LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Dasar Pemikiran
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses
merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan dengan
hasil penialaian terhadap kurikulum yang telah berlaku, sehingga dapat
memberikan kondisi belajar mengajar yang lebih baik. Dengan kata lain,
pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru
melalui langkah-langkah penyususnan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang
dilakukan selama periode waktu tertentu.Sesuai
dengan perkembangan zaman.
Selaras dengan pernyataan di atas
bahwa sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia, mengalami beberapa kali
perubahan dan perkembangan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada
di negara Indonesia.Pada prinsipnya pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek
ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangi perkembangan pendidikan.
Manusia, disisi lain sering kali memiliki keterbatasan kemampuan untuk
menerima, menyampaikan dan mengolah informasi, karenanya diperlukan proses
pengembangan kurikulum yang akurat dan terseleksi dan memiliki tingkat
relevansi yang kuat. Dalam hal ini merealisasikannya maka diperlukan suatu
model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Sejatinya, kurikulum tidak hanya berisi
serangkaian petunjuk teknis materi pelajaran.Lebih dari itu, kurikulum
merupakan sebuah progam terencana dan menyeluruh, yang menggambarkan kualitas
pendidikan suatu lembaga, mulai dari lembaga tingkat sekolah, tingkat wilayah
kecamatan, kabupaten, propinsi dan bangsa.Dengan sendirinya, kurikulum memegang
peran strategis dalam kemajuan lembaga tersebut.
Kurikulum tidah seharusnya bersifat statis, karena
dengan seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan dalam
masyarakat menjadikan kurikulum senantiasa berkembng dan menyelaraskan dengan
kemajuan zaman. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum berupa proses dinamis
dan integratif perlu diupayakan, melalui langkah-langkah pengembangan kurikulum
yang sistematis, profesional dan melibatkan seluruh aspek-aspek kurikulum yang
terkait yang berguna untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pemakalah
mencoba untuk mendiskusikan langkah-langkah pengembangan kurikulum yang sesuai
dengan kriteria dinamis dan integratif serta tepat dalam pendidikan.
Dengan merujuk
kepada dasar pemikiran yang penulis ungkapkan di atas, empiris di lapangan,
serta pendapat pakar pendidikan Islam, dan lainnya, makalah ini akan
menjelaskan tentang langkah-langkah pengembangan kurikulum.
B.
Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam
1.
Alur Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam
Mekanisme pengembangan
kurikulum harus melalui beberapa tahapan, beberapa tahapan itu antara lain
sebagai berikut:
Tahap 1: Studi kelayakan dan
kebutuhan
Pengembangan kurikulum
melakukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar
pertimbangan bagi pengembangan kurikulum tersebut.Untuk itu sipengembang perlu
melakukan studi dokumentasi dan/studi lapangan.
Tahap 2: Penyusunan konsep
awalperencanaan kurikulum Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan
kemampuan, selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai
dengan pola kurikulum sistematik.
Tahap 3: Pengembangan rencana untuk
melaksanakan kurikulum
Penyusunan rencana ini
mencakup penyusunan silabus, pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber
material lainnya.
Tahap 4: Pelaksanaan uji coba
kurikulum di lapangan
Pengujian kurikulum di
lapangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kehandalannya, kemungkinan
pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan
faktor-faktor pendukung yang tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan kurikulum.
Tahap 5: Pelaksanaan kurikulum
Ada dua kegiatan yang perlu dilakukan,
ialah:
1) Kegiatan
desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sampel yang lebih luas.
2) Pelaksanaan
kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada jenjang
yang sama.
Tahap 6: Pelaksanaan penilaian dan
pemantauan kurikulum
Selama pelaksanaan kurikulum
perlu dilakukan penilaian dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum
dan hasil pelaksanaan kurikulum serta dampaknya.
Tahap 7: Pelaksanaan perbaikan dan
penyesuaian
Berdasarkan penilaian dan
pemantauan kurikulum diperoleh data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya
dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan pada kurikulum tersebut
bila diperlukan, atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan.Perbaikan
dilakukan terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut.[1]
Prosedur pengembangan
kurikulum tidaklah sesederhana sebagaimana yang kita bayangkan selama ini dan
dilakukan oleh pengembang kurikulum amatir.Pengembangan kurikulum ternyata
mempunyai rambu-rambu yang harus dipatuhi dengan seksama. Jika tidak mengikuti
aturan atau prosedur yang ditetapkan akan mengakibatkan
penyimpangan-penyimpangan yang berakibat kualitas pendidikan tidak mencapai
hasil maksimal.
Dalam prosedur pengembangan
kurikulum dapat diidentifikasi tiga tahapan, yakni tahapan merencanakan,
melaksanakan dan menilai.Pelaksanaan kurikulum tidak boleh berjalan tanpa
kontrol, untuk itu pengontrolan harus dilakukan dengan seksama. Pelaksanaan
kurikulum yang lepas kontrol akan mengakibatkan tidak berjalannya kurikulum
yang dibuat dengan semestinya.
