STUDI KEBIJAKAN
TENTANG PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Oleh:
ADELINA SARI
POHAN (16771004)
Mahasiswa
Prodi Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini
berkembang sangat pesat, baik secara teoritis maupun praktis, jika dahulu
kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem
penyampaian penuangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada
dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan
ekonomi dan industri, era globalisasi dengan berbagai permasalahannya, politik
bahkan dalam prakteknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi
informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap
kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan
intensitas proses pengembangan kurikulum.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memiliki kedudukan yang
sangat sentral dalam seluruh kegiatan pembelajaran, yang menentukan proses dan
hasil belajar. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pembelajaran, serta
dalam pembentukan kompetensi dan pribadi peserta didik dan dalam perkembangan
kehidupan masyarakat pada umumnya, maka pembinaan dan pengembangan kurikulum
tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi memerlukan landasan yang kuat
berdasarkan hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Demikian halnya
dalam pengembangan kurikulum muatan lokal.[1]
Dimasukkannya muatan lokal dalam kurikulum pada dasarnya dilandasi
oleh kenyataan bahwa Indonesia memiliki beranega ragam adat istiadat, kesenian,
tatacara, tata krama pergaulan, bahasa dan pola kehidupan yang diwariskan
secara turun temurun dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya
perlu dilestarikan dan dikembangkan, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan
ciri khas dan jati dirinya. Upaya menjaga ciri khas bangsa Indonesia harus
dimulai sedini mungkin pada usia pra sekolah kemudian diintensifkan secara
formal melalui pendidikan di sekolah dasar, di sekolah menengah, sampai
perguruan tinggi. Dengan demikian proses pendidikan tidak hanya menyajikan
bidang studi-bidang studi yang biasa ditayangkan dalam jadwal pelajaran, tetapi
tugas terpenting adalah mengembangkan kemampuan berfikir peserta didik melului
proses berpikir yang efektif dan efesien.
Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan merupakan
bagian dari masyarakat, oleh karena itu program pendidikan di sekolah perlu
memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang karakteristik dan
kekhususan yang ada di lingkungannya. Pengenalan keadaan lingkungan alam,
sosial dan budaya kepada peserta didik di sekolah memberikan kemungkinan kepada
mereka untuk akrab, dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya.
Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk
menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. Dalam kerangka inilah perlunya
dikembangkan kurikulum muatan lokal.
Muatan lokal, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan atas
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan
bahan kajian yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap
potensi di daerah tempat tinggalnya. Dalam pasal 77 N Peraturan Pemerintah
Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional dinyatakan bahwa: (1) muatan lokal untuk setiap
satuan pendidikan berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan
keunikan lokal, (2) muatan lokal dikembangkan dan dilaksanakan pada satuan
pendidikan.
Selanjutnya dalam Pasal 77P antara lain dinyatakan bahwa: (1) pemerintah
daerah provinsi melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal
pada pendidikan menengah, (2) pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan
koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar, (3) pengelolaan
muatan lokal meliputi penyiapan, penyusunan dan evaluasi terhadap dokumen
muatan lokal, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru dan (4) dalam hal
seluruh kabupaten/kota pada satu provinsi sepakat menetapkan satu muatan lokal
yang sama, koordinasi dan supervisi pengelolaan kurikulum pada pendidikan dasar
dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi.[2]
Muatan lokal sebagai bahan kajian yang membentuk pemahaman terhadap
potensi di daerah tempat tinggalnya bermanfaat untuk memberikan bekap sikap,
pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik agar: (a) mengenal dan
menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya, (b) memiliki
sosial kemampuan dan keteramilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang
berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya, (c) memiliki
sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-atiran yang berlaku
di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya
setempat dalam rangka menujang
pembangunan nasional. Maka dengan melihat latar belakang di atas, penulis ingin
mengkaji lebih dalam melalui makalah yang berjudul “ Studi Kebijakan Tentang
Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal”
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah makalah ini adalah:
1)
Bagaimana
konsep kurikulum muatan lokal ?
2)
Bagaimana
pengembangan kurikulum muatan lokal ?
3.
Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan
perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari makalah ini adalah:
1) Untuk mengetahui bagaimana konsep kurikulum muatan lokal
2) Untuk mengetahui bagaimana pengembangan kurikulum muatan lokal
B.
PEMBAHASAN
1.
