SEJARAH
BERDIRINYA KERAJAAN SAFAWIYAH DI PERSIA
Oleh:
YOVI
NUR ROHMAN (16771009)
Magister
Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
A.
PENDAHULUAN
Setelah
berakhirnya masa Khulafaur Rosyidin, sejarah peradaban Islam telah diwarnai
dengan berdirinya dinasti-dinasti besar yang berperan dalam penyebaran agama
Islam, dalam perjalanannya kekuatan politik Islam berkembang semakin pesat.
Akan tetapi setelah hancurnya dinasti Abbasiyah karena serangan dari tentara Mongol, cahaya Islam sempat redup.
Peperangan dan perebutan sesama masyarakat Islam terjadi dimana-mana. Bahkan
banyak dari peninggalan-peninggalan Islam seperti buku-buku ilmu pengetahuan telah
dimusnahkan. Hal ini mengakibatkan kekuatan politik Islam menjadi merosot.
Keadaan
politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah berkembangnya
tiga kerajaan besar : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di
Persia. Dimasa tiga kerjaan besar ini kejayaan masing-masing
terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid yang didirikan
kerajaan ini masih dapat diihat di Istambul, Tibriz dan Isfaham
serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat islam di zaman ini lebih
banyak merupakan warisan kemajuan pada masa priode klasik. Perhatian di ilmu
pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila dibandingkan kemjuan yang dicapai
pada masa dinasti Abbsyiah, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Namun,
menarik untuk dikaji, karena kemajuan pada masa ini terwujud setelah dunia
islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya.[1]
kerajaan Safawiyah adalah kerajaan yang berdiri
berdasarkan paham Syi’ah sebagai mazhab negara. Syiah adalah aliran yang
dikenal dengan kemajuannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu dalam makalah ini akan membahas sejarah berdirinya kerajaan Safawiyah dan
faktor-faktor yang menyebabkan kemajauan dan keruntuhannya.
B.
LATAR BELAKANG BERDIRINYA KERAJAAN SAFAWIYAH
Dinasti Safawiyyah adalah salah satu dinasti
terpenting dalam sejarah Iran. Dinasti ini meruapakan salah satu negeri persia
terbesar semenjak penaklukan muslim di Persia.Negeri ini juga menjadikan Islam
Syiah sebagai agama resmi, sehingga menjadi salah satu titik penting dalam
sejarah muslim.Safawiyyah berkuasa dari tahun 1501 hingga 1722.[2]
(mengalami restorasi singkat dari tahun 1729 hingga 1736). Pada puncak
kejayaannya, wilayah Safawiyyah meliputi
Iran, Georgia, Afganistan, Kaukasus, dan sebagian Pakistan, Turkmenistan
dan Turki. Safawiyyah merupakan salah satu negeri Islam selain Utsmaniyah dan
Mughal.
Awalnya kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan
tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini
diberinama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi
Ad-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini
menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini
berhasil mendirikan kerajaan, yakni gerakan Safawi.[3]
Safi Al-Din berasal dari keturunan yang berada
namun ia memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam
Syi’ah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim
Zahidi (1216-1301)[4] yang
dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam
kehidupan tasawuf, Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut.[5] Safi
Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus
mertuanya yang wafat tahun 1301 M, pengikut tarekat ini sangat teguh memegang
ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi
orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”. Namun pada perkembangannya,
gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang
mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang
berada di luar Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang
diberi nama Khalifah untuk memimpin murid-muridnya di daerah masing-masing.[6]
Suatu
ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan
keinginan dikalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu, lama
kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratut,
fanatic dalam kepercayaan, dan menantang setiap orang yang bermahzab selain
Syi’ah.
Kecendrungan
memasuki dunia politik itu mendapat wujud konkretnya pada masa kepemimpinan
Juneid (1447-1460 M). dinasti Safawi memperluas geraknya dengan
menambah kegiatan polotik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini
menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam),
salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik
tersebut, Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia
mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga
satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian Persia.
