Wednesday, November 15, 2017

DISINTEGRASI ABBASIYAH “SERANGAN MONGOL”

DISINTEGRASI ABBASIYAH
“SERANGAN MONGOL”
Revisi Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas
ulangan akhir semester (UAS)
“Studi Peradaban Islam”

Dosen Pengampu:
Muhammad Hadi Masruri, Dr. H. M.A.

Disusun Oleh :
Luluk Susanti
(16771021)
                                                                       
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2017

DISINTEGRASI
SERANGAN MONGOL
Oleh:
LULUK SUSANTI (16771021)
Mahasiswa Prodi Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana UIN  Maulana Malik Ibrahim Malang
A.    PENDAHULUAN
Bangsa Mongol memiliki kekayaan sejarah dan kebudayaan yang tak ternilai sumbangannya terhadap peradaban dunia pada umumnya dan Islam pada khususnya. Dalam khazanah pengetahuan sejarah, bangsa Mongol mulai muncul pada akhir abad XII dan awal  abad XIII. Bangsa Mongol pada mulanya merupakan entitas masyarakat yang mendiami hutan Siberia dan Mongolia Luar. Mereka adalah salah satu anak rumpun dari bangsa Tartar yang menempati wilayah di antara Gurun Pasir Gobi dan Danau Baikal.
Bangsa Mongol tampil ke panggung dunia setelah dipimpin oleh temujin (Jengis Khan). Dalam waktu 30 tahun, ia berupaya keras membangun pasukan tempur yang besar yakni dengan cara menyatukan Mongol dengan suku bangsa lainnya. Oleh karena buah karyanya ini, pada tahun 1206, ia mendapat gelar Jengis Khan yang berarti Raja Yang Perkasa. Pasukan yang telah terbentuk dibagi dalam beberapa kelompok besar maupun kecil, mulai dari berjumlah seribu, dua ratus, sampai sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.
Baghdad adalah sasaran Mongol berikutnya, setelah sebelumnya bangsa ini menundukkan beberapa daerah di Persia dan Irak. Menginjak tahun 1258, dunia digemparkan oleh tragedi kejatuhan Baghdad, ibukota dinasti Abbasiyah. Kejadian tersebut dilatar belakangi oleh banyak aspek antara lain adalah semakin parahnya intrik politik yang melibatkan pejabat istana dan ulama, penyakit yang menjangkit di beberapa bagian kota dan semakin mengecilnya peran ibukota ini akibat banyak daerah bawahan yang memerdekakan diri. Seakan menjadi penuntas bagi penderitaan itu, datanglah serbuan bangsa Mongol, di bawah pimpinan Hulagu Khan yang memporak porandakan ibukota. Berikut akan menjelaskan tentang penyerangan Hulagu Khan terhadap kota Baghdad:
B.     PEMBAHASAN
1.      Asal Usul Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang daerahnya terbentang dari kawasan Asia Tengah hingga menyentuh Siberia Utara, Tibet Selatan hingga ke Manchuria Barat, dan Turkistan Timur.  Ada pula yang berpendapan Bangsa Mongol tinggal di kawasan yang terbentang dari Manchuria hingga Hongaria.
Merujuk pada penjelasan Badri Yatim yang mengutip dari Ahmad    Syalabi yang menyebutkan bahwa nenek moyang orang Mongol bernama Alanja Khan yang memiliki dua putra kembar bernama Mongol dan Tatar. Mongol memiliki anak bernama Ilkhan yang di kemudian hari menjadi pemimpin bangsa Mongol.[1]
Bangsa Mongol banyak menghabiskan hidupnya dari stepa ke stepa. Mereka hidup berdampingan dengan suku-suku nomad lain yang nantinya merupakan leluhur dari orang Iran dan Turki. Suku-suku nomad ini memiliki kesamaan bentuk dalam cara hidup maupun organisasi sosialnya. Stepa merupakan suatu padang rumput luas, umumnya datar dan hanya diselingi sedikit pepohonan. Keputusan mereka untuk menjalani kehidupan dengan cara berpindah-pindah bukanlah tanpa sebab. Hal ini berhubungan dengan kondisi tanah Mongolia yang keadaannya kurang subur dan diperparah dengan keadaan iklimnya yang ganas.[2]
