Wednesday, November 15, 2017

KARAKTERISTIK DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASI PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

KARAKTERISTIK DAN PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASI
PENGEMBANGAN KURIKULUM
 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah
Pengembangan Kurikulum PAI


Dosen Pengampu :
Dr. Marno, M.Ag.

                                                                                    
Kunainah Afroyim
NIM :16771029


PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2016


 KARAKTERISTIK DAN PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Oleh
Kunainah Afroyim
A.    Latar Belakang
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 dinyatakan bahwa:      
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”[1]
Tujuan pendidikan yang bersifat umum itu kemudian dirumuskan ke dalam tujuan yang lebih khusus yakni tujuan institusional dan tujuan kurikuler yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran.
Salah satu kelompok mata pelajaran yang ada dalam muatan kurikulum 2006, adalah kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, yang memiliki tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.[2]
Diketahui bahwa agama (Islam) dan pendidikan adalah dua hal yang satu sama lain saling berhubungan. Melalui agama, manusia diarahkan menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Proses UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3.Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pengembangannya adalah melalui pendidikan. Karena dengan pendidikan orang akan menjadi lebih dewasa dan lebih mampu baik dari segi kecerdasannya maupun sikap mentalnya. Agama dimaksudkan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, dengan pertama-tama mengarahkan siswa menjadi "manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa".[3]
Di samping itu juga, agama memberikan tuntunan yang jelas kepada manusia, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana pula yang harus ditinggalkan, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan. Harapan yang paling fundamental dengan adanya pendidikan  Agama Islam di sekolah/madrasah adalah diharapkan lahirnya sosok-sosok yang benar-benar mampu memahami substansi agama itu sendiri sekaligus dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan dengan indikasi pr ilaku dan kesalehan yang nyata.
Kenyataannya, pendidikan Agama Islam di sekolah atau madarasah masih dianggap kurang memberikan kontribusi kearah tersebut. Menurut Muhaimin, menyoroti kegiatan Pendidikan Agama Islam yang selama ini berlangsung di sekolah, antara lain; Pendidikan Agama Islam selama ini lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis; Pembelajaran pendidikan agama Islam yang selama ini berlangsung kurang memperhatikan persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi "makna" dan "nilai" yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa, untuk selanjutnya menjadi sumber minat bagi siswa untuk bergerak, berbuat dan berperilaku secara kongkret -agamis dalam kehidupan praksis sehari-hari; Isu kenakalan remaja, tauran, tindak kekerasan, kriminalitas, dan sebagainya, sekalipun tidak sepenuhnya secara langsung terkait dengan metodologi pendidikan agama yang selama ini berlangsung secara konvensional dan tradisional merupakan bukti kurang tepatnya sasaran pendidikan Agama Islam.[4]
Munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan ini, walaupun bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pendidikan Agama Islam, namun kenyataannya pendidikan Agama Islam memeganng peranan dalam pembentukan kepribadian peserta didik. Permasalahannya adalah bagaimana mengimplementasikan Pendidikan Agama Islam sebagai bagian dari kurikulum secara nyata sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada sekolah atau madrasah. Implementasi dari kurikulum ini adalah melalui proses pembelajaran.
Menurut Soedijarto, pada umumnya tujuan pendidikan yang telah dijabarkan dan demikian ideal itu, selama ini tidak pernah dengan sunguh-sungguh diterjemahkan secara operasional (diimpelementasikan). Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.  Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa dasar dan tujuan Pendidikan Agama Islam ?
2.      Bagaimanakah ruang lingkup Pendidikan Agama Islam ?
3.      Bagaimanakah karakteristik Pendidikan Agama Islam ?
4.      Apa saja problematika dalam Pendidikan Agama Islam ?
5.      Bagaimanakah implikasinya dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa dasar dan tujuan Pendidikan Agama Islam
2.      untuk mengetahui bagaimanakah ruang lingkup Pendidikan Agama Islam
3.      untuk mengetahui bagaimanakah karakteristik Pendidikan Agama Islam
4.      Untuk mengetahui apa saja problematika dalam Pendidikan Agama Islam
5.      Untuk mengetahui bagaimanakah implikasinya dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam










A.  Dasar Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk. Dapatditinjau dari berbagai segi, yaitu:
1.    DasarYuridis/Hukum
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:
a.    Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
b.    Dasar structural/konstitusional, yaitu UUD 45 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
c.    Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR 1978jo. Ketetapan MPR Np. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR/1993 tentang garis-garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
2.    Segi Religius
Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurutajaran islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-quran banyak ayat yang menunjukkan perintah tersebut, antara lain:
a.    Q.S Al-Nahl: 125
äbÎ) šö7ÅÁè? ×puZ|¡ym öNèd÷sÝ¡s? ( bÎ)ur šö7ÅÁè? ×pt6ŠÅÁãB (#qä9qà)tƒ ôs% !$tRõs{r& $tRtøBr& `ÏB ã@ö6s% (#q©9uqtGtƒur öNèd¨r šcqãm̍sù ÇÎÉÈ  
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
b.    Q.S Al-Imran: 104
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
 “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”
c.    Hadits: “sampaikanlah ajaran kepadaorang lain walaupun hanya sedikit.”
3.    Aspek Psikologis
Psikologi dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai induvidu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya peganggan hidup.sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini dkk bahwa: semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya peganggan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat  yang Maha Kuasa.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa untuk membuat hati tenang dan tentram ialah dengan jalan mendekatkan diri kepada tuhan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Ra’ad ayat 28, yaitu:[5]
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ  