Pengembangan kurikulum
mempunyai mikanisme, yaitu berupa tahapan-tahapan dari mulai studi pendahuluan
hingga akhirnya penilaian tentang keberhasilan kurikulum maupun
perbaikan-perbaikan atau penyesuaian-penyesuaian yangharus dilakukan.Banyak
faktor yang harus diperhatikan dalam prosedur pengembangan kurikulum.Satu
dengan yang lainnya saling terkait dan saling mendukung. Jika ada faktor
tertentu yang tidak disertakan maka jalannya pelaksanaan kurikulum akan
terganggu
Perkembangan kurikulum secara
menyeluruh tidak mungkin dipisahkan dari perkembangan system pendidikan dalam
urutan waktu.Dari berbagai studi dalam pengembangan kurikulum, akhirnya dapat
disimpulkan bahwa perkembangan kurikulum juga tak mungkin dipisahkan dari
perkembangan komponen-komponen yang mendasari perencanaan dan pengembangan
kurikulum. Komponen-komponen itu adalah:
a) Perkembangan
tujuan kurikulum
b) Perkembangan
materi (bahan) kurikulum
c) Perkembangan
alat dan media pendidikan dalam proses belajar mengajar.
d) Perkembangan
organisasi kurikulum
e) Perkembangan
evaluasi kurikulum sekolah.[2]
Komponen-komponen di atas
baik secara sendiri maupun secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam mengembangkan
sistem pembelajaran.
1.
Komponen Tujuan Kurikulum
Komponen tujuan adalah
komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang mesti dicapai dari
melaksanakan suatu kurikulum. Komponen ini sangat penting karena melalui
tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan
mencapai tujuan kurikulum dimaksud.[3]
Tujuan ialah suatu yang
diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.Maka
pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui
tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan
bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu
keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupan.[4]
Ada hirarkhis tujuan
pendidikan yang lazim disusun dalam pengembangan kurikulum.Hirarkhis tujuan
pendidikan tersebut, secara pragmatis diarahkan bagi pencapaian tujuan
pembangunan nasional dan bahkan tujuan nasional. Jika diskemakan tampak
sebagaimana pada diagram berikut:
Tujuan Pendidikan
Nasional
|
Tujuan
Pembangunan Nasional
|
Tujuan Nasional
|
Gambar 1.1
Tujuan nasional Negara kita termaktub dalam pembukaan UUD 1945
tepatnya pada alenia keempat:
”Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan banagsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.[5]
Tujuan
pembangunan nasional tercantum dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Oleh
karena itu GBHN secara umum berubah atau mengalami penyempurnaan setiap lima
tahun sekali, maka tujuan pembangunan nasional tersebut umumnya juga mengalami
perubahan setiap lima tahun.[6]
Kontribusi
pendidikan bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional tampak pada tujuan
pendidikan nasional.Tujuan pendidikan naisional, selain tercantum dalam GBHN
juga tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional.
Adapun
tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional bab II pasal 4 adalah sebagai berikut:
”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan”.[7]
Berdasarkan
tujuan pendidikan nasional inilah kemudian dirumuskan kompetensi lintas
kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum ini berbeda-beda pada masing-masing
jenjang pendidikan: TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan Perguruan Tinggi.
Kompetensi lintas kurikulum ini juga berbeda dari segi jalurnya.
Jalur
pendidikan luar sekolah dan jalur pendidikan sekolah.Tidak hanya itu,
kompetensi lintas kurikulum ini juga berbeda dari segi jenis sekolahnya,
sekolah umum atau kejuruan. Dengan kata lain, kompetensi lintas kurikulum ini
dirumuskan secara berbeda oleh masing-masing jenis, jenjang dan jalur
pendidikan. Sungguhpun demikian, kompetensi lintas kurikulum ini pada jenjang
pendidikan yang lebih rendah punya kesinambungan dengan kompetensi lintas
kurikulum jenjang pendidikan yang di atasnya.Atau, kompetensi lintas kurikulum
pada jenjang yang lebih tinggi merupakan kelanjutan dari kompetensi lintas
kurikulum jenjang pendidikan yang lebih rendah.
Berdasarkan
kompetensi lintas kurikulum, kemudian dirumuskan standar kompetensi, standar
kompetensi merupakan penjabaran lebih lanjut dari kompetensi lintas
kurikulum.Mengingat kurikulum lembaga pendidikan umumnya terdiri dari banyak
bidang studi dengan jenjang-jenjang dari kelas-kelas yang berbeda, maka standar
kompetensi tersebut juga berbeda-beda dari segi bidang studi, jenjang dan
kelasnya.Satu kompetensi lintas kurikulum dapat dijabarkan ke dalam banyak
standar kompetensi.
Sebagai
penjabaran dari standar kompetensi ini, dirumuskan kompetensi dasar.Satu
standar kompetensi, bisa dijabarkan ke dalam banyak kompetensi dasar.Apa yang
terjadi dalam kurikulum, lazimnya sampai pada rumusan kompetensi dasar dan
tidak sampai pada perumusan indikator dan hasil belajar. Oleh karena itu,
indikator dan hasil belajar umumnya dirumuskan sendiri oleh guru ketika akan
mengajar di dalam kelas. Perumusan indikator dan hasil belajar tersebut
dilakukan ketika guru membuat persiapan mengajar.