Bangsa Mongol mencapai kemajuan sosial secara mencolok ketika dipimpin oleh Yasugi Bahadur Khan (Yesugai), setelah sebelumnya hidup secara terpisah dalam suku-suku kecil. Dengan tidak mengenal lelah, ia menyatukan 13 suku Mongol di bawah komandonya.[3] Yasugi merupakan keturunan dari keluarga bangsawan tua dari suku Monghol. Spuler menyebut bahwa Yasugi merupakan seorang komandan yang membawahi sepuluh orang dan banyak yang meyakini, ia merupakan seorang pangeran yang independen. Kehidupannya dipenuhi dengan pertarungan mempertahankan tanahnya serta kewibawaannya. Menginjak  tahun  1165,  Yasugi  mangkat.  Ia  meninggalkan beberapa orang anak dan yang tertua bernama Temujin (Jengis Khan), saat itu berusia 10 tahun. menurut adat Mongol, ia digadang-gadang menjadi pemimpin Mongol masa depan. Namun, kenyataan belum berjalan sesuai dengan ketentuan itu. Ia sepenuhnya menyadari bahwa dalam mempertahankan warisan leluhur, maka ia membutuhkan banyak laskar yang siap membantunya.[4]
Jengis Khan dikenal sebagai jenderal perang Mongol yang ulung. Ia mereorganisasi tata kemiliteran Mongol sedemikian rupa sehingga menjadi suatu kekuatan yang ditakuti oleh lawan-lawannya. Kehidupan stepa yang serba keras, dipadati dengan latihan berkuda dan berperang menempatkannya sebagai sosok yang membawa fajar baru bagi bangsa Mongol. Dengan segera ia memugar kembali kepercayaan kaumnya, lewat pembentukan tentara berkuda yang menjadi kepanjangan  tangannya  meraih cita-cita sebagai seorang penguasa  yang    paling disegani dalam sejarah.[5]
Setelah menaklukkan daerah-daerah Cina.[6] Pandangan sang Khan kini mengarah ke Barat. Lewat serangkaian pengaturan arus balik yang teratur,  pasukan berkuda sang Khan mulai merayap keluar dari daerah Cina dan memacu kudanya ke barat. Beberapa mil di depannya, terdapat daerah Dinasti Khawarizm, yang kala itu dipimpin oleh Muhammad II. Di masanya Khawarizm sedang menikmati masa-masa keemasannya. Sejak masuknya wilayah Uighur pada kekuasaan Jengis Khan pada 1207, Dinasti Khawarizm merupakan lawan terberat pasukan Khan di samping kekaisaran Cina.
Ketika mengetahui iring-iringan pasukan Jengis Khan akan menghampiri negerinya, Muhammad II[7], Syah Khawarizm, mengutus seorang utusan yang membawa surat perdamaian kepada Jengis Khan. Isi surat tersebut adalah keinginan khalifah Dinasti Abbasiyah untuk menjalin relasi perdagangan   dengan Mongol. Sumber lain mengatakan bahwa, sebenarnya baik sang utusan maupun Syah Khawarizm tidak mengetahui isi surat yang ternyata memang berasal dari Baghdad itu. Sebenarnya, isinya adalah mempersilahkan Jengis Khan menyerang Khawarizm, bahkan khalifah Baghdad akan membantu pasukan Mongol.
Semuanya kemudian berjalan baik, Khawarizm tidak jadi diserang hingga suatu ketika pada tahun 1218, konflik antara keduanya pecah. Saat itu Syah Khawarizm kedatangan tiga pedagang Muslim kaya yang mewakili Jengis Khan untuk menyampaikan salam hangat kepada Khawarizm, yang dengan bahasa diplomatik sedemikian halus merujuk pada maksud agar Khawarizm bersedia menjadi sekutu dari Mongol. Syah Khawarizm amat tersinggung dengan ucapan itu. Segera setelahnya, ia membunuh duta-duta Mongol itu dan merampas barang- barangnya. Pun dengan utusan kedua Mongol yang juga dibunuh, sama sekali tidak ada rasa bersalah dari sang Syah, malahan hal ini dilakukan untuk memenuhi kepuasannya.