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
B.  Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan Islam dirumuskan dari nilai-nilai filosofis yang kerangka dasarnya termuat dalam filsafat pendidikan islam. Seperti halnya dasar pemdidikannya maka tujuan pendidikan islam juga identik dengan tujuan islam itu sendiri. Hal ini sempat menimbulkan pandangan yang kontroversial dari pihak alhi didik terhadap pendidikan islam. Seakan mereka kurag dapat menerima penjelasan yang demikian.
Menurut pandangan ini, pendidikan Islam tidak dapat disebut sebagai sebuah disiplin ilmu. Alasanya antara lain karena, pada hakikatnya pendidikan Islam identik dengan agama islam itu sendiri. Padahal menurut paradigma filsafat ilmu, kerangka dasar ilmu harus berawal dari pengalaman empiris. Bukan dari ajaran wahyu, yang kebenarannya adalah mutlak. Islam adala agama wahyu, dan bukan lapangan kajian keilmuan, yang kebenaranya perlu pembuktian secara empiris.
Pandangan seperti ini sebenarnya kurang relevan. Sebab mereka melihat ajaran islam berdasarkan sudut pandang keagamaan semata. Padahal islam sebagaimana pendapat H.A.R Gibb, tidak dapat hanya dipandang sebagai ajaran agama semata. Menurutnya, islam bukan hanya sistem teologi semata, melainkan Islam juga adalah suatu sistem peradaban yang lengkap (M. Natsir, 1971). Islam bukan hanya agama yang memuat ajaran yang bersifat doktrinal, tetapi islam merupakan bentuk pelajaran yang operasional. Maksudnya ajaran islam bersumber dari wahyu ilahi itu dapat dibumikan dalam kehidupan peradaban manusia. Sejalan dengan tujuan tersebut, maka filosofis pendidikan Islam bertujuan sesuai dengan hakikat penciptaan manusia yaitu agar manusia menjadi pengabdi Allat yang patuh dan setia. Tujuan ini tidak mungkin di capai secara utuh, secara sekaligus. Perlu proses dan pentahapan. Tujuan ini hanya dijadikan dasar dalam merumuskan tujuan acuan lebih konkret. Dari tujuan utama ini kemudian dibuat penjabatanya.
Muhammad Omar al-toumy al-Syaibanu menggariskan bahwa tuuan pendidikan islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat ahlakul karimah (al-Syaibany, 1979). Tujuan ini sama dan sebangun dengan tujuan yang akan do capai oleh misi kerasulan, yaitu “ membimbing manusia agar berakhlak mulia” (al-Hadist) kemudian ahlak mulia dimaksud, di harapkan tercermin dari sikapdan tingkah laku invidu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya.
Pencapaian tujuan itu bagaimanapun tidak mungkin dilakuakan sekaligus secara serentak. Oleh karena itupencapaian tujuan harus secara bertahab dan berjenjang. Namun demikian, setiap tahap dan jenjang memiliki hubungan dan keterkaitan sesamnya, karena adanya landasandasar yang sama, serta tujuan yang tunggal. Pencapaian jenjang itu senantiasa didasarkan pada prinsip dasar pandangan terhadap manusia, alam semesta, ilmu pengetahuan, masyarakat dan akhlak seperti yang termuat dalam dasar pendidikan islam itu sendiri. Sehubungan dengan hal itu, maka tujuan pendidikan Islam mengacu kepada tujuan yang dapat dilihat dari beragai dimensi.
Dari sudut pandang ini, maka tjuan pendidikan islam memiliki karakteristik yang kaitanya dengan sudut pandang tertentu. Secara garis besarnya tujuan pendidikan Islam dapat dilihat dari tujuh dimensi utama. Setiap dimensi mengacu kepada tujuan pokok yang khusus. Atas dasar pandangan yang demikian, maka tujuan pendidikan Islam mencakup ruang lingkup yang luas.
1.      Dimensi hakikat penciptaan manusia
Berdasarkan dimensi ini, tujuan pendidikan Islam di arahkan kepada pencapaian target yang berkaitan dengan hakikat penciptaan manusia oleh Allah SWT.
Mengacu kepada tujuan tersebut, pendidikan Islam dipandang sebagai upaya untuk menempatkan manusia pada statusnya sebagai makhluk yang diciptakan. Dengan demikian perikehidupannya diarahkan pada upaya untuk menaati pedoman kehidupan yang telah diperuntukan baginya oleh sang pencipta. Makanya indikator dari keberhasilan pencapikan tujuan dimaksud, adalah pada tingkat ketaatan optimal yang ditunjukan oleh peserta didik terhadap pemenuhan tuntutan Allah SWT. Mampukah ia merealisasikan ketaan tersebut dalam sikap dan perilaku kesehariannya secara konsisten, dan berlangsung sepanjang hidupnya.
2.    Dimensi Tauhid
Mengacu kepada dimensi ini, maka tujuan pendidikan Islam diarahkan upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar dapat menjadi hamba Allah yang takwa. Di antara ciri mereka yang takwa adalah beriman kepada yang ghaib, mendirikan Shalat, menafkahkan sebagian rezeki anugerah Allah, beriman kepada al-Qur’an dan kitabn-kitab samawi sebelum al-Qur’an, serta keyakinan kehidupan akhirat.
Takwa kemudian secara umum dapat dirumuskan sebagai kemampuan untuk memelihara diri dari siksaan Allah, yakni dengan cara mematuhi dan melaksanakan segala perintah-Nya secara rutin (istiqomah), lalu di imbangi dengan usaha semaksimal munkin untuk menjauhkan dan menghindari diri dari perbuatan yang melanggar-segala bentuk larangan-Nya.
3.      Dimensi Moral
Dalam dimensi ini manusia di pandang sebagai sosok individu yang memiliki potensi fitriyah. Maksudnya bahwa sejak dilahirkan, pada diri manusia sudah ada sejumlah potensi bawaan yang diperoleh secara fitrah. Menurut M.Quraish shihab, potensi ini mengacu kepada tiga cenderung utama, yaitu benar, baik, dan indah. Manusia pada dasarnya cenderung untuk senang dengan yang benar, yang baik, dan yang indah.
4.      Dimensi perbedaan individu
Manusia merupakan mahluk ciptaan yang unik. Secara umum manusia memiliki sejumlah persamaan. Namun di balik itu sebagai individu, manusia juga memiliki berbagai perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Bahkan perbedaan tersebut juag ditemui pada mereka yang dilahirkan sebagai bayi kembar identik (identcal twin).
Kenyataan ini menunjukan bahwa manusia sebagai indibidu secara fitrah memiliki perbedaan. Selain itu perbedaan tersebut juga terdapat pada kadar kemampuan yang dimiliki masing-masing individu (individual diffenecies) yang memang unik. Sehubungan dengan kondisi itu, maka tujuan pendidikan diarahkan pada usaha membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, dengan tidak mengabaikan adanya faktor perbedaan individu, serta menyesuaikan pengembangannya dengan kadar kemampuan dari potensi yang dimiliki masing-masing.
5.      Dimensi sosial