Selama
dalam pengasingan, Junaed tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun
kekuatan untuk kemudian beraliansi secara polotik dengan Uzun Hasan. Ia juga
berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.[7]
Pada tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada
tahun 1460 M, ia mencoba merebut Circassia tetepi pasukan yang dipimpinnya
dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Keteika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan.
Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara
resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah
Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan itu lahirlah
Ismail, yang di kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.[8]
Haidar membuat perlambang baru dari pengikut
tarekatnya, yaitu serban merah mempunyai 12 jambul, sebagai lambang dari 12
Imam yang diagungkan dalam mazhab Syi’ah Itsna Asyriah.[9]
Kemenangan AK-Koyunlu terhadap Kara Koyunlu tahun 1476
M, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai
rival politik oleh AK-Koyunlu dalam meraih kekuasaan yang selanjutnya. Padahal
sebelumnya Safawi adalah sekutu AK Konyulu, tetapi itulah politik. Ak Konyulu berusaha
melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika
Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirim
bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri
terbunuh dalam peperangan itu.[10]
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala
tentranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK
Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Konyulu ketika itu dapat menangkap dan
memenjarakan Ali bersama kedua saudaranya Ibrahim dan Ismail beserta ibunya, di
fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam,
Putra Mahkota AK Konyulu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara
sepupunya. setelah saudara sepupu Rustam itu dapat dikalahkan. Ali bersaudara
(Ibrahim dan Ismail) beserta ibunya kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama
kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara pada tahun 1494
M dan Ali terbunuh dalam serangan ini.[11]
C.
BERDIRNYA KERAJAAN SAFAWIYAH SECARA RESMI
Pada tahun 1501 M dibawah kepemimpinan Ismail, 1501 M,
pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat
Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu
kota AK Konyulu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota inilah Ismail
memproklamirkan dirinya sebagai Raja pertama Dinasti Safawi.[12]
Ia disebut juga sebagai Ismail I.[13]
Dan Ismail inilah yang dipandang sebagai pendiri yang pertama dari kerajaan
Safawiyah.[14]
Ismail
memerintah selama 23 tahun (1501 – 1524). Selama sepuluh tahun pertama
pemerintahannya, Ismail berhasil memperluas wilayah pemerintahan sampai
mencakup seluruh wilayah Persia dan sebelah Timur Fertile Creshen. Pada tahun
1502 M, Ismail telah menduduki Sirwan, Azerbaijan dan Irak. Pada 1503 M, ia
menghancurkan sisa-sisa tentara Ak Koyunlu di Hamadzan. Pada tahun 1504 Ismail
menduduki Provinsi Kaspia dari Mazandaran dan Curgan. Diyar
Bakr ditaklukkan pada tahun 1505 M, dan Baghdad jatuh ketangannya
pada tahun 1508 M. Pada tahun 1510 M ia menguasai Khurasan setelah
terlibat dalam pertempuran dengan Syaibani Khan, raja Uzbek. Kemenangan
beruntun itu merupakan sukses mewujudkan kerajaan Safawi yang membentang
dari Heart (Harat) di Timur sampai Diyar Bark di Barat.
Bahkan
tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus
mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani.
Ismail Berusaha merebut dan mengadakan expansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514
M) tapi dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan, Turki di bawah
pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabris. Kerajaan Safawi terselamatkan
dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki, karena terjadi perpecahan di kalangan
militer Turki di negerinya “ kekalahan ini membuat Ismail I berubah, ia lebih
sering menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini
berdampak negatif pada Kerajaan Safawi, hingga akhirnya terjadi persaingan
dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin, antara pimpinan suku-suku Turki,
pejabat, keturunan Persia dan Qizilbash”.[15] “Penyebab
utama terjadi peperangan antara Safawi dan Usmani menurut Syalabi adalah
pemaksaan faham Syi’ah terhadap mayoritas faham Sunni, dan lebih kejam Ismail I
telah membunuh ulama Sunni di daerah Irak. Sehingga turki merasa terpanggil
dengan kebiadaban Syi’ah”.[16]
Sepeninggal
Ismail I, permusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlanjut, terjadi beberapa
perang antara keduanya yaitu pada masa Tahmasp 1 (1524-1576), Isamail II
(1576-1577) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587) pada masa tiga Raja Safawi mengalami
kelemahan, karena sering berperang dengan kerajaan Usmani yang lebih kuat, dan
juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi
sendiri.
