Wednesday, November 15, 2017

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DAN MADRASAH

PENGEMBANGAN KURIKULUM  PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DAN MADRASAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Kurikulum PAI

Dosen Pengampu :
Dr. Marno Nurullah, M. Ag.

 









Oleh :
Lucky Andriyantoko (16771007)


PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017


PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SEKOLAH DAN MADRASAH
Oleh
Lucky Andriyantoko (16771007)

A.      Dasar Pemikiran
Sejarah panjang pendidikan Islam tidak lepas dari usaha sadar para intelektual Islam untuk melestarikan ilmu-ilmu pengetahuan Islam dan menjadikan al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman dalam hidup dan membentuk karakter yang baik pada masing-masing orang. Hal ini ditandai dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah. Pada mulanya pendidikan Islam berkembang dirumah-dirumah sahabat kemudian berkembang ke masjid-masjid yang disebut dengan halaqah, karena semakin banyak orang yang menuntut ilmu dan jika tetap di masjid hanya mengganggu terhadap konsentrasi belajar yang lain maka kemudian dibentuklah madrasah sebagai lembaga formal pertama dalam pendidikan Islam.melalui upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah[1]
Pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada pembentukan pendidikan formal madarsah itu sendiri, tetapi lebih dari itu adalah kurikulum[2] yang senantiasa dijadikan pedoman dalam menentukan arah pendidikan di madrasah. Salah satu faktor keberhasilan dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah ketersediaannya kurikulum yang disusun disatuan pendidikan. Keberadaan kurikulum mempunyai arti penting sebagai rencana pembelajaran sesuai dengan jenjang pendidikannya dengan tujuan agar proses kegiatan belajar bisa sesuai, terarah, terukur dan output (keluaran) dari lembaga pendidikan tersebut  sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan
Namun, karena kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran, maka kurikulum (baik kurikulum nasional maupun kurikulum muatan lokal) seringkali berubah dan dikembangkan dalam rangka penyempurnaan dengan tujuan supaya tujuan pendidikan bisa tercapai dengan maksimal. Kondisi yang demikian menjadi permasalahan tersendiri di kalangan para guru (tenaga pendidikan) yang ada di satuan pendidikan. Dengan melihat kondisi permasalahan seperti diatas akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar yang ada pada satuan pendidikan tersebut
Untuk meningkatkan kualitas agama dan kualitas moral yang baik tentu seorang perserta didik harus ditunjang dengan pendidikan agama Islam yang luas dan mendalam. Karena dalam kenyataan yang kita hadapi sekarang, pendidikan agama justru mengalami kemerosotan di dalam dunia pendidikan, sehingga banyak muncul peserta didik yang akhlaknya tidak baik dan bahkan tidak bermoral. Hal tersebut didasari karena kurangnya pengetahuan peserta didik tentang larangan-larangan agama dan hukum-hukum tentang agama. Untuk mengurangi dampak negatif dari hal tersebut, tentu sarana pendidikan harus dapat meningkatkan kualitas agama dan lebih menekankan pendidikan agama terhadap peserta didik. Disini pemakalah akan menjelaskan tentang bagaimana pengembangan kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah.

B.  Hakikat Kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan tertentu.[3]
As-Syaibani menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religious, falsafah, psikologis, sosiologis, dan organisatoris.
1.      Dasar religious, dasar yang ditetapkan nilai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.
2.       Dasar Falsafah, dasar ini memberikan arah tujuan pendidikan sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran.
3.        Dasar psikologis, dasar  ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik yang berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat, intelektual, bahasa, emosi, kebutuhan dan keinginan individu.
4.      Dasar sosiologis, dasar ini memberikan gambaran bahwa kurikulum pendidikan memegang peranan penting dalam penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat
5.       Dasar organisatoris, dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran yaitu organisasi kurikulum.