Menanggapi kabar kematian utusannya, Jengis Khan menganggapnya sebagai bentuk pelecehan. Tiada kata lain untuk membalasnya, selain membumi hanguskan Khawarizm. Pasukannya segera dibangunkan dan  digerakkan menuju Khawarizm. Sang Syah menempatkan pasukannya di Samarkand, sedangkan ia memilih bertahan untuk memperkuat bentengnya. Tentara Khawarizm porak poranda. Yang paling menakutkan adalah apa yang dikisahkah Ibn al-Atsir dalam al-Kamil fi at-Tarikh-nya terkait pembunuhan yang dilakukan oleh tentara sang Khan. Setiap tempat yang terdapat manusia, maka di situ pasti terjadi pembunuhan. Korbannya bukan hanya orang dewasa melainkan juga anak-anak.[8] Kala itu, pertempuran melawan Syah diserahkan kapada anak Jengis Khan, sedangkan sang Khan sendiri memilih menaklukkan Bukhara. Dua pasukan akhirnya bertemu dan pertempuran terjadi selama tiga hari. Pertempuran ini berakhir seimbang. Pasukan Mongol kembali ke negerinya dan pasukan kaum muslimin kembali ke Bukhara. Khawarizm Syah Alauddin bersiap-siap untuk bertempur melawan Mongol, dan mereka membangun benteng di dekat Kota Balkh dengan dijaga oleh dua puluh ribu pasukan.[9]
Jengis Khan telah siap dengan tentaranya kemudian bergerak menuju Bukhara dan mengepungnya selama tiga hari berturut-turut. Warga Bukhara terjepit dengan pengepungan pasukan Jengis Khan lalu meminta jaminan keamanan kepadanya. Jengis Khan bersedia memberikan jaminan keamanan kepada warga Bukhara dan kemudian ia dan pasukannya memasuki Bukhara. Ini terjadi tanggal 4 Dzulhijjah tahun 616 H. Namun jaminan keamanan yang ia janjikan kepada warga merupakan tipuan. Langkah pasukan Jengis Khan untuk menerobos jauh ke dalam Kota terhadang oleh benteng pertahanan Kota. Akhirnya ia kepung dengan ketat benteng tersebut dengan menyertakan warga Kota Bukhara untuk menghancurkan parit yang melindungi Kota Bukhara. Pasukan Mongol melemparkan mimbar-mimbar masjid, al-Qur’an dan buku-buku ke dalam parit agar bisa menyeberang benteng pertahanan. Setelah dikepung selama sepuluh hari, benteng pertahananan tersebut jebol. Jengis Khan membebaskan pasukannya untuk berbuat apa saja yang mereka sukai. Mereka membunuh banyak sekali warga  Kota  Bukhara, menawan para wanita dan anak-anak, memperkosa para wanita di depan keluarganya. Ada yang melawan untuk mempertahankan istrinya hingga terbunuh dan ada yang menjadi tawanan perang kemudian disiksa dengan berbagai macam bentuk penyiksaan.
Pasukan Mongol membakar habis perumahan penduduk, masjid dan sekolah. Mereka meninggalkan Bukhara seperti kemah yang hancur berantakan. Pada tahun yang sama 616 H /1219 M, pada saat pasukan Mongol mengamuk di Bukhara, pasukan salib juga menyerbu Kota Dimyath. Sebagaimana yang dilakukan oleh pasukan Mongol di Bukhara, pasukan salib juga menipu warga Dimyath, membunuh laki-lakinya, menawan wanita dan anak-anak, memperkosa para wanita muslimah, mengirim mimbar masjid, al- Qur’an dan kepala kaum muslimin yang terbunuh ke Aljazair dan merubah masjid menjadi gereja.[10]
Pasukan Jengis Khan setelah itu bergerak menuju Samarkand, negeri ulama dan sastrawan, negeri yang subur dan makmur. Pasukan ditemani oleh penduduk Bukhara yang selamat dengan berjalan kaki. Orang yang tidak mampu melanjutkan perjalanan mereka bunuh. Menghadapi kedatangan Jengis Khan, Khawarizm Syah, mempersiapkan lima puluh ribu pasukan. Tetapi mental pasukan tiba-tiba jatuh ketika mendengar keberingasan pasukan Mongol, apalagi ketika melihat mereka datang dengan pasukan berkuda yang tangguh dan disertai oleh pasukan infanteri, para tawanan dan orang-orang yang tidak berdaya. Selain lima puluh ribu pasukan, Samarkand juga dibentengi oleh tujuh puluh ribu penduduk sipil. Tetapi akhirnya mereka menyerah Penduduk meminta perlindungan keamanan kepada pasukan Mongol, karena mereka menganggap satu darah. Pasukan Mongol meminta mereka untuk melucuti senjata dan menyerahkan harta mereka sebagai harga keamanan buat mereka. Tetapi pengkhianatan kembali dilakukan oleh pasukan Mongol, mereka membunuh para penduduk, merampas harta,  menawan, merusak negeri, dan membakar masjid. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 617 H.[11] Samarkand akhirnya dijadikan markas oleh Jengis Khan untuk melakukan penyerangan ke segala penjuru.
Setelah penaklukan Bukhara dan Samarkand berakhir, Jengis Khan menginstruksikan dua puluh ribu pasukannya yang terlatih untuk mengejar Khawarizm Syah Alauddin. Perburuan pun dilakukan. Khawarizm Syah lari menyelamatkan diri, berpindah dari satu negeri ke negeri lain, tetapi selalu diketahui oleh pasukan Mongol. Akhirnya ia menyeberangi laut Tibristan. Ia memanjat ke benteng pertahanan pulau tersebut dan di situ Kawarizm Syah Muhammad menghembuskan nafasnya yang terakhir,[12] ia digantikan oleh Jalaluddin bin Khawarizm Syah.
