Wednesday, November 15, 2017

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam menuju Harmonisasi Integrasi Islam dan Sains

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
menuju Harmonisasi Integrasi Islam dan Sains

Oleh
Rizqi, M.F
PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

A.    Dasar Pemikiran
Secara fundamental, wacana integrasi ilmu atau islamisasi ilmu yang mana ilmu berbasis Islam dan sains berangkat dari historitas khazanah intelektual Islam yang jalan di tempat. Kering sekali dari budaya search – re –search yang pada akhirnya bermuara pada dangkalnya realitas empiris. Kegelisahan ini menyelimuti tubuh pendidikan Islam sehingga  masih tetap hangat untuk di perbincangkan. Fokus inilah yang menimbulkan intellectual curiosity tersendiri. Pertanyaan yang muncul adalah dahulu di abad pertengahan dunia Islam melahirkan banyak scientist, lantas mengapa sekarang kondisinya sangat tertinggal. Inilah yang menjadi kegelisahan ilmuan muslim.
Diantara beberapa jawabannya disini penulis melacak ada dua akar problematika yang ditemukan – meski ada beberapa angle - pada akhirnya mengakibatkan Islam mengalami kemunduran dalam khazanah intelektual. Pertama, alasan mendasar segi filosofis, yakni konstruksi pemikiran yang cenderung deduktif, normatif serta legalistik yang mana sebuah pemikiran yang sudah mapan kemudian di transfer berupa dalil-dalil, akibatnya tidak sesuai dengan realitas empiris.[1] Contoh nyata dampaknya adalah dalam pemahaman al-Quran. Pada awalnya al-Quran dan hadits semula sangat induktif, sesuai realitas empiris, actual dalam merespon problematika ummat pada saat itu. Kemudian pada saat ini di paket-paket berupa formula yang hanya di hafal, akibatnya tidak memahami konteksnya.
Kedua, sebuah paradigma dikotomi ilmu yang telah mengurung pemikiran khazanah islam. Sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh Yahya Ismail; “It is said, as commonly accepted until now, that religion and science are two entities that cannot be integrated. Simply understood, religion produces “religious sciences” on the one hand, while science produces “secular sciences” on the other. Hence, religion and science are regarded as independent – they each have their own sphere in terms of what matters they approach, research methods, and truth criteria – until an institution integrates the two”.[2] Dikotomi ini tidak hanya sekedar sebuah wacana saja, namun benar-benar dijadikan sebuah praktik nyata di Indonesia. Ini merupakan sebuah pengaruh yang sifanya akademis dan politis. Senada yang diungkapkan oleh Yahya Ismail;
Believed or not, in the Islamic worlds including Indonesia sciences were divided into religious and secular sciences. In Indonesia, this differentiation has affected to the rise of the dual system of education in Indonesia; religious education managed by the Ministry of Religious Affairs on one hand and secular often called “general” education managed by the Ministry of National Education on the other. It was resulted from the long political struggle between the secular nationalist groups and the Islamic nationalist groups. In the beginning of independence, the government of Soekarno gave Gadjah Mada University as the “gift” to the secular nationalist groups and established PTAIN[3] latter becoming IAIN as the “gift” to the Islamic nationalist groups.[4] Hence, the establishment of Ministry of Religious Affairs and IAIN were to fulfill the aspirations of Islamic nationalist groups. For IAIN’s case, Johan Meuleman, a Dutch intellectual, refused this political reason, for him the establishment of IAIN was a continuation of higher education institutions pioneered by Indonesian Muslims before.[5]