Fungsi kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah. Fungsi kurikulum bagi anak didik sebagai suatu organisasi belajar tersusun yang diharapkan mereka mendapatkan pengalaman . baru yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Fungsi kurikulum bagi Kepala Sekolah maupun Guru sebagi pedoman kerja. Sedangkan fungsi kurikulum bagi orang tua siswa yaitu agar orang tua dapat turut serta membantu pihak sekolah dalam memajukan  putra putrinya.[4]
Kurikulum PAI di sekolah dan madrasah bertujuan untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[5]
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) sendiri dapat diartikan sebagai:
1.    Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI;
2.    Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik;
3.    Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.

Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut:
1.    Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI
2.    Perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam
3.    Perubahan dari tekanan pada produk  atau  hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses  atau  metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut

Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[6]
Adapun Komponen-komponen yang terkait dalam kurikulum dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) kelompok komponen-komponen dasar, yaitu konsep dasar filosofis dalam mengembangkan kurikulum PAI yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan PAI tersebut, (2) kelompok komponen-komponen pelaksana, yaitu mencakup materi pendidikan, sistem pendidikan, proses pelaksanaan dan pemanfaatan lingkungan, (3) kelompok-kelompok pelaksana dan pendukung kurikulum, yaitu komponen pendidik, peserta didik dan konseling, (4) kelompok usaha-usaha pengembangan yang ditujukan dengan adannya evaluasi dan inovasi kurikulum, adanya perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang, terjalinnya kerja sama dengan lembaga-lembaga lain untuk pengembangan kurikulum tersebut.[7] Dengan adanya komponen-komponen tersebut kurikulum dapat terlaksana dengan baik.

C.  Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah
Dalam mengembangakan kurikulum dibutuhkan prinsip-prinsip yang dapat menjadi tompahan untuk mengembangakan kurikulum PAI sebagai penentu arah  pendididkan di Sekolah maupun  Madrasah sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikulum PAI yaitu pertama Pertama adalah prinsip peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya. Kedua adalah prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami dan diamalkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.[8]Ketiga adalah prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan tanggung jawab. [9]
Keempat adalah prinsip keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika. Kurikulum hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa agar mampu menjaga keseimbangan dalam proses dan pengalaman belajar yang meliputi etika, logoka, estetika dan kinestetika, sehingga siswa akan menjadi seseorang yang terhormat, cerdas, rasional dan unggul.[10]Kelima adalah prinsip penguatan integritas nasional. Prinsip ini dimaksudkan untuk menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara majemuk, tetapi keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan, karena meskipun berbeda tetapi tetap satu jua, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika. Keenam adalah prinsip prinsip pengetahuan dan teknologi informasi. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, sehingga kurikulum mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk berpikir dan belajar dengan baik.[11]
Ketujuh adalah prinsip pengembangan keterampilan hidup. Prinsip ini mengembangkan empat keterampilan yang harus di miliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di lingkungan sekitarnya, yaitu keterampilan diri (personal skill), keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik (academic skills) dan keterampilan vokasional (vocational skills). Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut lulus sekolah, dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan pilihan masingmasing individu.[12] Kedelapan adalah prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip pengembangan kurikulum di madrasah, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.[13] Kesembilan adalah prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan. Kurikulum harus disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi dan bahan kajian disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan antar kelas, antar jenjang pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.[14] Kesepuluh adalah prinsip belajar sepanjang hayat atau long life education.[15]

D.  Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah
Landasan Fundasional dan Empirik Pengembangan kurikulum PAI ini sangat dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum PAI di Sekolah dan Madrasah, karena mengingat landasan-landasan ini bertujuan untuk memperkokoh.
Landasan Pengembangan kurikulum PAI di madrasah, pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan  suatu kurikulum lembaga pendidikan.[16] Landasan-landasan  tersebut antara lain :
1.    Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.[17]
2.     Landasan Filsafat
 Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat.  Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.[18] 
3.    Landasan Psikologi Belajar
       Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.[19]
4.    Landasan Sosio-budaya
Nilai sosial-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut. [20]
5.    Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik. [21]

