SEJARAH PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengembangan Kurikulum”
Dosen
Pembimbing:
Dr. Marno Nurullah, M.Pd
Pemakalah :
Nurhikmah ( 16771031)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2017
SEJARAH PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
A.
Dasar Pemikiran
Kurikulum dalam sudut pandang tertentu berlaku
sebagai rancangan rencana pembelajaran dalam lembaga-lembaga pendidikan yang
menempati kedudukan fundamental dan memegang peranan penting dalam suatu sistem
pendidikan.[1] Upaya dalam mengembangkan kurikulum[2]
yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, maupun lingkungan masyarakat
bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan.[3]
Seiring dengan perkembangan zaman, dunia
pendidikan terus berkembang. Perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan yang
terus terjadi dikarenakan pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan
kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Sehingga, perubahan
atau perkembangan pendidikan adalah hal penting yang terjadi sejalan dengan
perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam perbaikan pendidikan dilakukan
secara terus menerus sebagai antisipasi kepentingan masa depan.[4]
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945,
kurikulum pendidikan nasional telah mengalamai banyak perubahan. Perubaha
tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan system
politik,sosial budaya,ekonomi, dan IPTEk dalam masyarakat. Sebab, kurikulum
sebagai perangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Dengan merujuk pada pemaparan di atas, maka
makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai sejarah
pengembangan kurikulum yaitu kurikulum 1994, KBK,KTSP, dan Kurikulum 2013.
B.
Sejarah
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Pembahasan
tentang sejarah singkat perkembangan kurikulum di Indonesia diturunkan dari
buku Lima Puluh Tahun Pendidikan Indonesia yang diterbitkan Departemen
Pendidikan Nasional tahun 1996. Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia
merdeka pada tahun 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu tahun
1947, 1952,1964,1968,1975,1984,1994,2004 dan tahun 2006. Perubahan tersebut
merupakan konsekuensi dan implikasi dari terjadinya perubahan system
politik,sosial budaya,ekonomi dan perkembangan iptek. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan
Hamalik bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu:
1.
Tujuan
filsafat pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan
tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan
kurikulum suatu satuan pendidikan.
2.
Sosial budaya
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
3.
Keadaan
lingkungan
4.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan system nilai dan kemanusiaan
serta budaya bangsa.[5]
C.
Kurikulum 1994
yang disempurnakan tahun 1999
Kurikulum 1994
merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama
kurikulum 1975 dan 1984. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan Kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada system pembagian waktu pelajaran,
yaitu dengan mengubah dari system semester ke system caturwulan. Dengan system
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan
dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran yang
banyak.
Kurikulum ini
ditetapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof Dr. Ing Wardiman
Djojonegoro.[6] Penetapan kurikulum 1994 menjadi kurikulum super padat, sebab
materi muatan local disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, seperti
bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah,dan lain sebagainya. Namun
pelaksanaan kurikulum 1994 ini kurikulum lagi dengan hadirnya Suplemen
Kurikulum 1999. Perubahan kurikulum ini hanya pada penambalan sejumlah materi.[7]
Terdapat
ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, antara lain sebagai
berikut:
1.
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan system caturwulan
2.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang
cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3.
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu
system kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran
sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi yang melibatkan siswa aktif falam belajat, baik secara
mental,fisik,dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk
soal yang mengarah kepada jawaban konvergen,divergen (terbuka, dimungkinkan
lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan
kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga
diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada
pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal
dan pemecahan masalah.
6.
Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak,dari hal yang
mudah ke hal sulit dan hal yang sederhana ke hal yang kompleks
7.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan
untuk pemantapan pemahaman siswa.
Pada
kurikulum 1994, pendidikan diarahkan kepada pembentukan karakter anak didik
yang memiliki kemampuan dasar siap bekerja dengan skill yang baik dengan
kata lain anak didik dipersiapkan untuk menjadi tenaga berpendidikan yang siap
pakai.[8]
Selama
dilaksanakannya Kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai
akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi, diantaranya:
1.
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran
dan banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi atau substansi setiap mata
pelajaran
2.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan
dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang
terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.[9]
D.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Usaha
pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus
menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan
proses pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan sebagai
suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
kompetensi dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi
tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman,kemampuan,sikap,nilai, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan
sesuatu dalam bentuk keahlian, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung
jawab.[10]
Kurikulum
Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan
pembelajaran dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi di gagas ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Abdul
Malik Fadjar, M. Sc . ketentuan-ketentuan yang ada dalam kurikulum Berbasis
Kompetensi adalah sebagai berikut:
1.
Bersifat Competency Based Curriculum
2.
Penyebutan SLTP menjadi SMP (sekolah menengah pertama) dan SMU
menjadi SMA
3.
Program pelajaran SD disusun dalam dan mata pelajaran
4.
Program pengajaran SMP
disusun dalam 11 mata pelajaran
5.
Program SMA disusun dalam 17
mata pelajaran
E.
Kurikulum
Tingkat satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan
kurikulum yang disarankan untuk dijadikan rujukan oleh para pengembang
kurikulum di tingkat satuan pendidikan. KTSP merupakan kurikulum berorientasi
pada pencapaian kompetensi, oleh sebab itu kurikulum ini merupakan
penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau kurikulum 2004.[12]
Pergantian kurikulum KBK menjadi kurikulum
KTSP berangkat dari kritik dari berbagai kalangan, baik para ahli pendidikan
maupun praktisi pendidikan. KBK dianggap masih mengulang hal yang sama pada
kurikulum 1994 yang masih sarat dengan materi. Selain itu pemerintah pusat
dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional masih terlalu intervensi terhadap kewenangan
sekolah dan guru untuk mengembangkan kurikul tersebut. Standar kompetensi pun
dianggap belum aplikatif juga system penilaian yang belum begitu jelas dan
terukur. Sehingga melalui kebijakan pemerintah, kurikulum berbasis kompetensi
mengalam revisi, dengan dikeluarkannya Permen Diknas Nomor 22 tentang Standar
Isi, Permen Diknas Nomor23 tentang SKL, dan Permen Diknas Nomor 24 tentang
pelaksanaan kedua permen diatas. Ketiga permen ini dikeluarkan pada tahun 2006.
Dengan dikeluarkan nya permen tersebut maka, kurikulum KBK pun diganti menjadi
kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Lahirnya KTSP mempengaruhi beban belajar siswa
sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan diberikan wewenang untuk
mengembangkan kurikulum, seperti membuat indicator, silabus dan beberapa komite
kurikulum lainnya.
Penerapan KTSP dalam system pendidikan
Indonesia tidak sekedar pergantian kurikulum, tetapi menyangkut perubahan
fundamental dalam system pendidikan. Penerapan KTSP menuntut perubahan paradigm
dalam pembelajaran dan persekolahan karena dengan penerapan KTSP tidak hanya
menyebabkan perubahan konsep, metode dan strategi guru dalam mengajarkan,
tetapi juga menyangkut pola fikir, filosofis, komitmen guru, sekolah, dan stakcholder
pendidikan.[13]
Dalam KTSP guru ditempatkan sebagai
fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan
dengan baik, perhatian utama pada siswa yang belajar, bukan pada disiplin atau
guru yang mengajar. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan ini lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan
pendidkan tidak semuanya tanggung jawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi
tanggungjawab daerah, oleh sebab itu dilihat dari pola atau model
pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang bersifat
desentralistik.[14]
F.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan
karakternya. Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 bertujuan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan
budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi
Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter, diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Dalam implementasi Kurikulum 2013, pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang
studi yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.[15] Akan sangat baik apabila peserta didik mampu mengimplementasikan
nilai-nilai dan norma-norma di setiap bidang studi dalam kehidupan
sehari-harinya.
1.
Landasan Filosofis
Filsafat
merupakan bagian dari landasan yang bersifat fundamental dalam pengembangan
kurikulum, sehingga dalam penyusunan pengembangan kurikulum diperlukan landasan
yang filosofis agar berdasar dan terarah pada falsafah yang dianut suatu
komunitas tersebut.
Landasan filosofis dalam pengembangan
kurikulum menentukan kualitas peserta
didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran,
posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik
dengan masyarakat dan lingkungan alam
di sekitarnya.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan
landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas
yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.[16]
Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan
menggunakan filosofi sebagai berikut:
a.
Filosofis Pancasila yang memberikan
berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan.
b. Filosofi
pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur[17],
nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.[18]
c.
Pendidikan berakar pada budaya bangsa[19]
untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang.
Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun
kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian kurikulum,
hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda
bangsa. Dengan demikian, tugas mempersiapkan
generasi muda bangsa menjadi tugas
utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta
didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan
di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap
mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
d. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi
kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna
terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang
ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Selain
mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam akademik,
Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut
dipelajari untuk menimbulkan rasa
bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam
interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa
kini.
e.
Pendidikan untuk membangun kehidupan
masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan
berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian,
dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism
and social reconstructivism).
Dengan filosofi ini, Kurikulum 2013
bermaksud untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat,
dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.
Dengan demikian, Kurikulum
2013 menggunakan filosofi sebagaimana
di atas dalam mengembangkan kehidupan
individu peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi
inteligensi yang sesuai dengan diri
seorang peserta didik dan diperlukan
masyarakat, bangsa dan ummat manusia.
2.
Landasan Teoritis
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan
berdasarkan standar” (standard-based education), dan
teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based
curriculum).
Pendidikan berdasarkan
standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi
standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.[20] Pada hakikatnya kompetensi merupakan perpaduan dari
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak. [21]
3.
Landasan Yuridis
Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah:
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional;
c.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
dan
d.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.[22]
Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari
strategi meningkatkan capaian pendidikan. Disamping kurikulum, terdapat
sejumlah factor diantaranya; lama siswa bersekolah, lama siswa tinggal di
sekolah, pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi, buku pegangan dan peranan guru sebagai ujung tombak
pelaksana pendidikan. Orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan
dan keseimbangan antara kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Kurikulum
2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap
spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan
kemampuan intelektual dan psikomotorik;
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang
memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa
yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber belajar;
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan
berbagai sikap, pengetahuan, dan
keterampilan;
5. Kompetensi dinyatakan dalam
bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar Mata pelajaran;
6. Kompetensi inti kelas
menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana
semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi
inti
7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat (reinforced)
dan memperkaya (enriched) antar Mata pelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).[23]
Penyusunan
kurikulum 2013 menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu
pada kurikulum 2006 dimana ada beberapa permasalahan di antaranya:
1. Konten
kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran
dan banyak materi yang keluasan dantingkat kesukarannya melampaui tingkat
perkembangan usia anak.
2. Kurikulum
belum sepenuhnya berbasis kompetensi
sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional
3. Kompetensi
belum menggambarkan secara holistic domain sikap,keterampilan dan pengetahuan
4. Beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan
5. Kurikulum
belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat
local, nasional maupun global
6. Standar
proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga
membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran
yang berpusat pada guru.
Adapun factor-faktor lainnya yang
menjadi alasan pengembangan Kurikulum 2013 adalah, pertama tantangan masa depan
diantaranya meliputi arus globalisasi, amsalah lingkungan hidup, kemajuan
teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi dan ekonomi berbasis
pengetahuan,kebangkitan industry kreatif dan budaya,pergeseran kekuatan ekonmi
dunia.
Kedua, kompetensi masa depan yang
meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis,
kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi
warga negara yang efektif, dan kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda.
Ketiga, fenomena sosial yang
mengemuka seperti perkelahian pelajar, narkoba,korupsi,dan gejolak sosial, juga
persepsi public yang menilai pendidikan selama ini menitikberatkan pada aspek
kognitif dan kurang bermuatan karakter.[24]
G. Kesimpulan
Sejarah mencatat pergantian kurikulum pendidika di
Indonesia setidaknya telah mengalami sepuluh kali perubahan, di mulai dari
1947,1968,1975,1984,1994, CBSA, KBK, KTSP, dan kurikulum 2013 yang lahir dari
berbagai kebijakan baik karena politik pendidikan atau pun karena untuk
meyempurnakan sebuah kurikulm yang telah ada agar mencapaia tujuan pendidikan
yang lebih baik seperti yang diinginkan.
Perubahan kurikulum yang terjadi bukan hanya karena
terjadinya perubahan struktural pemimpin dalam lembaga pendidikan namun juga
karena kebutuhan dunia pendidikan.
Daftar Pustaka
Hidayat, Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru Bandung: Rosda
Karya,2015
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif,
Konsep, Landasan dan Implementasinya pada KTSP, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010
Kisbiyanto, Manajemen Kurikulum dalam Perspektif Anti-Radikalisme
dalam Jurnal Addin, Vol. 10, No. 1, Februari 2016
Lihat, Moh Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan,
Jakarta: Diva Press, 2009
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013,
Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.2013
Salinan Lampiran PERMENDIKBUD no.66 Th.2013 tentang
Standar Penilaian
Salinan Lampiran PERMENDIKBUD Nomor 65 Tahun 2013 Tentang
Standart Proses
Salinan
PERMENDIKBUD Nomor 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum
[1] Sebagaimana dikemukakan
oleh Marsh & Willis (1999) “curriculum is an interrelated set of plans
and experience that a student undertakes under the guidance of the school”
(Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengalaman belajar yang dilaksanakan
oleh siswa di bawah bimbingan sekolah). Lihat Agus Tricahyo, Landasan
Filosofis Kebijakan Pengembangan Kurikulum dalam Jurnal Cendekia Vol. 11
No. 1 Juni 2013, h. 60.
[2] Pengembangan kurikulum
menurut Center for Educational Research and Innovation (CERI): Curriculum
development is the proces of analizing and refining goals, aims and objectives,
together with the translation of these into the content of course by formal or
informal methods. Lihat Henyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bima Aksara, 1986), hlm. 45. Kegiatan pengembangan
kurikulum meliputi penyusunan kurikulum, pelaksanaannya di dalam proses belajar
mengajar dan penyempurnaan terhadap komponen-komponen tertentu atas dasar hasil
penilaian. Lihat Kisbiyanto, Manajemen Kurikulum dalam Perspektif
Anti-Radikalisme dalam Jurnal Addin, Vol. 10, No. 1, Februari 2016, h. 189.
[3] Kurikulum bukanlah suatu
program pembelajaran yang bersifat statis, melainkan harus selalu dinamis,
yakni dalam pengembangannya harus disesuaikan dengan tuntutan dan keutuhan
dunia pendidikan. Lihat Agus Tricahyo, Landasan Filosofis, h. 61.
[4] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep,
Landasan dan Implementasinya pada KTSP, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h. 1
[6] Beliau adalah
seorang teknorat yang menimba ilmu di jerman barat bersama B.J. Habibie.
Menjabat sebagai menteri pendidikan pada tahun 1993-1998 pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto
[11]
Lihat, Diktat pengembangan kurikulum h. 14
[12] Wina sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group) 2008 h 127
[14]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group) 2008 h 127-128
[15] Lihat Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum
2013, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.2013), hal 7.
[17] Nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia telah tertuang dalam ideologi bangsa Indonesia, yaitu
dalam pancasila. Pancasila merupakan dasar negara yang dijadikan bangsa
Indonesia sebagai sumber falsafah dan pedoman hidup bangsa Indonesia.
[18] Lihat Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum
2013, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.2013), hal 64.
[19] Kebudayaan bangsa merupakan
kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi manusia. Usaha kebudayaan harus
menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak
bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajad kemanusiaan bangsa. Untuk
menuju kearah kemajuan itu tentu memerlukan sebuah proses Definisi kebudayaan nasional menurut TAP
MPR No.II tahun 1998,
yakni: Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk
memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang
kehidupan bangsa. Lihat
Bustami Rahman dan Hary Yuswandi,
Sistem Sosial Budaya Indonesia , hal 15
[21]Lihat Mulyasa,
Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya.2013), hal 64.
[22] Lihat
PERMENDIKBUD Nomor 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum,
hal 7-9
[23] Lihat
PERMENDIKBUD Nomor 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum,
hal 6-7
No comments:
Post a Comment