Kerajaan
Safawi bertahan lebih 2 abad dengan pemimpin sebagai berikut:
1) Ismail
I (1501-1524 M)
2) Tahmasap
I (1524-1576 M)
3) Ismail
II (1576-1577 M)
4) Muhammad
Khudabanda ( 1577-1587 M)
5) Abbas
I ( 1587-1628 M)
6) Safi
Mirza (1628-1642 M)
7) Abbas
II (1642-1667 M)
8) Sulaiman
(1667-1694 M)
9) Husein
I (1694-1722 M)
10) Tahmasap
II (1722-1732 M)
11) Abbas
III (1732-1736 M)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Abbas 1 merupakan
puncak kejayaan Kerajaan Safawi menjadi lebih kuat. Setelah itu Abbas 1 mulai
memusatkan perhatiaannya keluar dengan berusah merebut kembali wilayah-wilayah
kekuasaannya yang hilang. Pada tahun 1578 M ia menyerang dan menaklukkan Herat.
Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan Balk. Setelah kekuatan
terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya
dari Turki Usmani.[17]
D.
FAKTOR KEMAJUAN KERAJAAN SAFAWIYAH
Pada masa pemerintahan Ismail, Safawi
berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke daerah
Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan hingga
meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Kemudian ia beruasaha
mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki Usmani tetapi mengadap kekuatan besar
dari Kerajaan Turki Usmani tetapi menghadapi kekuaatan besar dari kerajaan
Turki Usmani yang sangat membenci golongan Syi’ah. Dalam perebutan wilayah ini
Safawi mengalami kekalahan yang menyebabkan Ismail mengalami depresi yang
meruntuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya sehingga ia menempuh kehidupan
dengan cara menyepi dan hidup hura-hura. Hal ini berpengaruh pada stabilitas
politik dalam kerajaan Safawi. Contohnya adalah terjadinya perebutan kekuasaan
antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-pejabat keturunan Persia dan
Qizilbash.
Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan
raja Abbas I. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I untuk
memperbaiki situasi adalah :
1. Menghilang dominasi
pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang
beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia,
Armenia dan Sircassia.
2. Mengadakan perjanjian
damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga
khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam khotbah Jumatnya[18]. Usaha-usaha tersebut
terbukti membawa hasil yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali kuat.
Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang telah
lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat
(1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki
Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan,
Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan
Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas[19].
Adapun kemajuan yang
dicapai dalam kerajaan Safawiyah adalah sebagai berikut:
a.
Bidang Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam
bangsa Persia dikenal sebagai yang berperadaban tinggi dan berjasa
mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika masa
kerajaan Safawi tradisi keilmuan itu terus berlanjut. Beberapa tokoh Ilmuan
yang terkenal antara lain: Bahauddin Syehrozi seorang generalis ilmu
pengetahuan, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang Filsuf ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah mengobservasi
kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan sains Safawiyah lebih maju
daripada kerajaan lain pada masa yang sama.[20]
Beberapa tokoh filsafat yang muncul pada masa Safawi
antara lain Mir Damad alias Muhammad Baqir Damad 1631 M yang dianggap sebagai
guru ketiga setelah Aristoteles dan Al-farabi, dan Mulla Shadra atau Shadr
Al-din Al-Syirazi. “Menurut amir Ali ia adalah seorang dialektikus yang paling
cakap di zamannya”,[21] dan
Baha Al-Syerazi seorang generalis Ilmu Pengetahuan. “Dalam pengembangan ilmu
pengetahuan Syah Abbas sendiri ikut aktif dalam penelitian ilmu-ilmu tersebut,
Kota Qumm pada saat itu menjadi pusat pengembangan kebudayaan
dan penyelidikan mazhab Syiah terbesar”[22]
b.
Bidang Ekonomi
Keberadaan stabilitas
politik erajaan Safawi pada masa Abbas 1 ternyata telah memacu perkembangan
perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gurmus
dirubah menjadi bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu
jalur dagang laut anatara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda,
Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Disamping
bidang perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan dalam sektor
pertanian terutama didaerah Sabit Subur (Fortile
Crescent)[23]
c.
Bidang Arsitektur dan Seni
Penguasa kerajan
Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang
sangat Indah. Dikota Isfaham ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan
arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah,
jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Disebutkan dalam
kota Isfaham terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273
pemandian umum.[24]
Dalam bidang kesenian, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur
banguanan-banguananya, seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun
1611 M, dan masjid Syaikh Lutfillah yang dibangun tahun 1603 M.
Demikianlah puncak
kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat
kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani
oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini
telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui
kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan
gedung-gedung bersejarah.
d.
Bidang Politik
Masa
kemajuan Kerajaan Safawi tidak langsung terjadi pada masa Ismail, Raja pertama
(1501-1524 M) kejayaan Safawi yang gemilang baru di capai pada masa Syah Abbas
yang Agung (1587-1628 M) Raja yang kelima. Walaupun begitu, peran Ismail
sebagai pendiri Safawi sangat besar sebagai peletak pondasi bagi kemajuan
Safawi di kemudian hari. Dia telah memberikan corak yang khas bagi Safawi
dengan menetapkan Syiah sebagai mazhab negara. Syah Ismail juga telah memberikan dua karya
besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah dan penyusunan struktur
pemerintahan yang unik pada masanya.
Seperti
di katakan sebelumnya Safawi jaya pada masa Abbas I
(1587-1628). Syah Abbas yang Agung naik tahta pada usia 17
tahun. Ketika Abbas memerintah kerajaan Safawi berada dalam keadaan tidak
stabil. Syah Abbas menempuh beberapa langkah untuk memperbaiki situasi
tersebut, antara lain:
1)
Menghilangkan
dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru
yang terdiri dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan
Circhasia yang sudah mulai di bawa ke Persia sejak Syah Tahmasap I (1524-1576)
di beri nama “ Ghulam”.
2)
“Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara berjanji menyerahkan wilayah
Azerbaizan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan, dan tidak akan menghina tiga
khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam khutbah jum’atnya”[25]
Secara
politik Syah Abbas I sangat maju, karena ia mampu mewujudkan integritas wilayah
negara yang luas yang di kawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh.
Angkatan bersenjata yang di sebut “ghulam”, dalam proses pembentukannya di
katakan bahwa Syah Abbas I mendapat dukungan dari dua orang Inggris yaitu Sir
Antoni Sherly dan saudaranya Sir Rodet Sherly. Mereka mengajari tentara Safawi
untuk membuat meriam sebagai pelengkapan negara yang modern. Kedatangan kedua
orang Inggris itu oleh sebagian sejarawan di pandang sebagai upaya strategi
Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang menjadi musuh
besar Inggris saat itu. Bagaimanapun dengan bantuan dua orang Inggris itu Syah
Abbas memiliki tentara dapat diandalkan. Hal ini terbukti sekitar 3.000 Ghulam
di jadikan “Cakrabirawa” oleh Syah
sendiri. Kemajuan lain di bidang politik yang di tunjukkan Syah Abbas, yaitu
keberhasilannya merebut kembali daerah-daerah yang pernah di rebut Turki
Usmani.
E.
FAKTOR KEMUNDURAN KERAJAAN SAFAWIYAH
Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah tiada, sepeninggal Abbas I
kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza
(1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722
M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). Pada masa raja-raja
tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang,
tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada
kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-raja yang lemah
dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang
respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang
memerintah setelah Abbas I adalah sebagai berikut:
No
|
Nama Raja
|
Masa Berkuasa
|
Indikasi
Kemunduran & Kehancuran
|
1
|
Safi Mirza
|
1628-1642 M
|
o Jiwa
lidershipnya lemah.
o Sangat
kejam terhadap para pembesar Kerajaan.
o Memiliki
sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan.
o Kota
Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan).
o Dan
Bagdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.
|
2
|
Abbas II
|
1642-1667 M
|
o Sifat
dan Moralnya jelek.
o Pemabuk/suka
minum minuman keras.
|
3
|
Sulaiman
|
1 1667-1694 M
|
o Kejam
terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang
dicurigainya
o Karena
sifat & moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap
pemerintahannya
|
4
|
Husen
|
1694-1722 M
|
o Memberi
kekuasaan yang besar kepada para ‘ulama Syi’ah.
o Ulama
Syi’ah sering salah guna kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja.
o Ulama
Syi’ah sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga
membuat golongan Sunni marah.
o Konflik
yang terjadi antara golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem
pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan.
o Pernah
terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang
kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini,
kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12
oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
|
5
|
Tahmasp II
|
1722-1732 M
|
o Dengan
dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang
berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia
bekerja sama dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki
kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian
Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.
|
6
|
Abbas III
|
1732-1736 M
|
o Tidak
berpengalaman.
o Pada
1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir
Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.
|
Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas I,
kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya
kerajaan Safawi :
1)
Konflik panjang dengan kerajaan Turki
Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar kedua kerajaan. Bagi
Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliaran Syi’ah merupakan
ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara kedua kerajaan
tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu pernah berhenti sejenak ketika
tercapai perdamaian antara keduanya pada masa Raja Shah Abbas I, namun tak lama
kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan
tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.[27]
2)
Adanya dekadensi moral yang melanda
sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.
3)
Pasukan Ghulam (budak-budak)
yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret
merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan
tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh pasukanQilzibash, sementara
anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi
dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibash sebelumnya.Seringnya
terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana.[28]
Dengan demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan,
kesukuan dan institusi keagamaan safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah
mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad
ke delapan belas.
F.
KESIMPULAN
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di
Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah,
yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din dan dari gerakan tarekat
ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Safawiyah . Merupakan Ismail dari
keturunan Shafi ad-Dhin yang petama kali memplokamirkan dirinya sebagai raja
pertama kerajaan Safawiyah.
Kerajaan Safawi bertahan lebih 2 abad dengan pemimpin sebagai berikut: 1) Ismail I,
(1501-1524M), 2) Tahmasap I (1524-1576 M), 3) Ismail II (1576-1577 M), 4)Muhammad Khudabanda ( 1577-1587 M),
5) Abbas I ( 1587-1628 M),
6) Safi Mirza (1628-1642 M),
7) Abbas II (1642-1667 M),
8) Sulaiman (1667-1694 M),
9) Husein I (1694-1722 M),
10) Tahmasap II (1722-1732 M),
11) Abbas III (1732-1736 M).
Faktor-faktor kejayaan kerajaan Safawi meliputi 1) bidang Filsafat dan
Ilmu pengetahuan dengan ditandai dengan munculnya para ilmuan seperti, Bahauddin Syehrozi seorang generalis ilmu
pengetahuan, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang Filsuf ahli
sejarah, teolog dan seorang yang pernah
mengobservasi kehidupan lebah, 2) bidang ekonomi ditandai dengan
dikuasainya jalur perdagangan laut antara Timur dan Barat, 3) Arsitektur
ditandai dengan didirikanya kota-kota yang megah, masjid-masjid dan
bangunan-bangunan yang lain, 4) dan bidang Politik yang ditandai dengan
pembentukan tentara-tentara yang kuat. Sementara faktor-faktor yang menyebabkan
hancurnya kerajaan Safawiyah adalah lemahnya kepemimpinan Raja-raja setelah
masa kepemimpinan Abbas 1, keenam Raja tersebut yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II
(1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II
(1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M).
G.
DAFTAR RUJUKAN
Allouche. 1985. The Origins and
Development of The Ottoman-Safavid Conflict, (Michighan: University
Microfilms International.
Brockelmann,
Carl. 1974. Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah. Beirut: Dar
Al-‘Ilm.
Edyar,
Busman, dkk. (Ed.). 2009. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: pustaka asatruss.
Hamka. 1981. Sejarah
Umat Islam. Jilid III. Jakarta: bulan Bintang.
Ibrahim, Hasan.
1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta:
Kota Kembang.
Munir,
Samsul. 2009. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzah.
Nasution,
Harun. 1992. Perkembangan dalam Islam : Sejarah, Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta : Bulan Bintang.
Sunanto,
Musyrifah. 2007. Sejarah
Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.
Thohir,
Ajid. 2009. Perkembangan Peradaban
di Kawasan Dunia Islam : Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan Budaya
Umat Islam. Ed 1-2. Jakarta : Rajawali Pers.
Yatim, Badri.
2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Raja Grafindio Persada.
[1] Harun Nasution, Perkembangan
dalam Islam : Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1992) hlm. 14.
[2]
Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 336
[3]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: Raja Grafindio Persada, 2000), hlm. 138.
[4] Allouche, The
Origins and Development of The Ottoman-Safavid Conflict, (Michighan:
University Microfilms International, 1985), hlm. 96. Baca juga. Badri
Yatim, hlm. 138-139.
[5] Badri
Yatim, op. cit., hlm. 139.
[6] Hamka, Sejarah
Umat Islam, Jilid III, (Jakarta: bulan Bintang, 1981), hlm. 60
[7]
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 188.
[8] Carl
Brockelmann, Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut: Dar
Al-‘Ilm, 1974, hlm. 494-495.
[9]
Hamka, Op. cit., hlm. 61.
[10] Yaitu
tentara kerajaan Safawi yang berasal dari suku-suku beraliran Syi’ah dari
Anatolia bagian timur. Pada pasukan Qizilbash ini topinya dilengkapi
dengan 12 rumbai yang memiliki makna Syi’ah, Isna ‘Asyariah (Dua Belas Imam)
mempunyai pengaruh yang besar dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi
para pengikut Syi’ah dengan pemimpinnya
[11] Holt
P.M, dkk (ed.), op.cit., hlm 398
[12]
Carl Bockmann, Op. cit., hlm. 398,
lihat pula Badri Yatim, hlm. 141.
[13] Holt
P.M, dkk (ed.), op.cit., hlm 398
[14]
Hamka, Op. cit., hlm. 61.
[17] Samsul
Munir, Op. cit., hlm. 190.
[18] P.M.Holt, dkk,
(ed), The Cambridge History Of Islam.Vol.IA,(London : Cambridge
University Press, 1970), hlm.417.
[19]
Badri Yatim, Op.cit., hlm.143.
[20]
Samsul Munir, Op. cit, hlm. 191.
[21] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan
Budaya Umat Islam. Ed 1-2 ( Jakarta : Rajawali Pers , 2009 ).
Hal. 177
[22] Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, ( Jakarta: Kencana,
2007), hlm. 253.
[23]
Badri Yatim, Op. cit, hlm. 144. sebagaimana dikutip oleh Samsul munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Amzah, 2009), hlm. 191. Lihat juga Carl Broekelmaun, Tarikh Al-Syu’ub
Al-Islamiyah. hlm. 505
[24] Marshal
G.S. Hodson, The Vennture of Islam,
hlm. 40 sebagaimana dikutip Samsul Munir, Sejarah
Peradaban Islam, hlm 192
[26] Hamka, Op.
cit., hlm. 71-73.
[27] M.
Holt, dkk (ed). Op. cit., hlm. 426.
[28]
Badri Yatim, Op.cit., hlm. 141-143
No comments:
Post a Comment