Dalam
aktivitas pengembangan kurikulum bagi seorang guru terutama dalam kelas adalah
sangat penting.Sebab, bagaimanapun bentuk pelaksanaan kurikulum akhirnya
bergantung kepada pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, dengan guru sebagai
tokoh sentralnya.[8]Oleh
karena itu, perumusan kembali kompetensi dasar menjadi indikator dan hasil
belajar secara benar menjadi penting dan sangat dibutuhkan.
2.
Komponen Materi Kurikulum
Materi
kurikulum pada hakikatnya adalah isi kurikulum atau pendidikan.Dalam
Unadang-undang pendidikan tentang sistem pendidikan nasional telah ditetapkan,
bahwa isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran, untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sesuai dengan rumusan tersebut, isi
kurikulum disusun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Materi kurikulum berupa bahan pembelajaran yang
terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh
siswa dalam proses belajar dan pembelajaran.
b.
Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan
masing-masing satuan pendidikan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan
pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
c.
Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai
tujuan nasional. Dalam hal ini tujuan pendidikan nasional merupakan
targettertinggi yang hendak dicapai melalui mencapaian materi kurikulum.[9]
Dalam
memilih dan menyusun materi kurikulum ada beberapa pertanyaan mendasar yang
harus diperhatikan, di ataranya adalah:
a. Untuk tingkat pendidikan mana
kurikulum itu disusun?
b. Untuk jenis pendidikan apa kurikulum itu
diberikan?
Pertanyaan
pertama berkenaan dengan tingkat dan jenis pendidikan yang secara umum
dibedakan menjadi pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Setiap
jenis dan jenjang pendidikan tersebut mempunyai tujuan yang berbeda satu sama
lain, akan tetapi harus mencerminkan adanya keseimbangan dari ketiganya.[10]
Pertanyaan
yang kedua berkenaan dengan jenis sekolah yang secara umum ada yang
berorientasi kepada pendidikan akademis seperti SMP dan SMA, adapula yang
berorientasi pada pekerjaan, yaitu sekolah kejuruan.Ada beberapa kriteria yang
dapat membantu para perancang kurikulum dalam menentukan materi kurikulum.
Kriteria tersebut antara laian:
a.
Materi kurikulum harus sesuai, tepat dan
bermakna bagi perkembangan siswa, artinya sejalan dengan tahap perkembangan
anak.
b.
Materi kurikulum harus mencerminkan kenyataan
sosial, artinya sesuai dengan tuntutan hidup nyata dalam masyarakat.
c.
Materi kurikulum dapat mencapai tujuan yang
komprehensif, artinya mengandung aspek intelektual, moral, sosial secara
langsung.
d.
Materi kurikulum harus mengandung pengetahuan
ilmiah yang tahan uji, artinya tidak cepat lapuk hanya karena perubahan
tuntutan hidup sehari-hari.
e.
Materi kurikulum mengandung pelajaran yang
jelas, teori, prinsip, konsep yang terdapat di dalamnya hanya informasi
faktual.
f.
Materi kurikulum harus dapat menunjang
tercapainya tujuan pendidikan. Materi kurikulum disusun dalam bentuk program
pendidikan yang nantinya dijabarkan dan dilaksanakan melalui proses pengajaran
dari perjalanan belajar siswa, sesuai dengan makna yang terkandung dalam
pengertian kurikulum maka materi kurikulum bukan hanya pengetahuan ilmiah yang
terorganisir dalam bentuk mata pelajarannya saja. Tetapi juga kegiatan dan
pengalaman yang diberikan kepada siswa sebagai bagian integral dari proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah.[11]
Di
samping kriteria sebagai tolok ukur dalam memilih isi kurikulum kita harus
menggunakan prinsip-prinsip umum seperti apa yang disampaikan oleh Tyler (1970)
dalam bukunya Muhammad Ali, bahwa prinsip umum dalam memilih pengalaman belajar
yang akan dijadikan isi kurikulum sebagai berikut:
a.
Untuk tujuan harus dicapai, siswa harus
mempunyai pengalaman belajar yang memberi kesempatan kepadanya untuk
mempraktekkan jenis perilaku yang dimaksudkan dalam tujuan. Dengan demikian,
bila tujuan itu mengharapkan agar siswa mempunyai kemampuan dalam memecahkan
masalah kesehatan misalnya, maka pengalaman belajar harus memberi kesempatan kepada
siswa melakukan kegiatan pemecahan masalah kesehatan, serta mempraktekkan
pemecahan masalah kesehatan dalam situasi yang nyata.
b.
Pengalaman belajar harus dapat memberi kepuasan
kepada siswa melalui pelaksanaan ataupenampilan perilaku sebagai mana dikehendaki
dalam tujuan. Hal ini dapat dicapai dengan memilih bentuk-bentuk pengalaman
belajar yang menuntun siswa menggunakan cara terbaik dalam menampilakan bentuk
perilaku itu. Dalam memecahkanmasalah kesehatan misalnya, di samping
dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan memecahkan, juga kemampuan untuk
menggunakan cara terbaik dalam memecahkan masalah kesehatan itu. Ini akan
memberi kepuasan dalam menampilkan bentuk perilaku sebagai mana dikehendaki
dalam tujuan
c.