Manusia adalah mahkluk sosial, yaitu mahkluk yang memiliki dorongan untuk hidup berkelompok secara bersama-sama. Oleh karena itu dimensi sosial mengacu kepada kepentingan sebagai mahkluk sosial, yang didaarkan pada pemahaman bahwa manusia hidup bemasyarakat. Dlam hidup bermasyarakat, manusia menganal seumlah lingkungan sosial, dari bentuk satuan yang terkecil hingga yang paling kompleks., yaitu rumah tangga hingga ke lingkungan yang paling luas yaitu Negara. Selain pada hal itu maka tujuan pendidikan juga di arahan kepada pembentukan manusia yang memiliki kesadaran akan kewajiban, hak dan tanggung jawab sosial, serta sikap toleran, agar keharmonisan h8ubungan antar sesama manusia dapat berjalan dengan harmonis.
6.      Dimensi profesional
Setiap manusia memiliki kadar kemampuan yang berbeda. Berdasarkan pengembangan kemampuan yang dimiliki itu, manusia diharapkan dapat menguasai keterampilan profesional. Maksudnya dengan ketrampilan yang dimiliki itu ia dapat diandalkan untuk digunakan dalam mencari nafkah hidup.
7.      Dimensi ruang dan waktu
Selain dimensi yang di kemukaan di atas, tujuan pendidikan islam juga dapat dirumuskan atas dasar pertimbangan dimensi ruang dan waktu, yaitu dimana dan kapan. Dimensi ini sejalan dengan tataran pendidikan islam yang prosesnyaterentang dalam lintasan ruang dan waktu yang cukup panjang. Dengan demikian secara garis besarnya tujuan yang harus di capai pendidikan islam harus merangkum semua tujuan yang terkait dalam rentang ruang dan waktu tersebut.
Secara substansial ruang dan waktu kehidupan yang diinformasikan oleh wahyu meliputi fase (alam), kehidupan manusia, yaitu : 1) kehidupan alam roh, 2) kehidupan alam rahim, 3) kehidupan alam dunia, 4) kehidupan alam kubur, 5)kehidupan alam barzah , dan 6)kehidupan alam akhirat. [6]
C.  Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Secara umum, Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (GBPP PAI, 1999).
Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh pembelajaran agama Islam, yaitu: dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam, dimensi pemahaman atau penalaran serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; dimensi penghayatan dan pengamalan batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam, dimensi pengalaman, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah di Imani, dipahami, dan dihayati oleh peserta didik itu mampu diamalkan dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. dan berakhlak mulia, serta diaktualisasikan dalam kehidipan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan Agama Islam dijenjang pendidikan dasar bertujuan memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik tentang agama Islam untuk mengembangkan kehidupan beragama, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia. Sedangkan Pendidika Agama Islam pada jenjang menengah bertujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara:
1.    Hubungan manusia dengan Allah.
2.    Hubungan manusia dengan sesama makhluk.
3.    Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
4.    Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Dari ruang lingkup tersebut, kemudian dijabarkan dalam kurikulum PAI, yang pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok yaitu: Al-Qur’an, hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh yang menekankan pada perkembangan poltik. Pada kurikulum 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok yaitu: Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqih, dan bimbingan ibadah, serta tarikh atau sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah :
1.    Pengajaran keimanan
Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam, inti dari pengajaran ini adalah tentang rukun Islam.
2.    Pengajaran akhlak
Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan berakhlak baik.
3.    Pengajaran ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuan dari pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.
4.    Pengajaran fiqih
Pengajaran fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-dalil syar'i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
5.    Pengajaran Al-Quran
Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti kandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dalam prakteknya hanya ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi Pendidikan Agama Islam yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.
6.    Pengajaran sejarah Islam
Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari awalnya sampai zaman sekarang sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.
D.  Karakteristik Pendidikan Agama Islam
Menurut PUSKUR depdiknas, tujuan PAI adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman , serta pengalaman peserta didik.tentang agama islam sehingga menjaddi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaanya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. [7]
Menurut dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, karakteristik berarti ciri-ciri khusus. Jadi, dimaksud dengan karakteristik pendidikan agama islam adalah ciri-ciri khusus pendidikan islam. menurut Djamaluddin dan Abdullah Aly, karakteristik pendidikan islam itu, yaitu: pendidikan islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam setiap langkah dan geraknya, pendidikan islam merujuk pada aturan-aturan yang sudah pasti, pendidikan islambermotifkan ibadah secara lebih jelas, karakteristik pendidikan agama islam sebagai berikut:[8]
1.    Pendidikan islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan dunia dan ukhrawi dalam setiap langkah dan geraknya. Pendidikan islam laksana mata uang yang memiliki dua muka, yaitu: 1) sisi keagamaan yang merupakan wahyu Allah dan Sunnah Rasul; berisikan hal-hal mutlak dan berada di luar jangkauan indera dan akal (keterbatasan akal dan indera). Di sini, wahyu dan sunnah berfungsi memberikan petunjuk dan mendekatkan jangkauan indera dan akal budi manusia untuk memahami hakikat kehidupan;  2) sisi pengetahuan berisikan hal-hal yang mungkin dapat diindera dan diakal, berbentuk pengalaman faktual maupun pengalaman piker, baik yang berasal dari wahyu dan sunnah maupun dari para pemeluknya (kebudayaan).
2.    Karakteristik pendidikan islam yang kedua ini menjelaskan bahwa pendidikan islam merujuk pada aturan-aturan atau garis-garis yang sudah pasti, harus selalu mengikuti aturan dan garis-garis yang sudah jelas dan pasti, serta tidak dapat ditolak atau ditawar. Aturan itu, yaitu wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, semua yang terlibat dalam pendidikan islam harus berpedoman pada wahyu Tuhan tersebut.Al-Quran menjamin bahwa sesuatu apa pun yang berhubungan dengan manusia dan makhluk pada umumnya tidak ada yang terlewatkan di dalamnya termasuk persoalan pendidikan. Sebagaimana firmannya:
4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ÇÌÑÈ     

.... Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (Q.S Al-An’am)
3.    Pendidikan islam bermisikan pembentukan akhlakul karimah. Pendidikan islam selalu menekankan pada pembentukan hati nurani, menanamkan dan mengembangkan sifat-sifat Ilahiyah yang jelas dan pasti, baik dalam hubungan dengan manusia, hubungan manusia dengan Maha Pencipta, maupun denganalam sekitar.Salah satu misi penting yang diemban Rasulullah ke dunia adalah menyempurnakan akhlak mulia yang sering disebut di dalam Al-Quran tercemin dalam sifat-sifat kerasulan yang ada pada pribadi Nabi Muhammad Saw. Seperti sifatfathanah, amanah, tabligh, dan syaja’ah.
4.    Pendidikan Islam diyakini sebagai tugas suci
Pada umumnya, kaum muslimin berkeyakinan bahwa penyelenggaraan pendidikan islam merupakan bagian dari misi risalah. Karena itu, mereka menganggapnya sebagai misi suci. Dengan menyelenggarakan pendidikan islam berarti pula mengakkan agama.
5.      Pendidikan Islam bermotifkan ibadah
Karakteristik pendidikan islam yang terakhir ini menjelaskan berperilaku di dalam pendidikan islam merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama islam itu memiliki beberapa ciri dan ciri pendidikan islam itu selalu memperhatiakan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ajarannya berdasarkan Al-Quran dan Hadits di antara ajarannya adalah pendidikan akhlak sesuai dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw ke dunia ini, pendidikan islam sebagai tugas suci, dan ciri pendidikan islam yang terakhir yaitu bermotifkan ibadah.
Pendidikan Agama Islam mempunyai perbedaan dengan mata pelajaran lainnya yang ada di sekolah umum lainnya. Karakteristik pendidikan agama Islam antara lain yaitu:
a.    PAI adalah mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran pokok yang terdapat dalam agama Islam. Dari segi isi pelajarannya PAI bertujuan mengembangkan moral dan kepribadian siswa.
b.    PAI adalah suatu pebelajaran yang mengarahkan siswa pada (a) menjaga aqidah dan ketaqwaan siswa, (b) menjadi landasan dasar kedisiplinan mempelajari ilmu lainnya, (c) mendorong siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif serta (d) menjadi pegangan dalam pergaulan sehari-hari.
c.    PAI tidak hanya menekankan pada perkembangan kognitif saja, tetapi juga pada afektif dan psikomotorik siswa.
d.   Materi PAI dikembangkan dari tiga dasar materi Islam yaitu, aqidah, hukum dan akhlak.
e.    Output pembelajaran PAI di sekolah adalah terbentuknya siswa yang memiliki akhlak yang mulia.