Oleh karena itu, gagasan integrasi serta islamisasi ilmu dewasa ini hangat di perbincangkan. Hal ini sebagai bentuk sadar  mengembalikan wajah khazanah keilmuan islam yang sesuai realitas empiris dengan kerangka filsafat yang tepat serta tidak ada istilah dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam. Dalam rangka ini, sangat tepat kiranya jika segera di munculkan pada permukaan tingkat universitas. Karena bagaimanapun tidak universitas adalah oase pemikiran di tengah-tengah berkecamuknya pemikiran-pemikiran kritis baik aspek pro-kontra didalamnya. Integrasi ilmu harus menyelimuti dalam atmosfer pendidikan islam, yang pada akhirnya terwujudlah sebuah pemikiran yang siap menjawab realitas empiris dan bersatunya paradigm sains dan islam.
Lantas pertanyaan yang muncul adalah apa landasan pengembangan kurikulum (curriculum development) yang berbasis Islam dan sains. Dan bagaimana pola yang harus dikembangkan untuk menuju pendidikan yang berbasis Islam dan Sains. Inilah titik koordinat fokus pada penelitian yang akan di ungkap pada permukaan analitis kritis objektif. Dengan menggunakan pendekatan data-data otentik, buku-buku serta melakukan kajian-kajian analisis jurnal yang otentik.
B.     Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Islam dan Sains
Sebelum menyelami pembahasan integrasi ilmu, penulis ingin mangajak sedikit melirik beberapa problematika yang dihadapinya. Meski sangatlah penting untuk menuju harmonisasi ilmu yang terpadu – antara islam dan sains – namun pelbagai problematika telah muncul, diantaranya adalah rival terkait adanya wacana integrasi ilmu.
Dimuali dari pertanyaan yang amat sangat mendasar dari Zainal Abidin, yang menanyakan persoalan integrasi ini, What kind of sciences in the golden age of Islamic civilization? Is it true they were “integrated” or it is only an idealization? If they were integrated, how were their forms? Why later the decline happened for centuries up to our age that urges to reintegrate them? Is it still possible for us (Muslims) after the long history of science dominated by Europeans and Americans to go back to ideal form as in the past?[6] Terasa sekali ini merupakan sebuah upaya untuk ambil sikap melindungi IAIN sebagai karakterisik pusat studi Islam. Tidak perlu dengan isu UINisasi.
Terasa wajar jika polemik integrasi ilmu atau islamisasi ilmu mengalami beberapa perbincangan hangat seputar pro-kontra di dalamnya. Memang wajar, karena seabad silam atau sebelumnya tidak dikenal istilah sains Islam atau Islamisasi sains. Isu ini memang baru bergulir di sekitar tahun 1970-an seiring dengan berkembangnya berbagai kritik terhadap filsafat dan praktik keilmuan Barat dari tokoh-tokoh Islam seperti Syed Naquib al-Attas, Seyyed Hossein Nasr, dan Ismail al-Faruqi. Wacana ini adalah respon umat Islam terhadap paradigma keilmuan Barat sebagai paradigma paling berpengaruh dalam seabad terakhir yang dianggap memiliki banyak perbedaan dan pertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, Syed Muhammad Naquib al-Attas secara tegas menyebutkan bahwa paradigma keilmuan Barat saat ini merupakan paradigma yang paling merusak sepanjang sejarah manusia.[7]
Sains Islam adalah sains yang tumbuh dan berkembang dalam pandangan hidup Islam. Dengan pengertian ini Islamisasi sains pada dasarnya adalah sebuah proses menempatkan sains dalam kerangka pandangan hidup Islam (worldview of Islam). Dalam bahasa al-Attas Islamisasi merupakan sebuah gerakan membebaskan pemikiran umat Islam dari kendali worldview sekuler dan kepercayaan dan tradisi lainnya yang bertentangan dengan Islam yang selama ini disusupkan melalui berbagai media, salah satunya adalah pendidikan. Oleh karenanya, upaya ini bukan sekedar bermakna praktikal, tetapi juga fundamental karena menyentuh aspek keyakinan hidup seorang Muslim dan masyarakat Islam pada umumnya.[8]
Dalam prespektif lain, memandang islamisasi dalam rangka integrasi ilmu sangatlah penting. Hal ini perlu dipahami bahwa gagasan Islamisasi sains bukanlah untuk menolak sains Barat secara keseluruhan, sebab tidak semua yang dari Barat itu bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan tidak sedikit darinya yang bermanfaat bagi kemajuan dunia Islam.Di masa lalu pengembangan sains dalam tamadun Islam banyak mengambil pelajaran dari tamadun non-Islam yang sudah lebih dahulu berkembang seperti Yunani, Cina, atau India dengan terlebih dahulu menyeleksinya menurut timbangan ajaran Islam. Meski demikian, mungkin saja ada ilmuwan tertentu terpengaruh dengan pandangan hidup tamadun tersebut, namun sebagai suatu umat yang diikat oleh pandangan hidup yang kuat berkat terpeliharanya wahyu (al-Qur’an dan as-Sunnah), selalu ada dari kalangan umat Islam yang mengoreksi kekeliruan tersebut kepada pandangan hidup Islam yang lurus.[9] Islamisasi sains juga bukanlah sekedar labelisasi seperti matematika Islam, fisika Islam, astronomi Islam, dan seterusnya atau turunannya dalam bentuk teknologi Islam seperti pesawat Islam, komputer Islam, atau mobil Islam.[10] Islamisasi sains juga hendaknya tidak dipersempit oleh aneka perbantahan mengenai kesesuaian al-Qur’an dengan teori sains modern yang terkadang tidak produktif bagi perkembangan sains dunia Islam.[11]
Namun, semua ini akan terjawab oleh beberapa landasan yang mendesak kurikulum harus di kembangkan lebih luas lagi. Ada beberapa alasan kurikulum PAI harus di kembangkan berbasis Islam dan Sains, diantaranya adalah asas teologis, filosofis, psikologis, sosiokultural serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan Teologis
Dasar teologis, adalah dasar yang ditetapkan nialai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.[12] Terkait pengembangan berbasis Islam dan sains sebenarnya sudah termaktub dalam al-Quran dan hadis, jika kita melacaknya, maka akan di temukan dalam QS. al-Qisas : 77
Carilah segala apa yang telah dikaruniakan Allah kepadamu mengenai kehidupan di akhirat dan janganlah kamu melupakan nasib hidupmu di dunia dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu
Senada juga akan di temukan pada hadist yang berbunyi:
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmunya dan barang siapa menghendaki akhirat (kebahagiaan hidup di akhirat) hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka hendaklah ia menguasai ilmu keduanya.
Dalam prespektif lain, dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.[13]
Landasan Psikologis
Hidup yang sedemikian kompleksnya, mendesak adanya perpaduan antara agama dan sains. Hal ini akan membuka pada pengetahuan untuk memahami kompleksitas kehidupan manusia.
Landasan Sosiokultural
Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan mengembangkan daya cipta, karsa, dan rasa manusia menuju ke peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia yang berbudaya. Semakin meningkatnya perkembangan sosial budaya manusia, akan menjadikan tuntutan hidup manusia semakin tinggi pula, untuk itu diperlukan kesiapan lembaga pendidikan dalam menjawab segala tantangan yang diakibatkan perkembangan kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, sebagai antisipasinya lembaga pendidikan harus menyiapkan anak didik untuk hidup secara wajar sesuai dengan perkembangan sosial budaya masyarakatnya, untuk itu diperlukan inovasi-inovasi pendidikan terutama menyangkut kurikulum.[14]
Landasan Ilmu Pengetahuan
Teknologi pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology is application of science). Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan budaya manusia. Salah satu indikator kemajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi tidak selalu berbentuk fisik, seperti komputer, televisi, radio, dan lain sebagainya, tetapi ada juga non fisik, seperti prosedur pembelajaran, sistem evaluasi, teknik mengajar dan sebagainya. Produk teknologi tersebut banyak digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap proses dan hasil pendidikan