Pengalaman belajar harus dalam batas kemungkinan
siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses memperolehnya. Ini dapat terjadi
bila dalam menentukannya diperhitungkan tentang batas kemampuan siswa, baik
secara psikologis maupun secara akademis.
d.
Banyak bentuk pengalaman belajar yang dapat
digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengalaman belajar ini
hendaknya diseleksi sehingga dengan kriteria tertentu dapat dipilih yang
dipandang paling cocok untuk dilaksanakan.
e.
Pengalaman belajar hendaknya di samping dapat
diupayakan untuk mencapai suatu jenis perilaku dalam tujuan, juga secara
bersamaan dapat memberi kemungkinan kepada siswa mengembangakan kemampuan lain.[12]
Penggunaan
kriteria dalam memilih isi kurikulum berlandaskan pada berbagai prinsip umum di
atas, sangat membantu terutama dalam memilih topik dan bahan
pelajaran.Pemilihan topik berkaitan dengan pengembangan isi kurikulum pada
tingkat bidang studi, sedangkan bahan pelajaran pada tingkatan kurikulum
pengajaran.Pengembangan isi kurikulum lebih lanjut dapat dibuat dalam bentuk
garis-garis besar program pengajaran (GBPP), sehingga memudahkan dalam
implementasi kurikulum di kelas.
3.
Komponen Alat (Metode) Kurikulum
Komponen
metode dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yang dikenal dengan komponen
metode dalam pengertian luas dan komponen metode dalam pengertian sempit.
Komponen
metode dalam pengertian luas berarti metode tidak hanya sekedar metode
mengajar, seperti metode ceramah, tanya jawab, dan sebagainya. Dalam pengertian
seperti ini metode diartikan dalam arti sempit, yaitu berupa penggunaan salah
satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan metode dalam arti luas
dipersoalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan pada diri anak didik.
Dari
pengertian luas ini komponen metode kurikulum dapat mencakup
persoalan-persoalan yang integral dari berbagai persoalan seperti cara
penyampaian guru, cara memimpin sekolah, cara karyawan bekerja dan cara-cara
lain yang saling terkait yang dilakukan oelah Sumber Daya Manuasia (SDM)
sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh terhadap pembangunan
nilai-nilai dari semua materi pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada peserta
didiknya.
Metode
atau strategi pembelajaran menempatai fungsi yang penting dalam kurikulum,
karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan pada siswa dan guru, karena itu
penyusunannya hendaknya berdasarkan analisis tugas yang mengacu pada tujuan
kurikulum dan berdasrkan perilaku awal siswa.
Dalam
hubungan ini ada tiga alternatif pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:
a.
Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran,
di mana materi pembelajaran terutama bersumber dari mata pelajaran.
Penyampaiannya dilakukan melalui komunikasi antara guru dan siswa. Guru sebagai
penyampai pesan atau komunikasi, sedangkan siswa sebagai penerima pesan. Bahan
pelajaran adalah pesan itu sendiri, dalam rangkaia komunikasi tersebut dapat
digunakan berbagai metode pengajaran.
b.
Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan
masyarakat, metode ini bertujuan mengintegrasikan sekolah dan masyarakat serta
untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Prosedur yang ditempuh adalah dengan
mengundang masyarakat ke sekolah atau siswa berkunjung kemasyarakat. Metode
yang digunakan terdiri dari karyawista, nara sumber, kerja pengalaman, suevie
proyek, pengabdian atau pelayanan masyarakat, berkemas dan unit.
Komponen
metode dikatakan juga komponen proses karena metode berada pada proses.
Komponen ini tidak kalah pentingnya dengan komponen lainnya, karena komponen
metode akan menjawab bagaimana proses kurikulum yang ditempuh dapat mentranspormasikan
berbagai macam nilai ke dalam diri anak. Yang jelas bahwa komponen metode harus
terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang
baik. Untuk membuat siswa bermutu jelas tidak bisa dilakukan dengan mudah
seperti mudahnya membalik telapak tangan. Untuk membuat siswa bermutu jelaslah
membutuhkan waktu, media dan proses yang bermutu pula. Karena itu, komponen
metode harus difungsikan secara baik dan benar agar komponen materi dan tujuan
bisa dicapai dengan baik pula.[13]
4.
Komponen Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari setiap kegiatan pengembangan
kurikulum (curriculum development), kegiatan pendidikan dan lembaga pendidikan.