E.     Problematika Pendidikan Agama Islam
Dalam paradigma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Disisi lain, pendidikan itu berfungsi membentuk kepribadian anak, mengembangkan agar mereka percaya diri dan menggapai kemerdekaan kepribadian, pendidikan itu bergerak untuk mewujudkan perkembangan yang sempurna dan mempersiapkannya dalam kehidupan, membantu untuk berinteraksi sosial yang positif di masyarakat, menumbuhkan kekuatan dan kemampuan dan memberikan sesuatu yang dimilikinya semaksimal mungkin. Juga menimbulkan kekuatan atau ruh kreativitas, pencerahan dan transparansi serta pembahasan atau analisis di dalamnya.
Peserta didik merupakan ukuran dari keberhasilan suatu pendidikan. Masyarakat selalu menilai keberhasilan pendidikan dari output yang berasal dari siswa. Problematika yang muncul drai peserta didik adalah umumnya siswa yang telah belajar selama 12 tahun (SD, SMP, dan SMA), yang mana mata pelajaran agama hanya diajarkan dua jam saja dalam satu minggu,  masih banyak yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, tidak menjalankan kewajiban sholat secra rutin, tidak beribadah puasa di bulan Ramadhan, dan yang paling penting adalah kurang bisa berprilaku secara benar.
1.         Peserta didik
Peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan tentu berasal dari latar belakang kehidupan beragama yang berbeda-beda. Ada siswa yang berasal dari keluarga yang taat beragama, namun ada juga yang berasal dari keluarga yang kurang taat beragama, dan bahkan ada yang berasal dari keluarga yang tidak peduli dengan agama. Bagi anak didik yang berasal dari keluarga yang kurang taat atau tidak peduli terhadap agama, perlu perhatian yang serius. Sebab jika tidak, maka anak didik tidak akan peduli terhadap pendidikan agama, lebih parah lagi mereka menganggap remeh pendidikan agama. Sikap ini akan sangat berbahaya, meskipun demikian, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik seperti; minat belajar, keluarga, lingkungan, dan lain sebagainya.
Diantara problematika pendidikan PAI yang berhubungan dengan peserta didik adalah : (1) rendahnya minat peserta didik untuk memahami ilmu-ilmu agama Islam, (2) rendahnya minat dan kemampuan peserta didik untuk bisa membaca dan memahami Al-Qur’an, (3) peserta didik belum memiliki dasar keimanan dan ketakwaan yang kuat, sehingga mudah untuk terbawa arus, (4) semakin banyak peserta didik yang berprilaku menyimpang dari moral agama, pergaulan bebas semakin meningkat, (5) peserta didik terbiasa dengan narkoba, kekerasan, dan tindak anarkis.
Masalah yang paling memprihatinkan adalah tentang etika dan akhlaq siswa. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dari Swiss, yang telah melakukan penelitian di sebelas negara tentang faktor-faktor yang meletarbelakangi menurunya ekonomi bangsa. Menurutnya, diantara faktor yang paling mempengaruhi adalah akhlaq.
Akhlaq seakan-akan menjadi acuan keberhasilan pendidikan agama Islam, terutama pendidikan di tingkat SD/MI. Pendidikan dasar akan sangat berimplikasi pada masa depan seseorang, maka dari itu, tidak mengejutkan ketika Gunar Mirdal menyimpulkan sebagaimana di atas. Sebagai contoh, anak yang sejak kecil dibiasakan untuk diberi imbalan ketika melakukan kebaikan, maka hal ini akan terus dia amalkan, sehigga semakin banyak usianya, maka semakin banyak imbalan yang dia minta, hal ini yang menyebabkan korupsi semakin tumbuh segar.
2.         Guru / Pendidik
Peran guru sangat penting dalam proses pendidikan. Bahkan ada lelucon yang mengatakan andaikan pak Mendiknas dan Kabid Mapenda tidak masuk kantor, sedangkan guru tetap masuk dan mengajar, maka pendidikan akan tetap berjalan, akan tetapi ketika pak Mendiknas dan Kabid Mapenda masuk kantor sedangak guru tidak masuk, maka KBM tidak berjalan dengan baik.
Meskipun guru memegang peranan yang sangat sentral dalam pendidikan, guru juga bisa menjadi sumber problem pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam. Problematika tersebut mencakup pola prilaku guru agama yang kadang kurang bisa mencerminkan agama. Selain itu, seorang guru juga bisa menimbulkan permasalahan, sebagaimana penulis kutip dari jurnal Islamic Studies And Islamic Education In Contemporary Southeast Asia : Other  problems  have  to  do  with  teacher  competence, curriculum, instructional materials and infrastructure..Beberapa guru memang dalam praktisnya tidak terlalu menguasai materi yang diajarkan, terutama di sekolah-sekolah swasta di daerah, hal ini tetntu akan menimbulkan persoalan, karena pendidikan agama idealnya dipegang oleh ahli dibidangnya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Muhaimin dan Suti’ah yang mengutip pendapat Towaf. Bahwa guru juga memiliki andil dalam munculnya problematika. Yakni metode yang digunakan cenderung monoton, sehingga siswa kurang antusias dalam belajar PAI
3.         Keluarga dan lingkungan
Situasi dan kondisi di dalam keluarga dan lingkungan sosial sedikit banyak pasti berimbas pada siswa yang kemudian banyak memunculkan permasalahan. Keluarga menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan siswa di semua aspek kehidupan seseorang, termasuk pada permasalahan pendidikan. PAI akan semakin bermasalah ketika sering dijumpainya orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya, hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di pedesaan juga banyak ditemukan orang tua yang kurang memberi perhatian serta tidah memberikan contoh bagaimana PAI dalam aplikasinya sehari-hari.
 Banyaknya orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan pendidikan agama Islam ankanya karena beberapa faktor, diantaranya adalah karena orang tua disibukkan dengan bekerja. Sehingga orang tua tidak ada waktu untuk mengontrol sholat serta akhlaq anak ketika di rumah. Padahal idealnya adalah guru mengajarkan materi keagamaan di sekolah, seperti tata cara sholat, kepada siswa, kemudian aplikasinya adalah setiap hari siswa melaksanakan sholat minimal lima kali dalam satu hari, akan tetapi masih ada beberapa orang tua yang tidak memperhatikan sholat anaknya karena faktor berkerja sebagaimana ditulis oleh pemakalah sebelumnya.
Lingkungan hidup siswa juga sangat brengaruh terhadap siswa. Ketika lingkungan sosialnya merupakan lingkungan yang tingkat religiusnya tinggi, maka siswa akan lebih memahami aplikasi PAI yang sesungguhnya, akan tetapi ketika lingkunga sosialnya kurang memberi perhatian pada agama, maka secara otomatis anak didik hanya akan menganggapa PAI hanya sekedar mata pelajaran di sekolah sebagaimana mata pelajaran lain seperti IPA, IPS dan Bahasa Indonesia.
4.         Politik
Kondisi politik juga sangat berpengaruh terhadap munculnya problematika pendidikan PAI. Ketika pemegang kekuasaan memutuskan sebuah kebijakan yang mengamini bahwa pendidikan agama merupakan hal yang sangat penting, maka kurikulum yang diberlakukan akan memandang agama sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam merumuskan kurikulum, akan tetapi ketika pemegang kekuasaan lebih fokus kepada pendidikan yang beorientasi pada materi eksakta saja, maka pendidikan agama dianak tirikan dan kurang mendapat perhatian.
Politik juga memegang peranan dalam hal menyelesaiakan dan menemukan solusi dalam dunia pendidikan, tidak hanya pendidikan agama, akan tetapi semua aspek dan problematika pendidikan. Keadaan politik yang stabil maka akan berimplikasi bai disemua aspek kehidupan.
Probematika pendidikan PAI bisa muncul di segala aspek eksternal lainya, seperti, metode mengajar, fasilitas belajar, sarana dan prasarana. Akan tetapi permasalahan yang mungkin muncul di semua aspek tersebut bisa ditutupi dengan guru yang senantiasa bisa memanage sebaik mungkin. Aspek-aspek tersebut bisa menjadi masalah jika seorang guru tidak berhasil untuk menyembunyikan kekurangan dimana-mana dengan kesempurnaaan performa seorang guru.[9]
F.   Implikasi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Pengembangan kurikulum (curriculum development atau curriculum planning) adalah proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirka n untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.
Menurut Oemar Hamalik, mengatakan bahwa implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi. Pengembangan program mencakup program pembelajaran, program bimbingan dan konseling atau remedial. Pelaksanaan pembelajaran meliputi proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku yang lebih baik. Sementara evaluasi adalah proses penilaian yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum.[10]
Salah satu bentuk implementasi kurikulum adalah pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada program pembelajaran yang disusun oleh guru, di antaranya dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Komponen RPP harus mencakup perencanaan seluruh kegiatan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan komitmen semua pihak yang terlibat, seperti dukungan kepala sekolah, guru dan dukungan internal dalam kelas. Peran guru dalam implementasi kurikulum di sekolah sangat menentukan sekali. Bagaimanapun baiknya sarana dan prasarana pendidikan, jika guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik maka impelementasi kurikulum tidak akan berhasil secara maksimal.
Sejak tahun 2006 Sistem Pendidikan Nasional menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Secara umum KTSP memiliki beberapa kelebihan, di antaranya memberikan keleluasan kepada Stake holder sekolah/madrasah untuk meningkatkakan kreativitasnya, termasuk guru. Keleluasan tersebut tentunya memberikan peluang bagi guru untuk menciptakakan proses pembelajaran yang lebih menarik. Peluang ini belum sepenuhnya dimanfaatkan guru. Guru masih terjebak dalam keasyikan menggunakan metode lama, salah satu yang paling populer adalah metode ceramah.
Hal ini tentunya berimplikasi terhadap proses pembelajaran yang monoton dan cenderung kurang menarik, karena bersifat teoritis dan tidak menyentuh aspek pembentukan pribadi dan akhlak. Demikian pula dengan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada penguasaan apek kognitif seperti hapalan dan pengetahuan. Sementara afektif dan psikomotorik siswa jarang tersentuh, akibatnya pembelajaran jadi kurang bermakna. Padahal agama adalah akhlak yang berkaitan dengan sikap, perkataan, dan prilaku keseharian.
Selain itu, sebagian guru agama masih terpaku pada ketuntasan kurikulum. Sehingga beranggapan, bahwa pembelajaran dianggap sukses  jika target kurikulum tercapai. Oleh karena itu tidak heran jika selama ini pembelajaran hanya sebatas pengajaran bukan pendidikan, sebatas transfer of knowledge belum menyentuh transfer of value. Faktor lain yang menjadi kendala dalam implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah keterbatasan waktu pelaksanaan pembelajaran terutama di sekolah umum yang hanya diberikan dua jam pelajaran dalam satu minggu. Dengan muatan pelajaran yang banyak, tentunya tidak cukup untuk menyampaikan materi yang sangat kompleks.
Kondisi lainnya adalah adanya paradigma dikotomis, aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit, sehingga dikenal ada istilah pendidikan agama dan pendidikan umum. Karena itu, pengembangan pendidikan agama Islam hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani. Pendidikan (agama) Islam hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual, sementara kehidupan ekonomi, politik, seni-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan non agama.
Kondisi di atas tentu saja menjadikan pendidikan Agama Islam menjadi tidak maksimal dan wajar jika belum bisa membentuk pribadi siswa yang berakhlak mulia. Hal ini tentu harus disadari semua pihak, terutama guru sebagai pemeran utama dalam implementasi kurikulum. Selanjutnya bahwa untuk mengimplementasikan kurikulum pendidikan yang baik harus memperhatikan empat pilar belajar menurut Unesco, yaitu Learning to know, Learning to do, Learning to live together. [11]Keempat pilar itu menyangkut proses bagaimana peserta didik memperoleh kemampuan belajar; melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir; melatih dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan pusat pembudayaan nilai, sikap.