Konsep Kurikulum Muatan Lokal
1)
Pengertian Muatan Lokal
Muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai
dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah,
kebutuhan daerah dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Secara khusus muatan lokal adalah program pendidikan dalam bentuk
mata pelajaran yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan
alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah yang wajib
dipelajari oleh peserta didik di daerah itu. Berdasarkan pengertian muatan
lokal ini, ada beberapa hal penting yang perlu dikemukakan, yaitu sebagai
berikut:[3]
a.
Muatan
lokal merupakan suatu program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran,
implikasinya adalah muatan lokal harus disusun secara sistematis, logis, dan
terencana yang terdiri atas beragai komponen yang saling menunjang dan saling
memengaruhi. Komponen tersebut antara lain tujuan, materi, metode, media,
sumber belajar, dan sistem penilaian. Penyusunan mata pelajaran muatan lokal
harus melalui tahap-tahap tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut.
b.
Muatan
lokal berisi materi atau bahan pelajaran yang bersifat lokal, implikasinya
adalah pengembangan materi atau bahan pelajaran tersebut harus dikaitkan dengan
kondisi, potensi, karakteristik, keunggulan dan kebutuhan daerah serta
lingkungan (alam, sosial, budaya) yang
dituangkan dalam bentuk mata pelajaran dengan alokasi waktu tersendiri.
c.
Pengembangan
materi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan dan tidak terbatas pada
mata pelajaran keterampilan.
d.
Muatan
lokal berorientasi pada kompetensi, implikasinya adalah pengembangan muatan
lokal harus mengaju pada standar isi, standar proses, dan standar penilaian
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, setiap satuan
pendidikan harus mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk
setiap jenis muatan lokal yang dikembangkan, setiap guru harus menyusun silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
e.
Semua
peserta didik wajib mempelajari muatan lokal di daerahnya masing-masing secara
berkisinambungan dalam bentuk kegiatan kurikuler.[4]
Dalam Permendikbud tentang muatan lokal kurikulum 2013 dijelaskan
bahwa muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan
pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi
dan keunikan lokal, yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik
terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya
Sebagaimana yang dimaksud pada Permendikbud tentang muatan lokal kurikulum
2013, Pasal 2 Ayat 1 bahwa muatan lokal diajarkan dengan tujuan membekali
peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
untuk: mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spritual di
daerahnya dan melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah
yang berguna bagi dari dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan
nasional.[5]
2)
Landasan Hukum
a.
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b.
Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c.
Peraturan
Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2014
d.
Peraturan
Presiden Nomor 24 tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan peraturan Presiden Nomer 14 tahun
2014
e.
Keputusan
Presiden Nomor 84/p tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan Presiden
Nomor 54/P Tahun 2014.
f.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
g.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah
h.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah
i.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan Dasar dan Menengah
j.
Peraturan
Menteri Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah.
k.
Peraturan
Menteri Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah
l.
Peraturan
Menteri Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah
m.
Peraturan
Menteri Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.[6]
3)
Tujuan Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
Secara umum, tujuan muatan lokal adalah untuk mempersiapkan peserta
didik agar memiliki wawasan yang luas dan mantap tentang kondisi lingkungannya,
keterampilan, fungsional, sikap dan nilai-nilai, bersedia melestarikan dan
mengembangkan sumber daya alam, serta meningkatkan kualitas sosial dan budaya
daerah sesuai dengan pembangunan daerah dan pembangunan nasional.
Secara khusus, tujuan muatan lokal adalah: (a) peserta didik dapat
belajar dengan mudah tentang lingkungan dan kebudayaan di daerahnya serta
bahan-bahan yang bersifat aplikatif dan terintegrasi dengan kehidupan nyata,
(b) peserta didik dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar setempat untuk
kepentingan pembelajaran di sekolah, (c) peserta didik lebih mengenal dan akrab
dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya yang terdapat di daerahnya
masing-masing, (d) peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai-nilai yang menunjang pembangunan daerahnya, (e) peserta didik
dapat mengembangkan materi muatan lokal yang dapat menghasilkan nilai ekonomi tinggi
di daerahnya sehingga dapat hidup mandiri, menolong orangtuanya dan menolong
dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, (f) peserta didik
dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk
memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya dan (g) peserta didik menjadi
termotivasi untuk ikut melestarikan budaya dan lingkungannya sendiri.[7]
Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 menjelaskan mata pelajaran muatan
lokal bertujuan untuk membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang diperlukan untuk: mengenal dan mencintai lingkungan alam,
sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya dan melestarikan serta mengembangkan
keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam
rangka menunjang pembangunan nasional.