C.    Pola Pengembangan Kurikulum PAI Berbasis Islam dan Sains
Secara teoritis, ada beberapa agenda dalam mengembangkan sebuah konstruksi kurikulum berbasis Islam dan sains. Setelah melacak akar pengembangan kurikulum berbasis Islam dan sains ini penulis akan mencoba mengurai agenda-agenda dalam pengembangan kurikulum berbasis Islam dan sains.
Agenda pertama adalah merevisi tujuan pendidikan versi pendidikan vokasi yang terlalu berorientasi ekonomi kepada paradigma pendidikan yang bertujuan untuk mencetak manusia baik. Di sini perlu digarisbawahi bahwa tujuan pendidikan sains sejatinya tidaklah berbeda dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk manusia yang beriman dan bertakwa sebagaimana teladan Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu penetapan kompetensi lulusan tidak semestinya dibatasi pada aspek akademik dan keterampilan saja, tetapi juga ketercapaian kualitas ruhaniah seorang agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa. Upaya ini hendaknya tidak dipahami bahwa menggunakan ilmu untuk keperluan duniawi merupakan hal yang dilarang di dalam Islam, namun tujuan ini harus diletakkan sebagai tujuan sekunder dan merupakan suatu rangkaian yang tidak terputus dengan tujuan tertinggi manusia yaitu mengabdi kepada Allah untuk mendapatkan ridha-Nya. Inilah yang dimaksud oleh Imam al-Ghazali bahwa pekerjaan-pekerjaan keduniawian yang ditujukan juga untuk memperoleh manfaat ukhrawi pada dasarnya bukanlah pekerjaan keduniawian.
Agenda kedua adalah menambah porsi ilmu-ilmu keislaman berbasis wahyu dalam konteks ilmu fardhu ‘ain seperti aqidah, fiqih, tafsir Qur’an-Hadits, tasawuf, bahasa Arab, dan sejarah peradaban Islam ke dalam struktur kurikulum perguruan tinggi. Ilmu-ilmu keislaman ini berfungsi untuk memberi suatu pandangan tauhidik bagi para saintis Muslim dalam memahami fenomena alam sehingga tidak ada lagi dikotomi antara ilmu agama dengan sains.
Agenda ketiga, adalah melakukan proses dewesternisasi, yaitu membersihkan unsur-unsur worldview Barat di dalam sains modern yang bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Membersihkan di sini bukan dalam pengertian memberangus semua pencapaian sains yang telah diraih selama ini melainkan mengkritisi dan meluruskan penafsirannya terhadap alam yang bermasalah seperti konsep-konsep metafisikanya yang mencerminkan penolakannya terhadap keberadaan Tuhan dan kemahakuasaan-Nya, kepercayaannya terhadap keqadiman dan keabadian materi dan energi (hukum kekekalan energi dan materi), teorinya mengenai asal-usul makhluk secara spontan dan acak (teori evolusi), penafiannya terhadap wahyu sebagai sumber ilmu, teorinya tentang manusia sebagai makhluk jasmaniah semata dan menolak eksistensi ruh, serta doktrin metode saintifiknya sebagai satu-satunya metode mencari kebenaran yang sah (saintisme).
Agenda keempat, adalah menerapkan adab-adab pendidikan Islam dalam keseluruhan proses pendidikan di perguruan tinggi. Menuntut ilmu haruslah dipandang sebagai sebuah keutamaan yang tinggi, sebagai suatu ibadah dan jihad di jalan Allah, sehingga orang-orang yang melakukannya haruslah orang-orang yang terpilih.
Agenda kelima adalah menggali kembali khazanah keilmuan sains ilmuwan dan ulama Muslim masa lalu dan mempublikasikannya secara intensif lewat berbagai media, termasuk.
Secara prakti implementasi, pola integrasi sudah mulai dibangun di ranah universitas. Wacana ini muncul sebagai bentuk aksi penghapusan dikotomi ilmu, hasilnya adalah sebuah produk lembaga pendidikan universitas Islam, atau yang biasa di sebut secara legal adalah Universitas Islam Negeri. Ini langkah yang sangat penting, Azyumardi Azra mengungkapakan; explicitly stated that his university reintegrates sciences in the level of philosophy and epistemology, curriculum, and the level of faculty and academic program.  Amin Abdullah, Rector of UIN Yogyakarta said that the conversion of IAIN become UIN is not perfunctorily change, not just imitation, not a physical project. The conversion is momentum for arrange and recover the old “injuries” of dichotomy of religious and secular sciences”.[15]
Dalam teoritis praktis, Zainal Bagir telah mengemas pola kurikulum tiap ranahnya, yang bisa di implentasikan. Mulai dari dasar hingga bersentuhan langsung dengan kurikulum. Lingkup tersebut meliputi epistemology, fakultas serta kurikulum.[16]
1.      Formulasi Pengembangan Kurikulum Berbasis Integrasi di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Dalam proses upaya mengintegrasikan Islam dan sains, harus dibangun landasan yang kuat, agar dalam dunia praktiknya bisa berjalan denga baik. Dalam hal ini, Prof. Imam Suprayogo berpendapat “system developed as in IAIN or STAIN with only focusing on Islamic studies and ignoring other sciences: social and natural sciences. He explained that from his depth reflection, he found an appropriate perspective with the Islamic spirit, namely an integrated and holistic science. With this perspective epistemologically there is no separation of religious sciences and secular sciences, there is no dichotomy or dualism, the only exists is categories.11 Sciences are divided into three categories: natural, humanities, and social sciences. Furthermore, sources of study and inquiry differentiate between sciences developed at Islamic universities with non-Islamic universities.[17]
