PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DAN
MADRASAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu :
Dr. Marno Nurullah, M. Ag.
Oleh
:
Lucky Andriyantoko (16771007)
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017
PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SEKOLAH DAN MADRASAH
Oleh
Lucky Andriyantoko (16771007)
A.
Dasar
Pemikiran
Sejarah
panjang pendidikan Islam tidak lepas dari usaha sadar para intelektual Islam
untuk melestarikan ilmu-ilmu pengetahuan Islam dan menjadikan al-Qur’an dan
Hadits sebagai pedoman dalam hidup dan membentuk karakter yang baik pada
masing-masing orang. Hal ini ditandai dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan
Islam seperti madrasah. Pada mulanya pendidikan Islam berkembang
dirumah-dirumah sahabat kemudian berkembang ke masjid-masjid yang disebut
dengan halaqah, karena semakin banyak orang yang menuntut ilmu dan jika
tetap di masjid hanya mengganggu terhadap konsentrasi belajar yang lain maka
kemudian dibentuklah madrasah sebagai lembaga formal pertama dalam pendidikan Islam.melalui
upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah[1]
Pendidikan
Islam tidak hanya terbatas pada pembentukan pendidikan formal madarsah itu
sendiri, tetapi lebih dari itu adalah kurikulum[2]
yang senantiasa dijadikan pedoman dalam menentukan arah pendidikan di madrasah.
Salah satu faktor keberhasilan dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah
ketersediaannya kurikulum yang disusun disatuan pendidikan. Keberadaan
kurikulum mempunyai arti penting sebagai rencana pembelajaran sesuai dengan
jenjang pendidikannya dengan tujuan agar proses kegiatan belajar bisa sesuai,
terarah, terukur dan output (keluaran) dari lembaga pendidikan tersebut
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan
Namun,
karena kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran, maka kurikulum (baik
kurikulum nasional maupun kurikulum muatan lokal) seringkali berubah dan
dikembangkan dalam rangka penyempurnaan dengan tujuan supaya tujuan pendidikan
bisa tercapai dengan maksimal. Kondisi yang demikian menjadi permasalahan
tersendiri di kalangan para guru (tenaga pendidikan) yang ada di satuan
pendidikan. Dengan melihat kondisi permasalahan seperti diatas akan sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar yang ada pada
satuan pendidikan tersebut
Untuk
meningkatkan kualitas agama dan kualitas moral yang baik tentu seorang perserta
didik harus ditunjang dengan pendidikan agama Islam yang luas dan mendalam. Karena dalam kenyataan yang kita hadapi
sekarang, pendidikan agama justru mengalami kemerosotan di dalam dunia
pendidikan, sehingga banyak muncul peserta didik yang akhlaknya tidak baik dan
bahkan tidak bermoral. Hal tersebut didasari karena kurangnya pengetahuan
peserta didik tentang larangan-larangan agama dan hukum-hukum tentang agama.
Untuk mengurangi dampak negatif dari hal tersebut, tentu sarana pendidikan
harus dapat meningkatkan kualitas agama dan lebih menekankan pendidikan agama
terhadap peserta didik. Disini
pemakalah akan menjelaskan tentang bagaimana
pengembangan kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah.
B.
Hakikat
Kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan
pendidikan tertentu.[3]
As-Syaibani
menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religious,
falsafah, psikologis, sosiologis, dan organisatoris.
1.
Dasar religious, dasar yang ditetapkan nilai-nilai
ilahi yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang
kebenarannya mutlak dan universal.
2.
Dasar Falsafah, dasar ini memberikan arah tujuan
pendidikan sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran.
3.
Dasar
psikologis, dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik yang
berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat, intelektual,
bahasa, emosi, kebutuhan dan keinginan individu.
4.
Dasar sosiologis, dasar ini memberikan gambaran bahwa
kurikulum pendidikan memegang peranan penting dalam penyampaian dan
pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi
masyarakat
5.
Dasar organisatoris, dasar ini mengenai bentuk
penyajian bahan pelajaran yaitu organisasi kurikulum.
Fungsi
kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga
pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan
sehari-hari di sekolah. Fungsi kurikulum bagi anak didik sebagai suatu
organisasi belajar tersusun yang diharapkan mereka mendapatkan pengalaman .
baru yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Fungsi kurikulum bagi Kepala
Sekolah maupun Guru sebagi pedoman kerja. Sedangkan fungsi kurikulum bagi orang
tua siswa yaitu agar orang tua dapat turut serta membantu pihak sekolah dalam
memajukan putra putrinya.[4]
Kurikulum PAI di sekolah dan
madrasah bertujuan untuk mengantarkan peserta didik
menjadi manusia unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak
mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi
serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[5]
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) sendiri dapat diartikan
sebagai:
1. Kegiatan menghasilkan
kurikulum PAI;
2. Proses yang mengaitkan
satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih
baik;
3. Kegiatan penyusunan
(desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas
sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami
perubahan-perubahan paradigma walaupun dalam beberapa hal tertentu
paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat
dicermati dari fenomena berikut:
1. Perubahan dari tekanan
pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam,
serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada
pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan
pembelajaran PAI
2. Perubahan dari cara
berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara berfikir historis, empiris,
dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai
agama Islam
3. Perubahan dari tekanan
pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para
pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk
tersebut
Perubahan
dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar
dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas
dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan
PAI dan cara-cara mencapainya.[6]
Adapun Komponen-komponen yang terkait
dalam kurikulum dikelompokkan menjadi empat, yaitu
(1) kelompok komponen-komponen dasar, yaitu konsep dasar
filosofis dalam mengembangkan kurikulum PAI yang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan PAI tersebut, (2) kelompok
komponen-komponen pelaksana, yaitu mencakup materi
pendidikan, sistem pendidikan, proses pelaksanaan dan pemanfaatan
lingkungan, (3) kelompok-kelompok pelaksana dan pendukung
kurikulum, yaitu komponen pendidik, peserta didik dan konseling,
(4) kelompok usaha-usaha pengembangan yang ditujukan
dengan adannya evaluasi dan inovasi kurikulum, adanya perencanaan
jangka pendek, menengah dan jangka panjang, terjalinnya kerja sama
dengan lembaga-lembaga lain untuk pengembangan kurikulum
tersebut.[7]
Dengan adanya komponen-komponen tersebut kurikulum dapat terlaksana dengan
baik.
C. Prinsip-prinsip
Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah
Dalam
mengembangakan kurikulum dibutuhkan prinsip-prinsip yang dapat menjadi tompahan
untuk mengembangakan kurikulum PAI sebagai penentu arah pendididkan di Sekolah maupun Madrasah sehingga dapat mengikuti
perkembangan zaman yang semakin modern.
Adapun
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum PAI yaitu pertama Pertama adalah prinsip
peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya. Kedua
adalah prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh
pada sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti
luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami dan diamalkan oleh
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.[8]Ketiga
adalah prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Hal ini dimaksudkan
agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis dan tanggung jawab. [9]
Keempat adalah prinsip
keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika. Kurikulum
hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa agar mampu menjaga keseimbangan
dalam proses dan pengalaman belajar yang meliputi etika, logoka, estetika dan
kinestetika, sehingga siswa akan menjadi seseorang yang terhormat, cerdas,
rasional dan unggul.[10]Kelima
adalah prinsip penguatan integritas nasional. Prinsip ini dimaksudkan untuk
menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara majemuk, tetapi
keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan, karena meskipun berbeda
tetapi tetap satu jua, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika. Keenam adalah
prinsip prinsip pengetahuan dan teknologi informasi. Kurikulum dikembangkan
atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang,
sehingga kurikulum mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan
secara tepat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut agar siswa memiliki
kemampuan untuk berpikir dan belajar dengan baik.[11]
Ketujuh adalah prinsip
pengembangan keterampilan hidup. Prinsip ini mengembangkan empat keterampilan
yang harus di miliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di
lingkungan sekitarnya, yaitu keterampilan diri (personal skill),
keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik
(academic skills) dan keterampilan vokasional (vocational skills).
Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut lulus sekolah, dapat
mempertahankan hidupnya sesuai dengan pilihan masingmasing individu.[12]
Kedelapan adalah prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip
pengembangan kurikulum di madrasah, yaitu learning to know, learning
to do, learning to be dan learning to live together.[13]
Kesembilan adalah prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan. Kurikulum
harus disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek,
materi dan bahan kajian disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan antar
kelas, antar jenjang pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis
pekerjaan.[14]
Kesepuluh adalah prinsip belajar sepanjang hayat atau long life
education.[15]
D.
Landasan
Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah
Landasan Fundasional dan Empirik Pengembangan
kurikulum PAI ini sangat dibutuhkan dalam pengembangan
kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah, karena mengingat landasan-landasan ini bertujuan
untuk memperkokoh.
Landasan Pengembangan kurikulum PAI di madrasah, pada
hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan
oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau
merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan.[16] Landasan-landasan tersebut antara lain :
1. Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan
pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia
menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan,
dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk
agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat
terbina kehidupan yang rukun dan damai.[17]
2. Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal
yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup
di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom).
Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, pengetahuan
tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan
mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup
keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika, epistimologi,
aksiologi, etika, estetika, dan logika.[18]
3. Landasan Psikologi
Belajar
Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori
belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan
belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses
belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan
baik dan tepat.[19]
4. Landasan Sosio-budaya
Nilai
sosial-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia,
sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia
menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan,
dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di
madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal
tersebut. [20]
5. Landasan Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan
merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang. Sehingga
dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah siswa lulus diharapkan
dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik. [21]
E.
Karakteristik
Kurikulum di Sekolah dan Madrasah
Sejak diberlakukannya UU No.2/1989 (tentang sistem
pendidikan nasional) kita memiliki dua macam sistem pendidikan umum. Pertama
sistem sekolah, kedua sistem madrasah. Sebenarnya madrasah itu
artinya sekolah. Sistem sekolah umum yaitu jenjang SD-SMP-SMA, sedangkan sistem
madrasah ialah sekolah umum yang berciri khas Islam ialah Ibtida’iyah,
Tsanawiyah, ‘Aliyah. Sekolah umum berciri khas Islam ialah sekolah umum yag islami. Jadi Ibtida’iyah itu sama dengan sekolah dasar islam (SDI),
Tsanawiyah itu sama dengan (SMPI), ‘Aliyah sma dengan (SMAI) ; jika milik
pemerintah maka madrasah Ibtida’iyah Negeri (MIN) sama dengan SDIN, Madrasah
Tsanawiyah Negeri (MTSN) sama dengan SMPIN, dan Madrasah ‘Aliyah Negeri (MAN)
sama dengan SMAIN.[22]
Ada beberapa perbedaan antara
madrasah dan sekolah, di madrasah, mata pelajaran pendidikan Agama Islam
terbagi dalam beberapa sub mata pelajaran yaitu Al Qu’an-hadits, Aqidah-akhlaq,
Fiqih, Sejarah kebudayaan Islam, dan bahkan ditambah mata pelajaran bahasa Arab
sejak MI samapai MA, sehingga porsi mata pelajaran agama Islam lebih banyak. Sementara di sekolah umum , mata pelajaran pendidikan
Agama Islam digabung menjadi satu dan porsinya hanya dua jam per minggu. Tetapi
pada dasarnya didalamnya meliputi Al Qu’an-hadits, Aqidah-akhlaq, Fiqih,
Sejarah kebudayaan Islam. [23]
Kurikulum di sekolah pada umumnya berorientasi pada penguasaan ilmu
pengetahuan, material dan fisikal, waktu pembelajaran kurikulernya juga sangat
terbatas, semua itu ikut melatar belakangi sistem pendidikan persekolahan
hingga sangat berorientasi pada kognitif.[24]
Dalam budaya sekolah siswi memakai jilbab dan siswa
memakai celana panjang pada proses pembelajaran berlangsung siswa membaca doa
dan ketika memulai dan mengakhiri pembelajaran mengucapkan salam. Subtansi
perubahan kebijakan madrasah dari sekolah mengkhususkan diri pada kajian agama
Islam dalam rangka mengarahkan, membimbing, membina dan melahirkan pendidikan
madrasah yang qualified mampu mengembangkan kognitif,
akfektif dan psikomotor.[25]
Namaun Nampak berbeda ketika di Sekolah pada umumnya, para peserta didik putri
memakai baju rok pendek dan peserta didik putra memakai celana pendek untuk
tingkat SMP atau SLTA, sedangkan SMA peserta didik putra memakai celana panjang
dan peserta dididk perempuan boleh memakai rok dan boleh mengenakan jilbab. [26]
Jika kita melihat dari perbedaan tersebut, jika kita melihat struktur kurikulum
madarah didalamnya semuat pelajaran PAI yang terbagi dalam beberapa sub
tersebut dapat kita pahami bahwa PAI di madrsah bukan hanya didekati secara keagamaan, tetapi juga didekati secara
keilmuan.
Pada waktu
pemerintah, terutama Kementerian Agama, mulai mengadakan pembinaan dan
pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah, merasa perlu menentukan
kriteria pada madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah
yang berbeda dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai
mata pelajaran pokok paling sedikit enam jam seminggu.[27]
Namun, Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah Islam tetap mempertahankan mata
pelajaran agama sebagai pelajaran pokok yang tidak dapat dihilangkan, karena
sebagai ciri khas suatu madrasah.
Madrasah dikelola oleh Kementerian Agama, setelah
kemerdekaan bangsa Indonesia mengupayakan untuk menjembantani kensenjangan
antara model pendidikan sekolah dengan pesantren, jika melihat sejarah madrasah
yang sangat di dukung oleh pemerintah dan bangsawan berbeda halnya dengan
Indonesia yang kurang memperhatikannya namun terdapat sedikit celah
perhatian pemerintah pada tahun 1975 munculnya Surat keputusan Bersama (SKB) 3
Menteri yang terdiri dari menteri agama, pendidikan dan kebudayaan serta dalam
negeri yang memuat materi pelajaran pada madrasah 70% umum dan 30 % agama,
Steenbrink beranggapan bahwa membuat kerugian terhadap madrasah. Namun jika
meneropong dari sudut dikotomi sangat positif dengan adanya SKB 3 menteri ini
antara ilmu agama dengan ilmu umum.[28]
F. Pengembangan
Kurikulkum di Sekolah dan Madrasah dalam Menciptakan Lingkungan yang Religius.
Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin modern ini,
perlu adanya pengembangan Kurikulum PAI untuk meningkatkan mutu siswa dalam
menanamkan sifat-sifat dan dapat mewujudkan lingkungan yang religius.
Dalam
pasal 55 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa masyarakat diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial
dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dalam hubungan ini, setiap satuan pendidikan
termasuk madrasah dan sekolah mempunyai kedudukukan yang sama dalam sistem
pelaksanaan kurikulum, evaluasi pendidikan dan standar nasional pendidikan
Berdasarkan
hal di atas, maka perguruan Islam, khususnya madrasah juga memiliki tujuan
untuk menghasilkan pendidikan yang khas yaitu manusia muslim yang menghayati
dan mengamalkan ajaran agamanya dengan menjadikan semua mata pelajaran sebagai
wahana untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan agama. Mata pelajaran yang
dimaksud adalah Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Penjaskes, Muatan
Lokal dan lain-lain. Semua mata pelajaran ini diberikan nuansa keagamaan atau
pelaksanaannya dijiwai oleh pendidikan agama.
Menurut
bapak Muhaimin, kurikulum madrasah perlu dikembangkan secara terpadu dengan
menjadikan ajaran dan nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi
pengembangan berbagai mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat
dikembangkan dengan cara mengimplisitkan ajaran dan nilainilai Islam ke dalam
bidang studi umum seperti IPA, IPS, Matematika, dan bidang studi lainnya.
Dengan demikian, kesan dikotomis menjadi hilang. Model pembelajaran yang cocok
adalah team teaching yaitu guru bidang studi umum bekerja sama dengan guru
bidang studi agama Islam seperti Aqidah Akhlak, Fiqh, Quran Hadis, Sejarah
Kebudayaan Islam untuk menyusun desain pembelajaran yang oplikatif dan detail
untuk diimplementasikan dalam pembelajaran. [29]
Dari mengintergrasikan pelajaran yang umum dengan Islam disinilah dapat kembali
kepada nilai nilai agama yang sesuai dengan Al Qur’an dan Al hadits,
sebagaimana sudah dibahas dalam presentasi sebelumnya tentang Integrasi sains
dan Islam, dalam sekolah umum juga dapat dilaksanakan pengembangan kurikulum
dengan mengitergasikan mata pelajaran umum dengan mata pelajaran PAI agar dapat
memberikan corak keagamaan yang menonjol dan membangun kepribadian akhlak yang
baik.

Dari
gambar diatas dapat dijelaskan bahwa, studi PAI dari Aqidah Akhlak, Fiqh, Quran
Hadis, Sejarah Kebudayaan Islam serta penciptaan suasana lingkungan yang
relegius harus menjadi komitmen bagi setiap warga madrasah dalam rangka
mewujudkan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktek keislaman.
Bidang studi rumpun agama Islam merupakan inti sehingga bahan-bahan yang
termuat dalam bidang studi umum PKN, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya,
Penjaskes, Muatan Lokal, Keterampilan dan Bahasa harus dijiwai oleh pendidikan
agama Islam. Bidang studi rumpun Agama Islam juga menjadi motivator dan
dinamisator bagi pengembangan kualitas IQ (intelegent Quotient), EQ, (Emotional
Quotient), CQ (Creativity Quotient) dan SQ (Spritual Quotient).
[30]
Pengembangan
Madrasah maupun sekolah bidang Keagamaan juga dapat ditandai dengan adanya
berbagai kegiatan seperti meningkatnya program pendidikan agama secara optimal
seperti penambahan jam pelajaran agama, ini dapat dimaksukkan dalam bentuk
pemberian ekstra kulikuler terkait kajian kajian ibadah atau praktek ibadah,
seperti dalam organisasi yang bernuansakan Islam seperti yang ada di MTsN 4
Pasuruan ini adanya suatu badan yang mengurusi segala hal yang berhubungan
dengan keislaman dimana guru-guru yang bertangung jawab sekaligus sebagai
pembina adalah guru mata pelajaran agama, dari situlah kegiatan keagamaan akan
berjalan dengan baik, dan kegiatan keagamaan seperti peringatan hari-hari besar
Islam dapat terealisasikan serta
diadakannya bimsus (bimbingan khusus) bagi siswa-siswi yang belum bisa
baca Al-Qur’an dapat diberikan bimbingan khusus, ini dapat memberikan perhatian
lebih sehingga dapat mengikuti pelajaran agama dengan baik di jam-jam formal.[31]
Agar terhindar terhindar dari kegiatan pendidikan yang dikotomis antara
pendidikan agama dengan pendidikan umum. Kemudian membaca surat-surat pendek
dalam al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, agar nur al-Qur’an dapat memberikan
cahayanya bagi yang membacanya sehingga ilmu yang dipelajari bisa diresapi dan
dipahami. Dan juga ada kegiatan sholat Dhuha berjamaah rutin tiap minggunya dan
diselenggarakan urut perkelas sesuai dengan jadwal yang telah ditetntukan. Hal
ini diwujudkan dengan saling berkoordinasi antara guru mata pelajaran untuk
meningkatkan setiap materi yang ada degan mata pelajaran lain yang berhubungan,
khususnya dengan PAI, misalnya dalam pelajaran IPA, ketika membahas tentang
teori-teori penciptaan alam semesta, guru ipa perlu mengaitkan dengan keesaan
Allah dan masih banyak conroh yang lainnya. Pun demikian ketika pelajaran PAI,
membahas tentang ketentuan perhitungan zakat, juga perlu motivasi peserta didik
untuk semangat mempelajari ilmu hitung atau matematika, agar bisa maksimal
dalam melakukan perhitungan zakat, dapat lagi dicontohkan ketika membahas
persoalan ru’yah atau hisab, guru PAI perlu memotivasi peserta didik untuk
tertarik juga mempelajari ilmu fisika,
astronomi, geografi, agar mampu mampu melakuakan hisab atau ru’yah secara
mandiri. Terwujudnya suasana keagamaan yang tercermin dalam kehidupan ibadah
dan perilaku seperti diadakannya kegiatan sholat dhuhur berjama’ah, tadarus
bersama sebelum masuk sekolah, membiasakan 3S (senyum, sapa, salam) meluasnya
kegiatan ekstra kurikuler yang menitikberatkan pada pengembangan kepribadian
secara utuh dan semakin terpeliharanya pelaksanaan ajaran agama Islam di
sekolah seperti kekeluragaan, harga diri, semangat kebersamaan dan lain-lain.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan
diatas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: Pertama, sebelum
kita melakukan pengembangan setidaknya kita harus mengetahui hakikat kurikulum
PAI serta komponen-komponen seperti kelompok komponen-komponen dasar, kelompok
komponen-komponen pelaksana, kelompok-kelompok pelaksana dan pendukung
kurikulum dan kelompok usaha-usaha pengembangan.
Kedua kita harus
memahami prinsip-prinsip dalam pengembangan PAI di sekolah dan di Madrasah. Ketiga,
landasan dalam pengembangan PAI ini juga harus di pahami karena landasan
pengembangan kurikulum PAI di sekolah dan Madrasah ini sebagai dasar atau
pondasi dalam kurikulum.
Keempat, sebelum mengembangkan
kurikulum PAI di sekolah ataupun di madrasah perlu kita mengetahui
karakteristik kurikulum yang dipakai serta karateristik materi (PAI) di Sekolah
maupun di Madrasah tersebut, sehingga kita dapat mengembangkan kurikukulum
sesuai dengan perubahan zaman
Kelima, Pengembangan kurikulkum di Sekolah dan Madrasah dalam
menciptakan lingkungan yang religius ini dapat diwujudkan dengan mengadakan
program-program keagamaan yang menjadi salah satu program dalam pengembangan
kurikulum PAI di madrasah maupun di Sekolah, serta mengintegrasikan antara ilmu
sains dan Islam sehingga siswa-siswi dapat menciptakan suasan religiusitas dan
tak lupa guru-guru dan sekolah memberikan fasilitas agar dapat terrealisasikan
kegiatan yang bernafaskan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Asifuddin,Ahmad
Janan. Mengungkit
Pilar-Pilar Pendidikan Islam. Yogyakarta : SUKA –Press UIN Sunan Kalijaga. 2010
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. 2004
Dawan, Ainurafiq & Ahmad Ta’arif. Manajemen
Madrasah Berbasis Pasantren. Yogyakarta: Lista Friska Putra 2004.
Direktorat Jenderal Pendidikan
Agama Islam, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di
Indonesia. Jakarta: Ditjen Pendais Departemen Agama, 2008.
Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008.
_______. Kurikulum
dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. 2001
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pengembangan
kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, diakses pada 25 November 2016.
Muhaimin dkk,
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
________. Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada. 2010.
Mulyasa.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009.
Sagala,Syaiful
Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 2010.
Tafsir, Ahmad. Filsafat
Pendidikan Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2012.
UU No.
20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depag, 2003.
Zaini, Muhammad Pengembangan Kurikulum Konsep
Implementasi Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras, 2009.
[1] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2010), 183.
[2] Dalam pengertian yang sempit, kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yag digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar disekolah. Pengertian ini
menggaris bawahi adanya 4 komponen pokok dalam kurikulum, yaitu: tujuan, isi/
bahan, organisasi, dan strategi. Lihat, Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 182.
[4] Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009) hlm. 8. Lihat juga Dakir, Perencanaan dan Pengembangan kurikulum(Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hlm 21
[5] Direktorat Jenderal Pendidikan
Agama Islam, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di
Indonesia. (Jakarta: Ditjen Pendais Departemen Agama, 2008), 3.
[6] Prof.Dr.H.Muhaimin,M.A.,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005) hlm. 10-11
[7] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.
11-12.
[8] Muhaimin dkk,
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 61.
[10] Muhaimin dkk,
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam,
61. Lihat Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi
Evaluasi dan Inovasi, 112. Lihat Syaiful Sagala, Konsep dan Makna
Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), 116.
[11]Mulyasa, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, 152. Lihat juga Muhaimin dkk, Pengembangan
Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah,
22.
[13]http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pengembangan
kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, diakses pada 25 November 2016.
[14] Oemar
Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung: Bumi Aksara, 2001), 32.
Lihat Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, 252. Lihat Muhammad
Zaini, Pengembangan Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, 111.
[15] Mulyasa, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, 153. Lihat juga Muhaimin dkk, Pengembangan
Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah,
28.
[18] Ibid hlm 57. Lihat
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
20. Lihat juga Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep
Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009),
23.
[20] Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Konsep dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009), 45.
[28] Ahmad Janan Asifuddin,
Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, Yogyakarta : SUKA –Press UIN
Sunan Kalijaga, 2010, hal. 170
[31] Asumsi ini didasarkan oleh
pengalaman penulis ketika menjadi guru PKL. Yang mana aktif dalam mengikuti kegiatan ekstra kulikuler di
MTsN 4 Pasuruan .
gakbisa do copy dpadahal mau dibuat refrensi
ReplyDelete