Setelah Bukhara dan Samarkand ditaklukkan, daerah-daerah lain secara hampir beruntun jatuh ke tangan besi Jengis Khan. Daerah-daerah tersebut adalah Khurasan, Hamadzan, Quzwain dan sampai ke perbatasan Irak.[13] Pada akhir tahun 617 H/1220 M, memasuki tahun 618 H/1220 M, pasukan Mongol menyerang negeri Kurj. Tapi karena penduduk negeri ini melakukan perlawananan dengan sengit, akhirnya mereka meninggalkan negeri Kurj untuk berangkat mencari mangsa berikutnya. Tahun 618 ini mereka berhasil menaklukkan Tibriz, Kanjah, Hamdan dan Ardabil. Selanjutnya mereka bertolak menuju pusat pemerintahan Islam di Baghdad.
Anaknya, Chagatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan berhasil merebut Illi, Ferghana, Ray, Hamazan dan Azerbaijan. Sultan Khawarizm, Jalal al-Din berusaha keras membendung serangan tentara Mongol ini, namun Khawarizm tidak sekuat dulu. Kekuatannya sudah banyak terkuras dan akhirnya terdesak. Sultan melarikan diri di sebuah daerah  pegunungan ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan Khawarizm. Kematian Sultan Khawarizm syah itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayap kekuasaannya dengan lebih leluasa. Saudara Chagatai, Tuli Khan menguasai Khurasan, karena kerajaan- kerajaan Islam sudah terpecah-belah dan kekuatannya sudah lemah, akhirnya Tuli dengan mudah dapat menguasai Irak. Ia meninggal tahun 654 H/1256 M, dan digantikan oleh puteranya, Hulagu Khan.[14]
2.      Sebab Serangan Baghdad
Serangan-serangan yang dilakukan oleh Mongol memiliki latar belakang yang menjadi motivasi mereka untuk melakukan penyerang tersebut. Maidir Harun dan Firdaus[15] memaparkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi motivasi bagi Mongol untuk melakukan serangan, sebagai berikut:
a.       Factor Politik
Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada Sultan Khawarizmi untuk meminta agar wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga Jenghis Khan dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap wilayah Khawarizmi.[16]
b.      Factor Ekonomi
Motif ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa penaklukan-penaklukan dilakukannya adalah semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya, menambah penduduk yang masih sedikit, membantu orang-orang miskin dan yang belum berpakaian. Sementara di wilayah Islam rakyatnya makmur, sudah berperadaban maju, tetapi kekuatan militernya sudah rapuh.
c.       Tabiat Orang Mongol
Tabiat mereka yang suka mengembara, diundang ataupun tidak diundang mereka akan datang juga menjarah dan merampas harta kekayaan penduduk dimana mereka berdiam. Penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dengan pasukan perangnya yang terorganisir, berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan. Para ahli pertukangan mereka bawa dalam pasukan batalion Zeni (yon-zipur) untuk membuat jembatan dan menjamin melancarkan transportasi dalam penyerangan. Para tawanan perang dimanfaatkan secara paksa untuk memanggul perlengkapan perang dan makanan. Strategi perang Jenghis Khan yang tidak ketinggalan juga adalah membariskan penduduk sipil yang telah kalah di depan tentara sebagai tameng untuk menggetarkan musuh. Di samping itu, Jenghis Khan membawa penasehat yang terdiri dari para rahib dan tukang ramal.

3.      Serangan Bangsa Mongol ke Baghdad
Jengis Khan berarti Penguasa Mutlak, Temujin lebih dikenal dengan gelarnya. Sesuai dengan gelarnya, Jengis Khan sangat berambisi untuk menjadi maharaja diraja.
Pada saat kondisi fisiknya sudah mulai melemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya  menjadi  empat  bagian  kepada  keempat  orang  puteranya,  yaitu   Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli. Jengis Khan meninggal pada tahun 624 H/1227 M dalam usia seratus dua belas tahun, setelah menyerang negeri-negeri Islam sejak tahun 616 H/1219 M[17]. Anaknya, Chagatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan berhasil merebut Illi, Ferghana, Ray, Hamazan dan Azerbaijan. Sultan Khawarizm, Jalal al-Din berusaha keras membendung serangan tentara Mongol ini, namun Khawarizm tidak sekuat dulu. Kekuatannya sudah banyak terkuras dan akhirnya terdesak. Sultan melarikan diri di sebuah daerah  pegunungan ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan Khawarizm. Kematian Sultan Khawarizmsyah itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayap kekuasaannya dengan lebih leluasa. Saudara Chagatai, Tuli Khan menguasai Khurasan, karena kerajaan- kerajaan Islam sudah terpecah-belah dan kekuatannya sudah lemah, akhirnya Tuli dengan mudah dapat menguasai Irak. Ia meninggal tahun 654 H/1256 M, dan digantikan oleh puteranya, Hulagu Khan.[18]
Hulagu Khan, Ia lahir tahun 614 H/1217 M, sepuluh tahun sebelum meninggalnya Jengis Khan. Ibnu Katsir berkata: “Hulagu Khan adalah raja yang diktator, sadis dan tidak bermoral. Ia bantai kaum muslimin di timur dan barat dalam jumlah yang sangat besar. Ia tidak menganut agama apapun. Isterinya, Zafar Khatun beragama Kristen dan mendahulukan orang-orang Kristen dari yang lain[19]. Ketika Hulagu Khan resmi berkuasa, ia berambisi besar menggabungkan Baghdad-markas negeri Islam ke dalam pemerintahannya. Kalau ini tercapai, maka ia mampu mewujudkan cita-cita kakeknya yang tidak terwujud. Pada masa pemerintahan Hulagu Khan, pasukan Mongol melakukan penyerbuan brutal terhadap negeri-negeri Islam. Mereka menyerang Kota Arbil, mengepungnya, merobohkan tembok pertahanannya dan menaklukkannya dengan paksa kemudian membunuh warganya dan menawan anak-anak dan para wanita.
Setelah itu, mereka menyerang Aljazair, Suruj, Ra’yal ‘ain dan wilayah-wilayah sekitarnya. Mereka membantai penduduknya, menawannya, merampok harta  kekayaannya dan menghancurkannya. Jumlah korban jiwa di Aljazair ketika itu mencapai sepuluh ribu orang. Jumlah wanita dan anak-anak yang ditawan juga sekitar sepuluh ribu orang. Dari Aljazair mereka meneruskan penyerbuan terhadap wilayah-wilayah Islam yang lain dengan disertai penghancuran total dan penawanan massal. Itu semua disambut gembira oleh Hulagu, dan sangat ingin agar ambisinya terwujud.[20]
Setelah Hulagu Khan merasa optimis dengan kemampuan pasukannya untuk menduduki Baghdad, dia langsung melaksanakan strategi perangnya yang telah dirancang saat dia di Hamadzan. Pasukan Hulagu Khan mengepung Baghdad dari segala penjuru. Ia menunjuk salah seorang panglima perang yang bernama Baju untuk melakukan penyerangan dari arah barat, dan Hulagu sendiri memimpin pasukan inti untuk mengepung Baghdad dari arah timur (tahun 656/1257). Hulagu ditemani oleh banyak pemimpin kaum muslimin seperti Abu Bakar Sa’ad Zanki Atabek Syiraj, Nushair as  Sa’di, penulis dan penyair Persia yang terkenal, Badruddun Lu’lu Atabek Maushil dan sekretaris pribadinya Atha’ Malik al Juwaini, dan Nashiruddin at Thusi, ahli falak terkemuka.
Dua puluh farsakh sebelum memasuki Hamadzan, Hulagu didatangi oleh Syarafuddin bin al Jauzi, utusan khalifah al Abbasy dengan membawa surat untuk menenangkan tentara Hulagu dan berjanji akan membayar jizyah pertahun jika ia mau kembali ke negerinya. Hulagu tidak menggubris surat tersebut dan sambil mengejek ia berkata kepada duta khalifah sebagai berikut: “Kami telah menempuh jarak yang jauh, bagaimana mungkin kami kembali sebelum bertemu dengan Khalifah. Setelah kami mendapat kemuliaan untuk bersimpuh dihadapannya dan setelah berbincang-bincang dengan beliau, kami akan mendengar titahnya dan setelah itu kami akan kembali segera. Kemudian Hulagu melanjutkan perjalanan dan memerintahkan kepada Baju agar segera menyeberang sungai Dijlah dan menyerang Baghdad dari arah barat. Ketika pasukan Baju berhasil menyeberangi sungai tersebut terjadilah pertempuran, dan pasukan Abbasiyah mengalami kekalahan pada tgl. 10 Muharram tahun 656 H. Baju menguasai bagian barat Baghdad. Konsentrasi pasukan Abbasiyyah terpusat ke arah barat dan menyebabkan perbatasan bagian timur kosong. Akhirnya pasukan Hulagu merengsek masuk dari arah timur menuju Kota Baghdad. Jumlah pasukannya tidak terhitung jumlahnya. Ibnu Katsir memperkirakan pasukannya berjumlah dua ratus ribu personil.[21]
Ketika Khalifah melihat bahwa kekalahan sudah di depan mata, akhirnya dia mengambil jalan untuk menyerah. Sekali lagi beliau mengutus Syarafuddin al Jauzi kepada Hulagu untuk membawa hadiah-hadiah yang berharga dan memberitahukan bahwa beliau menyerah dan meminta perang dihentikan. Beberapa hari berselang,  pasukan Mongol menipu kaum muslimin dengan janji-janji dusta. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa menteri Ibnu Alqami, keluarga, teman dan kerabatnya telah berkumpul di bawah perlindungan Hulagu. Kemudian beliau menyarankan kepada Khalifah untuk keluar menemui Hulagu dan bersimpuh dihadapannya dengan menyerahkan sebagian pajak kepada Hulagu dan sebagiannya lagi untuk Khalifah.
