabaran lebih lanjut dari kompetensi lintas kurikulum.Mengingat kurikulum lembaga pendidikan umumnya terdiri dari banyak bidang studi dengan jenjang-jenjang dari kelas-kelas yang berbeda, maka standar kompetensi tersebut juga berbeda-beda dari segi bidang studi, jenjang dan kelasnya.Satu kompetensi lintas kurikulum dapat dijabarkan ke dalam banyak standar kompetensi.
Sebagai penjabaran dari standar kompetensi ini, dirumuskan kompetensi dasar.Satu standar kompetensi, bisa dijabarkan ke dalam banyak kompetensi dasar.Apa yang terjadi dalam kurikulum, lazimnya sampai pada rumusan kompetensi dasar dan tidak sampai pada perumusan indikator dan hasil belajar. Oleh karena itu, indikator dan hasil belajar umumnya dirumuskan sendiri oleh guru ketika akan mengajar di dalam kelas. Perumusan indikator dan hasil belajar tersebut dilakukan ketika guru membuat persiapan mengajar.
Dalam aktivitas pengembangan kurikulum bagi seorang guru terutama dalam kelas adalah sangat penting.Sebab, bagaimanapun bentuk pelaksanaan kurikulum akhirnya bergantung kepada pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, dengan guru sebagai tokoh sentralnya.[8]Oleh karena itu, perumusan kembali kompetensi dasar menjadi indikator dan hasil belajar secara benar menjadi penting dan sangat dibutuhkan.
2.             Komponen Materi Kurikulum
Materi kurikulum pada hakikatnya adalah isi kurikulum atau pendidikan.Dalam Unadang-undang pendidikan tentang sistem pendidikan nasional telah ditetapkan, bahwa isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran, untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum disusun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Materi kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar dan pembelajaran.
b.      Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidikan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
c.       Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini tujuan pendidikan nasional merupakan targettertinggi yang hendak dicapai melalui mencapaian materi kurikulum.[9]
Dalam memilih dan menyusun materi kurikulum ada beberapa pertanyaan mendasar yang harus diperhatikan, di ataranya adalah:
a. Untuk tingkat pendidikan mana kurikulum itu disusun?
b.  Untuk jenis pendidikan apa kurikulum itu diberikan?
Pertanyaan pertama berkenaan dengan tingkat dan jenis pendidikan yang secara umum dibedakan menjadi pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Setiap jenis dan jenjang pendidikan tersebut mempunyai tujuan yang berbeda satu sama lain, akan tetapi harus mencerminkan adanya keseimbangan dari ketiganya.[10]
Pertanyaan yang kedua berkenaan dengan jenis sekolah yang secara umum ada yang berorientasi kepada pendidikan akademis seperti SMP dan SMA, adapula yang berorientasi pada pekerjaan, yaitu sekolah kejuruan.Ada beberapa kriteria yang dapat membantu para perancang kurikulum dalam menentukan materi kurikulum. Kriteria tersebut antara laian:
a.       Materi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa, artinya sejalan dengan tahap perkembangan anak.
b.      Materi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial, artinya sesuai dengan tuntutan hidup nyata dalam masyarakat.
c.       Materi kurikulum dapat mencapai tujuan yang komprehensif, artinya mengandung aspek intelektual, moral, sosial secara langsung.
d.      Materi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji, artinya tidak cepat lapuk hanya karena perubahan tuntutan hidup sehari-hari.
e.       Materi kurikulum mengandung pelajaran yang jelas, teori, prinsip, konsep yang terdapat di dalamnya hanya informasi faktual.
f.       Materi kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Materi kurikulum disusun dalam bentuk program pendidikan yang nantinya dijabarkan dan dilaksanakan melalui proses pengajaran dari perjalanan belajar siswa, sesuai dengan makna yang terkandung dalam pengertian kurikulum maka materi kurikulum bukan hanya pengetahuan ilmiah yang terorganisir dalam bentuk mata pelajarannya saja. Tetapi juga kegiatan dan pengalaman yang diberikan kepada siswa sebagai bagian integral dari proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.[11]
