ANALISIS KRITIS
TENTANG KEBIJAKAN STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Yovi Nur Rohman
16771009
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Progam Pasca Sarjana
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Keberadaan pendidikan dalam sebuah negara harus
memiliki patokan yang jelas dan sesuai, sehingga dapat mengantarkan dunia
pendidikan kepada kemajuan dengan terarah serta tidak mudah terombang-ambing.
Dalam konteks pendidikan Nasional Indonesia diperlukan standar
yang perlu dicapai di dalam kurun waktu tertentu dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional yang dicita-citakan bersama. Hal ini berarti perlu
perumusan yang jelas dan terarah serta mengenai tujuan pendidikan, maka untuk
mencapainya perlu dirumuskan langkah-langkah strategis. Salah satu usaha
pemerintahkan dalam melakukan standarisasi pendidikan nasional adalah dengan
menetapkan standar pendidikan nasional.
Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan sudah mengamanatkan, salah satu standar yang harus
dilaksanakan adalah standar pengelolaan. Pengelolaan pada satuan
pendidikan merupakan kegiatan untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
Oleh karena itu agar kinerja disuatu satuan pendidikan dan mutu lulusan
berkualitas, maka harus dikelolah secara profesional. Pengelolaan hendaknya
sesuai dengan standar Nasional pendidikan.[1]
Standar Pengelolaan ini meliputi Perencanaan
pendidikan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, pengelolaan pendidikan ditingkat kabupaten / kota, propinsi
/ nasional dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan pendidikan.[2]
Apakah peraturan pemerintah ini sudah bisa dilakukan dengan baik dalam
lapangan, merupakan suatu pertanyaan yang harus dijawab berdasarkan fakta yang
ada. Oleh karena itu makalah ini berusaha melakukan analitis kritis tentang
kebijakan standar pengelolaan pendidikan nasional yang sudah berlaku dalam
dunia pendidikan yang ada di Indonesia.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apa Pengertian Standar
Pengelolan Pendidikan?
b.
Bagaimana komponen Standar
Pengelolaan Pendidikan menurut PERMENDIKNAS?
c.
Bagaimana analisis kritis
tentang standar pengelolan Pendidikan?
3.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui Standar
Pengelolaan Pendidikan
b.
Untuk mengetahui Komponen
Standar Pengelolaan Pendidikan
c.
Untuk mengetahui
implementasi Standar Pengelolaan Pendidikan di lapangan
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Standar Pengelolaan
Pendidikan
Sebelum membahas pengertian standar pengelolan pendidikan
akan dipamarkan terlebih dahulu tentang pengertian pengelolaan pendidikan
secara umum, yang meliputi:
a.
Pengelolaan pendidikan
mempunyai pengertian kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada tingkat
sekolah, sebagai salah salah satu bentuk kerja sama dalam pendidikan misalnya,
diperlukannya kerja sama di antara semua personel sekolah (pendidik dan tenaga kependidikan),
siswa, dan komite sekolah.
b.
Pengelolaan pendidikan
mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses menurut
Stoner (1982) sebagaimana dikutip Handoko[3] meliputi: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pengarahan (leading)dan pengawasan (controlling).
c.
Pengelolaan pendidikan
dapat dilihat dengan kerangka berfikir sistem. Sistem adalah keseluruhan yang
terdiri dari bagian-bagian dan bagian-bagian itu berinteraksi dalam suatu
proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran.[4]
d.
Pengelolaan pendidikan juga
dapat dilihat dari segi efektifitas pemanfaatan sumber. Sumber yang dimaksud
dapat berupa sumber daya manusia, uang, sarana prasarana maupun waktu.
Seringkali sarana dan prasarana yang ada dalam proses kegiatan belajar mengajar
belum dimanfaatkannya secara optimal.
e.
Pengelolaan pendidikan juga
dapat dilihat dari segi kepemimpinan. Seorang pimpinan adalah orang yang mampu
menggerakkan orang lain untuk bekerja
lebih giat dengan mempengaruhi dan mengawasi, bekerja bersama-sama dan memberi
contoh (keteladanan).
f.
Pengelolaan pendidikan juga
dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan. Dalam melaksanakan pekerjaan
seorang pemimpin sering dihadapkan berbagai macam masalah dan seorang pimpinan
harus memecahkan masalah itu.
g.
Pengelolaan pendidikan juga
dapat dilihat dari segi komunikasi. Komunikasi diartikan secara sederhana
sebagai usaha untuk membuat orang lain mengerti apa yang kita maksudkan, dan
kita juga mengerti apa yang dimaksudkan orang lain itu.[5]
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian pengelolan pendidikan merupakan suatu kerjasama dalam berproses
untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dalam hal ini
kepala sekolah atau pemimpin suatu lembaga pendidikan memiliki peran utama
khususnya dalam membuat suatu kebijakan yang dapat diterima dan dijalankan
dengan baik oleh bawahannya.
Sedangkan pengertian standar pengelolaan pendidikan
nasional adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan kegiatan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
atau nasional agar tercapai
efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan. (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab I
Pasal 1 butir 9).[6]
Oleh karena itu, peraturan kementerian pendidikan nasional
nomer 50 tahun 2007 yang mengacu pada peraturan pemerintah nomer 19 tahun 2005
menetapkan bahwa:
(1)
Setiap pemerintah daerah
wajib memenuhi standar pengelolan pendidikan yang berlaku secara nasional.
(2)
Pengelola pendidikan yang
terbukti menyelenggarakan pendidikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Pengelolaan pendidikan adalah komponen integral dan
tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan.[7] Alasannya tanpa manajemen
tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan, secara optimal, efektif,
efisien.
2.
Komponen Standar
Pengelolaan Pendidikan
a.
Perencanaan Program
Perencanaan
program satuan pendidikan meliputi perumusan visi, misi, tujuan, dan rencana
kerja sekolah (Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan).
Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang
merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang.[8] Sedangkan
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi
pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang.[9]
Visi sekolah/madrasah
menurut Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
1) Visi
Sekolah/Madrasah
a) Sekolah/Madrasah
merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya.
b) Visi
Sekolah/Madrasah:
(1) dijadikan
sebagai cita-cita bersama warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang
berkepentingan pada masa yang akan datang
(2) mampu
memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah/madrasah dan
segenap pihak yang berkepentingan;
(3) dirumuskan
berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah dan pihak-pihak yang
berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;
(4) diputuskan
oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan
memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;
(5) disosialisasikan
kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
(6) ditinjau
dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan
di masyarakat.
2) Misi
Sekolah/Madrasah
a) Sekolah/Madrasah
merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya.
b) Misi
Sekolah/Madrasah:
(1)
memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah/madrasah sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional;
(2)
merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
(3)
menjadi dasar program pokok sekolah/madrasah;
(4)
menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan
yang diharapkan oleh sekolah/madrasah;
(5)
memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program
sekolah/madrasah;
(6)
memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan
satuan-satuan unit sekolah/madrasah yang terlibat;
3) Tujuan
Sekolah/Madrasah
a) Sekolah/Madrasah
merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya
b) Tujuan
Sekolah/Madrasah
(1) menggambarkan
tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);
(2) mengacu
pada visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat;
(3) mengacu
pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah/madrasah dan
Pemerintah;
(4) mengakomodasi
masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite
sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh
kepala sekolah/madrasah;
(5) disosialisasikan
kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak
4) Rencana
Kerja Sekolah/Madrasah
a) Sekolah/Madrasah
Membuat:
(1) rencana
kerja jangka menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun
waktu empat tahun yang berkaitan dengan
mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;
(2) rencana
kerja tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran
Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka menengah.
b) Rencana kerja
jangka menengah dan tahunan sekolah/madrasah:
(1) disetujui
rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite
sekolah/madrasah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.
Pada sekolah/madrasah swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh
penyelenggara sekolah/madrasah;
(2) dituangkan
dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.
c) Rencana
kerja empat tahun dan tahunan disesuaikan dengan persetujuan rapat dewan
pendidik dan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
d) Rencana
kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan sekolah/madrasah yang ditunjukkan
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
e) Rencana
kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai;
(1) kesiswaan;
(2) kurikulum
dan kegiatan pembelajaran;
(3) pendidik
dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;
(4) sarana
dan prasarana;
(5) keuangan
dan pembiayaan;
(6) budaya
dan lingkungan sekolah;
(7) peranserta
masyarakat dan kemitraan;
(8) rencana-rencana
kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu.
(9) dirumuskan
berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite
sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh
kepala sekolah/madrasah;
(10) disosialisasikan
kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
(11) ditinjau
dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan
di masyarakat.
b.
Pelaksanaan Rencana Kerja
Pelaksanaan
rencana kerja mencakup komponen-komponen yaitu pedoman sekolah, struktur organisasi sekolah, pelaksanaan kegiatan sekolah,
kegiatan bidang kesiswaan, kegiatan bidang kurikulum dan kegiatan pembelajaran,
kegiatan bidang pendidik dan tenaga kependidikan, kegiatan bidang sarana
prasarana, kegiatan bidang keuangan dan pembiayaan, pengembangan budaya dan
lingkungan sekolah, peran serta masyarakat dan kemitraan sekolah (Permendiknas
Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan).
Adapun
indicator dalam pelaksanaan rencana kerja sekolah meliputi empat hal, yaitu:
pengorganisasian, pengkoordinasian, kerjasama, dan komunikasi.
1) Pengorganisasian
(organizing)
Pengkoordinasian adalah
merupakan keseluruhan proses pengelompokan semua tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan komponen, dalam proses kerjasama sehingga tercipta suatu system
kerja yang baik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[10]
2) Pengkoordinasian
(coordinating)
Koordinasi atau dalam bahasa
Inggris coordination menurut westra (1983) berasal dari bahasa
latin, yaitu cum yang berarti berbeda-beda, dan ordinari
yang berarti penyusunan atau penempatan sesuatu pada keharusannya.[11]
Dalam MBS, koordinasi berkaitan dengan penempatan berbagai kegiatan yang
berbeda-beda pada keharusan tertentu, sesuai dengan aturan yang berlaku untuk
mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya.
3) Kerjasama
Dalam pelaksanaan rencana
kerja sekolah harus ada kerjasama yang baik diantara SDM terkait, agar visi,
misi, dan tujuan bisa tercapai. Kerjasama adalah tindakan operasi bersama-sama
satu orang dengan yang lainnya.[12]
Tingkat keberhasilan kerjasama ditentukan dari sejumlah tindakan dan sejumlah
sumber daya yang dibutuhkan oleh system kerjasama untuk mencapai tujuan.
4) Komunikasi
Dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan yang telah disepakati bersama pengembangan komunikasi antar
personil yang sehat harus senantiasa dikembangkan, baik oleh kepala sekolah,
pendidik, dan tenaga kependidikan. Komunikasi internal (kepala sekolah, tenaga
pendidik, dan tenaga kependidikan) maupun eksternal (sekolah dengan orang tua
siswa dan masyarakat) yang terbina dengan baik akan memberikan kemudahan dan
keringanan dalam pelaksanaan serta memecahkan pekerjaan sekolah yang menjadi
tugas bersama. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, ide, gagasan
dari satu pihak lain agar terjadi saling
mempengaruhi diantara keduanya.[13]
c.
Pengawasan dan Evaluasi
Dasar
pengelolaan sekolah ditunjukkan dengan kemandirian, partisipasi, keterbukaan,
dan akuntabilitas. Pengawasan dan evaluasi merupakan bagian integral dari
pengelolaan pendidikan, baik tingkat
mikro (sekolah), meso (dinas pendidikan kabupaten atau kota, dinas pendidikan
propinsi), maupun makro (departemen).[14] Pengawasan
dan evaluasi sebaiknya dilakukan secara intensif dan terus menerus agar
menghasilkan informasi yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan.
1) Program
Pengawasan
a) Sekolah/Madrasah
menyusun program pengawasan secara obyektif, bertanggung jawab dan
berkelanjutan.
b) Penyusunan
program pengawasan di sekolah/madrasah didasarkan pada Standar Nasional
Pendidikan.
c) Program
pengawasan disosialisasikan ke seluruh pendidik dan tenaga kependidikan.
d) Pengawasan
pengelolaan sekolah/madrasah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
e) Pemantauan
pengelolaan sekolah/madrasah dilakukan oleh komite sekolah/madrasah atau bentuk
lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan
berkelanjutan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
pengelolaan.
f) Supervisi
pengelolaan akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala
sekolah/madrasah dan pengawas sekolah/madrasah.
2) Evaluasi
Diri
a) Sekolah/Madrasah
melakukan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah/madrasah
b) Sekolah/Madrasah
menetapkan prioritas indikator untuk mengukur, menilai kinerja, dan melakukan
perbaikan dalam rangka pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan.
c) Sekolah/Madrasah
melaksanakan:
(1) evaluasi
proses pembelajaran secara periodik, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun,
pada akhir semester akademik;
(2) evaluasi
program kerja tahunan secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam
setahun, pada akhir tahun anggaran sekolah/madrasah.
3) Evaluasi
dan Pengembangan, Proses evaluasi dan pengembangan dilaksanakan secara:
a) komprehensif
dan fleksibel dalam mengadaptasi kemajuan ilmu
Pengetahuan dan teknologi yang mutakhir;
b) berkala
untuk merespon perubahan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta
perubahan sistem pendidikan, maupun perubahan sosial;
c) integratif
dan monolitik sejalan dengan perubahan tingkat mata pelajaran;
d) menyeluruh
dengan melibatkan berbagai pihak meliputi: dewan pendidik, komite
sekolah/madrasah, pemakai lulusan, dan alumni.
4) Evaluasi
Pendayagunaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
a) Evaluasi
pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan direncanakan secara komprehensif
pada setiap akhir semester dengan mengacu pada Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan,
b) Evaluasi
pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan meliputi kesesuaian penugasan
dengan keahlian, keseimbangan beban kerja, dan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan
dalam pelaksanaan tugas.
c) Evaluasi
kinerja pendidik harus memperhatikan pencapaian prestasi dan
perubahan-perubahan peserta didik.
5) Akreditasi
Sekolah/Madrasah
a) Sekolah/Madrasah
menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengikuti akreditasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Sekolah/Madrasah
meningkatkan status akreditasi, dengan menggunakan lembaga akreditasi eksternal yang memiliki
legitimasi.
c) Sekolah/Madrasah
harus terus meningkatkan kualitas kelembagaannya secara holistik dengan menindaklanjuti saran-saran
hasil akreditasi.
d.
Kepemimpinan Sekolah
1) Setiap
sekolah/madrasah dipimpin oleh seorang kepala sekolah/madrasah.
2) Kriteria
untuk menjadi kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah Berdasarkan ketentuan
dalam standar pendidik dan tenaga
kependidikan.
3) Kepala
SMP/MTs/SMPLB dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala sekolah/madrasah.
4) Kepala
SMA/MA dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah/madrasah untuk bidang
akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK dibantu empat wakil kepala sekolah untuk
bidang akademik, sarana-prasarana, kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan
dunia industri. Dalam hal tertentu atau
sekolah/madrasah yang masih dalam taraf pengembangan, kepala sekolah / madrasah
dapat menugaskan guru untuk melaksanakan fungsi wakil kepala sekolah/madrasah.
5) Wakil kepala
sekolah/madrasah dipilih oleh dewan pendidik, dan proses pengangkatan
serta keputusannya, dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah/madrasah
kepada institusi di atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, institusi
dimaksud adalah penyelenggara sekolah/madrasah.
6) Kepala
dan wakil kepala sekolah/madrasah memiliki kemampuan memimpin yaitu seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki, dihayati, dikuasai,
dan diwujudkannya dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan sesuai dengan
Standar Pengelolaan Satuan Pendidikan.
7) Kepala
Sekolah/Madrasah
a) menjabarkan
visi ke dalam misi target mutu;
b) merumuskan
tujuan dan target mutu yang akan dicapai;
c) menganalisis tantangan,
peluang, kekuatan, dan
kelemahan sekolah/madrasah;
d) membuat
rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan
mutu;
8) Kepalasekolah/madrasah
dapat mendelegasikan sebagian tugas dan kewenangan kepada wakil kepala
sekolah/madrasah sesuai dengan
bidangnya.
e.
Sistem Informasi Manajemen
1) Sekolah/Madrasah
a) mengelola
sistem informasi manajemen yang memadai untuk mendukung administrasi pendidikan
yang efektif, efisien dan akuntabel;
b) menyediakan
fasilitas informasi yang efesien, efektif dan mudah diakses;
c) menugaskan
seorang guru atau tenaga kependidikan untuk melayani permintaan informasi
maupun pemberian informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan
pengelolaan sekolah/madrasah baik secara lisan maupun tertulis dan semuanya direkam dan didokumentasikan;
d) melaporkan
data informasi sekolah/madrasah yang telah terdokumentasikan kepada Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota.
2) Komunikasi antar warga sekolah/madrasah di lingkungan
sekolah/madrasah dilaksanakan secara efisien dan efektif
3.
Analisis Kritis tentang
Kebijakan Standar Pengelolaan Pendidikan
a.
Perencanaan Program.
Pada
hakekatnya perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan
keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam penerapannya dilapangan, banyak
lembaga pendidikan yang memiliki tujuan yang bagus dan cita-cita kedepan yang
matang. Akan tetapi tidak sedikit dari lembaga tersebut yang kurang bisa
melakukan sebuah perencanaan yang baik sehingga tujuan yang diharapkanpun masih
jauh dari kata berhasil.
Contohnya dalam perumusan visi dan misi masih banyak
lembaga pendidikan khususnya kepala madrasah yang tidak mengetahui bagaimana
cara memformulasikan visi misi dan tujuan sekolah kedepan sesuai dengan rencana
strategis
Menurut E. Mulyasa, dalam melaksanakan supervisi,
kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan
kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah
ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tidakan preventif
untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan, dan
lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya.[15]
Visi sekolah merupakan ‘tujuan jauh’ yang harus dicapai
oleh sekolah/madrasah dalam kurun waktu. Oleh karena itu kepala sekolah dengan
kemampuan kepemimpinannya harus menyamakan visi setiap komponen. Proses
menyamakan visi setiap komponen bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan
secara serta merta, namun membutuhkan proses yang bertahap. Salah satu kendala
dalam proses menyamakan visi adalah setiap komponen dalam suatu yang dalam hal
ini guru atau tenaga pendidik pasti memiliki sifat, pola pikir, atau
intelegensi yang berbeda-beda, sehingga kepala sekolah dituntut untuk mampu
menerapkan strategi agar bisa mengatasi masalah ini.
Agar dapat diwujudkan dalam ukuran kualitatif. Secara
lengkap penyusunan visi yang baik harus.[16]
1)
Mengembangkan kepercayaan-kepercayaan,
kebutuhan dan harapan stakeholder sekolah/madarasah.
2)
Sederhana, muda difahami,
lengkap dan mencakup kepentingan bersama
3)
Sejalan dengan visi
organisasi diatasnya, misal yayasan, Dinas Pendidikan
4)
Berjangka panjang (5 s/d 10
tahun)
5)
Berupa agenda yang kuat
bernilai tinggi untuk dicapai
6)
Menggambarkan apa yang
diinginkan pada masa yang akan datang
7)
Spesifik hanya khusus untuk
sekolah tertentu
8)
Mampu memberikan inspirasi
9)
Jangan mengansumsikan pada
sistem yang sama pada saat ini terbuka untuk
dilakukan pengembangan sesuai dengan organisasi yang ada, metodologi, fasilitas
dan proses pembelajaran.
b.
Pelaksanaan Rencana
Kerja
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang
berarti bila tidak diikuti dengan pelaksanaan kerja. Untuk itu dibutuhkan kerja
keras dan kerjasama yang baik. Semua sumber daya manusia yang ada harus
dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi.
Sebuah rencana yang baik tidak akan berarti jika tidak
dilaksanakan dengan baik. Dalam hal ini setiap komponen harus bekerja keras
sesuai dengan tugasnya masing-masing sesuai dengan indikator pelaksanaan kerja
yang terdiri dari pengorganisasian, pengkoordinasian, kerjasama, dan
komunikasi.
Menurut Suryosubroto pengorganisasian adalah
keseluruhan proses untuk memilih dan memilah (guru dan karyawan) serta
mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam
rangka mencapai tujuan sekolah[17] kendala yang sering
nampak dalam hal ini adalah tidak adanya sarana dana prasarana yang baik untuk
mendukung guru dalam melakukan tugas utama yaitu mengajar, khususnya pada
sekolah-sekolah yang kurang mendapatkan perhatian pemerintah karena letak
geografis.
Sementara itu dari segi pengkoordinasian juga masih
banyak ditemui suatu lembaga pendidikan yang kurang memperhatikan penyusunan
dan penempatan sesuatu pada keharusannya. Begitu juga dari segi kerja sama dan
komunikasi banyak ditemui kasus suatu lembaga pendidikan yang kurang mampu
melakukan kerja sama dan komunikasi dengan berbagai komponen pendidikan. Contohnya
komunikasi antara pihak sekolah dengan masyarakat yang sejatinya adalah
konsumen pendidikan. Karena tidak adanya kerja sama dan komunikasi terkadang
masyarakat merasa tidak percaya dengan suatu lembaga pendidikan dan akhirnya
lebih memilih mensekolahkan anaknya dilembaga lain yang dirasa lebih baik dan
lebih berkualitas.
c.
Pengawasan dan
Evaluasi
Pengawasan dan evaluasi sebaiknya dilakukan secara
intensif dan terus menerus agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan.
1)
Pengawasan.
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses menjamin
bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajeman tercapai.[18] Menurut Sobri dkk.[19] dalam Pengelolaan
Pendidikan menyatakan bahwa secara umum pengawasan dikaitkan dengan upaya untuk
pengendalikan dan pembinaan sebagai upaya pengendalian mutu. Hakekat pengawasan
adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan-penyimpangan,
pemborosan-pemborosan kegiatan dalam mencapai tujuan.
Salah satu bukti bahwa pengawasan belum terlaksana
sebagaiamana mestinya adalah masih dijumpai penyimpangan-penyimpangan dan
pemborosan-pemborosan kegiatan dalam mencapai tujuan. Lembaga pendidikan
dituntut untuk bisa merencanakan progam yang benar-benar dibutuhkan dan tidak
merencanakan sebuah kegiatan yang kurang bermanfaat yang cenderung melakukan
pemborosan.
2)
Evaluasi
Menurut Suchman (1961) dalam Arikunto[20] memandang evaluasi sebagai sebuah proses
menemukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk
mendukung tercapainya tujuan. Untuk
mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi
pelaksanan program, baik jangka pendek menengah maupun jangka panjang. Evaluasi
jangka pendek dilakukan setiap akhir semester untuk mengetahui keberhasilan
program secara bertahap.
Bila mana pada pada satu semester dinilai adanya
faktor-faktor yang tidak mendukung, maka sekolah harus dapat memperbaiki
pelaksanaan program peningkatan mutu pada semester berikutnya. Evaluasi jangka
menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh program
peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan
sebelumnya[21].
Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki
pada tahun-tahun berikutnya.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program
sekolah mencapai sasaran yang diharapkan. Evaluasi menekankan pada aspek hasil
(output). Konsekuensinya, evaluasi baru dapat dilakukan jika program sekolah
sudah berjalan dalam satu periode, sesuai dengan tahapan sasaran yang
dirancang. Misalnya untuk satu tahun pelajaran atau satu semester, jika memang
programnya dirancang dengan tahapan semester.[22]
Evaluasi dikatakan berhasil jika dalam pelaksanaanya
mampu menemukan kekuranngan-kekurangan suatu proses pendidikan dalam kurun
waktu tertentu kemudian mampu memperbaiki atau menghilangkan
kekurangan-kekurangan tersebut pada masa berikutnya. Sehingga dengan adanya
evaluasi maka suatu lemabag pendidikan semakin tahun akan semakin maju, semakin
berkualitas. Akan tetapi pada kenyataanya, banyak lembaga pendidikan yang
kurang mampu melakukan evaluasi dengan baik sehingga perkembangan lembaga
pendidikan tersebut menjadi lambat. Disisi lain juga terdapat lembaga
pendidikan yang sudah mampu melakukan evaluasi yang baik akan tetapi justru
kurang mampu dalam melaksanakan tindakan-tindakan sebagai upaya untuk mengatasi
masalah yang terjadi.
Kepala sekolah sebagai supervisor berfungsi sebagai
pengawas, pengendali, Pembina, pengarah,
dan pemberi contoh bagi para guru dan karyawannya di sekolah. Dalam menjalankan
tugas ini, kepala sekolah harus memiliki pengetahuan yang luas dan hubungan
yang dekat dengan seluruh karyawan. Dalam konteks ini kreativitas kepala
sekolah sangat dibutuhkan. Ide
kreatifnya diperlukan dalam mebuat perencanaan, menyusun organisasi sekolah,
memberikan pengarahan, dan mengatur pembagian kerja.[24]
Sebagai supervisor kepala sekolah berkewajiban
melakukan koordinasi atas seluruh kegiatan dan administrasi sekolah. Ia harus
menghubungkan seluruh personal organisasi dengan tugas yang dilakukannya
sehingga terjalin kesatuan, keselarasan, serta menghasilkan kebijaksanaan dan
keputusan yang tepat. Tindakan pengoordinasian ini meliputi pengawasan,
pemberian nilai, pengarahan, dan
bimbingan terhadap setiap personal organisasi dengan melibatkan pihak lain,
seperti bimbingan dan konseling, guru yang menangani kurikulum, wali kelas,
petugas tata usaha, BP-3, komite sekolah dan lain sebagainya.[25]
Akan tetapi menurut
penulis realita yang terjadi di lapangan masih jauh dari harapan dan
masih terdapat beberapa kendala pelaksanaan supervise di sekolah seperti,
kurangnya ghirah keilmuan guru, pemimpin yang kurang berwibawa, lemahnya
kreativitas, mengedepankan formalitas, mengabaikan esensi, dan kurangnya
fasilitas. Kendala-kendala tersebut menjadi tantangan menarik bagi praktisi
pendidikan untuk menjawabnya dengan langkah-langkah sistematis, gradual,
akseleratif, dan produktif. Langkah-langkah itulah ya ng akan memberi harapan
besar bagi bangkitnya pendidikan di negeri tercinta ini. Supervise adalah salah
satu cara dalam rangka mempercepat peningkatan kulaitas lembaga pendidikan.
Wajib hukumnya bagi segenap elemen sekolah, khususnya supervisor, guru,
karyawan, dan stakeholder, untuk aktif mengembangkan lembaga pendidikan
dengan langkah-langkah yang dinamis, kreatif, dan edukatif.
Berkaitan dengan hal di atas, kepala sekolah atau
pengawas perlu memperhatikan Prinsip-prinsip supervisi atau faktor-faktor
yang perlu diperhatikan dalam melakukan
supervisi adalah sebagai berikut :
1)
Harus bersifat konstruktif
2)
Harus didasarkan atas
keadaan dan kenyataan yang sebenarnya
3)
Harus sederhana dan
informal dalam pelaksanaannya
4)
Harus dapat memberikan
perasaan aman kepada para guru dan
pegawai yang disupervisi
5)
Harus didasarkan atas
hubungan profesional
6)
Harus selalu
memperhitungkan kesanggupan, sikap dan mungkin prasangka guru-guru dan pegawai
sekolah
7)
Tidak bersifat mendesak/
menekan ( otoriter )
8)
Tidak boleh didasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan, kekuasaan
pribadi
9)
Tidak boleh bersifat
mencari-cari kesalahan atau kekurangan
10) Tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil dan tidak boleh
terlalu lekas merasa kecewa
Mengacu pada sebelas butir prinsip diatas, jika
benar-benar diperhatikan dan dilaksanakan baik oleh kepala sekolah maupun
penilik atau pengawas dapat diharapkan setiap sekolah akan memperlihatkan
kemajuan yang lebih signifikan dan peningkatan mutu kearah yang lebih bermakna.
Pada prinsipnya setiap tenaga kependidikan harus
disupervisi secara priodik dalam melaksankan tugasnya, jika jumlah guru terlalu
banyak, maka kepala sekolah dapat
meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk membantu melaksanakan supervisi.
Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan
oleh:[27]
C.
KESIMPULAN
1.
standar pengelolaan
pendidikan nasional adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional
agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
2.
Komponen Standar Nasional
Pendidikan Nasional sesuai dengan Permendiknas no. 50 tahun 2007 meliputi; 1)
perencanaan progam, 2) pelaksanaan rencana progam, 3) pengawasan dan evaluasi.
Perencanaan progam meliputi; (1) visi dan misi sekolah, (2) tujuan sekolah, (3)
rencana kerja sekolah. Adapun pelaksanaan rencana progam meliputi; (1)
pengorganisasian, (2) pengkoordinasian, (3) kerja sama, (4) komunikasi. Yang
terakhir adalah pengawasan dan evaluasi. Kemudian suatu komponen yang harus ada
dalam suatu lembaga pendidikan adalah kepemimpinan
3.
Penulis masih beranggapan
bahwa penerapan kebijakan standar nasional pendidikan tentang pengelolaan masih
banyak yang harus ditingkatkan, khususnya dari kepemimpinan kepada sekolah yang
harus bisa membawa lembaga yang dia pimpin agar sesuai dengan
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto. 2007. Prosedur
Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta: Rineka Cipta.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Tips
Efektif Supervise Pendidikan Sekolah.
Jogjakarta:Diva Press.
Akdon. 2009. Strategic Management for Educational
Management. Bandung: Alfabeta.
Bafadal, Ibrahim. 2006. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar,
Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Handoko. 2003. Manajemen.
Yoyakarta: BPFE.
Herabuddin.
2009. Administrasi & Supervisi
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Khairuddin,dkk. 2007. KTSP
Konsep dan Implementasinya di Madrasah. MDC. Semarang.
Mulyasa. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
_______. 2007. Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
_______. 2011. Manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah.
Jakarta: bumi aksara.
_______.
2003. MENJADI KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL. Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto. 2007.
Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Samroni. Kebijakan
Standar Pengelolaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam
Perpektif Manajemen Berbasis Sekolah. Progam Pascasarjana Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang. Sinopsis Thesis.
Saud, Udin
Syaefudin, Abin Syamsudin. 2007 Perencanaan
Pendidikan: Suatu Pendekatan Komprehensip. Bandung: kerjasama PPS UPI dan
PT. Remaja Rosdakarya.
Sobri, dkk. 2009. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta:
Multi Pressindo.
Tilar, H.A.R. 2006.
Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis. PT
Rineka Cipta. Jakarta.
Team Depdiknas.
2007. Manajemen Berbasis Sekolah.
Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Prabowo, Sugeng
Listyo. 2008. Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah/Madrasah. UIN Press.
Purwanto, M. Ngalim
Purwanto. 2002. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung remaja Rosdakarya.
[1]
Khairuddin, Mahfud,Junaedi,dkk, KTSP Konsep dan
Implementasinya di Madrasah, (MDC, Semarang, 2007), hlm. 64
[2]
H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis,
(PT Rineka Cipta, Jakarta, 2006), hlm. 170
[3]
Handoko, Manajemen, (Yoyakarta: BPFE, 2003), hlm. 9
[4]
Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), hlm. 18
[5]
Samroni, Kebijakan Standar Pengelolaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah dalam Perpektif Manajemen Berbasis Sekolah, Progam
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, Sinopsis Thesis,
hlm. 7-8.
[6]
Mulyasa, Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hlm. 39
[7]
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),
hlm. 19
[8]
Akdon, Strategic Management for
Educational Management, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 94
[9]
Ibid,. hlm. 97
[10]
Ibrahim Bafadal, Manajemen
Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 46.
[11]
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),
hlm. 131
[12]
Udin Syaefudin Saud, Abin Syamsudin, Perencanaan
Pendidikan: Suatu Pendekatan Komprehensip, (Bandung: kerjasama PPS UPI dan
PT. Remaja Rosdakarya, 2007),hlm. 194
[13]
Sobri, Asep Jihad, Chaerul Rahman, Pengelolaan
Pendidikan, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2009), hlm. 87
[14]
Team Depdiknas, Manajemen Berbasis
Sekolah, (Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2007),
hlm. 55
[15]
Mulyasa, Manajemen dan kepemimpinan
kepala sekolah (Jakarta: bumi
aksara, 2011), cet. 1, hlm. 253.
[16]
Sugeng Listyo Prabowo, Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah/Madrasah,
(UIN Press, 2008,) hlm 169-174.
[17]
Suryosubroto , Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), hlm. 24
[18]
Hani Handoko, Manajemen, (Yoyakarta: BPFE, 2005), hlm. 359
[19]
Sobri, Asep Jihad, Chaerul Rahman, Pengelolaan Pendidikan, (Yogyakarta: Multi
Pressindo, 2009), hlm. 36
[20]
Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2007), hlm. 1
[21]
Depdiknas, Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Permendiknas No.
19 tahun 2007, hlm. 59
[22]
Depdiknas, Ibid, hlm. 1
[23]
Sergiovani dan Starrat (1993) menyatakan bahwa “ Supervision is a process
designed to help teacher and supervisor leam more about their practice ;
to better able to use their knowledge ang skill to better serve parents and
schools; and to make the school a more effective learning community ” :
supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk
membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tuga s sehari-hari
disekolah ; agar dapat menggunakan pengetahua dan kemampian
untuk memberi layanan yang lebih baik pada orang tua peserta
didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai
masyarakat belajar yang lebih efektif. ( lihat dalam E. Mulyasa, MENJADI
KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL, REMAJA Rosdakarya, 2003, halamn 111)
[24]
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Supervise Pendidikan Sekolah, (Jogjakarta:Diva Press, 2012),
hlm. 52-53
[25]
Herabuddin, Administrasi &
Supervisi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 210-212.
[26]
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung
remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 20, dalam Sam M. Chan, Tuti T, Analisis Swot:
Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, ,Rajagrafindo, 2008, hlm. 83.
[27]
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja
Rosdakarya 2003), hlm. 115
No comments:
Post a Comment