Dalam universitas non-Islam, pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan pada pengamatan, pengujian, eksperimen dan epistemologically. Namun, dalam universitas Islam proses penggalian ilmu pengetahuan berdasarkan pada dua sumber yang bersama-sama, yakni al-ayah al-qawliyah (al-Quran, hadits dan wahyu) dan al-ayah al-kawniyah (alam semesta dan alasan). Dalam contoh praktiknya, hal ini bisa di lacak dalam epistemology kurikulum UIN Maulana Malik Ibrahim Malang:
Gambar 1. Konsep integrasi ilmu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Akar dari pohon ilmu tersebut adalah ilmu-ilmu alat, yakni bahasa arab bahasa Inggiris, filsafat, ilmu alam, ilmu sosial. Akar pohon tersebut diharapkan kuat, artinya bahasa kuat, filsafat kuat, lalu dipakai untuk mengkaji Alquran dan hadis, sirah nabawi, pemikiran Islam dan sebagainya sedangkan dahan-dahannya itu untuk menggambarkan ilmu modren ilmu ekonomi, ilmu polotik, hukum, peternakan, pertanian, tekhnologi dan seterusnya.
Seperti sebuah pohon, sari pati makanan itu mesti dari akar ke batang kemudian dari batang ke dahan, ranting daun diasimilasi kemudian ke bawah dan itu harus dilihat sebagai sebuah kesatuan. Maka begitulah ilmu pengetahuan. Semua terkait dan tidak bisa bisa dipisah-pisah seenaknya saja tanpa dasar yang jelas. Mengikuti prinsip ilmu dalam pandangan Al-ghazali, Batang kebawah mempelajarinya hukumnya fardhu 'ain, sedangkan dahan ke atas itu adalah fardhu kifayah. Jadi tidak benar seperti yang selama ini di persepsikan orang seolah-olah batang ke bawah tugasnya STAIN, IAIN, UIN dan Pesantren. Sedangkan dahan-dahannya tugas tetangga kita Undip, Gajah Mada, Airlangga dan sebagainya. Tidak benar ada pembagian tugas (dikotomi), batang kebawah miliknya PTAI, batang ke atas miliknya PTU. [18]
Ilustrasi dari Bapak Imam Suprayogo tentang konsep pohon ilmu "semua orang tua, hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Dan yang melaksanakan shalat jenazah adalah orang yang sehari-hari sahalat lima waktu. Karena itu, jika kebetulan ada orang meniggal, lalu orang-orang melaksanakan shalat jenazah. Hal ini bukan berarti mereka yang iku sahalat jenazah terbebas dari shalat wajib lima waktu".[19] Demikianlah yang dimaksud dengan pohon ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Untuk mewujudkan pohon ilmu di dunia nyata bukan pekerjaan yang sepele, untuk mengimplementasikan gagasan tersebut bukanlah persoalan yang mudah.
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam mengimplementasikan pohon ilmu (integrasi sain dan Islam) merumuskan sembilan aspek yang mesti di kembangkan dan direalisasilakan. Sembilan aspek tersebut UIN malang menyebutnya sebagai Rukun Universitas. Pertama, harus memiliki guru besar. Harus ada dosennya. Kedua,harus memiliki masjid yang betul-betul berfungsi bukan semata sebagai simbol. Ketiga, harus ada Ma'had, harus ada pesantren. Pesantren berfungsi sebagai sarana untuk membangun spritualitas dan akhlak yang agung. Keempat. Perpustakaan. Kelima, memiliki Laboratorium. Keenam, ruang kuliah. Ketujuh, perkantoran sebagai sarana pelayanan administrasi. Kedelapan, pusat-pusat pengembangan seni dan olahraga. Dan  Kesembiulan, sumber-sumber pendanaan yang luas dan kuat.[20]
Dari Sembilan rukun Universitas tersebut, rukun ketiga yang menggabungkan antara pesantern dan Universitas  merupakan sarana yang dapat mendasari akan lahirnya ulama yang intelek professional dan intelek professional yang ulama. Pesantrennya untuk menumbuhkan keagungan akhlaq dan kedalaman spiritual adapun Universitas untuk mengembangkan keluasan ilmu dan kematangan Profesional. Dengan demikian diharapkan nanti akan lahir Al-ghazali baru, Ibnu Shina baru, al-Farabi baru dan lain sebagainya yang berhasil menguasai ilmu-ilmu Agama dan juga ilmu-ilmu umum. Sungguh sebuah pekerjaan yang mulia.
Bagi pimpinan, dosen, tenaga administrasi, satpam, tukang sampah dan semua yang terkait di dalam mengelola suatu lembaga pendidikan dianjurkan dan harus menampakkan sikap religius dalam menjalankan tugasnya. Yakni, kejujuran, keadilan, ingin dirinya bermanfaat, rendah hati, bekerja efisien, visi jauh ke depan, disiplin diri yang tinggi dan keseimbangan. Penanaman nilai-nilai (uswatun hasanah) tersebut merupakan hal yang paling vital dalam menjalankan pekerjaan. Dan ketika nilai-nilai tersebut mampu diterapkan secara kontiniu dan konsisten, maka akan menjadi suatu budaya religius di lembaga pendidikan, dan budaya ini akan membentuk karakter masyarakat lembaga pendidikan untuk bertindak dan berperilaku sesua dengan nilai-nilai religius dimaksud.[21] Terpuruknya sebuah Negara bukan satu-satunya karena rendahnya penguasaan IPTEK, tetapi sangat syarat dengan kerusakan Akhlak dan moral manusia yang mengimbas kepada rusaknya moral bangsa dan Negara di hadapan Tuhan dan di mata Dunia.
Dalam level kurikulum, proses integrasi lebih tampak di temui pada fakultas sains dan teknologi. Karena dalam komposisi kurikulmunya tampak sekali sains yang di barengi dengan penambahan kurikulum agama. Sebaliknya, dalam fakultas tarbiah, syaria dan lain sebagainya sedikit di temui yang Nampak ke permukaan praktisnya. Sebagai salah satu contohnya, penulis akan memaparkan salah satu contoh ramuan kurikulum dalam progamn study fisika. Dalam pengambilan contoh, penulis mengambil komposisi mata kuliah yang ada di progam study fisika pada fakultas sain dan teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Semester 1                                                                   Semester 2
Arabic Writing I
2