4)
Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum
Setiap mata pelajaran memiliki tujuan pembelajaran, selain memiliki
tujuan muatan lokal juga memiliki fungsi sebagai berikut:
a.
Fungsi
penyesuaian
Program sekolah
harus disesuaikan dengan lingkungan, kebutuhan daerah dan masyarakat, demikian
juga pribadi-pribadi yang ada dalam sekolah yang hidup dalam lingkungan
masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar setiap pribadi menyesuaikan diri dan
akrab dengan daerah dan lingkungannya.
b.
Fungsi
Integrasi
Muatan lokal
merupakan program pendidikan yang berfungsi mendidik pribadi-pribadi peserta
didik agar dapat memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan lingkungannya atau
berfungsi untuk membantu dan mengintegrasikan pribadi peserta didik dengan
masyarakat.
c.
Fungsi
Pembedaan
Peserta didik yang satu dengan yang
lainnya berbeda, pengakuan atas perbedaan berarti memberi kesempatan bagi
setiap peserta didik untuk memilih apa yang sesuai dengan minat, bakat dan
kemampuannya.[8]
Jenis muatan lokal dapat berupa seni budaya, prakarya, pendidikan
jasmani: olahraga dan kesehatan, bahasa dan teknologi.
5)
Ruang Lingkup Muatan Lokal
a.
Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah
tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial, ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala
sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat disuatu daerah, khususnya untuk
kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang
disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang
bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut, misalnya kebutuhan untuk:
1.
Melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan daerah
2.
meningkatkan
kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan
perekonomian daerah.
3.
meningkatkan
penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari, dan menunjang
pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang
hayat)[9]
4.
meningkatkan
kemampuan berwirausaha.
b.
Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal
Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, bahasa
Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan
alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
2. Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
1) Prinsip Pengembangan Kurikulum
Muatan Lokal
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan untuk SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK perlu memperhatikan beberapa prinsip pengembangan
sebagai berikut, berdasarkan
Permendikbud nomor 79 tahun 2014, pengembangan muatan lokal: [10]
a. Kesesuaian dengan Perkembangan Peserta Didik
Penyelenggaraan dan pemilihan materi muatan lokal
hendaknya memperhatikan perkembangan (fisik maupun psikis) dari peserta didik.
Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan abilitas dalam diri
seseorang, yakni adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan
efisiensi. Perkembangan itu bersifat menyeluruh, misalnya perkembangan fisik,
intelektual, emosional, sosial, memiliki hubungan satu sama lain. Misalnya
perkembangan membaca, meliputi perkembangan otot mata, kapasitas membaca,
kemampuan membedakan, perkembangan suara, pengalaman, perilaku sosial, dan
emosional.
b. Keutuhan Kompetensi
Substansi kurikulum muatan lokal mencakup keseluruhan
dimensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) yang tercermin dalam muatan
lokal bahasa, seni budaya, prakarya, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan,
serta teknologi. Contoh: Dalam muatan lokal seni musik tradisional diajarkan
tentang pengetahuan seni, keterampilan memainkan musik, serta sikap dan
perilaku yang mencerminkan karakter budaya daerah.
c. Keterkaitan dengan Potensi dan Keunikan Daerah
Pengembangan kurikulum muatan lokal mengacu pada
potensi dan keunikan daerah yaitu keunikan yang dibatasi oleh wilayah
administratif misalnya batik Pekalongan, batik tanah liat Minangkabau, tenun
ikat Toraja, Sumbawa, Flores, Timur, Bali, Sintang, ukir Jepara, dan rumah adat
Tongkonan d i Toraja. Sedangkan keunikan lokal didasarkan pada cakupan
penyebaran budaya, seperti Bahasa Jawa, dan Bahasa Sunda. Pengembangan tersebut
dalam rangka menghadapi tantangan masa kini dan masa yang akan datang. Contoh: penyelenggaraan
upacara grebeg Maulud di kraton Yogyakarta. Ritual ini memuat ritual religius,
menarik wisatawan, di dalamnya ada seni gamelan, gunungan, dan lain-lain.[11]
d. Fleksibilitas dalam Jenis, Bentuk, dan Pengaturan
Waktu Penyelenggaraan
Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan
dan pengaturan waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan
karakteristik satuan pendidikan. Contoh: (1) Ritual manten gaya Surakarta,
memuat cara berpakaian, pemanfaatan sesaji, penggunaan bahasa Jawa ragam indah,
(2) Nyongkolan, tradisi adat dari penari suku Sasak di Lombok, berupa
arak-arakan mempelai dari mempelai pria ke wanita diiringi keluarga kerabat
mempelai pria, memakai baju adat, menggunakan iringan rebana, gamelan, disertai
gendang beleq pada kalangan bangsawan.
e. Kebermanfaatan untuk Kepentingan Nasional dan
Menghadapi Tantangan Global
Penetapan muatan lokal berorientasi pada upaya
pengenalan, pelestarian, dan pengembangan potensi daerah untuk kepentingan
nasional dan menghadapi tantangan global. Dengan strategi atau upaya ini
peserta didik sebagai generasi penerus akan senantiasa mempertahankan,
memperkuat serta meneguhkan nilai lokalitas dalam kehidupan modern. Contoh:
pesan moral dalam ungkapan budaya daerah seperti ungkapan Nosarara nosabatutu
dari Sulawesi Selatan, artinya bersama-sama kita satu, mar sipature hutana be,
bahasa Batak, artinya berlomba membangun daerah, rukun agawe santosa dari Jawa
yang berarti bersatu akan menjadi kuat. Pesan moral ini jika dipahami dan
dilaksankan oleh peserta didik akan membentuk karakter dalam menghadapi
tantangan global budaya individualistik.
f. Apresiatif
Apresiatif terhadap keunikan potensi daerah/satuan
pendidikan. Hasil-hasil pembelajaran muatan lokal memiliki potensi mendapat
penghargaan atas keunggulan atau keunikannya di tingkat satuan pendidikan,
daerah, dan/atau nasional. Contoh: Penghayatan terhadap legenda, yang memuat
nilai kesejarahan dan kearifan lokal, misalnya terjadinya Candi Prambanan di
Jawa, terjadinya gunung Tangkuban Perahu di Sunda, terjadinya gunung Batur di
Bali, dll.[12]
2)
Strategi Pengembangan Muatan Lokal
a.
Satuan
pendidikan dapat mengajukan usulan muatan lokal berdasarkan hasil analisis
konteks dan identifikasi muatan lokal kepada pemerintah kabupaten/kota.
b.
Pemerintah
kabupaten/kota melakukan
1.
Analisis
dan identifikasi terhadap usulan satuan pendidikan
2.
Perumusan
kompetensi dasar
3.
Penentuan
tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar
c. Pemerintah kabupaten/kota menetapkan muatan lokal
sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang
berdiri sendiri.
d. Pemerintah kabupaten/kota mengusulkan hasil penetapan
muatan lokal kepada pemerintah provinsi.
e. Pemerintah provinsi menetapkan muatan lokal yang
diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk diberlakukan di wilayahnya.
f. Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya merumuskan kompetensi dasar, penyusunan silabus,
dan penyusunan buku teks pelajaran muatan lokal.
g. Dalam hal satuan pendidikan tidak mengajukan usulan
muatan lokal pemerintah daerah dapat menetapkan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.[13]
3) Tahapan Pengembangan Muatan Lokal
a. Analisis konteks lingkungan alam, sosial, dan budaya
Meliputi
analisis ciri khas, potensi, keunggulan, kearifan lokal, dan kebutuhan/tuntutan
daerah.
b. Identifikasi muatan lokal
Menentukan
jenis muatan lokal yang akan dikembangkan, jenis muatan lokal tersebut meliputi
4 rumpun muatan lokal yang merupakan persinggungan antara budaya lokal (dimensi
sosial-budaya), kewirausahaan, pra-vokasional (dimensi ekonomi), pendidikan
lingkungan, dan kekhususan lokal lainnya.[14]
c. Perumusan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan
lokal
d. Penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk
setiap kompetensi dasar
e. Pengintegrasian kompetensi dasar ke dalam muatan
pembelajaran yang relevan
f. Penetapan muatan lokal sebagai bagian dari muatan
pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
g. Penyusunan silabus
h. Penyusunan buku teks pelajaran.
4) Tim Pengembangan Muatan
Lokal
a. Pengembangan muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim
pengembang kurikulum di satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite
sekolah/madrasah, dan nara sumber, serta pihak yang terkait.[15]
b. Pengembangan muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh tim pengembang
kurikulum provinsi, tim pengembang kurikulum kabupaten/kota, tim pengembang
kurikulum di satuan pendidikan, dan dapat melibatkan nara sumber serta pihak
lain yang terkait.
c. Pengembangan muatan lokal mengacu pada tahapan pengembangan muatan lokal
d. Pengembangan muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh
dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya.
5)
Rambu-rambu
Berikut rambu-rambu untuk diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal.
a.
Sekolah
yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan
silabusnya dapat dilaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah
belum mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan
silabusnya, sekolah dapat melaksanakan muatan lokal berdasrakan
kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah, atau dapat meminta bantuan
kepada sekolah yang terdekat yang masih berada dalam satu daerah. Jika beberapa
sekolah juga tidak mampu mengembangkannya maka meminta bantuan kepada TPK
daerah, atau LPM di provinsinya.
b.
Bahan
kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup
perkembangan pengetahuan dan cara berfikir, emosional, dan sosial peserta
didik.
c.
Program
pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan peserta didik
yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis.
d.
Bahan
kajian/pelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode
mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber.
e.
Bahan
kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam artian mengacu
pada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik.
f.
Alokasi
waktu untuk bahan kajian muatan lokal perlu memperhatikan jumlah hingga efektif
untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.[16]
Muatan lokal
dirumuskan dalam bentuk dokumen terdiri atas:
a.
Kompetensi
dasar
b.
Silabus,
dan
c.
Buku
teks pelajaran
C.
Kesimpulan
Setelah mengkaji tentang studi kebijakan pengembangan kurikulum
muatan lokal, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai
dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah,
kebutuhan daerah dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu
2. Secara umum, tujuan muatan lokal adalah untuk mempersiapkan peserta
didik agar memiliki wawasan yang luas dan mantap tentang kondisi lingkungannya,
keterampilan, fungsional, sikap dan nilai-nilai, bersedia melestarikan dan
mengembangkan sumber daya alam, serta meningkatkan kualitas sosial dan budaya
daerah sesuai dengan pembangunan daerah dan pembangunan nasional.
3. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah
tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial, ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Lingkup isi/jenis muatan lokal
dapat berupa bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan
kerajinan daerah, adat istiadat, dan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap
perlu oleh daerah yang bersangkutan
4. Tahapan Pengembangan Muatan Lokal
Analisis
konteks lingkungan alam, sosial, dan budaya, identifikasi muatan lokal perumusan
kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal, penentuan tingkat satuan
pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar, pengintegrasian
kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan, penetapan muatan
lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang
berdiri sendiri, penyusunan silabus, penyusunan buku teks pelajaran.
5.
Tim Pengembangan Muatan
Lokal
a. Pengembangan muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim
pengembang kurikulum di satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite
sekolah/madrasah, dan nara sumber, serta pihak yang terkait.
b.
Pengembangan
muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh tim pengembang kurikulum provinsi, tim
pengembang kurikulum kabupaten/kota, tim pengembang kurikulum di satuan
pendidikan, dan dapat melibatkan nara sumber serta pihak lain yang terkait.
c.
Pengembangan
muatan lokal mengacu pada tahapan pengembangan muatan lokal
d.
Pengembangan
muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor
kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, Ar-Ruzz: Media, Jogyakarta, 2007
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta:
Rineka Cipta, 2004
Khairuddin dan Mahmud Junaedi, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jogjakarta: Nuansa Aksara, 2007), h. 122
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014, tentang Muatan Lokal
Kurikulum 2013
LoekLoek Endah Poerwati, Panduan
Memahami Kurikulum, 2013
Muhammad Nasir, Pengembangan
Kurikulum Muatan Lokal Dalam Konteks Pendidikan Islam di Madrasah, Hunafa
Jurnal Studi Islamica, Vol 10, No 1, Juni 2013
Suparian, Tanya Jawab
Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tantang SISDIKNAS beserta penjelasannya, (Surabaya: Media
Centre, 2005)
Zainal Arifin, Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014
[1] Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tantang SISDIKNAS beserta penjelasannya,
(Surabaya: Media Centre, 2005), h. 6
[2]
Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[3] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), h. 205-206
[4] Ibid.,
h. 206
[5] Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[6] Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[7] Dakir, Perencanaan
dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 103
[8] LoekLoek Endah
Poerwati, Panduan Memahami Kurikulum, 2013, h. 199
[9] Suparian, Tanya
Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2011, h. 108
[10]
Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[11] Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, (Ar-Ruzz: Media, Jogyakarta, 2007), h. 265
[12] Permendikbud nomor 79 tahun 2014,
pengembangan muatan lokal
[13]
Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[14] Muhammad
Nasir, Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Dalam Konteks Pendidikan Islam di
Madrasah, Hunafa Jurnal Studi Islamica, Vol 10, No 1, Juni 2013
[15]
Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
[16]
Khairuddin dan
Mahmud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jogjakarta:
Nuansa Aksara, 2007), h. 122
[17]
Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014, tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013
No comments:
Post a Comment