Di samping kriteria sebagai tolok ukur dalam memilih isi kurikulum kita harus menggunakan prinsip-prinsip umum seperti apa yang disampaikan oleh Tyler (1970) dalam bukunya Muhammad Ali, bahwa prinsip umum dalam memilih pengalaman belajar yang akan dijadikan isi kurikulum sebagai berikut:
a.       Untuk tujuan harus dicapai, siswa harus mempunyai pengalaman belajar yang memberi kesempatan kepadanya untuk mempraktekkan jenis perilaku yang dimaksudkan dalam tujuan. Dengan demikian, bila tujuan itu mengharapkan agar siswa mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah kesehatan misalnya, maka pengalaman belajar harus memberi kesempatan kepada siswa melakukan kegiatan pemecahan masalah kesehatan, serta mempraktekkan pemecahan masalah kesehatan dalam situasi yang nyata.
b.      Pengalaman belajar harus dapat memberi kepuasan kepada siswa melalui pelaksanaan ataupenampilan perilaku sebagai mana dikehendaki dalam tujuan. Hal ini dapat dicapai dengan memilih bentuk-bentuk pengalaman belajar yang menuntun siswa menggunakan cara terbaik dalam menampilakan bentuk perilaku itu. Dalam memecahkanmasalah kesehatan misalnya, di samping dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan memecahkan, juga kemampuan untuk menggunakan cara terbaik dalam memecahkan masalah kesehatan itu. Ini akan memberi kepuasan dalam menampilkan bentuk perilaku sebagai mana dikehendaki dalam tujuan
c.       Pengalaman belajar harus dalam batas kemungkinan siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses memperolehnya. Ini dapat terjadi bila dalam menentukannya diperhitungkan tentang batas kemampuan siswa, baik secara psikologis maupun secara akademis.
d.      Banyak bentuk pengalaman belajar yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengalaman belajar ini hendaknya diseleksi sehingga dengan kriteria tertentu dapat dipilih yang dipandang paling cocok untuk dilaksanakan.
e.       Pengalaman belajar hendaknya di samping dapat diupayakan untuk mencapai suatu jenis perilaku dalam tujuan, juga secara bersamaan dapat memberi kemungkinan kepada siswa mengembangakan kemampuan lain.[12]
Penggunaan kriteria dalam memilih isi kurikulum berlandaskan pada berbagai prinsip umum di atas, sangat membantu terutama dalam memilih topik dan bahan pelajaran.Pemilihan topik berkaitan dengan pengembangan isi kurikulum pada tingkat bidang studi, sedangkan bahan pelajaran pada tingkatan kurikulum pengajaran.Pengembangan isi kurikulum lebih lanjut dapat dibuat dalam bentuk garis-garis besar program pengajaran (GBPP), sehingga memudahkan dalam implementasi kurikulum di kelas.
3.             Komponen Alat (Metode) Kurikulum
Komponen metode dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yang dikenal dengan komponen metode dalam pengertian luas dan komponen metode dalam pengertian sempit.
Komponen metode dalam pengertian luas berarti metode tidak hanya sekedar metode mengajar, seperti metode ceramah, tanya jawab, dan sebagainya. Dalam pengertian seperti ini metode diartikan dalam arti sempit, yaitu berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan metode dalam arti luas dipersoalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan pada diri anak didik.
Dari pengertian luas ini komponen metode kurikulum dapat mencakup persoalan-persoalan yang integral dari berbagai persoalan seperti cara penyampaian guru, cara memimpin sekolah, cara karyawan bekerja dan cara-cara lain yang saling terkait yang dilakukan oelah Sumber Daya Manuasia (SDM) sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh terhadap pembangunan nilai-nilai dari semua materi pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada peserta didiknya.
Metode atau strategi pembelajaran menempatai fungsi yang penting dalam kurikulum, karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan pada siswa dan guru, karena itu penyusunannya hendaknya berdasarkan analisis tugas yang mengacu pada tujuan kurikulum dan berdasrkan perilaku awal siswa.
Dalam hubungan ini ada tiga alternatif pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:
a.    Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran, di mana materi pembelajaran terutama bersumber dari mata pelajaran. Penyampaiannya dilakukan melalui komunikasi antara guru dan siswa. Guru sebagai penyampai pesan atau komunikasi, sedangkan siswa sebagai penerima pesan. Bahan pelajaran adalah pesan itu sendiri, dalam rangkaia komunikasi tersebut dapat digunakan berbagai metode pengajaran.
