Monday, June 4, 2018

Kajian Jurnal Kasus Implementasi QMS-E dalam Konteks Institusi Pendidikan di Luar Negeri

Kajian Jurnal Kasus Implementasi QMS-E dalam Konteks Institusi Pendidikan di Luar Negeri
“Jurnal Andrea Bernhard Quality Assurance on the Road: Finlandia and Austria in Comparasion, Jurnal European Quality Assurance Forum: Trends in Quality Assurance Budapest, 20-22, Tahun 2008”
Oleh :
 Nur Hikmah (16771031)
Arina Maftuhati (16771027)
Mahasiswa Prodi Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

A.      Identitas Jurnal

Penulis akan mengkaji jurnal mengenai implementasi QMS dalam konteks institusi pendidikan di luar Negeri. Jurnal ini berjudul Quality Assurance on the Road: Finlandia and Austria in Comparison. Jurnal ini ditulis oleh Andrea Bernhard (anggota penelitian di Institut Ilmu Pendidikan di Universitas Graz/Australia), dan pernah menjadi Dewan Akreditasi Austria (OAR).

B.       Pendahuluan

Untuk menjadi bangsa yang maju dan berkembang, pendidikan menjadi faktor utama yang memiliki pengaruh sangat besar. Dengan pendidikan yang matang, suatu bangsa akan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan tidak mudah diperbudak oleh pihak lain. Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi bangsa yang ingin maju, berkembang, dan berdaya saing pada tataran global. Peningkatan mutu pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang andal, sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa. Banyak orang mengartikan hubungan kerja sama anatar sekolah dan masyarakat itu dalam pengertian yang sempit, artinya hubungan kerja sama itu hanya dimaknai dalam hal mendidik anak belaka. Sehingga konteksnya hanya berkisar pada tatanan hubungan orang tua dan guru-guru di sekolah yang bersama-sama mendidik anaknya. Padahal, hubungan masyarakat (humas) merupakan suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian goodwill, kepercayaan, penghargaan dari publik sesuatu badan khususnya dan masyarakat umumnya.[1] Di Finlandia, profesi guru dipandang sangat popular bukan karena gajinya yang tinggi melainkan karena status sosial yang sangat terhormat di masyarakat. Sistem menejemen mutu (QMS) memiliki definisi yaitu sebagai suatu sistem untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi dalam hal mutu di samping itu juga berguna sebagai suatu sistem manajemen untuk menetapkan kebijakan dan sasaran serta untuk mencapai sasaran itu. Sistem menajamen mutu (QMS) menyediakan struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan demi memastikan mutu dari layanan dan produk yang dihasilkan organisasi. Salah satu isu utama agenda institusional dan politik kebijakan pendidikan tinggi di seluruh Eropa adalah kualitas. Sementara pendanaan tentu membatasi perluasan mereka, pendidikan tinggi masih terus berkembang, dengan proses transisi masyarakat Barat menuju ekonomi berbasis teknologi dan kebutuhan untuk memobilisasi sumber daya manusia yang terlihat. Namun demikian universitas-universitas Eropa selalu berusaha untuk mengevaluasi kegiatan mereka dengan cara pemeriksaan dan makalah yang diterbitkan. Pada awal abad ke 19 khususnya pemerintah telah tertarik dengan kualitas pendidikan tinggi dikarenakan "mempertanggungkan keuangan pendidikan tinggi serta mendefinisikan kerangka hukum dan administrasi di mana institusi itu ditingkatkan”. Konteks politik dari sebagian besar sistem pendidikan tinggi Eropa Barat berubah secara drastis di masa lalu yang akibatnya mempengaruhi mekanisme kontrol kualitas secara signifikan. Hampir jaminan kualitas semua negara diatur dalam hukum nasional dan dikelola dalam garis disiplin akademik. Jaminan kualitas dikaitkan dengan standar tertentu yang didasarkan pada pemahaman bersama (aturan dan peraturan formal). Berbagai jenis cara pengawasan telah diuraikan mulai dari proses pemerintahan untuk mengevaluasi kualitas dalam hal indikator. Dalam konteks Eropa, penilaian yang lebih untuk visibilitas, transparansi dan komparabilitas kualitas di pendidikan tinggi terkait erat dengan Deklarasi Bologna para Menteri Pendidikan Uni Eropa pada tahun 1999 dan kecenderungan ini terus menjadi salah satu tema sentral secara keseluruhan Proses Bologna.[2]

C.      Hasil Penelitian dan Pembahasan

Finlandia - Evaluasi dan Audit
Kementerian Pendidikan Finlandia (Opetusministerio) secara tegas menyebut dalam visinya bahwa pendidikan merupakan faktor kunci bagi ekonomi dan peradaban modern di negaranya. “Finland is a Nordic welfare society, where education and training, culture and science are the key factors for citizens’ well-being, as well as for the Finnish economy and modern civilisation[3]. Undang-undang tentang masalah pendidikan berada di bawah tanggung jawab Parlemen Finlandia dan “Semua institusi pendidikan tinggi terakreditasi oleh negara dalam arti mereka tidak bisa beroperasi tanpa diakui oleh undang-undang (universitas) atau tanpa lisensi yang diberikan pemerintah (politeknik)”. Selanjutnya pemerintah dapat mewajibkan persetujuan program pendidikan baru serta pengembangan operasi atau ketentuan lebih lanjut. Semua universitas Finlandia bersifat otonom kecuali dari ketentuan umum dalam fungsi, operasi dan tujuan. Namun mereka dijalankan oleh pemerintah dan terutama dibiayai oleh negara bagian sedangkan politeknik diselenggarakan di tingkat kotamadya atau swasta dan hanya dibiayai bersama oleh pemerintah dan penguasa setempat. Finlandia memang Negara kecil, jumlah penduduknya hanya sekitar 6 juta orang. Ini tentu menjadi salah satu unsur kemudahan penataan system pendidikan. Namun, ini bukanlah satu-satunya unsur penting keberhasilan sistem pendidikan Finlandia. Pendidikan formal di Finlandia dimuali pada umur 7 tahun. Sebelum itu, anak hanya ditemani bermain sesuai dengan selera mereka. PR atau Pekerjaan Rumah, juga sangat amat sedikit. Segala bentuk tes ditunda, sampai anak telah menginjak dewasa. Walaupun begitu, peserta didik Finlandia terus saja memperoleh peringkat satu di dalam berbagai indikator internasional yang meliputi membaca, berhitung dan menulis. Peringkat ini konsisten sejak 2001 lalu, sampai sekarang. Karena hal ini, Finlandia terus menerima kunjungan dari berbagai institusi pendidikan Negara lain.
Sistem pendidikan di Finlandia tidak mengkotak-kotakkan peserta, tidak ada diskriminasi peserta didik yang didasarkan atas tingkat intelektual mereka. Peserta didik hanya dikategorikan menjadi dua, yaitu peserta didik yang lamabat belajar dan peserta didik yang cepat belajar. Emmanuel Kant mengatakan bahwa pendidikan adalah pemanusiaan manusia atau memanusiakan manusia muda. Peserta didik yang lambat belajar tentu mendapat bimbingan yang intensif. Namun bagi peserta didik lain juga disediakan kelas tambahan bila mereka ingin mengikuti kelas tambahan secara suka rela. Sistem pendidikan di Finlandia tidak mengenal adanya sistem tinggal kelas bagi peserta didik yang nilainya kurang, Finlandia memandang sistem seperti ini akan mengganggu rasa percaya diri peserta didik sehingga menghambat mereka untuk berprestasi. Finlandia juga tidak mempunyai ranking, sebab peringkat atau nilai dianggap tidak penting oleh pendidik, yang penting adalah bagaimana peserta didik menguasai materi pelajaran. Beban belajar peserta didik di Finlandia 190 hari belajar per tahun.[4] Finlandia adalah Negara dengan kesenjangan pendidikan terkecil di dunia. Finlandia menterjemahkan prinsip humanis dengan memberikan kesempatan yang sama pada seluruh anak untuk mengenyam bangku pendidikan sekolah, anak laki-laki maupun perempuan, dari keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah hingga tinggi, anak imigran maupun penduduk asli, semuanya berkesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah dasar Finlandia tanpa dipungut biaya sepeserpun. Bahkan anak-anak lemah ingatan atau mental maupun dengan kasus psikologis khusus juga memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya.[5]
Hadirnya "negara evaluatif" di Finlandia memakan waktu hampir dua dekade dan diangkat terutama pada 1990-an selama depresi ekonomi yang mendalam 1991-1993. Setelah periode transisi itu, perubahan telah terjadi secara langsung dan saat ini pendidikan tinggi Finlandia dievaluasi secara teratur. Gagasan evaluasi sistematis lembaga pendidikan tinggi (universitas dan politeknik) dicetuskan oleh komite dengan mempertimbangkan penilaian kinerja universitas, yang disebut Komite KOTA, pada tahun 1985 yang merekomendasikan dua cara evaluasi yang berbeda: tinjauan institusional dan evaluasi disiplin nasional dari penelitian dan pengajaran. Karena itulah basis data universitas nasional KOTA didirikan untuk mempublikasikan data kuantitatif tentang sumber daya dan kinerja universitas. Sejak 1986, universitas harus menerapkan sistem evaluasi mereka “mampu menghasilkan informasi hasil penelitian dan pengajaran yang cukup dan sebanding serta informasi biaya mereka”. Setelah beberapa studi percobaan pada 1990-an, Pemerintah Finlandia menetapkan bahwa setiap lembaga pendidikan tinggi harus menjalani evaluasi pada tahun 2000. Evaluasi eksternal/jaminan kualitas mencakup penelitian, program gelar, institusi, serta tema khusus (penerimaan, bimbingan konseling siswa, dll.)