Arabic Writing II
2
Arabic Reading I
2

Arabic Reading II
2
Arabic Speaking I
3

Arabic Speaking II
3
Arabic Listening I
2

Arabic Listening II
2
State Philosophy Pancasila
2

Qur’anic Studies
2
Basic Mathematics I
3

Hadith Studies
2
Basic Physics I
3

Basic Physics II
3
Basic Chemistry I
2

Basic Mathematics II
3
General Biology
2

Basic Chemistry
2
Semester 3                                                                   Semester 4
Basic Social
2

History of Islamic Civilazation
2
Fiqh/Islamic Law
2

English II
3
English I
3

Modern Physics
3
Indonesian
2

Mathematical Physics II
3
Application of Computer Science
2

Basic Electronic II
3
Mathematical Physics I
3

Wave
3
Basic Electronic I
3

Mechanic
3
Basic Statistic
2

Optional
2
Basic Instrumentation
2



Semester 5                                                                   Semester 6
Methodology of Islamic Studies
2

Islamic Philosophy
2
Reaserch Methodology
2

Physical Experimentation II
2
Thermodynamics
3

Statistic Physics
3
Quantum Physics
4

Introduction to Solid Physics
3
Physical Experimentation I
2

Introdcition to Core Physics
3
Magnet Electricty
3

Computatoional Physics
3
Digital Electronic
2

Optional
2
Optics
2



Optional
2



Semester 7                                                                   Semester 8
Islamic Thoughts
2

Tasawwuf
2
Islamic Theology
2

Field Study
4
Earth and Aerospace
2

Seminar Physics
2
Applied Physics
6

Thesis
6
Enterpreneurship
2



Optional
2


















Tabel 2. Integrasi ilmu di lingkup kurikulum. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

2.      Formulasi Pengembangan Kurikulum Berbasis Integrasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Sejak diresmikan sebagai UIN pada tahun 2002 UIN Jakarta memiliki agenda integrasi sains dan Islam yang tercantum dalam visi dan misinya. Visi yang ingin mewujudkan “sebuah lembaga yang terkemuka dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspek keislaman, keilmuan, kemanusiaan, dan keindonesiaan” didukung dengan misi yang jelas, disebutkan agenda integrasi:
a.      Melakukan reintegrasi keilmuan pada tingkat epistemologi, ontologi, dan aksiologi, sehingga tidak ada lagi dikotomi antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama.
b.      Memberikan landasan moral terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan melakukan pencerahan dalam pembinaan iman dan takwa sehingga hal tersebut dapat sejalan.
c.       Mengartikulasikan ajaran Islam secara ilmiah akademis ke dalam konteks kehidupan masyarakat, sehingga tidak ada lagi jarak antara nilai dan perspektif agama dan sofistikasi masyarakat.
Spirit integrasi ilmu pada visi dan misi tersebut dituangkan secara operasional dalam kebijakan kurikulum, mulai dari penyusunan silabus, perumusan pokok bahasan, sampai cara penyajian materi kuliah. Sebagai contoh kandungan isi seluruh mata kuliah dipandu dengan pola:
a.      Mata kuliah keagamaan harus memuat: historical content, theoritical content, practical content, case content, dan science and technology content.
b.      Mata kuliah umum harus memuat: historical content, theoritical content, practical content, case content, dan Islamic content.
Historical content adalah penjelasan sejarah lahir dan berkembangnya ilmu pengetahuan sampai saat ini. Theoritical content adalah sajian serangkaian teori yang dikemukakan para ahli dari setiap periode. Practical content adalah penjelasan manfaat ilmu untuk kehidupan. Case content adalah penjelasan kasus nyata yang relevan dengan materi kuliah. Science and technology content adalah upaya untuk menjelaskan makna ayat al-Qur’an dan hadis dari segi sains dan teknologi untuk memperkuat keyakinan Islam dan mendorong pengembangan ilmu. Sedangkan Islamic content adalah prinsip dasar tauhid yang ditanamkan bahwa semua ilmu bersumber dari Allah. Sehingga ilmu umum dan agama tersebut merupakan sesuatu yang integral.[22]
