HOME

Sunday, June 3, 2018

STUDI KEBIJAKAN TENTANG PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL

STUDI KEBIJAKAN TENTANG PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Oleh:
ADELINA SARI POHAN (16771004)
Mahasiswa Prodi Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat, baik secara teoritis maupun praktis, jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi dengan berbagai permasalahannya, politik bahkan dalam prakteknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memiliki kedudukan yang sangat sentral dalam seluruh kegiatan pembelajaran, yang menentukan proses dan hasil belajar. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pembelajaran, serta dalam pembentukan kompetensi dan pribadi peserta didik dan dalam perkembangan kehidupan masyarakat pada umumnya, maka pembinaan dan pengembangan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi memerlukan landasan yang kuat berdasarkan hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Demikian halnya dalam pengembangan kurikulum muatan lokal.[1]

Dimasukkannya muatan lokal dalam kurikulum pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa Indonesia memiliki beranega ragam adat istiadat, kesenian, tatacara, tata krama pergaulan, bahasa dan pola kehidupan yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya perlu dilestarikan dan dikembangkan, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan ciri khas dan jati dirinya. Upaya menjaga ciri khas bangsa Indonesia harus dimulai sedini mungkin pada usia pra sekolah kemudian diintensifkan secara formal melalui pendidikan di sekolah dasar, di sekolah menengah, sampai perguruan tinggi. Dengan demikian proses pendidikan tidak hanya menyajikan bidang studi-bidang studi yang biasa ditayangkan dalam jadwal pelajaran, tetapi tugas terpenting adalah mengembangkan kemampuan berfikir peserta didik melului proses berpikir yang efektif dan efesien.
Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan merupakan bagian dari masyarakat, oleh karena itu program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang karakteristik dan kekhususan yang ada di lingkungannya. Pengenalan keadaan lingkungan alam, sosial dan budaya kepada peserta didik di sekolah memberikan kemungkinan kepada mereka untuk akrab, dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. Dalam kerangka inilah perlunya dikembangkan kurikulum muatan lokal.  
Muatan lokal, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan bahan kajian yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Dalam pasal 77 N Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional dinyatakan bahwa: (1) muatan lokal untuk setiap satuan pendidikan berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal, (2) muatan lokal dikembangkan dan dilaksanakan pada satuan pendidikan.
Selanjutnya dalam Pasal 77P antara lain dinyatakan bahwa: (1) pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah, (2) pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar, (3) pengelolaan muatan lokal meliputi penyiapan, penyusunan dan evaluasi terhadap dokumen muatan lokal, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru dan (4) dalam hal seluruh kabupaten/kota pada satu provinsi sepakat menetapkan satu muatan lokal yang sama, koordinasi dan supervisi pengelolaan kurikulum pada pendidikan dasar dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi.[2]
Muatan lokal sebagai bahan kajian yang membentuk pemahaman terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya bermanfaat untuk memberikan bekap sikap, pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik agar: (a) mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya, (b) memiliki sosial kemampuan dan keteramilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya, (c) memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-atiran yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka  menujang pembangunan nasional. Maka dengan melihat latar belakang di atas, penulis ingin mengkaji lebih dalam melalui makalah yang berjudul “ Studi Kebijakan Tentang Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah makalah ini adalah:
1)      Bagaimana konsep kurikulum muatan lokal ?
2)      Bagaimana pengembangan kurikulum muatan lokal ?

3.      Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari makalah ini adalah:
1)      Untuk mengetahui bagaimana konsep kurikulum muatan lokal
2)      Untuk mengetahui bagaimana pengembangan kurikulum muatan lokal