E.  Karakteristik Kurikulum di Sekolah dan Madrasah
Sejak diberlakukannya UU No.2/1989 (tentang sistem pendidikan nasional) kita memiliki dua macam sistem pendidikan umum. Pertama sistem sekolah, kedua sistem madrasah. Sebenarnya madrasah itu artinya sekolah. Sistem sekolah umum yaitu jenjang SD-SMP-SMA, sedangkan sistem madrasah ialah sekolah umum yang berciri khas Islam ialah Ibtida’iyah, Tsanawiyah, ‘Aliyah. Sekolah umum berciri khas Islam ialah sekolah umum yag islami. Jadi Ibtida’iyah  itu sama dengan sekolah dasar islam (SDI), Tsanawiyah itu sama dengan (SMPI), ‘Aliyah sma dengan (SMAI) ; jika milik pemerintah maka madrasah Ibtida’iyah Negeri (MIN) sama dengan SDIN, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN) sama dengan SMPIN, dan Madrasah ‘Aliyah Negeri (MAN) sama dengan SMAIN.[22]
Ada beberapa perbedaan antara madrasah dan sekolah, di madrasah, mata pelajaran pendidikan Agama Islam terbagi dalam beberapa sub mata pelajaran yaitu Al Qu’an-hadits, Aqidah-akhlaq, Fiqih, Sejarah kebudayaan Islam, dan bahkan ditambah mata pelajaran bahasa Arab sejak MI samapai MA, sehingga porsi mata pelajaran agama Islam lebih banyak. Sementara di sekolah umum , mata pelajaran pendidikan Agama Islam digabung menjadi satu dan porsinya hanya dua jam per minggu. Tetapi pada dasarnya didalamnya meliputi Al Qu’an-hadits, Aqidah-akhlaq, Fiqih, Sejarah kebudayaan Islam. [23] Kurikulum di sekolah pada umumnya berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan, material dan fisikal, waktu pembelajaran kurikulernya juga sangat terbatas, semua itu ikut melatar belakangi sistem pendidikan persekolahan hingga sangat berorientasi pada kognitif.[24]
Dalam budaya sekolah siswi memakai jilbab dan siswa memakai celana panjang pada proses pembelajaran berlangsung siswa membaca doa dan ketika memulai dan mengakhiri pembelajaran mengucapkan salam. Subtansi perubahan kebijakan madrasah dari sekolah mengkhususkan diri pada kajian agama Islam dalam rangka mengarahkan, membimbing, membina dan melahirkan pendidikan madrasah yang  qualified  mampu mengembangkan kognitif, akfektif dan psikomotor.[25] Namaun Nampak berbeda ketika di Sekolah pada umumnya, para peserta didik putri memakai baju rok pendek dan peserta didik putra memakai celana pendek untuk tingkat SMP atau SLTA, sedangkan SMA peserta didik putra memakai celana panjang dan peserta dididk perempuan boleh memakai rok dan boleh mengenakan jilbab. [26] Jika kita melihat dari perbedaan tersebut, jika kita melihat struktur kurikulum madarah didalamnya semuat pelajaran PAI yang terbagi dalam beberapa sub tersebut dapat kita pahami bahwa PAI di madrsah bukan hanya didekati secara keagamaan, tetapi juga didekati secara keilmuan.
Pada waktu pemerintah, terutama Kementerian Agama, mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah, merasa perlu menentukan kriteria pada madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah yang berbeda dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit enam jam seminggu.[27] Namun, Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah Islam tetap mempertahankan mata pelajaran agama sebagai pelajaran pokok yang tidak dapat dihilangkan, karena sebagai ciri khas suatu madrasah.
Madrasah dikelola oleh Kementerian Agama, setelah kemerdekaan bangsa Indonesia mengupayakan untuk menjembantani kensenjangan antara model pendidikan sekolah dengan pesantren, jika melihat sejarah madrasah yang sangat di dukung oleh pemerintah dan bangsawan berbeda halnya dengan Indonesia yang kurang memperhatikannya namun terdapat  sedikit celah perhatian pemerintah pada tahun 1975 munculnya Surat keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang terdiri dari menteri agama, pendidikan dan kebudayaan serta dalam negeri yang memuat materi pelajaran pada madrasah 70% umum dan 30 % agama, Steenbrink beranggapan bahwa membuat kerugian terhadap madrasah. Namun jika meneropong dari sudut dikotomi sangat positif dengan adanya SKB 3 menteri ini antara ilmu agama dengan ilmu umum.[28]