Pada hari ahad, 4 shafar tahun 656 (11 Februari 1258), Khalifah keluar menemui Hulagu dengan ditemani oleh tiga anaknya dan tiga ribu tokoh-tokoh penting, diantaranya para qadhi, fuqaha, kalangan sufi, para gubernur dan tokoh-tokoh Kota Baghdad. Dalam pertemuan itu Hulagu minta kepada Khalifah untuk menyerahkan seluruh harta yang ia miliki. Selanjutnya dia meminta agar penduduk Baghdad meletakkan senjata. Tetapi penduduk tidak mengikuti seruan Khalifah, sehingga akhirnya pasukan Mongol turun tangan dan membunuh penduduk dengan cara yang sangat kejam. Disaat Hulagu sudah berada di Istana Ma’muniyah, di timur Baghdad, ia baru memerintahkan pasukannya untuk masuk ke Kota. Mereka melakukan huru hara selama seminggu. Mereka merobohkan masjid untuk mengambil emas yang ada di kubahnya, dan mengambil apa saja yang ada di istana, memusnahkan buku-buku yang berharga yang ada di  perpustakaan dan membunuh banyak sekali ulama.
Pasukan Mongol meletakkan ujung pedangnya ke batang leher penduduk Baghdad selama empat puluh hari. Mereka merampas harta penduduk, membunuh cendekiawan, membunuh imam-imam masjid dan penghafal-penghafal al-Qur’an, masjid, sekolah dan segala aktivitas keilmuan berhenti total. Baghdad seperti padang tandus. Mayat bergelimpangan di jalan-jalan laksana bukit. Warnanya berubah dan membusuk hingga mengeluarkan bau busuk ke seluruh pelosok Baghdad. Akibatnya timbul wabah penyakit yang tidak hanya menimpa masyarakat Baghdad tetapi menular sampai ke Syam karena terbawa tiupan angin. Banyak yang meninggal karena wabah ini. Ketika seruan aman diumumkan, orang-orang yang tadinya bersembunyi di bawah tanah berkeluaran, seolah- olah    mayat    yang    keluar    dari    kuburnya.    Tetapi    mereka    keluar    dari  tempat persembunyiannya  ternyata bukan untuk menikmati kehidupan. Namun keluar untuk menghadapi maut yang telah siap menunggunya. Mereka diserang wabah penyakit dan kemudian meninggal dunia. Peristiwa tragis ini berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Mu’tashim dan dua anaknya, Abul Abbas Ahmad dan Abul Fadha’il Abdurrahman, tertawannya anak bungsunya Mubarak dan tiga saudara perempuannya Fatimah, Khadijah dan Maryam.
Target selanjutnya dari Hulagu adalah Syria dan Mesir. Ia bertahan dua tahun di Baghdad untuk berbenah diri sebelum melakukan ekspansi ke dua daerah tersebut. Sepeninggal Hulagu, Baghdad dan daerah yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur dengan Tabriz sebagai ibu Kotanya dikuasai oleh Dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu.
4.      Akibat Serangan Mongol
Daerah kekuasaan Islam pada jaman Abbasiyyah adalah kawasan termodern saat itu di dunia. Masyarakatnya terpelajar dengan banyaknya sekolah yang berdiri di seluruh penjuru   negeri.   Struktur   masyarakat   sudah   rapi. Perpustakaan Baghdad adalah perpustakaan terlengkap yang menyimpan banyak sekali informasi ilmu pengetahuan. Serangan yang dilancarkan oleh Mongol adalah serangan terakhir yang dilakukan oleh masyarakat nomaden terhadap masyarakat berperadaban yang tenggelam dalam kemewahan.[22] Pasukan Mongol Menyapu bersih peradaban Islam, baik itu Kota maupun ilmu pengetahuan. Mereka tidak meninggalkan disana kecuali puing- puing usang, padahal sebelumnya telah berdiri istana-istana megah yang dikelilingi dengan taman yang sangat indah dan kebun-kebun gandum yang subur. Ketika tentara Mongol bergerak meninggalkan Kota Herat, hanya tinggal hanya empat puluh orang yang tersisa dari jumlah penduduk sebelumya mencapai 100.000 orang. Sedangkan Kota Bukhara yang terkenal dengan Kota ilmuwan dan para alim dijadikan oleh pasukan Mongol kandang kuda mereka. Mereka sobek-sobek mushaf dan mereka jadikan injakan kendaraan mereka. Begitu juga nasib Kota Samarkand, Balkh, dan Kota-Kota besar lainnya di AsiaTengah yang dulunya menjadi kebanggaan peradaban Islam, tempat tinggal para ulama dan ka’bahnya ilmu pengetahuan. Nasib yang sama juga dialami Baghdad yang untuk beberapa lama menjadi pusat peradaban Islam. Jadi kerugian yang dialami oleh kaum muslimin begitu besar, tidak hanya bangunan fisik, tetapi juga SDM-SDM tangguh.[23]
5.      Dampak Positif dan Negatif Dinasti Ilkhan
Kekuasaan Mongol terhadap peradaban Islam sungguh sangat terasa. Dampak negatif tentunya lebih banyak jika dibandingkan dampak positifnya. Kehancuran tampak jelas di mana-mana dari serangan Mongol, sejak dari wilayah timur hingga ke barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan perpustakaan-perpusatakaan yang mengoleksi banyak buku memperburuk situasi umat Islam. Pembunuhan terhadap umat Islam terjadi, bukan hanya pada masa Hulagu yang membunuh Khalifah Abbasiyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan juag dilakukan terhadap umat Islam yang tidak berdosa. Seperti yang dilakukan oleh Arghun, Khan keempat pada dinasti Ilkhan terhadap Takudar sebagai Khan ketiga yang dihukum mati karena masuk Islam. Arghun membunuh umat Islam dan mencopot mereka dari jabatan-jabatan penting negara. Shamsuddin, seorang administrator dari keluarga Juwaini yang tersohor juga di hukum mati pada tahun 1284. Syhihabuddin, penggantinya juga di bunh pada tahun 1289, dan Sa’id Ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.