Dilihat dari penjelasan di atas terlihat integrasi sains dan Islam di UIN Jakarta terlihat masih belum sepenuhnya dan sama dengan pola integrasi agama dan ilmu yang disampaikan oleh Ian Ian G. Barbour yakni paradigma dialogis. Menurut Ian G. barbour paradigma dialogis adalah konsep integrasi yang muncul dengan mempertimbangkan pra-anggapan dalam upaya ilmiah; atau mengeksplorasi kesejajaran metode antara sains dan agama; atau menganalisis konsep dalam satu bidang dengan konsep dalam bidang lain. Dalam bidang sains dan agama, dialog menekankan kemiripan dalam pra-anggapan, metode, dan konsep.[23]
Perubahan konsep pada UIN baik itu UIN Malang maupun UIN Jakarta sesungguhnya memiliki satu keinginan yang sama yaitu mewujudkan atau merealisasikan gagasan tentang integrasi ilmu agama dan umum dalam rangka mengakhiri perdebatan wacana tentang dikotomi ilmu. UIN Jakarta dengan menggunakan paradigma integrasi ilmu dialogis dari Ian G. Barbour. Sementara UIN Malang lebih memilih pendekatan Imam Al-Ghazali yang mengklasifikasikan ilmu menjadi Fardlu ’ain dan fardlu Kifayah dengan metode ”takwil” yang diambil dari ilmu-ilmu sosial. Budaya pendidikan yang dikembangkan disesuaikan dengan budaya universitas. Artinya semangat perubahan universitas diikuti juga dengan semangat pengembangan budaya yang berwawasan universitas juga baik yang ditunjukkan melalui riset-riset, publikasi hasil penelitian dan lain-lain.
Tidak berhenti sampai disini, karena ini masih belum cukup untuk mengentaskan integrasi ilmu. Pada prinsipnya, program studi ke-islam-an tetap menjadi komposisi yang mendominasi, sedang program studi non-islam merupakan bumbu tambahan dalam kurikulmunya. Hal ini bisa dilihat dalam penjelasan Yahya Ismail sebagaimana yang tertera di bawah ini:
No.
Faculty
Departement
1
Tarbiya* and Teaching Sciences**
1.      Teaching Islamic Sciences
2.      Teaching Arabic Language
3.      Islamic Educational Studies
4.      Tadris whit study program: teaching mathematics, teaching biology, teaching chemistry, teaching physics and teaching English.
2
Ushul al-Din* and Phylosopyh**
1.      Comparative religion
2.      Sociology of religion
3.      Theology and philosophy
4.      Islamic political thougth
5.      Tafsir and hadith
3
Adab* and Humanities**
1.      Arabic language and literature
2.      Islamic history and civilization
3.      Translation
4.      English language and literature
5.      Library sciences
4
Shari’a* and Law**
1.      Al-Ahwal al-Shakhsiyya with study programs: Islamic court and Administration of Islamic Personal Law.
2.      Islamic Criminal Law and Legal Political Sciences
3.      Comparative Jurisprudence and Law
4.      Mu’amalat with study programs: Shari’a
5.      Banking and Islamic Insurance
5
Da’wa* and Communication**
1.      Communication and Da’wa
2.      Islamic Guidance and Counseling
3.      Management of Da’wa
4.      Community Development and Social
5.      Welfare
6
Dirasat Islamiyya
Focuses on comprehensive Islamic Studies (Ushul al-Din, Shari’a, Arabic Language)
7
Psychology
Psychology
8
Sciences and Technology
1.      Information technology
2.      Mathematics
3.      Chemistry
4.      Physics
5.      Biology
9
Medicine and Health sciences
Medicine and Health sciences
10
Graduate Studies
Masters and Doctorate Program
Tabel. 1. Contoh kurikulum integrasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
*Kondisi Fakultas yang asli
**Kondisi fakultas setelah menjadi universitas
Dengan kondisi ramuan seperti ini, diharapkan akan memperoleh hasil lulusan yang menjelma menjadi sosok religius professional dan pada saat yang bersamaan juga menjadi professional yang religious. Meminjam bahasa Prof. Imam Suprayoga adalah ulama’ yang intelektual serta intelektual yang ‘ulama.