B.     PEMBAHASAN
1.      Konsep Kurikulum Muatan Lokal
1)      Pengertian Muatan Lokal
Muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Secara khusus muatan lokal adalah program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah yang wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah itu. Berdasarkan pengertian muatan lokal ini, ada beberapa hal penting yang perlu dikemukakan, yaitu sebagai berikut:[3]
a.       Muatan lokal merupakan suatu program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran, implikasinya adalah muatan lokal harus disusun secara sistematis, logis, dan terencana yang terdiri atas beragai komponen yang saling menunjang dan saling memengaruhi. Komponen tersebut antara lain tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, dan sistem penilaian. Penyusunan mata pelajaran muatan lokal harus melalui tahap-tahap tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut.
b.      Muatan lokal berisi materi atau bahan pelajaran yang bersifat lokal, implikasinya adalah pengembangan materi atau bahan pelajaran tersebut harus dikaitkan dengan kondisi, potensi, karakteristik, keunggulan dan kebutuhan daerah serta lingkungan  (alam, sosial, budaya) yang dituangkan dalam bentuk mata pelajaran dengan alokasi waktu tersendiri.
c.       Pengembangan materi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan dan tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
d.      Muatan lokal berorientasi pada kompetensi, implikasinya adalah pengembangan muatan lokal harus mengaju pada standar isi, standar proses, dan standar penilaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, setiap satuan pendidikan harus mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang dikembangkan, setiap guru harus menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
e.       Semua peserta didik wajib mempelajari muatan lokal di daerahnya masing-masing secara berkisinambungan dalam bentuk kegiatan kurikuler.[4]
Dalam Permendikbud tentang muatan lokal kurikulum 2013 dijelaskan bahwa muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal, yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya
Sebagaimana yang dimaksud pada Permendikbud tentang muatan lokal kurikulum 2013, Pasal 2 Ayat 1 bahwa muatan lokal diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk: mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spritual di daerahnya dan melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi dari dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.[5]
2)      Landasan Hukum
a.       Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c.       Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2014
d.      Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan peraturan Presiden Nomer 14 tahun 2014
e.       Keputusan Presiden Nomor 84/p tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2014.
f.       Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
g.      Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
h.      Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
i.        Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah
j.        Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
k.      Peraturan Menteri Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
l.        Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
m.    Peraturan Menteri Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.[6]

3)      Tujuan Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
Secara umum, tujuan muatan lokal adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki wawasan yang luas dan mantap tentang kondisi lingkungannya, keterampilan, fungsional, sikap dan nilai-nilai, bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, serta meningkatkan kualitas sosial dan budaya daerah sesuai dengan pembangunan daerah dan pembangunan nasional.
Secara khusus, tujuan muatan lokal adalah: (a) peserta didik dapat belajar dengan mudah tentang lingkungan dan kebudayaan di daerahnya serta bahan-bahan yang bersifat aplikatif dan terintegrasi dengan kehidupan nyata, (b) peserta didik dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar setempat untuk kepentingan pembelajaran di sekolah, (c) peserta didik lebih mengenal dan akrab dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya yang terdapat di daerahnya masing-masing, (d) peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang menunjang pembangunan daerahnya, (e) peserta didik dapat mengembangkan materi muatan lokal yang dapat menghasilkan nilai ekonomi tinggi di daerahnya sehingga dapat hidup mandiri, menolong orangtuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, (f) peserta didik dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya dan (g) peserta didik menjadi termotivasi untuk ikut melestarikan budaya dan lingkungannya sendiri.[7]
Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 menjelaskan mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk: mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya dan melestarikan serta mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
4)      Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum
Setiap mata pelajaran memiliki tujuan pembelajaran, selain memiliki tujuan muatan lokal juga memiliki fungsi sebagai berikut:
a.       Fungsi penyesuaian
Program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan, kebutuhan daerah dan masyarakat, demikian juga pribadi-pribadi yang ada dalam sekolah yang hidup dalam lingkungan masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar setiap pribadi menyesuaikan diri dan akrab dengan daerah dan lingkungannya.
b.      Fungsi Integrasi
Muatan lokal merupakan program pendidikan yang berfungsi mendidik pribadi-pribadi peserta didik agar dapat memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan lingkungannya atau berfungsi untuk membantu dan mengintegrasikan pribadi peserta didik dengan masyarakat.
c.       Fungsi Pembedaan
Peserta didik yang satu dengan yang lainnya berbeda, pengakuan atas perbedaan berarti memberi kesempatan bagi setiap peserta didik untuk memilih apa yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.[8]
Jenis muatan lokal dapat berupa seni budaya, prakarya, pendidikan jasmani: olahraga dan kesehatan, bahasa dan teknologi.  
5)      Ruang Lingkup Muatan Lokal
a.      Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat disuatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut, misalnya kebutuhan untuk:
1.      Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
2.      meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan perekonomian daerah.
3.      meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)[9]
4.      meningkatkan kemampuan berwirausaha.
b.      Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal
Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
2.      Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
1)      Prinsip Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK perlu memperhatikan beberapa prinsip pengembangan sebagai berikut, berdasarkan Permendikbud nomor 79 tahun 2014,  pengembangan muatan lokal: [10]
a.       Kesesuaian dengan Perkembangan Peserta Didik
Penyelenggaraan dan pemilihan materi muatan lokal hendaknya memperhatikan perkembangan (fisik maupun psikis) dari peserta didik. Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan abilitas dalam diri seseorang, yakni adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan efisiensi. Perkembangan itu bersifat menyeluruh, misalnya perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, memiliki hubungan satu sama lain. Misalnya perkembangan membaca, meliputi perkembangan otot mata, kapasitas membaca, kemampuan membedakan, perkembangan suara, pengalaman, perilaku sosial, dan emosional.