F.   Pengembangan Kurikulkum di Sekolah dan Madrasah dalam Menciptakan Lingkungan yang Religius.
Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin modern ini, perlu adanya pengembangan Kurikulum PAI untuk meningkatkan mutu siswa dalam menanamkan sifat-sifat dan dapat mewujudkan lingkungan yang religius.
Dalam pasal 55 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa masyarakat diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dalam hubungan ini, setiap satuan pendidikan termasuk madrasah dan sekolah mempunyai kedudukukan yang sama dalam sistem pelaksanaan kurikulum, evaluasi pendidikan dan standar nasional pendidikan
Berdasarkan hal di atas, maka perguruan Islam, khususnya madrasah juga memiliki tujuan untuk menghasilkan pendidikan yang khas yaitu manusia muslim yang menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dengan menjadikan semua mata pelajaran sebagai wahana untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan agama. Mata pelajaran yang dimaksud adalah Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Penjaskes, Muatan Lokal dan lain-lain. Semua mata pelajaran ini diberikan nuansa keagamaan atau pelaksanaannya dijiwai oleh pendidikan agama.
Menurut bapak Muhaimin, kurikulum madrasah perlu dikembangkan secara terpadu dengan menjadikan ajaran dan nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi pengembangan berbagai mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat dikembangkan dengan cara mengimplisitkan ajaran dan nilainilai Islam ke dalam bidang studi umum seperti IPA, IPS, Matematika, dan bidang studi lainnya. Dengan demikian, kesan dikotomis menjadi hilang. Model pembelajaran yang cocok adalah team teaching yaitu guru bidang studi umum bekerja sama dengan guru bidang studi agama Islam seperti Aqidah Akhlak, Fiqh, Quran Hadis, Sejarah Kebudayaan Islam untuk menyusun desain pembelajaran yang oplikatif dan detail untuk diimplementasikan dalam pembelajaran. [29] Dari mengintergrasikan pelajaran yang umum dengan Islam disinilah dapat kembali kepada nilai nilai agama yang sesuai dengan Al Qur’an dan Al hadits, sebagaimana sudah dibahas dalam presentasi sebelumnya tentang Integrasi sains dan Islam, dalam sekolah umum juga dapat dilaksanakan pengembangan kurikulum dengan mengitergasikan mata pelajaran umum dengan mata pelajaran PAI agar dapat memberikan corak keagamaan yang menonjol dan membangun kepribadian akhlak yang baik.