b.      Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, metode ini bertujuan mengintegrasikan sekolah dan masyarakat serta untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Prosedur yang ditempuh adalah dengan mengundang masyarakat ke sekolah atau siswa berkunjung kemasyarakat. Metode yang digunakan terdiri dari karyawista, nara sumber, kerja pengalaman, suevie proyek, pengabdian atau pelayanan masyarakat, berkemas dan unit.
Komponen metode dikatakan juga komponen proses karena metode berada pada proses. Komponen ini tidak kalah pentingnya dengan komponen lainnya, karena komponen metode akan menjawab bagaimana proses kurikulum yang ditempuh dapat mentranspormasikan berbagai macam nilai ke dalam diri anak. Yang jelas bahwa komponen metode harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik. Untuk membuat siswa bermutu jelas tidak bisa dilakukan dengan mudah seperti mudahnya membalik telapak tangan. Untuk membuat siswa bermutu jelaslah membutuhkan waktu, media dan proses yang bermutu pula. Karena itu, komponen metode harus difungsikan secara baik dan benar agar komponen materi dan tujuan bisa dicapai dengan baik pula.[13]
4.             Komponen Evaluasi Kurikulum
Evaluasi adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari setiap kegiatan pengembangan kurikulum (curriculum development), kegiatan pendidikan dan lembaga pendidikan. Evaluasi harus dilakukan ketika suatu keputusan akan diambil untuk menentukan relevansi standar isi dan standar kompetensi lulusan dengan dengan tuntutan masyarakat yang terus berkembang, menentukan tingkat relevansi kurikulum (KTSP) dengan perkembangan masyarakat yang dilayani kurikulum dan dengan standar isi dan standar kompetensi lulusan, pada waktu suatu dokumen kurikulum sedang dikembangkan, pelaksanaan atau implementasi kurikulum, hasil dan dampak pelaksanaan kurikulum.[14]
Evaluasi adalah suatu proses interaksi, deskripsi, dan pertimbangan (jadgment) untuk menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional, serta pengaruhnya pada belajar dan perilaku siswa.Evaluasi kurikulum perlu dilakukan guna mengetahui apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk menilai suatu kurikulum sebagai program pendidikan untuk menentukan efesiensi, efektifitas, relevansi, dan produktivitas program dalam mencapai tujuan pendidkan.[15]
Evaluasi kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum.Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidkikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.[16]
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas dan sumber-sumber belajar, dan lain-lain.
Evaluasi dilakukan untuk mencapai dua sasaran utama, pertama evaluasi terhadap hasil atau produk kurikulum. Kedua evaluasi terhadap proses kurikulum. Evaluasi hasil bertujuan menilai sejumlah keberhasilan kurikulum dalam mengantarkan siswa mencapai tujuan. Evaluasi proses menilai apakah proses pelaksanaan kurikulum berjalan secara optimal, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan.[17]
Untuk dapat melakukan evaluasi kurikulum secara baik, maka harus berpedoman pada prinsip-prinsip dalam melakukan evaluasi, prinsip-prinsip itu antara lain sebagai berikut:
1)   Evaluasi mengacu pada tujuan
2)   Evaluasi dilakukan secara menyeluruh
3)   Evaluasi harus obyektif.[18]
Pertimbangan penting lainnya bagi evaluator kurikulum adalah evaluasi formatif (untuk perbaikan program), dan evaluasi sumatif, untuk memutuskan melanjutkan program yang evaluasi atau menghentikannya dengan program lain. Model-model evaluasi kurikulum yang dapat dipilih dan diaplikasikan adalah model pencapaian tujuan (goal attainment model), model pertimbangan (judgmental evaluation model), model pengambilan keputusan (decision facilitative evaluation model), dan model deskriptif.[19]
Sejalan dengan pemaparan penulis diatas, mengenai mekanisme serta langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum PAI sebagaimana di atas, maka proses pengembangannnya digambarkan oleh Hasan dalam chartsebagai berikut[20];
Pengembangan Kurikulum PAI
PENGALAMAN
SILABUS
HASIL
PROGRAM
IDE
 