3.      Formulasi Pengembangan Kurikulum Berbasis Integrasi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Adapun dalam pengembangan kurikulum di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lebih di kenal dengan istilah integrasi interkoneksi. Disini penulis akan memaparkan fokus pada ranah paradigma berfilsafatnya. Yakni dalam sumber pengetahuan yang merupakan jiwa dari ilmu, dikenal istilah teoantroposentris. Yang mana istilah ini dipakai untuk menunjuk adanya perpaduan dua sumber pengetahuan yang didapatkan dari Tuhan (wahyu) serta yang diperoleh dari manusia (melalui proses berpikir). Contoh dari perpaduan ini adalah agama menyediakan etika dalam perilaku ekonomi diantaranya adalah bagi hasil (al-mudhârabah), dan kerjasama (al-musyârakah). Di mana terjadi proses objektifikasi dari etika agama menjadi ilmu agama yang dapat bermanfaat bagi orang dari semua penganut agama, non-agama, atau bahkan anti-agama.[24] Berikut adalah gambar yang mengilustrasikan hubungan jaring laba-laba yang bercorak teoantroposentris-integralistik.
integrasi-interkoneksi.png (588×532)
Alur di atas menunjukkan bahwa inti keilmuan (hard core) adalah al-Qur’an dan as-Sunnah, sedangkan beberapa term yang mengitarinya adalah kawasan yang disebut sabuk pengaman. Inti adalah sesuatu yang final, tidak dapat diubah-ubah, sedangkan wilayah yang mengitarinya masih terbuka untuk terus dilakukan penguatan ataupun pembaruan sesuai dengan perkembangan pemikiran dan kondisi zaman yang senantiasa menyertainyaTergambar di atas bahwa jarak pandang atau horizon keilmuan integralistik begitu luas (tidakmyopic) sekaligus terampil dalam perikehidupan sector tradisional maupun modern karena dikuasainya salah satu ilmu dasar dan keterampilan yang dapat menopang kehidupan di era informasi-globalisasi. Di samping itu, tergambar sosok manusia beragama (Islam) yang terampil dalam menangani serta menganalisis isu-isu yang menyentuh problem kemanusiaan dan keagamaan di era modern dan pasca modern dengan dikuasainya berbagai pendekatan baru yang diberikan oleh ilmu-ilmu alam (natural science), ilmu-ilmu sosial (social science) dan humaniora (humanities) kontemporer. Di atas itu semua, pijakan utama dari semua keilmuan yang ada dilandaskan pada etika-moral keagamaan dalam setiap langkah yang ditempuh. Terlepas dari apakah itu keilmuan yang bercorak agama atau non-agama haruslah mempunyai landasan yang kuat pada Al-Qur’an dan Hadistyang dijadikan pandangan hidup (weltanschauung) keagamaan manusia yang menyatu dalam satu tarikan nafas keilmuan dan keagamaan.[25]
Dari gambar di atas, nampak jelas bahwa dalam Islam tidak ada pendikotomian ilmu yang menjadikan ilmu terklasifikasikan menjadi ilmu agama dan non-agama dengan konsekuensinya saling berdiri sendiri tanpa ada hubungan antara satu keilmuan dengan keilmuan satunya. Karena bagaimana pun semua pengetahuan, pada dasarnya berasal dari satu Tuhan, meski dalam berbagai cara penyampaiannya kepada manusia. Selain itu, nampak pula bahwa dari ilustrasi di atas, al-Qur’an dan Sunnah menjadi “hard core” keilmuan keislaman, sementara lingkar-lingkar pada lapis di luarnya menjadi domain “protective belt” yang sangat mungkin dikembangkan sebagai upaya menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dalam dunia yang selalu berkembang ini. Dengan tidak meninggalkan al-Qur’an dan as-Sunnah, keilmuan-keilmuan yang ada dapat dikembangkan berdasarkan semangat keislaman.[26]
4.      Perbedaan Formulasi Pengembangan Kurikulum Berbasis Integrasi
Lebih mendalam lagi, disini penulis mencoba memaparkan beberapa perbedaan yang terasa dalam setiap pengembangan paradigma keilmuan integrasi di beberapa UIN yang ada di Indonesia. Disini penulis mengambil contoh tiga UIN, yakni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
No.
Nama UIN
Paradigma Keilmuan
Formula Integrasi Keilmuan
1
UIN Syarif Hidayatullah
Islam tidak mengenal dikotomi keilmuan, karena sumber semua pengetahuan adalah Allah. Oleh karenanya, paradigma keilmuan yang dikembangkan adalah mempertemukan sains dengan kebenaran wahyu.
Integrasi keilmuan merupakan perpaduan intern ilmu agama dan intren ilmu umum, serta integrasi antara ilmu agama dengan ilmu umum. Perpaduan ini mencakup beberapa 3 aspek atau level, yakni; integrasi ontologis, integrasi klasifikasi ilmu dan integrasi metodologis
2
UIN Sunan Kalijaga
Islam mengembangkan ilmu yang bersifat universal dan tidak mengenal dikotomi antara ilmu-ilmu qauliyyah/hadhârah al nash (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teks keagamaan, dengan ilmu-ilmu kauniyyah rah al- (ilmu-ilmu kealaman dan kemasyarakatan), maupun dengan hadhârah al-falsafah (ilmu-ilmu etis-filosofis).
Integrasi-interkoneksi merupakan bangunan keilmuan universal yang tidak memisahkan antara wilayah agama dan ilmu. Oleh karenanya, integrasi keilmuan adalah integrasi hadhârah al nash, hadhârah al-dan hadhârah al-falsafah yang dilakukan melalui 2 model, yakni; (1) integrasi-interkoneksi dalam wilayah internal ilmu-ilmu keislaman, dan (2) integrasi-interkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum.
3
UIN Maulana Malik Ibrahim
Meletakkan agama sebagai basis ilmu pengetahuan. Al-Quran dan Hadis dalam pengembangan ilmu diposisikan sebagai sumber ayat-ayat qauliyyah sedangkan hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis diposisikan sebagai sumber ayat-ayat kauniyyah. Dengan posisinya seperti ini, maka berbagai cabang ilmu pengetahuan selalu dapat dicari sumbernya dari al-Quran dan Hadis. Metafora yang digunakan adalah sebuah pohon yang kokoh, bercabang rindang, berdaun subur, dan berbuah lebat karena ditopang oleh akar yang kuat. Akar yang kuat tidak hanya berfungsi
menyangga pokok pohon, tetapi juga menyerap kandungan tanah bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon.
Integrasi keilmuan merupakan penggabungan ilmu agama dan ilmu umum dalam satu kesatuan. Kedua jenis ilmu yang berasal dari sumber yang berbeda itu harus dikaji secara bersama-sama dan simultan. Perbedaan di antara keduanya, ialah bahwa mendalami ilmu yang bersumber dari al-Quran dan hadis hukumnya wajib ‘ain bagi setiap mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sedangkan mendalami ilmu yang bersumber dari manusia hukumnya wajib kifâyah.
Tabel. 3 Konsep Integrasi Keilmuan Berdasarkan Paradigma Keilmuan