b.      Keutuhan Kompetensi
Substansi kurikulum muatan lokal mencakup keseluruhan dimensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) yang tercermin dalam muatan lokal bahasa, seni budaya, prakarya, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan, serta teknologi. Contoh: Dalam muatan lokal seni musik tradisional diajarkan tentang pengetahuan seni, keterampilan memainkan musik, serta sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter budaya daerah.
c.       Keterkaitan dengan Potensi dan Keunikan Daerah
Pengembangan kurikulum muatan lokal mengacu pada potensi dan keunikan daerah yaitu keunikan yang dibatasi oleh wilayah administratif misalnya batik Pekalongan, batik tanah liat Minangkabau, tenun ikat Toraja, Sumbawa, Flores, Timur, Bali, Sintang, ukir Jepara, dan rumah adat Tongkonan d i Toraja. Sedangkan keunikan lokal didasarkan pada cakupan penyebaran budaya, seperti Bahasa Jawa, dan Bahasa Sunda. Pengembangan tersebut dalam rangka menghadapi tantangan masa kini dan masa yang akan datang. Contoh: penyelenggaraan upacara grebeg Maulud di kraton Yogyakarta. Ritual ini memuat ritual religius, menarik wisatawan, di dalamnya ada seni gamelan, gunungan, dan lain-lain.[11]

d.      Fleksibilitas dalam Jenis, Bentuk, dan Pengaturan Waktu Penyelenggaraan
Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan pendidikan. Contoh: (1) Ritual manten gaya Surakarta, memuat cara berpakaian, pemanfaatan sesaji, penggunaan bahasa Jawa ragam indah, (2) Nyongkolan, tradisi adat dari penari suku Sasak di Lombok, berupa arak-arakan mempelai dari mempelai pria ke wanita diiringi keluarga kerabat mempelai pria, memakai baju adat, menggunakan iringan rebana, gamelan, disertai gendang beleq pada kalangan bangsawan.

e.       Kebermanfaatan untuk Kepentingan Nasional dan Menghadapi Tantangan Global
Penetapan muatan lokal berorientasi pada upaya pengenalan, pelestarian, dan pengembangan potensi daerah untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global. Dengan strategi atau upaya ini peserta didik sebagai generasi penerus akan senantiasa mempertahankan, memperkuat serta meneguhkan nilai lokalitas dalam kehidupan modern. Contoh: pesan moral dalam ungkapan budaya daerah seperti ungkapan Nosarara nosabatutu dari Sulawesi Selatan, artinya bersama-sama kita satu, mar sipature hutana be, bahasa Batak, artinya berlomba membangun daerah, rukun agawe santosa dari Jawa yang berarti bersatu akan menjadi kuat. Pesan moral ini jika dipahami dan dilaksankan oleh peserta didik akan membentuk karakter dalam menghadapi tantangan global budaya individualistik. 

f.       Apresiatif
Apresiatif terhadap keunikan potensi daerah/satuan pendidikan. Hasil-hasil pembelajaran muatan lokal memiliki potensi mendapat penghargaan atas keunggulan atau keunikannya di tingkat satuan pendidikan, daerah, dan/atau nasional. Contoh: Penghayatan terhadap legenda, yang memuat nilai kesejarahan dan kearifan lokal, misalnya terjadinya Candi Prambanan di Jawa, terjadinya gunung Tangkuban Perahu di Sunda, terjadinya gunung Batur di Bali, dll.[12]

2)      Strategi Pengembangan Muatan Lokal
a.    Satuan pendidikan dapat mengajukan usulan muatan lokal berdasarkan hasil analisis konteks dan identifikasi muatan lokal kepada pemerintah kabupaten/kota.
b.    Pemerintah kabupaten/kota melakukan
1.    Analisis dan identifikasi terhadap usulan satuan pendidikan
2.    Perumusan kompetensi dasar
3.    Penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar
c.    Pemerintah kabupaten/kota menetapkan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
d.   Pemerintah kabupaten/kota mengusulkan hasil penetapan muatan lokal kepada pemerintah provinsi.
e.    Pemerintah provinsi menetapkan muatan lokal yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk diberlakukan di wilayahnya.
f.     Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan kompetensi dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan lokal.
g.    Dalam hal satuan pendidikan tidak mengajukan usulan muatan lokal pemerintah daerah dapat menetapkan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.[13]

3)      Tahapan Pengembangan Muatan Lokal
a.    Analisis konteks lingkungan alam, sosial, dan budaya
Meliputi analisis ciri khas, potensi, keunggulan, kearifan lokal, dan kebutuhan/tuntutan daerah.
b.    Identifikasi muatan lokal
Menentukan jenis muatan lokal yang akan dikembangkan, jenis muatan lokal tersebut meliputi 4 rumpun muatan lokal yang merupakan persinggungan antara budaya lokal (dimensi sosial-budaya), kewirausahaan, pra-vokasional (dimensi ekonomi), pendidikan lingkungan, dan kekhususan lokal lainnya.[14]
c.    Perumusan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal
d.   Penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar
e.    Pengintegrasian kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan
f.     Penetapan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
g.    Penyusunan silabus
h.    Penyusunan buku teks pelajaran.