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa, studi PAI dari Aqidah Akhlak, Fiqh, Quran Hadis, Sejarah Kebudayaan Islam serta penciptaan suasana lingkungan yang relegius harus menjadi komitmen bagi setiap warga madrasah dalam rangka mewujudkan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktek keislaman. Bidang studi rumpun agama Islam merupakan inti sehingga bahan-bahan yang termuat dalam bidang studi umum PKN, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya, Penjaskes, Muatan Lokal, Keterampilan dan Bahasa harus dijiwai oleh pendidikan agama Islam. Bidang studi rumpun Agama Islam juga menjadi motivator dan dinamisator bagi pengembangan kualitas IQ (intelegent Quotient), EQ, (Emotional Quotient), CQ (Creativity Quotient) dan SQ (Spritual Quotient). [30]
Pengembangan Madrasah maupun sekolah bidang Keagamaan juga dapat ditandai dengan adanya berbagai kegiatan seperti meningkatnya program pendidikan agama secara optimal seperti penambahan jam pelajaran agama, ini dapat dimaksukkan dalam bentuk pemberian ekstra kulikuler terkait kajian kajian ibadah atau praktek ibadah, seperti dalam organisasi yang bernuansakan Islam seperti yang ada di MTsN 4 Pasuruan ini adanya suatu badan yang mengurusi segala hal yang berhubungan dengan keislaman dimana guru-guru yang bertangung jawab sekaligus sebagai pembina adalah guru mata pelajaran agama, dari situlah kegiatan keagamaan akan berjalan dengan baik, dan kegiatan keagamaan seperti peringatan hari-hari besar Islam dapat terealisasikan serta  diadakannya bimsus (bimbingan khusus) bagi siswa-siswi yang belum bisa baca Al-Qur’an dapat diberikan bimbingan khusus, ini dapat memberikan perhatian lebih sehingga dapat mengikuti pelajaran agama dengan baik di jam-jam formal.[31] Agar terhindar terhindar dari kegiatan pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Kemudian membaca surat-surat pendek dalam al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, agar nur al-Qur’an dapat memberikan cahayanya bagi yang membacanya sehingga ilmu yang dipelajari bisa diresapi dan dipahami. Dan juga ada kegiatan sholat Dhuha berjamaah rutin tiap minggunya dan diselenggarakan urut perkelas sesuai dengan jadwal yang telah ditetntukan. Hal ini diwujudkan dengan saling berkoordinasi antara guru mata pelajaran untuk meningkatkan setiap materi yang ada degan mata pelajaran lain yang berhubungan, khususnya dengan PAI, misalnya dalam pelajaran IPA, ketika membahas tentang teori-teori penciptaan alam semesta, guru ipa perlu mengaitkan dengan keesaan Allah dan masih banyak conroh yang lainnya. Pun demikian ketika pelajaran PAI, membahas tentang ketentuan perhitungan zakat, juga perlu motivasi peserta didik untuk semangat mempelajari ilmu hitung atau matematika, agar bisa maksimal dalam melakukan perhitungan zakat, dapat lagi dicontohkan ketika membahas persoalan ru’yah atau hisab, guru PAI perlu memotivasi peserta didik untuk tertarik juga mempelajari ilmu  fisika, astronomi, geografi, agar mampu mampu melakuakan hisab atau ru’yah secara mandiri. Terwujudnya suasana keagamaan yang tercermin dalam kehidupan ibadah dan perilaku seperti diadakannya kegiatan sholat dhuhur berjama’ah, tadarus bersama sebelum masuk sekolah, membiasakan 3S (senyum, sapa, salam) meluasnya kegiatan ekstra kurikuler yang menitikberatkan pada pengembangan kepribadian secara utuh dan semakin terpeliharanya pelaksanaan ajaran agama Islam di sekolah seperti kekeluragaan, harga diri, semangat kebersamaan dan lain-lain.