Evaluasi harus dilakukan ketika suatu keputusan akan diambil untuk menentukan
relevansi standar isi dan standar kompetensi lulusan dengan dengan tuntutan
masyarakat yang terus berkembang, menentukan tingkat relevansi kurikulum (KTSP)
dengan perkembangan masyarakat yang dilayani kurikulum dan dengan standar isi
dan standar kompetensi lulusan, pada waktu suatu dokumen kurikulum sedang
dikembangkan, pelaksanaan atau implementasi kurikulum, hasil dan dampak
pelaksanaan kurikulum.[14]
Evaluasi
adalah suatu proses interaksi, deskripsi, dan pertimbangan (jadgment) untuk
menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini
kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki
substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional, serta
pengaruhnya pada belajar dan perilaku siswa.Evaluasi kurikulum perlu dilakukan
guna mengetahui apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut sesuai dengan yang
diharapkan atau tidak.
Evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk menilai suatu kurikulum sebagai program pendidikan
untuk menentukan efesiensi, efektifitas, relevansi, dan produktivitas program
dalam mencapai tujuan pendidkan.[15]
Evaluasi
kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan
pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum.Hasil-hasil
evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan
dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala
sekolah dan para pelaksana pendidkikan lainnya, dalam memahami dan membantu
perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu
pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.[16]
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas.
Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan
proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum,
kemampuan dan unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas
dan sumber-sumber belajar, dan lain-lain.
Evaluasi dilakukan untuk mencapai dua sasaran utama, pertama
evaluasi terhadap hasil atau produk kurikulum. Kedua evaluasi terhadap proses
kurikulum. Evaluasi hasil bertujuan menilai sejumlah keberhasilan kurikulum
dalam mengantarkan siswa mencapai tujuan. Evaluasi proses menilai apakah proses
pelaksanaan kurikulum berjalan secara optimal, sehingga memungkinkan tercapainya
tujuan.[17]
Untuk
dapat melakukan evaluasi kurikulum secara baik, maka harus berpedoman pada
prinsip-prinsip dalam melakukan evaluasi, prinsip-prinsip itu antara lain
sebagai berikut:
1)
Evaluasi mengacu pada tujuan
2)
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh
3)
Evaluasi harus obyektif.[18]
Pertimbangan
penting lainnya bagi evaluator kurikulum adalah evaluasi formatif (untuk
perbaikan program), dan evaluasi sumatif, untuk memutuskan melanjutkan program
yang evaluasi atau menghentikannya dengan program lain. Model-model evaluasi
kurikulum yang dapat dipilih dan diaplikasikan adalah model pencapaian tujuan
(goal attainment model), model pertimbangan (judgmental evaluation model),
model pengambilan keputusan (decision facilitative evaluation model), dan model
deskriptif.[19]
Sejalan
dengan pemaparan penulis diatas, mengenai mekanisme serta langkah-langkah dalam
pengembangan kurikulum PAI sebagaimana di atas, maka proses pengembangannnya
digambarkan oleh Hasan dalam chartsebagai berikut[20];
Pengembangan Kurikulum PAI
PENGALAMAN
|
SILABUS
|
HASIL
|
PROGRAM
|
IDE
|
E V A L U A S I
|
Chart[21] tersebuit menggambarkan
bahwa seseorang dalam mengembangkan kurikulum PAI dimulai dari kegiatan
perencanaan kurikulum. Dalam menyusun prencanaan ini didahului oleh ide-ide
yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal
dari ;
1. Visi
yang dicanangkan
Visi (vision) adalah the statement of ideas or hopes, yakni
pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu
lembaga pendidikan dalam langka panjang.
2. Kebutuhan
stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi
lanjut.
3. Hasil
evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks & zaman.
4. Pandangan-pandangan
para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5. Kecenderungan
era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang
hayat, melek social, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.
Kelima ide tersebu
kemudian diramu sedemikian rupa untuk
dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagai dokumen, yang antara lain
berisi; informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan; bentuk/format
silabus; dan komponen-komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Apa yang
tertuang dalam dokumen tersebut kemudian dikembangkan dan disosialisasikan
dalam proses pelaksanaannya, yang dapat berupa pengembangkan kurikulum dalam
bentuk satuan acara pembelajaran atau SAP, proses pembelajaran, sehingga
diketahui tingkat efisiensi dan efektifitasnya. Dari evaluasi ini akan
diperoleh umpan balik (feed back)untuk digunakan dalam penyempurnaan
kurikulum berikutnya. Dengan demikian, proses pengembangan kurikulum menuntut
adanya evaluasi secara berkelanjutan mulai dari perencanaan, implementasi
hingga evaluasi itu sendiri.[22]
Karena itu, pengembangan
kurikulum PAI perlu dilakukan secara terus menerus guna merespons dan mengantisipasi
perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa harus menunggu pergantian Menteri
Pendidikan Nasional atau Menteri Agama.Apalagi saat ini masyarakat sudah
memasuki era globalisasi, baik di bidang ipteks maupun social, politik, budaya
dan etika. Hal ini akan berimplikasi pada banyaknya masalah pendidikanyang
harus segera diatasi, tanpa harus menunggu-nunggu keputusan dari atas.[23]
C.
Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum.Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum
bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan
pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem
pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang
desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek
akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi
sosial.[24]
Model yang dipergunakan dalam
proses pengembangan kurikulum dapat dikemukakan oleh para ahli pendidikan mulai
dari suatu model yang sederhana sampai dengan model yang paling sempurna di
antaranya adalah:
1.