4)      Tim Pengembangan Muatan Lokal
a.       Pengembangan muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite sekolah/madrasah, dan nara sumber, serta pihak yang terkait.[15]
b.      Pengembangan muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh tim pengembang kurikulum provinsi, tim pengembang kurikulum kabupaten/kota, tim pengembang kurikulum di satuan pendidikan, dan dapat melibatkan nara sumber serta pihak lain yang terkait.
c.       Pengembangan muatan lokal mengacu pada tahapan pengembangan muatan lokal
d.      Pengembangan muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

5)      Rambu-rambu
Berikut rambu-rambu untuk diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal.
a.         Sekolah yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan silabusnya dapat dilaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan silabusnya, sekolah dapat melaksanakan muatan lokal berdasrakan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah, atau dapat meminta bantuan kepada sekolah yang terdekat yang masih berada dalam satu daerah. Jika beberapa sekolah juga tidak mampu mengembangkannya maka meminta bantuan kepada TPK daerah, atau LPM di provinsinya.
b.        Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berfikir, emosional, dan sosial peserta didik.
c.         Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis.
d.        Bahan kajian/pelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber.
e.         Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam artian mengacu pada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik.
f.         Alokasi waktu untuk bahan kajian muatan lokal perlu memperhatikan jumlah hingga efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.[16]

6)      Dokumen Muatan Lokal [17]
Muatan lokal dirumuskan dalam bentuk dokumen terdiri atas:
a.       Kompetensi dasar
b.      Silabus, dan
c.       Buku teks pelajaran
C.    Kesimpulan
Setelah mengkaji tentang studi kebijakan pengembangan kurikulum muatan lokal, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
2.      Secara umum, tujuan muatan lokal adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki wawasan yang luas dan mantap tentang kondisi lingkungannya, keterampilan, fungsional, sikap dan nilai-nilai, bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, serta meningkatkan kualitas sosial dan budaya daerah sesuai dengan pembangunan daerah dan pembangunan nasional.
3.      Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan

4.      Tahapan Pengembangan Muatan Lokal
Analisis konteks lingkungan alam, sosial, dan budaya, identifikasi muatan lokal perumusan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal, penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar, pengintegrasian kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan, penetapan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, penyusunan silabus, penyusunan buku teks pelajaran.
5.      Tim Pengembangan Muatan Lokal
a.    Pengembangan muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite sekolah/madrasah, dan nara sumber, serta pihak yang terkait.
b.    Pengembangan muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh tim pengembang kurikulum provinsi, tim pengembang kurikulum kabupaten/kota, tim pengembang kurikulum di satuan pendidikan, dan dapat melibatkan nara sumber serta pihak lain yang terkait.
c.    Pengembangan muatan lokal mengacu pada tahapan pengembangan muatan lokal
d.   Pengembangan muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Ar-Ruzz: Media, Jogyakarta, 2007
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Khairuddin dan Mahmud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jogjakarta: Nuansa Aksara, 2007), h. 122
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
LoekLoek Endah Poerwati, Panduan Memahami Kurikulum, 2013
Muhammad Nasir, Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Dalam Konteks Pendidikan Islam di Madrasah, Hunafa Jurnal Studi Islamica, Vol 10, No 1, Juni 2013
Suparian, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tantang SISDIKNAS beserta penjelasannya, (Surabaya: Media Centre, 2005)
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014



[1] Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tantang SISDIKNAS beserta penjelasannya, (Surabaya: Media Centre, 2005), h. 6
[2] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[3] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 205-206
[4] Ibid., h. 206
[5] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[6] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013  
[7] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 103
[8] LoekLoek Endah Poerwati, Panduan Memahami Kurikulum, 2013, h. 199
[9] Suparian, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011, h. 108
[10] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013  
[11] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Ar-Ruzz: Media, Jogyakarta, 2007), h. 265
[12] Permendikbud nomor 79 tahun 2014, pengembangan muatan lokal 
[13] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013  
[14] Muhammad Nasir, Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Dalam Konteks Pendidikan Islam di Madrasah, Hunafa Jurnal Studi Islamica, Vol 10, No 1, Juni 2013
[15] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013  
[16] Khairuddin dan Mahmud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jogjakarta: Nuansa Aksara, 2007), h. 122
[17] Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013

No comments:

Post a Comment