Kesimpulan
1.    Dasar Pendidikan Agama Islam yakni : DasarYuridis/Hukum, Segi Religius, dan Aspek Psikologis
2.    Tujuan Pendidikan Agama Islam yakni : Tujuan pendidikan islam secara Universal, Tujuan Pendidikan Islam Secara Nasional, Tujuan Pendidikan Islam Secara Institusional, Tujuan Pendidikan Islam Pada Tingkat Program Studi (Kurikulum), Tujuan Pendidikan Islam Pada Tingkat Mata Pelajaran, Tujuan Pendidikan Islam Pada Tingkat Pokok Bahasan, dan Tujuan Pendidikan Islam Pada Tingkat Subpokok Bahasan
3.    Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
4.    Karakteristik Pendidikan Agama Islam:
Ø Pendidikan islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan dunia dan ukhrawi dalam setiap langkah dan geraknya
Ø Pendidikan islam merujuk pada aturan-aturan atau garis-garis yang sudah pasti, harus selalu mengikuti aturan dan garis-garis yang sudah jelas dan pasti, serta tidak dapat ditolak atau ditawar.
Ø Pendidikan islam selalu menekankan pada pembentukan hati nurani, menanamkan dan mengembangkan sifat-sifat Ilahiyah yang jelas dan pasti, baik dalam hubungan dengan manusia, hubungan manusia dengan Maha Pencipta, maupun denganalam sekitar.
Ø Pendidikan Islam diyakini sebagai tugas suci
Ø Pendidikan Islam bermotifkan ibadah
5.    Problematika Pendidikan Agama Islam dalam makalah kami khususnya di sekolah yang meliputi: Masalah peserta didik, Masalah lingkungan belajar, Masalah kompetensi guru, dan Masalah metode
6.    Implikasinya Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam



DAFTAR PUSTAKA

Aat Syafaat, Sohari Sahrani, Muslih, 2008, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta, Rajawalipres)
Abdul Majid, Pengantar: E.Mulyasa, 2012, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
http://www.rangkumanmakalah.com/problematika-pendidikan-pai
Jalaludin, 2003, Teologi Pendidikan Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada)
M. Dawam Raharjo, 2002, Islam dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa)
Moh. Halimi Salim & Syamsul Kurniawan, 2012, Studi Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Muhaimin,et. Al, 2002, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,(Bandung:Remaja Rosdakarya)
Muhamad Alim, 2006,  Pendidikan Agama Islma, (Bandung : PT. Reaja Rosdakarya)
Oemar Hamalik, 2009, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya)
Soedijarto, 2008, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta: Kompas)



[1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3
[2] Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
[3] M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002) hal.85
[4]Muhaimin,et. Al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2002) hal.90
[5] Abdul Majid, Pengantar: E.Mulyasa, Belajar dan Pembelajaran Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal. 13-15
[6] Jalaludin teologi pendidikan, jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal 91-100
[7] Abdul Majid Belajar dan Pembelajaran Bandung :Pt Rosda Karya Hal 18
[8]H. TB. Aat Syafaat dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvencile Delinquency), Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. 71-73
[10]H. Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal.238
[11]Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta: Kompas, 2008) hal.130

No comments:

Post a Comment