G.      Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: Pertama, sebelum kita melakukan pengembangan setidaknya kita harus mengetahui hakikat kurikulum PAI serta komponen-komponen seperti kelompok komponen-komponen dasar, kelompok komponen-komponen pelaksana, kelompok-kelompok pelaksana dan pendukung kurikulum dan kelompok usaha-usaha pengembangan.
Kedua kita harus memahami prinsip-prinsip dalam pengembangan PAI di sekolah dan di Madrasah. Ketiga, landasan dalam pengembangan PAI ini juga harus di pahami karena landasan pengembangan kurikulum PAI di sekolah dan Madrasah ini sebagai dasar atau pondasi dalam kurikulum.
Keempat, sebelum mengembangkan kurikulum PAI di sekolah ataupun di madrasah perlu kita mengetahui karakteristik kurikulum yang dipakai serta karateristik materi (PAI) di Sekolah maupun di Madrasah tersebut, sehingga kita dapat mengembangkan kurikukulum sesuai dengan perubahan zaman
Kelima, Pengembangan kurikulkum di Sekolah dan Madrasah dalam menciptakan lingkungan yang religius ini dapat diwujudkan dengan mengadakan program-program keagamaan yang menjadi salah satu program dalam pengembangan kurikulum PAI di madrasah maupun di Sekolah, serta mengintegrasikan antara ilmu sains dan Islam sehingga siswa-siswi dapat menciptakan suasan religiusitas dan tak lupa guru-guru dan sekolah memberikan fasilitas agar dapat terrealisasikan kegiatan yang bernafaskan Islam.








DAFTAR PUSTAKA                                                                                                   
Asifuddin,Ahmad Janan. Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam. Yogyakarta : SUKA –Press UIN Sunan Kalijaga. 2010
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. 2004
Dawan, Ainurafiq & Ahmad Ta’arif. Manajemen Madrasah Berbasis Pasantren. Yogyakarta: Lista Friska Putra 2004.
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia. Jakarta: Ditjen Pendais Departemen Agama, 2008.
Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008.
_______. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. 2001
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pengembangan kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, diakses pada 25 November 2016.
Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
________. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010.
Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009.
Sagala,Syaiful Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 2010.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012.
UU No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depag, 2003.
Zaini,  Muhammad Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras, 2009.




[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 183.
[2] Dalam pengertian yang sempit, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yag digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar disekolah. Pengertian ini menggaris bawahi adanya 4 komponen pokok dalam kurikulum, yaitu: tujuan, isi/ bahan, organisasi, dan strategi. Lihat, Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 182.
[3] UU No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depag, 2003.
[4] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009) hlm. 8. Lihat juga Dakir, Perencanaan dan Pengembangan kurikulum(Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hlm 21
[5] Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia. (Jakarta: Ditjen Pendais Departemen Agama, 2008), 3.
[6] Prof.Dr.H.Muhaimin,M.A., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) hlm. 10-11
[7] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. 11-12.
[8] Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 61.
[9] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 151-152.
[10] Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, 61. Lihat Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, 112. Lihat Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), 116.
[11]Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 152. Lihat juga Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 22.
[12] Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, 62.
[13]http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pengembangan kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, diakses pada 25 November 2016.
[14] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung: Bumi Aksara, 2001), 32. Lihat Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, 252. Lihat Muhammad Zaini, Pengembangan Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, 111.
[15] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 153. Lihat juga Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 28.
[16] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm 57
[17] Ibid,. 68.
[18] Ibid hlm 57. Lihat Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), 20. Lihat juga Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009), 23.
[19] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm  58
[20] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Konsep dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009), 45.
[21] Ibid. Lihat Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm 22-23
[22] Ahmad tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012. Hlm.183-184
[23] Muhamimi, Pengembangan Kurikulum PAI di madrasah, Sekolah dan perguruan Tinggi. 199-200
[24] Ahmad Janan Asifuddin, Mengungkit ..,hal. 172
[25] Ainurafiq Dawan & Ahmad Ta’arif, Manajemen ..,2004 hal. 58
[26] Muhamimi, Pengembangan Kurikulum PAI di madrasah, Sekolah dan perguruan Tinggi. 200.
[27] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 171.
[28] Ahmad Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, Yogyakarta : SUKA –Press UIN Sunan Kalijaga, 2010, hal. 170
[29] Muhamin, Pengembangan Kurikulum PAI di madrasah, Sekolah dan perguruan Tinggi, 209.
[30] Ibid., 217.
[31] Asumsi ini didasarkan oleh pengalaman penulis ketika menjadi guru PKL. Yang mana aktif  dalam mengikuti kegiatan ekstra kulikuler di MTsN 4 Pasuruan .

1 comment: