Friday, May 5, 2017

SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN SAFAWIYAH DI PERSIA

SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN SAFAWIYAH DI PERSIA
Oleh:
YOVI NUR ROHMAN (16771009)
Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

A.    PENDAHULUAN

Setelah berakhirnya masa Khulafaur Rosyidin, sejarah peradaban Islam telah diwarnai dengan berdirinya dinasti-dinasti besar yang berperan dalam penyebaran agama Islam, dalam perjalanannya kekuatan politik Islam berkembang semakin pesat. Akan tetapi setelah hancurnya dinasti Abbasiyah karena serangan dari  tentara Mongol, cahaya Islam sempat redup. Peperangan dan perebutan sesama masyarakat Islam terjadi dimana-mana. Bahkan banyak dari peninggalan-peninggalan Islam seperti buku-buku ilmu pengetahuan telah dimusnahkan. Hal ini mengakibatkan kekuatan politik Islam menjadi merosot.
Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah berkembangnya tiga kerajaan besar : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia.  Dimasa tiga kerjaan besar ini kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid yang didirikan kerajaan ini  masih dapat diihat di Istambul, Tibriz dan Isfaham serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan pada masa priode klasik. Perhatian di ilmu pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila dibandingkan kemjuan yang dicapai pada masa dinasti Abbsyiah, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Namun, menarik untuk dikaji, karena kemajuan pada masa ini terwujud setelah dunia islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya.[1]
kerajaan Safawiyah adalah kerajaan yang berdiri berdasarkan paham Syi’ah sebagai mazhab negara. Syiah adalah aliran yang dikenal dengan kemajuannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas sejarah berdirinya kerajaan Safawiyah dan faktor-faktor yang menyebabkan kemajauan dan keruntuhannya.

B.     LATAR BELAKANG BERDIRINYA KERAJAAN SAFAWIYAH

Dinasti Safawiyyah adalah salah satu dinasti terpenting dalam sejarah Iran. Dinasti ini meruapakan salah satu negeri persia terbesar semenjak penaklukan muslim di Persia.Negeri ini juga menjadikan Islam Syiah sebagai agama resmi, sehingga menjadi salah satu titik penting dalam sejarah muslim.Safawiyyah berkuasa dari tahun 1501 hingga 1722.[2] (mengalami restorasi singkat dari tahun 1729 hingga 1736). Pada puncak kejayaannya, wilayah Safawiyyah meliputi  Iran, Georgia, Afganistan, Kaukasus, dan sebagian Pakistan, Turkmenistan dan Turki. Safawiyyah merupakan salah satu negeri Islam selain Utsmaniyah dan Mughal.
Awalnya kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberinama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni gerakan Safawi.[3]
Safi Al-Din berasal dari keturunan yang berada namun  ia memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301)[4] yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut.[5] Safi Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M, pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”. Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi nama Khalifah untuk memimpin murid-muridnya di daerah masing-masing.[6]
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan dikalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratut, fanatic dalam kepercayaan, dan menantang setiap orang yang bermahzab selain Syi’ah.
Kecendrungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).  dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menambah kegiatan polotik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut, Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian Persia.
Selama dalam pengasingan, Junaed tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara polotik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil  mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.[7] Pada tahun  1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Circassia tetepi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Keteika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan itu lahirlah Ismail, yang di kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.[8]
Haidar membuat perlambang baru dari pengikut tarekatnya, yaitu serban merah mempunyai 12 jambul, sebagai lambang dari 12 Imam yang diagungkan dalam mazhab Syi’ah Itsna Asyriah.[9]
Kemenangan AK-Koyunlu terhadap Kara Koyunlu tahun 1476 M, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK-Koyunlu dalam meraih kekuasaan yang selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi adalah sekutu AK Konyulu, tetapi itulah politik. Ak Konyulu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirim bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.[10]
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Konyulu ketika itu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama kedua saudaranya Ibrahim dan Ismail beserta ibunya, di fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, Putra Mahkota AK Konyulu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. setelah saudara sepupu Rustam itu dapat dikalahkan. Ali bersaudara (Ibrahim dan Ismail) beserta ibunya kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara pada tahun 1494 M dan Ali terbunuh dalam serangan ini.[11]

C.    BERDIRNYA KERAJAAN SAFAWIYAH SECARA RESMI

Pada tahun 1501 M dibawah kepemimpinan Ismail, 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Konyulu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Raja pertama Dinasti Safawi.[12] Ia disebut juga sebagai Ismail I.[13] Dan Ismail inilah yang dipandang sebagai pendiri yang pertama dari kerajaan Safawiyah.[14]
Ismail memerintah selama 23 tahun (1501 – 1524). Selama sepuluh tahun pertama pemerintahannya, Ismail berhasil memperluas wilayah pemerintahan sampai mencakup seluruh wilayah Persia dan sebelah Timur Fertile Creshen. Pada tahun 1502 M, Ismail telah menduduki Sirwan, Azerbaijan dan Irak. Pada 1503 M, ia menghancurkan sisa-sisa tentara Ak Koyunlu di Hamadzan. Pada tahun 1504 Ismail menduduki Provinsi Kaspia dari Mazandaran dan Curgan. Diyar Bakr  ditaklukkan pada tahun 1505 M, dan Baghdad jatuh ketangannya pada tahun 1508 M. Pada tahun 1510 M ia menguasai Khurasan  setelah terlibat dalam pertempuran dengan Syaibani Khan, raja Uzbek. Kemenangan beruntun itu merupakan sukses mewujudkan kerajaan Safawi yang membentang dari  Heart (Harat) di Timur sampai Diyar Bark di Barat.
Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail Berusaha merebut dan mengadakan expansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M) tapi dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan, Turki di bawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabris. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki, karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya “ kekalahan ini membuat Ismail I berubah, ia lebih sering menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini berdampak negatif pada Kerajaan Safawi, hingga akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin, antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat, keturunan Persia dan Qizilbash”.[15] “Penyebab utama terjadi peperangan antara Safawi dan Usmani menurut Syalabi adalah pemaksaan faham Syi’ah terhadap mayoritas faham Sunni, dan lebih kejam Ismail I telah membunuh ulama Sunni di daerah Irak. Sehingga turki merasa terpanggil dengan kebiadaban Syi’ah”.[16]
Sepeninggal Ismail I, permusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlanjut, terjadi beberapa perang antara keduanya yaitu pada masa Tahmasp 1 (1524-1576), Isamail II (1576-1577) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587) pada masa tiga Raja Safawi mengalami kelemahan, karena sering berperang dengan kerajaan Usmani yang lebih kuat, dan juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.
Kerajaan Safawi bertahan lebih 2 abad dengan pemimpin sebagai berikut:
1)      Ismail I (1501-1524 M)
2)      Tahmasap I (1524-1576 M)
3)      Ismail II (1576-1577 M)
4)      Muhammad Khudabanda ( 1577-1587 M)
5)      Abbas I ( 1587-1628 M)
6)      Safi Mirza (1628-1642 M)
7)      Abbas II (1642-1667 M)
8)      Sulaiman (1667-1694 M)
9)      Husein I (1694-1722 M)
10)  Tahmasap II (1722-1732 M)
11)  Abbas III (1732-1736 M)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Abbas 1 merupakan puncak kejayaan Kerajaan Safawi menjadi lebih kuat. Setelah itu Abbas 1 mulai memusatkan perhatiaannya keluar dengan berusah merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang. Pada tahun 1578 M ia menyerang dan menaklukkan Herat. Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan Balk. Setelah kekuatan terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya dari Turki Usmani.[17]

D.    FAKTOR KEMAJUAN KERAJAAN SAFAWIYAH

Pada masa pemerintahan Ismail, Safawi berhasil  mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke daerah Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan hingga meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Kemudian ia beruasaha mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki Usmani tetapi mengadap kekuatan besar dari Kerajaan Turki Usmani tetapi menghadapi kekuaatan besar dari kerajaan Turki Usmani yang sangat membenci golongan Syi’ah. Dalam perebutan wilayah ini Safawi mengalami kekalahan yang menyebabkan Ismail mengalami depresi yang meruntuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya sehingga ia menempuh kehidupan dengan cara menyepi dan hidup hura-hura. Hal ini berpengaruh pada stabilitas politik dalam kerajaan Safawi. Contohnya adalah terjadinya perebutan kekuasaan antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-pejabat keturunan Persia dan Qizilbash.
Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja Abbas I. Langkah-langkah yang ditempuh  oleh Abbas I untuk memperbaiki situasi adalah :
1.    Menghilang dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2.    Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam khotbah Jumatnya[18]. Usaha-usaha tersebut terbukti membawa hasil yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali kuat. Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang telah lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas[19].
Adapun kemajuan yang dicapai dalam kerajaan Safawiyah adalah sebagai berikut:
a.       Bidang Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika masa kerajaan Safawi tradisi keilmuan itu terus berlanjut. Beberapa tokoh Ilmuan yang terkenal antara lain: Bahauddin Syehrozi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang Filsuf ahli sejarah,  teolog dan seorang yang pernah mengobservasi kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan sains Safawiyah lebih maju daripada kerajaan lain pada masa yang sama.[20]
Beberapa tokoh filsafat yang muncul pada masa Safawi antara lain Mir Damad alias Muhammad Baqir Damad 1631 M yang dianggap sebagai guru ketiga setelah Aristoteles dan Al-farabi, dan Mulla Shadra atau Shadr Al-din Al-Syirazi. “Menurut amir Ali ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya”,[21] dan Baha Al-Syerazi seorang generalis Ilmu Pengetahuan. “Dalam pengembangan ilmu pengetahuan Syah Abbas sendiri ikut aktif dalam penelitian ilmu-ilmu tersebut, Kota Qumm pada saat itu menjadi pusat pengembangan kebudayaan dan penyelidikan mazhab Syiah terbesar”[22]
b.      Bidang Ekonomi
Keberadaan stabilitas politik erajaan Safawi pada masa Abbas 1 ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gurmus dirubah menjadi bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut anatara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Disamping bidang perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan dalam sektor pertanian terutama didaerah Sabit Subur (Fortile Crescent)[23]
c.       Bidang Arsitektur dan Seni
Penguasa kerajan Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat Indah. Dikota Isfaham ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Disebutkan dalam kota Isfaham terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.[24] Dalam bidang kesenian, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur banguanan-banguananya, seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M, dan masjid Syaikh Lutfillah yang dibangun tahun 1603 M.
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.
d.      Bidang Politik
Masa kemajuan Kerajaan Safawi tidak langsung terjadi pada masa Ismail, Raja pertama (1501-1524 M) kejayaan Safawi yang gemilang baru di capai pada masa Syah Abbas yang Agung (1587-1628 M) Raja yang kelima. Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri Safawi sangat besar sebagai peletak pondasi bagi kemajuan Safawi di kemudian hari. Dia telah memberikan corak yang khas bagi Safawi dengan menetapkan Syiah sebagai mazhab negara. Syah Ismail juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah dan penyusunan struktur pemerintahan yang unik pada masanya.
Seperti di katakan sebelumnya Safawi jaya pada masa Abbas I (1587-1628).   Syah Abbas yang Agung naik tahta pada usia 17 tahun. Ketika Abbas memerintah kerajaan Safawi berada dalam keadaan tidak stabil. Syah Abbas menempuh beberapa langkah untuk memperbaiki situasi tersebut, antara lain:
1)      Menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang terdiri dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan Circhasia yang sudah mulai di bawa ke Persia sejak Syah Tahmasap I (1524-1576) di beri nama “ Ghulam”.
2)      “Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara berjanji menyerahkan wilayah Azerbaizan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan, dan tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam khutbah jum’atnya”[25]
Secara politik Syah Abbas I sangat maju, karena ia mampu mewujudkan integritas wilayah negara yang luas yang di kawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh. Angkatan bersenjata yang di sebut “ghulam”, dalam proses pembentukannya di katakan bahwa Syah Abbas I mendapat dukungan dari dua orang Inggris yaitu Sir Antoni Sherly dan saudaranya Sir Rodet Sherly. Mereka mengajari tentara Safawi untuk membuat meriam sebagai pelengkapan negara yang modern. Kedatangan kedua orang Inggris itu oleh sebagian sejarawan di pandang sebagai upaya strategi Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang menjadi musuh besar Inggris saat itu. Bagaimanapun dengan bantuan dua orang Inggris itu Syah Abbas memiliki tentara dapat diandalkan. Hal ini terbukti sekitar 3.000 Ghulam di jadikan “Cakrabirawa” oleh Syah sendiri. Kemajuan lain di bidang politik yang di tunjukkan Syah Abbas, yaitu keberhasilannya merebut kembali daerah-daerah yang pernah di rebut Turki Usmani.

E.     FAKTOR KEMUNDURAN KERAJAAN SAFAWIYAH

Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah tiada, sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah sebagai berikut:

No

Nama Raja

Masa Berkuasa
Indikasi
Kemunduran & Kehancuran
1
Safi Mirza
                1628-1642 M 
o   Jiwa lidershipnya lemah.
o   Sangat kejam terhadap para pembesar Kerajaan.
o   Memiliki sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan.
o   Kota Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan).
o   Dan Bagdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.
2
Abbas II
1642-1667 M
o   Sifat dan Moralnya jelek.
o   Pemabuk/suka minum minuman keras.
3
Sulaiman
1              1667-1694 M
o   Kejam terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang dicurigainya
o   Karena sifat & moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahannya
4
Husen
1694-1722 M
o   Memberi kekuasaan yang besar kepada para ‘ulama Syi’ah.
o   Ulama Syi’ah sering salah guna kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja.
o   Ulama Syi’ah sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga membuat golongan Sunni marah.
o   Konflik yang terjadi antara golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan.
o   Pernah terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini, kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12 oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
5
Tahmasp II
1722-1732 M
o   Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.
6
Abbas III
1732-1736 M
o   Tidak berpengalaman.
o   Diangkat menjadi Raja pada saat masih kecil.[26]
o   Pada 1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.

 Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi :
1)      Konflik panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.[27]
2)      Adanya dekadensi moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.
3)      Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh pasukanQilzibash, sementara anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibash sebelumnya.Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.[28]
Dengan demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke delapan belas.

F.     KESIMPULAN

Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din dan dari gerakan tarekat ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Safawiyah . Merupakan Ismail dari keturunan Shafi ad-Dhin yang petama kali memplokamirkan dirinya sebagai raja pertama kerajaan Safawiyah. Kerajaan Safawi bertahan lebih 2 abad dengan pemimpin sebagai berikut: 1) Ismail I, (1501-1524M), 2) Tahmasap I (1524-1576 M), 3) Ismail II (1576-1577 M), 4)Muhammad Khudabanda ( 1577-1587 M), 5) Abbas I ( 1587-1628 M), 6) Safi Mirza (1628-1642 M), 7) Abbas II (1642-1667 M), 8) Sulaiman (1667-1694 M), 9) Husein I (1694-1722 M), 10) Tahmasap II (1722-1732 M), 11) Abbas III (1732-1736 M).
Faktor-faktor kejayaan kerajaan Safawi meliputi 1) bidang Filsafat dan Ilmu pengetahuan dengan ditandai dengan munculnya para ilmuan seperti, Bahauddin Syehrozi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang Filsuf ahli sejarah,  teolog dan seorang yang pernah mengobservasi kehidupan lebah, 2) bidang ekonomi ditandai dengan dikuasainya jalur perdagangan laut antara Timur dan Barat, 3) Arsitektur ditandai dengan didirikanya kota-kota yang megah, masjid-masjid dan bangunan-bangunan yang lain, 4) dan bidang Politik yang ditandai dengan pembentukan tentara-tentara yang kuat. Sementara faktor-faktor yang menyebabkan hancurnya kerajaan Safawiyah adalah lemahnya kepemimpinan Raja-raja setelah masa kepemimpinan Abbas 1, keenam Raja tersebut yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M).

G.    DAFTAR RUJUKAN

Allouche. 1985. The Origins and Development of The Ottoman-Safavid Conflict, (Michighan: University Microfilms International.
Brockelmann, Carl. 1974. Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah. Beirut: Dar Al-‘Ilm.

Edyar, Busman, dkk. (Ed.). 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: pustaka asatruss.

Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam. Jilid III. Jakarta: bulan Bintang.

Ibrahim, Hasan. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.

Munir, Samsul. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Nasution, Harun. 1992. Perkembangan dalam Islam : Sejarah, Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang.

Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.

Thohir, Ajid. 2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan Budaya Umat Islam. Ed 1-2. Jakarta : Rajawali  Pers.

Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindio Persada.




[1] Harun Nasution, Perkembangan dalam Islam : Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992) hlm. 14.
[2] Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 336
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindio Persada, 2000), hlm. 138.
[4] Allouche, The Origins and Development of The Ottoman-Safavid Conflict, (Michighan: University Microfilms International, 1985), hlm. 96. Baca jugaBadri Yatim, hlm. 138-139.
[5] Badri Yatim, op. cit., hlm. 139.
[6] Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, (Jakarta: bulan Bintang, 1981), hlm. 60
[7] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 188.
[8] Carl Brockelmann, Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut: Dar Al-‘Ilm, 1974, hlm. 494-495.
[9] Hamka, Op. cit., hlm. 61.
[10] Yaitu tentara kerajaan Safawi yang berasal dari suku-suku beraliran Syi’ah dari Anatolia bagian timur. Pada pasukan Qizilbash ini topinya dilengkapi dengan 12 rumbai yang memiliki makna Syi’ah, Isna ‘Asyariah (Dua Belas Imam) mempunyai pengaruh yang besar dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi para pengikut Syi’ah dengan pemimpinnya
[11] Holt P.M, dkk (ed.), op.cit., hlm 398
[12] Carl Bockmann, Op. cit., hlm. 398, lihat pula Badri Yatim, hlm. 141.
[13] Holt P.M, dkk (ed.), op.cit., hlm 398
[14] Hamka, Op. cit., hlm. 61.
[15] Badri Yatim , Op. cit., hlm.142.
[16] Busman Edyar, dkk. (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: pustaka asatruss, 2009). h. 152.
[17] Samsul Munir, Op. cit., hlm. 190.
[18] P.M.Holt,  dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam.Vol.IA,(London : Cambridge University Press, 1970), hlm.417.
[19] Badri Yatim, Op.cit., hlm.143.
[20] Samsul Munir, Op. cit, hlm. 191.
[21] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan Budaya Umat Islam. Ed 1-2 ( Jakarta : Rajawali  Pers , 2009 ). Hal. 177
[22] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 253.
[23] Badri Yatim, Op. cit, hlm. 144. sebagaimana dikutip oleh Samsul munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 191. Lihat juga Carl Broekelmaun, Tarikh Al-Syu’ub Al-Islamiyah. hlm. 505
[24] Marshal G.S. Hodson, The Vennture of Islam, hlm. 40 sebagaimana dikutip Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, hlm 192
[25] Busman Edyar, dkk. (Ed.), Op. cit.), hlm. 154.
[26] Hamka, Op. cit., hlm. 71-73.
[27] M. Holt, dkk (ed). Op. cit., hlm. 426.
[28] Badri Yatim, Op.cit., hlm. 141-143

No comments:

Post a Comment