Bangsa Mongol yang asal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, beralih memeluk agama Buddha dan rupanya mereka bersimpati terhadap orang-orang Kristen yang bangkit kembali pada masa itu dan menghalang-halangi dakwah Islam dikalangan Mongol. Yang lebih fatal lagi ialah hancurnya Baghdad sebagai puasat Dinasti Abbasiyah yang didalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilitas perpustakaan, hilang lenyap dibakar oleh Hulagu. Suatu kerugian besar bagi khazanah ilmu pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Adapula dampak positif dengan berkuasanya dinasti Mongol ini setelah para pemimpinya memeluk agama Islam. Mereka dapat menerima dan masuk ke agama Islam, antara lain disebabkan mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat muslim dalam jangka panjang. Seperti yang dilakukan oleh Ghazan Khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaannya, walaupun pada mulanya beragama Buddha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agama sebelum menetapkan keislamannya. Dan yang lebih mendorongnya  masuk Islam ialah karena pengaruh seorang menterinya, Rashiduddin yang terpelajar dan ahli sejarah yang terkemuka yang selalu berdialog dengannya, dan Nawruz, seorang gubernurnya untuk beberapa provinsi Syiria. Ia menyuruh kaum Kristen dan Yahudi untuk membayar jizyah, dan memerintahkan untuk mencetak uang yang bercirikan Islam, melarang riba, serat menyuruh para pemimpinnya menggunakan sorban. Ia gemar kepada seni dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol, Arab, Persia, Cina, Tibet, dan Latin. Ia wafat muda pada usia ketika masih berumur 32 tahun karena tekanan batin yang berat sehigga ia sakit yang menyebabkan kematiannya, yaitu ketika pasukannya kalah di Syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk menggusurnya dari kekuasaannnya. Sepeninggal Ghazan digantikanlah oleh Uljaytu Khuda Banda (1305-1326) yang memberlakukan aliran Syi’ah sebagai hukum resmi kerajaannnya. Ia mendirikan ibu kota baru yang bernama Sultaniyah, dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas Ilkhan dan menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan antara dunia Barat dan India serta Timur jauh. Namun, perselisihan dalam keluarga Dinasti Ilkhan menyebabkan runtuhnya kekuasaan mereka.[24]
C.    Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang daerahnya terbentang dari kawasan Asia Tengah hingga menyentuh Siberia Utara, Tibet Selatan hingga ke Manchuria Barat, dan Turkistan Timur.  Ada pula yang berpendapan Bangsa Mongol tinggal di kawasan yang terbentang dari Manchuria hingga Hongaria.
2.      Pasukan mongol menyerang Negara islam ketika Jengis Khan menjadi pemimpin mereka. Sebelum jengis Khan meninggal ia Mewariskan daerah kekuasaannya kepada empat orang putranya, diantaranya putranya ialah Tuli yang merupakan ayah Hulagu Khan sang penghancur Baghdad sebagai kota peradaban.
3.      Adapun sebab dari penyerbuan Baghdad oleh pasukan Mongol dilator belakangi oleh factor: a) Politik, Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan Jenghis Khan. b) Ekonomi, Motif ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa penaklukan-penaklukan dilakukannya adalah semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya.