                                              

E          V         A         L          U         A         S          I
 


PERENCANAAN                    IMPLEMENTASI                  EVALUASI

Chart[21] tersebuit menggambarkan bahwa seseorang dalam mengembangkan kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun prencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari ;
1.      Visi yang dicanangkan
Visi (vision) adalah the statement of ideas or hopes, yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam langka panjang.
2.      Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3.      Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks & zaman.
4.      Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5.      Kecenderungan era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek social, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.
Kelima ide tersebu kemudian  diramu sedemikian rupa untuk dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagai dokumen, yang antara lain berisi; informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan; bentuk/format silabus; dan komponen-komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Apa yang tertuang dalam dokumen tersebut kemudian dikembangkan dan disosialisasikan dalam proses pelaksanaannya, yang dapat berupa pengembangkan kurikulum dalam bentuk satuan acara pembelajaran atau SAP, proses pembelajaran, sehingga diketahui tingkat efisiensi dan efektifitasnya. Dari evaluasi ini akan diperoleh umpan balik (feed back)untuk digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya. Dengan demikian, proses pengembangan kurikulum menuntut adanya evaluasi secara berkelanjutan mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi itu sendiri.[22]
Karena itu, pengembangan kurikulum PAI perlu dilakukan secara terus menerus guna merespons dan mengantisipasi perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa harus menunggu pergantian Menteri Pendidikan Nasional atau Menteri Agama.Apalagi saat ini masyarakat sudah memasuki era globalisasi, baik di bidang ipteks maupun social, politik, budaya dan etika. Hal ini akan berimplikasi pada banyaknya masalah pendidikanyang harus segera diatasi, tanpa harus menunggu-nunggu keputusan dari atas.[23]


C.           Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.[24]
Model yang dipergunakan dalam proses pengembangan kurikulum dapat dikemukakan oleh para ahli pendidikan mulai dari suatu model yang sederhana sampai dengan model yang paling sempurna di antaranya adalah:
1.             Model Pengembangan Kurikulum Administratif
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staffkarena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum.
Model administratif sering pula disebut sebagai model garis dan staf atau dikatakan pula sebagai model dari atas ke bawah.Kegiatan pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitia pengarah, yang biasanya terdiri dari pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan staf pengajar kita.Panitia pengarah tersebut diberi tugas untuk merencanakan, memberikan pengarahan tentang garis besar kebijaksanaan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.
Setelah kegiatan tersebut selesai, kemudian panitia menunjuk atau membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai degan keperluan yang para anggotanya biasanya terdiri dari staf pengajar dan spesialisasi kurikulum.Kelompok-kelompok kerja tersebut bertugas untuk menyusun tujuan-tujuan khusus pendidikan, garis besar pengajaran, dan kegiatan belajar, hasil kerja kelompok tersebut direvisi oleh panitia pengarah dan kemudian dilakukan uji coba jika dipandang perlu, walau hal ini jarang dilakukan.
Dilakukan uji coba untuk mengetahui efektivitas dan kelayakan pelaksanaannya.Pelaksana uji coba rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk oleh para panitia pengarah yang para anggotanya sebagian besar terdiri dari pihak sekolah.Setelah penelitian uji coba selesai, panitia pengarah menelaah atau mengevaluasi sekali lagi rancangan kurikulum tersebut, baru kemudian memutuskan pelaksanaannya.
Pengembangan kurikulum model administratif tersebut menekankan kegiatannya pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.Berhubung pengarahan kegiatan berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang kemampuan profesional tenaga pengajarnya masih rendah.Kelemahan model ini terletak pada kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di samping juga karena kurikulum ini biasanya bersifat seragam secara nasional.Sehingga kadang-kadang melupakan atau mengabaikan adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah.[25]
2.             Model Pengembangan Kurikulum dari Bawah (Grass Roots)
Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan dari model pertama.Inisiatif dan upaya pengembangan kurikum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau komponen sekolah.
Jika pada model administratif kegiatan pengembangan kurikulum berasal dari atas, model yang kedua ini inisiatifnya justru berasal dari bawah, yaitu dari pengajar yang merupakan para pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya di sekolah sudah diikutsertakan sejak semula kegiatan pengembangan kurikulum itu.[26]
Pengembangan kurikulum dari bawah ini menuntut adanya kerja antar guru, antar sekolah secara baik, di samping harus ada juga kerjasama dengan pihak luar sekolah, khususnya orang tua murid dan masyarakat.Pada pelaksanaannya para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan kepada para staf pengajar.
Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat Grass Rootsseorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.
Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikum bagi kelasnya.[27]
Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan kurikulum secara demokratis, yaitu yang berasal dari bawah. Keuntungan model ini adalah proses pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan berbagai pihak bawah khususnya para staf pengajar karena mereka yang tahu terhadap kondisi lapangan dan kemampuan siswa serta keinginan para orang tua murid di lingkungan sekolah tersebut.
3.             Model Pengembangan Kurikulum Hilda Taba
Model pengembangan kurikulum yang ditemukan oleh Hilada Taba ini berbeda dengan cara yang lazim yakni yang bersifat deduktif karena caranya bersifat induktif. Itulah sebabnya model ini disebut model terbalik.Pengembangan model ini diawali dengan melakukan percobaan, penyusunan teori dan kemudian penerapannya, hal itu dimaksudkan untuk mempertemukan antara teori dan praktek serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan pada kurikulum yang terjadi tanpa percobaan.[28]
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini:
Langkah pertama,mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen ini diadakan studi yang saksama tentang hubungan antara teori dengan praktik.Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam kelas menghasilkan data-data yang untuk menguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini;
             1)          Mendiagnosis kebutuhan,
             2)          Merumuskan tujuan-tujuan khusus,
             3)          Memilih isi,
             4)          Mengorganisasi isi,
             5)          Memilih pengalaman belajar,
             6)          Mengorganisasi pengalaman belajar,
             7)          Mengevaluasi,
             8)          Melihat skuens dan keseimbangan.
Langkah kedua,menguji unit eksperimen.Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk mengetahui validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.
Langkah ketiga,mengadakan revisi dan konsolidasi.Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsulidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang lebih bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada suatu sekolah belum tetntu demikian juga pada sekolah yang lainnya.Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.
Langkah keempat,  pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya.Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan dipakai.
Langkah kelima,  implementasi dan diseminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.[29]
Dari langkah-langkah di atas menunjukkan uraian yang jelas tentang pendapat Taba yang mempunyai ciri-ciri sistematis dan pendekatan yang logis terhadap pengembangan kurikulum.Taba secara teguh menempatkan kerasionalan atau tujuan dari kurikulum dalam rangkaian model kurikulum, meskipun dalam hal ini Taba lebih luas dari pada Tyler.Pendekatannya lebih menitikberatkan pada anak didik, yang muncul dari interaksinya dengan sekolah-sekolah di California. Selama bekerja dengan para pendidik, Taba menyadari bahwa mereka akan menjadi para pengembang kurikulum yang penting dimasa mendatang dan suatu sistem model yang rasional akan berarti bagi mereka. Model kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam Rational Model atau Objectivis Model.[30]
4.             Model Pengembangan Kurikulum Rogers.
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan member informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.[31]
Menurut Rogers kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.       Diadakannya kelompok untuk dapatnya hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b.      Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling bertukar pengalaman, di bawah pimpinan staf pengajar.
c.       Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonalakan menjadi lebih sempurna. Yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik dalam suasana yang akrab.
d.      Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikut sertakan para pegawai administrasi dengan orang tua peserta didik.[32]
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari model-model sebelumnya. Adapun model tersebut dikemukakan sebagai berikut :[33]
a)    Model I (Model yang Paling Sederhana)
Menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian.Hal ini berdasarkan asumasi bahwa pendidikan adalah evaluasi, dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi daninformasi.
Model ini mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan urutan atauorganisasibahan pelajaran secara sistematis.
b) Model II
Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I yaitu tentangmetode dan organisasi bahan pelajaran.Dalam pengembangan kurikulum pada model II sudah dipikirkan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses belajar. Di samping itu bahan pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran.Akan tetapi model II belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran.
c)    Model III
Model III menyempurnakan model II. Dalam model III memasukkan unsur teknologi pendidikan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan faktor yang sangatmenunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada model III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu yang berkaitan denganmasalah tujuan.
d) Model IV
Pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan memasukkan unsur tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupunkegiatan penilaian yang dilakukan.





5.             Model Pengembangan Kurikulum Sistem Beu’camp.
Model pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh Beu’camp seorang ahli kurikulum. Beu’camp mengemukakan lima hal di dalam suatu pengembangan kurikulum:[34]
Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, ataupun seluruh daerah. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
Kedua,menetapkan personalia yaitu menetapkan siapa-siapa saja yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a)    Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar.
b)   Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru terpilih.
c)    Para professional dalam system pendidikan
d)   Professional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Ketiga,  organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beu’camp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a.       Membentuk tim pengembang kurikulum.
b.      Mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedanag digunakan.
c.       Studi penjajakan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru.
d.      Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru.
e.       Penulisan dan penyusunan kurikulum baru.
Keempat,Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah menerapkan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sessuatu yang sederhana sebab membutuhkan kesiapan yang meyeluruh baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya di samping kesiapan managerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Kelima,Langkah ini merupakan langkah terakhir yaitu mengevaluasi kurikulum. Dalam langkah ini mencakup empat hal, yaitu:
a)        Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru.
b)        Evaluasi desain kurikulum.
c)        Evaluasi belajar siswa.
d)       Evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum data yang diperoleh dari hasil evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip-prinsip pelaksanaannya.[35]

















D.           Kesimpulan
Peranan kurikulum dalam pembelajaran meliputi peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, serta peranan kreatif.Peranan konservatif yaitu peranan pewarisan budaya dari generasi tua ke generasi yang lebih muda.Peranan kritis atau evaluatif yaitu memilah kebudayaan dan mempertahankan yang baik, serta mempertimbangkan kembali kebudayaan yang sudah dirasa tidak sesuai dengan perkembangan zaman.Sedangkan peranan kreatif berkenaan dengan kreasi manusia menciptakan sesuatu secara dinamis yang terus berkembang selama peradaban dan pendidikanmasih ada.
Pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh positif yang datangnya dari luar ataupun dari dalam dengan harapan agar peserta didik mampu untuk menghadapi masa depannya. 
Dalam pengembangan kurikulum harus mampu menjawab “apa yang akan dikembangkan dan siapa yang akan mengembangkan kurikulum”.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum secara umum yaitu:
a.       Diagnosis kebutuhan
b.      Perumusan tujuan
c.       Pengorganisasian materi pemilihan
d.      Pengorganisasian pengalaman belajar
e.       Pengembangan alat evaluasi.
Model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan meliputi model administrative, model Roger, serta model Inverted dari Taba. Berdasarkan langkah-langkah tertentu, model hubungan Interpersonal dari Roger menitikberatkan pada kegiatan kelompok campuran, dan model Inverted dari Taba menekankan pada kesederhanaan prosedur.



E.            Daftar Rujukan
H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 2004 (Jakarta: Renika Cipta
HM. Ahmad dkk, Pengembangan Kurikulum di Perguruan Tinggi, 1998, Bandung: Pustaka Seti
Burhan Nurgiyanto, Dasar-dasar  Pengembangan Kurikulum, 1988,Yogyakarta: BPFEE,
Hasan, S, Hamid, Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2002, Bandung; Universitas Pendidikan Indonesia
Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, 2002 ,Jakarta; Pustaka Sinar Harapan
UUD 1945 dengan penjelasannya,2005Surabya: Pustaka Agung Harapan, 2002 Perguruan Tinggi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Oemar Hamalik, 2010, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,Jakarta ;Remaja Rosda Karya,.
Lias Hasibuan, 2010, Kurikulum dan Pemikiran PendidikanJakarta:GP Perss,
S. Hamid Hasan, 2008, Evaluasi Kurikulum,Bandung:Remaja Rosdakarya,



[1]Oemar Hamalik, Managemen Pengembangan Kurikulum, hal. 142
[2]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 24.
[3]Lias Hasibuan, Kurikulum Pemikiran Pendidikan, 38
[4]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,29
[5]UUD 1945 dengan penjelasannya,(Surabya: Pustaka Agung Harapan, 2002), 2
[6]Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), 67
[7]Tim Redaksi Fokus Media, UU Sisdiknas Tahun 2003(Bandung: Fokus Media, 2003), 75.
[8]Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), 70.
[9]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 25.
[10]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,26.
[11] Nana Sudjana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), 30.
[12]Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah,65.
[13]Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan(Jakarta: GP Perss, 2010), 40.
[14]S. Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 155.
[15]Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan, 49.
[16]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Paraktek,172.
[17]Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 60.
[18]Ibid., 62.
[19]Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,191.
[20]Hasan, S, Hamid, Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2002, Bandung; Universitas Pendidikan Indonesia, hal.
[21] Chart yang dimaksud disini adalah grafik. Dalam konteks pembahasan di atas chart disini merupakan gambaran pemetaan dalam perencanaan/ rancangan sederhana dalam proses pengembangan kurikulum. Lihat, Hasan, S, Hamid, Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2002, Bandung; Universitas Pendidikan Indonesia
[22]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (di sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi), 2005, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 13
[23]Ibid, hal. 14
[24]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Paraktek,161.
[25]Burhan Nurgiyanto, Dasar-dasar  Pengembangan Kurikulum,(Yogyakarta: BPFEE, 1988),169.
[26]Ibid., 169.
[27]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Paraktek,163.
[28]HM. Ahmad dkk, Pengembangan Kurikulum di Perguruan Tinggi(Bandung: Pustaka Seti,1998), 57.
[29]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Paraktek,166.
[30]Ibid.,
[31]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Paraktek,167.
[32]H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum(Jakarta: Renika Cipta, 2004), 98.
[33]M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Bandung, CV Pustaka Setia, 1997 hlm 50
[34]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Paraktek,163.
[35] Ibid.,

No comments:

Post a Comment