Model Pengembangan Kurikulum Administratif
Model pengembangan kurikulum
ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model
administratif atau line staffkarena inisiatif dan gagasan pengembangan datang
dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
Dengan wewenang
administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala
kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim
pengarah pengembangan kurikulum.
Model administratif sering
pula disebut sebagai model garis dan staf atau dikatakan pula sebagai model dari
atas ke bawah.Kegiatan pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan
yang berwenang membentuk panitia pengarah, yang biasanya terdiri dari pengawas
pendidikan, kepala sekolah, dan staf pengajar kita.Panitia pengarah tersebut
diberi tugas untuk merencanakan, memberikan pengarahan tentang garis besar
kebijaksanaan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.
Setelah kegiatan tersebut
selesai, kemudian panitia menunjuk atau membentuk kelompok-kelompok kerja
sesuai degan keperluan yang para anggotanya biasanya terdiri dari staf pengajar
dan spesialisasi kurikulum.Kelompok-kelompok kerja tersebut bertugas untuk
menyusun tujuan-tujuan khusus pendidikan, garis besar pengajaran, dan kegiatan
belajar, hasil kerja kelompok tersebut direvisi oleh panitia pengarah dan
kemudian dilakukan uji coba jika dipandang perlu, walau hal ini jarang
dilakukan.
Dilakukan uji coba untuk
mengetahui efektivitas dan kelayakan pelaksanaannya.Pelaksana uji coba
rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk oleh para
panitia pengarah yang para anggotanya sebagian besar terdiri dari pihak
sekolah.Setelah penelitian uji coba selesai, panitia pengarah menelaah atau
mengevaluasi sekali lagi rancangan kurikulum tersebut, baru kemudian memutuskan
pelaksanaannya.
Pengembangan kurikulum model
administratif tersebut menekankan kegiatannya pada orang-orang yang terlibat
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.Berhubung pengarahan kegiatan
berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada
negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang kemampuan profesional
tenaga pengajarnya masih rendah.Kelemahan model ini terletak pada kurang
pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di samping juga karena kurikulum
ini biasanya bersifat seragam secara nasional.Sehingga kadang-kadang melupakan
atau mengabaikan adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah.[25]
2.
Model Pengembangan Kurikulum dari Bawah (Grass
Roots)
Model pengembangan kurikulum
ini merupakan lawan dari model pertama.Inisiatif dan upaya pengembangan
kurikum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau
komponen sekolah.
Jika pada model administratif
kegiatan pengembangan kurikulum berasal dari atas, model yang kedua ini
inisiatifnya justru berasal dari bawah, yaitu dari pengajar yang merupakan para
pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini berdasarkan pada anggapan
bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya di
sekolah sudah diikutsertakan sejak semula kegiatan pengembangan kurikulum itu.[26]
Pengembangan kurikulum dari
bawah ini menuntut adanya kerja antar guru, antar sekolah secara baik, di
samping harus ada juga kerjasama dengan pihak luar sekolah, khususnya orang tua
murid dan masyarakat.Pada pelaksanaannya para administrator cukup memberikan
bimbingan dan dorongan kepada para staf pengajar.
Dalam pengembangan kurikulum
yang bersifat Grass Rootsseorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru
suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.Pengembangan atau
penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau
beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen
kurikulum.
Apabila kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih
baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.Dialah yang paling
tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun
kurikum bagi kelasnya.[27]
Pandangan yang mendasari
pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan kurikulum secara
demokratis, yaitu yang berasal dari bawah. Keuntungan model ini adalah proses
pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan berbagai
pihak bawah khususnya para staf pengajar karena mereka yang tahu terhadap
kondisi lapangan dan kemampuan siswa serta keinginan para orang tua murid di
lingkungan sekolah tersebut.
3.
Model Pengembangan Kurikulum Hilda Taba
Model pengembangan kurikulum
yang ditemukan oleh Hilada Taba ini berbeda dengan cara yang lazim yakni yang
bersifat deduktif karena caranya bersifat induktif. Itulah sebabnya model ini
disebut model terbalik.Pengembangan model ini diawali dengan melakukan
percobaan, penyusunan teori dan kemudian penerapannya, hal itu dimaksudkan
untuk mempertemukan antara teori dan praktek serta menghilangkan sifat keumuman
dan keabstrakan pada kurikulum yang terjadi tanpa percobaan.[28]
Ada lima langkah pengembangan
kurikulum model Taba ini:
Langkah pertama,mengadakan unit-unit
eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen ini diadakan studi yang
saksama tentang hubungan antara teori dengan praktik.Perencanaan didasarkan
atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam kelas menghasilkan
data-data yang untuk menguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan langkah
dalam kegiatan unit eksperimen ini;
1)
Mendiagnosis kebutuhan,
2)
Merumuskan tujuan-tujuan khusus,
3)
Memilih isi,
4)
Mengorganisasi isi,
5)
Memilih pengalaman belajar,
6)
Mengorganisasi pengalaman belajar,
7)
Mengevaluasi,
8)
Melihat skuens dan keseimbangan.
Langkah kedua,menguji unit
eksperimen.Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas
eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk
mengetahui validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi
penyempurnaan.
Langkah ketiga,mengadakan revisi dan
konsolidasi.Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut
digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan
penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsulidasi, yaitu penarikan kesimpulan
tentang hal-hal yang lebih bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang
lebih luas.Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup
valid dan praktis pada suatu sekolah belum tetntu demikian juga pada sekolah
yang lainnya.Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya
kegiatan konsolidasi.
Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya
yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh
para ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya.Kegiatan ini
dilakukan untuk mengetahui konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori
yang dipakai sudah masuk dan dipakai.
Langkah kelima, implementasi dan diseminasi, yaitu menerapkan
kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam
langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik
berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.[29]
Dari langkah-langkah di atas
menunjukkan uraian yang jelas tentang pendapat Taba yang mempunyai ciri-ciri
sistematis dan pendekatan yang logis terhadap pengembangan kurikulum.Taba
secara teguh menempatkan kerasionalan atau tujuan dari kurikulum dalam
rangkaian model kurikulum, meskipun dalam hal ini Taba lebih luas dari pada
Tyler.Pendekatannya lebih menitikberatkan pada anak didik, yang muncul dari
interaksinya dengan sekolah-sekolah di California. Selama bekerja dengan para
pendidik, Taba menyadari bahwa mereka akan menjadi para pengembang kurikulum
yang penting dimasa mendatang dan suatu sistem model yang rasional akan berarti
bagi mereka. Model kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam Rational
Model atau Objectivis Model.[30]
4.
Model Pengembangan Kurikulum Rogers.
Menurut Rogers manusia berada
dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia
mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada
hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu
memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain
merupakan upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut.
Guru serta pendidik lainnya bukan member informasi apalagi penentu perkembangan
anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.[31]
Menurut Rogers kurikulum yang
dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap
perubahan perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara
interpersonal. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Diadakannya
kelompok untuk dapatnya hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b. Kurang
lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling bertukar pengalaman, di
bawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian
diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam satu sekolah,
sehingga hubungan interpersonalakan menjadi lebih sempurna. Yaitu hubungan
antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan
peserta didik dalam suasana yang akrab.
d. Selanjutnya
pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu
dengan mengikut sertakan para pegawai administrasi dengan orang tua peserta
didik.[32]
Ada beberapa model yang
dikemukakan Rogers yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan
yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang
berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari model-model sebelumnya.
Adapun model tersebut dikemukakan sebagai berikut :[33]
a) Model
I (Model yang Paling Sederhana)
Menggambarkan bahwa kegiatan
pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi
pelajaran) dan ujian.Hal ini berdasarkan asumasi bahwa pendidikan adalah
evaluasi, dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi
materi daninformasi.
Model ini mengabaikan
cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan
urutan atauorganisasibahan pelajaran secara sistematis.
b)
Model II
Model II dilakukan dengan
menyempurnakan model I yaitu tentangmetode dan organisasi bahan pelajaran.Dalam
pengembangan kurikulum pada model II sudah dipikirkan pemilihan metode yang
efektif bagi berlangsungnya proses belajar. Di samping itu bahan pelajaran juga
sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga
memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran.Akan tetapi model II belum
memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan
kegiatan pengajaran.
c) Model III
Model III menyempurnakan
model II. Dalam model III memasukkan unsur teknologi pendidikan. Hal ini
berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan faktor yang
sangatmenunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.Pengembangan
kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada model
III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu
yang berkaitan denganmasalah tujuan.
d)
Model IV
Pengembangan
kurikulum merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan memasukkan unsur
tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang
lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran
maupunkegiatan penilaian yang dilakukan.
5.
Model Pengembangan Kurikulum Sistem Beu’camp.
Model pengembangan kurikulum
ini dikembangkan oleh Beu’camp seorang ahli kurikulum. Beu’camp mengemukakan
lima hal di dalam suatu pengembangan kurikulum:[34]
Pertama, menetapkan arena atau
lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu
sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, ataupun seluruh daerah. Pentahapan
arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan
dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.Walaupun
daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup
suatu wilayah propinsi tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup satu
daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
Kedua,menetapkan personalia yaitu
menetapkan siapa-siapa saja yang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:
a) Para
ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para
ahli bidang ilmu dari luar.
b) Para
ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru terpilih.
c) Para
professional dalam system pendidikan
d) Professional
lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan
kurikulum langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam
merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar
serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
Beu’camp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a. Membentuk
tim pengembang kurikulum.
b. Mengadakan
penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedanag digunakan.
c. Studi
penjajakan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru.
d. Merumuskan
kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru.
e. Penulisan
dan penyusunan kurikulum baru.
Keempat,Implementasi kurikulum.
Langkah ini merupakan langkah menerapkan atau melaksanakan kurikulum yang bukan
sessuatu yang sederhana sebab membutuhkan kesiapan yang meyeluruh baik kesiapan
guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya di samping kesiapan managerial
dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Kelima,Langkah ini merupakan langkah
terakhir yaitu mengevaluasi kurikulum. Dalam langkah ini mencakup empat hal,
yaitu:
a)
Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh
guru-guru.
b)
Evaluasi desain kurikulum.
c)
Evaluasi belajar siswa.
d) Evaluasi
dari keseluruhan sistem kurikulum data yang diperoleh dari hasil evaluasi ini
digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip-prinsip
pelaksanaannya.[35]
D.
Kesimpulan
Peranan kurikulum dalam pembelajaran meliputi peranan konservatif,
peranan kritis atau evaluatif, serta peranan kreatif.Peranan konservatif yaitu
peranan pewarisan budaya dari generasi tua ke generasi yang lebih muda.Peranan
kritis atau evaluatif yaitu memilah kebudayaan dan mempertahankan yang baik,
serta mempertimbangkan kembali kebudayaan yang sudah dirasa tidak sesuai dengan
perkembangan zaman.Sedangkan peranan kreatif berkenaan dengan kreasi manusia
menciptakan sesuatu secara dinamis yang terus berkembang selama peradaban dan
pendidikanmasih ada.
Pengembangan kurikulum ialah
mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena
adanya berbagai pengaruh positif yang datangnya dari luar ataupun dari dalam
dengan harapan agar peserta didik mampu untuk menghadapi masa depannya.
Dalam pengembangan kurikulum
harus mampu menjawab “apa yang akan dikembangkan dan siapa yang akan
mengembangkan kurikulum”.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum secara umum yaitu:
a. Diagnosis kebutuhan
b. Perumusan tujuan
c. Pengorganisasian materi
pemilihan
d. Pengorganisasian pengalaman
belajar
e. Pengembangan alat
evaluasi.
Model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan meliputi model
administrative, model Roger, serta model Inverted dari Taba. Berdasarkan
langkah-langkah tertentu, model hubungan Interpersonal dari Roger
menitikberatkan pada kegiatan kelompok campuran, dan model Inverted dari Taba
menekankan pada kesederhanaan prosedur.
E.
Daftar Rujukan
H.
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 2004 (Jakarta: Renika
Cipta
HM.
Ahmad dkk, Pengembangan Kurikulum di Perguruan Tinggi, 1998, Bandung:
Pustaka Seti
Burhan
Nurgiyanto, Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum, 1988,Yogyakarta: BPFEE,
Hasan,
S, Hamid, Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2002,
Bandung; Universitas Pendidikan Indonesia
Ali
Imron, Belajar dan Pembelajaran, 2002 ,Jakarta; Pustaka Sinar Harapan
UUD
1945 dengan penjelasannya,2005Surabya: Pustaka Agung Harapan, 2002 Perguruan
Tinggi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Oemar
Hamalik, 2010, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,Jakarta ;Remaja Rosda
Karya,.
Lias Hasibuan, 2010, Kurikulum dan Pemikiran PendidikanJakarta:GP
Perss,
S. Hamid Hasan, 2008, Evaluasi
Kurikulum,Bandung:Remaja Rosdakarya,
[1]Oemar Hamalik, Managemen Pengembangan Kurikulum, hal. 142
[2]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 24.
[3]Lias Hasibuan, Kurikulum Pemikiran Pendidikan, 38
[4]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,29
[5]UUD 1945 dengan penjelasannya,(Surabya: Pustaka Agung Harapan,
2002), 2
[6]Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002), 67
[7]Tim Redaksi Fokus Media, UU Sisdiknas Tahun 2003(Bandung: Fokus
Media, 2003), 75.
[8]Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2002), 70.
[9]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 25.
[10]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,26.
[11] Nana Sudjana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), 30.
[12]Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah,65.
[13]Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan(Jakarta: GP Perss,
2010), 40.
[14]S. Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), 155.
[15]Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan, 49.
[16]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Paraktek,172.
[17]Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 60.
[18]Ibid., 62.
[19]Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,191.
[20]Hasan, S, Hamid, Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis
Kompetensi, 2002, Bandung; Universitas Pendidikan Indonesia, hal.
[21] Chart yang dimaksud disini adalah grafik. Dalam konteks pembahasan
di atas chart disini merupakan gambaran pemetaan dalam perencanaan/ rancangan
sederhana dalam proses pengembangan kurikulum. Lihat, Hasan, S, Hamid, Pengembangan
Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2002, Bandung; Universitas
Pendidikan Indonesia
[22]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (di sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi), 2005, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal.
13
[23]Ibid, hal. 14
[24]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Paraktek,161.
[25]Burhan Nurgiyanto, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum,(Yogyakarta: BPFEE, 1988),169.
[26]Ibid., 169.
[27]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Paraktek,163.
[28]HM. Ahmad dkk, Pengembangan Kurikulum di Perguruan Tinggi(Bandung:
Pustaka Seti,1998), 57.
[29]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Paraktek,166.
[30]Ibid.,
[31]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Paraktek,167.
[32]H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum(Jakarta: Renika
Cipta, 2004), 98.
[34]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Paraktek,163.
[35] Ibid.,
No comments:
Post a Comment