D.    Kesimpulan
Sebagai refleksi dari catatan analisis pemaparan diatas, menunjukkan bahwa mendesak adanya pengembangan kurikulum berbasis islam dan sains. Hal ini berdasarkan sebagaimana landasan kurikulum yang meliputi landasan teologis, psikologis, sosio-kultural serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan berlandasan pada ilmu pengetahuan dan teknologi maka, konstruksi kurikulum yang hadir akan semakin apik dengan ke-aktualan-nya dalam menjawab realitas empiris yang ada. Sedangkan dalam implementasinya, pengembangan kurikulum berbasis Islam dan sains ini memiliki pola dari beberapa level lingkup, yakni lingkup epistemologi sebagai dasar konstruksinya, lingkup fakultas serta lingkup kurikulum sebagai roh yang pada akhirnya terbentuklah kontrusi kurikulum berbasis islam dan sains.


Daftar Pustaka

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan Sekularisme. cet. ke-2. 2011. Bandung: Pimpin Pustaka
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. 2010. Jakarta: Bumi Aksara
Bagir, Zainal Abidin. Kebangkitan dan Kemunduran Sains Islam: Belajar dari Sejarah. Paper Stadium General di STAIN Surakarta, March 5, 2005
Hidayat, Komaruddin dan Hendro Prasetyo (eds), Problem and Prospek IAIN: Antologi Pendidikan Tinggi Islam. Jakarta: Ministry of Religious Affairs
Hidayat, Qomaruddin. Agama, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Seminar Nasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di Publikasikan pada ASWAJA TUBE. 16 Februari 2015
Ismail, Yahya. Integration of Religion and Science in the Indonesian State Islamic Universities. 2005. STAIN Surakarta. Paper untuk “Science and Religion: Global Perspectives”, June 4-8, 2005, in Philadelphia, PA, USA, a program of the Metanexus Institute
Nurdin, Syafruddin. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. 2005. Jakarta: Quantum Teaching
Rakhmat, Ioanes. Beragama dalam Era Sains Modern. 2013. Jakarta: Pustaka Surya Daun
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.Baca http://pustakailmiah78.blogspot.co.id/2015/12/landasan-pengembangan-kurikulum_24.html



[1] Prof. Qomaruddin Hidayat. Agama, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Seminar Nasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di Publikasikan pada ASWAJA TUBE. 16 Februari 2015
[2] Lihat paper Yahya Ismail. Integration of Religion and Science in the Indonesian State Islamic Universities. 2005. STAIN Surakarta. Hlm. 1
[3] PTAIN stands for Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri established in 1950
[4] Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo (eds), Problem and Prospek IAIN: Antologi Pendidikan
Tinggi Islam. Jakarta: Ministry of Religious Affairs. Hlm. xiv-xv
[5] Op.Cit. Yahya Ismail. Hlm. 2-3
[6] Lihat: Zainal Abidin Bagir. Kebangkitan dan Kemunduran Sains Islam: Belajar dari Sejarah, paper
presented at Studium Generale of STAIN Surakarta, March 5, 2005, Hlm. 2-3
[7] Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, cet. ke-2, Bandung : Pimpin, 2011, hlm. 165
[8] Ibid. hlm. 55
[9] Inilah yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali melalui karyanya Tahafut al-Falasifah yang mengkritik 20 pemikiran filosof (Ibnu Sina dan al-Farabi) yang terpengaruh oleh pemikiran Yunani, salah satunya tentang keazalian alam.
[10] Salah satunya adalah komentar Dr. Ioanes Rahmat terhadap tulisan penulis Mengislamkan Sains : Apanya yang Diislamkan yang dimuat www.Hidayatullah.com : “Yang ingin saya temukan, misalnya matematika Islam, atau astronomi Islam, ilmu ukur Islam, ilmu kedokteran Islam, dll, apakah akan bisa ada dlm dunia ini? Misalnya, menurut ilmu ukur Islam, sudut siku-siku bukan 90 derajat, tapi 97 derajat, sudut lingkaran bukan 360, tapi 357 derajat. Atau, Dr. Zarman bisa usulkan, menurut kosmologi Islam, jagat raya kita baru berusia 6000 tahun, bukan 13,72 milyar tahun. Atau, Dr. Zarman bisa usulkan, menurut ilmu kedokteran Islam, segumpal janin dalam rahim seorang ibu memerlukan masa 2 tahun dalam kandungan sebelum dilahirkan sebagai seorang bayi yang sehat. Atau, dalam neurobiologi Islam, Dr. Zarman dapat mengusulkan bahwa setiap insan Muslim berpikir tidak dengan mekanisme neurologis dalam otak, tetapi dengan mekanisme kardiologis dalam jantung. Nah, sains-sains Islam yang khas dan unik ini yang saya mau temukan dari pemikiran Dr. Zarman. Tapi dia tidak menyodorkannya; padahal saya berharap minimal contoh-contoh kecilnya saja dapat saya temukan dalam tulisannya.”(Ioanes Rakhmat, Beragama dalam Era Sains Modern, Jakarta: Pustaka Surya Daun, 2013, hlm. 84-85).
[11] Salah satu contohnya adalah buku Matahari Mengelilingi Bumi karya Ahmad Sabiq (Pustaka al-Furqon, 2006) yang berisi tentang argumentasi penulis tentang kebenaran matahari mengelilingi bumi (geosentrisme) berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. Buku ini memancing banyak perdebatan di internet karena sains modern menyatakan bahwa bumilah yang mengelilingi matahari (heliosentrisme). Padahal, kedua pandangan tersebut sama benarnya, tergantung pada kerangka acuan yang dipilih. Jika matahari dijadikan kerangka acuan tetap, maka bumilah yang mengelilingi matahari. Sebaliknya, jika bumi dijadikan kerangka acuan yang tetap, maka mataharilah yang mengelilingi bumi.
[12] LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.Baca http://pustakailmiah78.blogspot.co.id/2015/12/landasan-pengembangan-kurikulum_24.html
[13] Oemar Hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran. 2010. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 68
[14] Syafruddin Nurdin. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. 2005. Jakarta: Quantum Teaching.  Hlm. 36
[15] Op.Cit. Zainal Bagir
[16] Op.Cit. Yahya Ismail. Hlm. 3
[17] Op.Cit. Yahya Ismail. Hlm. 4
[18] Saefuddin dkk. On Islamaic Civilization Menyalakan Kembali Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam. 2010. Semarang: UNISSULA Press. hlm, 323
[19] Ibid. Saefuddin dkk. hlm, 323-324
[20] Imam Suprayogo, Universitas Islam Unggul Refleksi Pemikiran Pengembangan Kelembagaan dan Reformulasi Paradigma Keilmuan Islam. 2009. Malang: UIN Press. hlm,194
[21]Agus Maimun & Agus Zaenul Fitri, Madrasah Unggulan Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif, (Malang: UIN Press, 2010), hlm, 117-119
[22]Asrori S. Karni. Etos Studi Kaum Santri Wajah Baru Pendidikan Islam. 2009. Bandung: Mizan. Hlm. 309-310
[23]M. Cholid Zamzami. Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam. http://dc300.4shared.com/doc/GG-ih58j/preview.html diakses tanggal 29 Desember 2011
[24] Amin Abdullah. Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Intergatif-Interkonektif. 2006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 105
[25] Ibid. Amin Abdullah. Islamic Studies di Perguruan Tinggi…. Hlm. 106

No comments:

Post a Comment