4.      Hulagu Khan menyerang Baghdad karena ingin mewujudkan ambisi dari para leluhurnya yaitu menjadi penguasa dunia. Ia menaklukkan Bukhara yang dilanjutkan dengan menyerbu Samarkand hingga Akhirnya pada tahun 1258 ia berhasil menaklukkan Baghdad setelah mengepungnya selama 40 hari dan membunuh al-Mu’tashim sang Khalifah terakhir abbasiyah beserta tiga orang putra sang Khalifah. Akibat serangan mongol, kerugian yang dialami oleh kaum muslimin begitu besar, tidak hanya bangunan fisik, tetapi juga SDM-SDM tangguh.
5.      Kekuasaan Mongol terhadap peradaban Islam sungguh sangat terasa. Dampak negatif tentunya lebih banyak jika dibandingkan dampak positifnya.
D.    DAFTAR PUSTAKA
Al Wakil, Muh.Sayyid. 1998. Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka al Kautsar
Amin, Muhammad Masyhur. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Indonesia Spirit Foundation
Atsir,  Ibnu. 1982. al Kamil fit Tarikh. Beirut: Darul Fikr
Erik, Ignatius. 2009. Peranan Mongol terhadap Keruntuhan Kepangeran Rus Kiev tahun 1237 – 1240. Skripsi: tidak diterbitkan
Hasan Shadily dkk. 1996. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve
Hasan, Hasan Ibrahim. 1989. Sejarahdan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang
Hitti, Philip K. 2006. History of the Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Katsir, Ibnu.1987. Bidayah wan Nihayah. Beirut: Dar el Kutub el Ilmiyyah
Lapidus, Ira M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Maidir Harun dan Firdaus. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Padang: IAIN-IB Press
Stephen, Turnbull. 2003. Gengghis Khan and The Mongol Qonquest 1190-1400. Great Britain: Osprey Publishing
Supriyadi, Dedi. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia
Yatim, Badri. 1998. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,1998)  h. 111
[2] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 638
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,1998)  h. 112
[4] Ibid, 123
[5]Ignatius Erik, Peranan Mongol terhadap Keruntuhan Kepangeran Rus Kiev tahun 1237 – 1240 (skripsi) (tidak diterbitkan, 2009), h. 20-22
[6]Turnbull Stephen, Gengghis Khan and The Mongol Qonquest 1190-1400 (Great Britain: Osprey Publishing, 2003),  h. 14-15
[7]Sumber lain mengatakan namanya adalah Sultan Alauddin, sedangkan nama  Muhammad sendiri menurut Bertold Spuler merupakan Muhammad II dan ada pula yang menyebutnya Alauddin Muhammad yang merupakan syah terbesar dinasti ini. Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 113
[8]Ibnu Atsir,  al Kamil fit Tarikh, (Beirut: Darul Fikr, 1982), h. 1914
[9]Ibnu Katsir, Bidayah wan Nihayah, (Beirut: Dar el Kutub el Ilmiyyah, 1987), h. 83

[10]Ibnu Katsir, Bidayah wan Nihayah, (Beirut: Dar el Kutub el Ilmiyyah, 1987), h.  83-84
[11] Hasan Shadily dkk, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1996), h. 136-137
[12] Muh.Sayyid al Wakil, Wajah Dunia Islam, (Jakarta,: Pustaka al Kautsar, 1998), h.  243-244
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1998), h.  113
[14]Badri, Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 113-114
[15] Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002),  h. 107-108.
[16]Muhammad Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004), h. 171. Bahwa faktor politik yang menyebabkan bangsa Mongol melakukan penyerangan ke wilayah Islam adalah pertama, karena Sultan Alauddin Muhammad Khawarizmi Syah memasukkan daerah suku Qarahatun ke dalam kekuasaannya pada tahun 1210 M., sehingga wilayahnya langsung berbatasan dengan wilayah kerajaan Jenghis Khan. Kedua, pembataian pedagang Mongol disebabkan karena tiga orang Islam saudagar besar bersama rombongan-nya dibunuh dan dirampas barang dagangannya oleh orang-orang Mongol di Ibu Kota Qoraqarun. Oleh sebab itu, amir Ghayun Khan diperintahkan oleh Sultan Alauddin agar membunuh 150 orang pedagang Mongol yang ada di Utrar.
[17]Muh.Sayyid al Wakil, Wajah Dunia Islam, (Jakarta:Pustaka al Kautsar, 1998) h. 251
[18] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 114
[19] Ibnu Katsir, al Bidayah wan Nihayah, (Beirut: Dar el Kutub el Ilmiyyah, 1987), h.  248
[20] Muh.Sayyid al Wakil, Wajah Dunia Islam, (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 1998), h. 255
[21] Ibnu Katsir, Bidayah wan Nihayah, (Beirut: Dar el Kutub el Ilmiyyah, 1987), h. 200
[22] Hasan Shadily dkk, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1996), h. 133
[23] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2016), h. 185
[24] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarahdan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 306-313

No comments:

Post a Comment