Untuk melaksanakan evaluasi ini Dewan Pendidikan Tinggi Finlandia (FINHEEC) didirikan pada akhir1990-an. Sejak Ketetapan Universitas 1998 semua institusi pendidikan tinggi diharuskan untuk berpartisipasi dalam evaluasi eksternal dan mempublikasikan hasil evaluasi tersebut secara terbuka. Meskipun evaluasi eksternal dan publikasi hasil mereka diatur oleh hukum, lembaga bebas untuk memilih pilihan evaluasinya. Meskipun lembaga akreditasi dan persetujuan atau praktiknya tidak dapat ditemukan di Finlandia sampai sekarang, tetapi proses dalam arah ini sedang berlangsung seperti skema akreditasi untuk politeknik. Pendekatan audit baru dari sistem jaminan kualitas beserta Kominike (pengumuman resmi) Berlin sedang dalam perencanaan. Sejak 2004 prosedur audit telah dikembangkan yang berkonsentrasi pada sistem jaminan kualitas pada institusi pendidikan tinggi. Hingga kini 18 audit telah dilakukan dan putaran audit pertama akan selesai pada 2011. Satu perspektif yang mungkin bisa terjadi adalah bahwa pada tahun 2009 audit akan menjadi kewajiban untuk semua institusi pendidikan tinggi.
FINHEEC - Dewan Evaluasi Pendidikan Tinggi Finlandia
FINHEEC didirikan pada tahun 1996 sebagai badan ahli independen dari Departemen Pendidikan untuk melakukan evaluasi. Dewan ini membantu semua jenis institusi pendidikan tinggi serta Kementerian dalam hal yang berkaitan dengan evaluasi FINHEEC terdiri dari 12 anggota yang merupakan perwakilan dari universitas, politeknik, mahasiswa dan pengusaha. Dewan tersebut memiliki dua subkomite permanen tambahan: “Bagian Khusus untuk Akreditasi Politeknik dan Dewan Akreditasi untuk ProgramProfesional.” Karena FINHEEC adalah anggota aktif dan penuh di Perserikatan Jaminan Kualitas Pendidikan Tinggi Eropa (ENQA), legitimasi tugasnya pun meningkat. Berbagai jenis evaluasi dilakukan oleh FINHEEC seperti evaluasi institusional,audit kualitas kerja, evaluasi program dan tematik, akreditasi program profesional, pemilihan pusat keunggulan dan unit kualitas dan evaluasi tindak lanjut dari proyek yang diimplementasikan. Evaluasi yang diprakarsai oleh Dewan tidak termasuk sanksi formal positif atau negatif; hanya saja Departemen Pendidikan dapat mendasarkan negosiasi kinerja tahunan pada hasil ini meskipun ada beberapa pengecualian ketika evaluasi memiliki dampak moneter. Metode ini terutama berfokus pada peningkatan dan perbaikan daripada akuntabilitas atau akreditasi. Finlandia tidak menunjukkan keberpihakannya pada kebijakan yang mengikuti jejak privatisasi dan standarisasi di dalam sektor pendidikan seperti yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat bahkan Jerman.[6] Di samping FINHEEC ada juga evaluator lain seperti Akademi Finlandia, yang mana bertanggung jawab untuk mengevaluasi penelitian dan mengembangkan metode untuk evaluasi. Tugasnya meliputi evaluasi umum, evaluasi disiplin ilmu dan program penelitian,mengembangkan indikator penelitian dan evaluasi pendanaan.
Akademi Finlandia mengevaluasi peneliti, tim peneliti dan seluruh lembaga serta lembaga penelitian sesuai dengan hasil yang telah dicapai. Selain evaluasi nasional, dilakukan juga evaluasi internasional dari berbagai bidang penelitian di Finlandia serta kegiatan evaluasi lainnya. Melihat lebih dalam pada sistem Finlandia, ada beberapa konflik yang terlihat. Meskipun tidak ada lembaga pendidikan tinggi yang  akan menyangkal untuk berpartisipasi dalam evaluasi, pada dasarnya mereka terlibat secara sukarela.Untuk meningkatkan visibilitas dan daya saing internasional, dibutuhkan perubahan kebijakan pendidikan tinggi Finlandia ini. Dalam tinjauan tematik mereka atas pendidikan tinggi Finlandia, telah membuat beberapa rekomendasi pada sistem jaminan kualitas seperti: FINHEEC harus tetap independen dari Kementerian dan hubungan antara stakeholder utama harus benar-benar jelas, Status hukum dan hubungannya dengan Departemen Pendidikan harus ditentukan karena tugas FINHEEC tidak sesuai dengan masalah yang akan datang dalam hal jaminan kualitas (contohnya Universitas Terbuka), FINHEEC juga harus memiliki hak lebih untuk menangani kegiatan tindak lanjut dan R & D. Koordinasi yang lebih baik dan lebih banyak kegiatan bersama antara FINHEEC dan Akademi Finlandia akan diperlukan bukan untuk menduplikasi evaluasi. Dengan peningkatan pendekatan internasional, peran kuat FINHEEC dan koordinasi nasional jaminan kualitas dapat berkurang. Masalah krusial untuk mendapatkan evaluator internasional, tentu saja, adalah bahasa Finlandia. Karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda terhadap arah yang lebih internasional dalam undang-undang.
Austria - Akreditasi dalam Berbagai Cara
Sebelum kita mengenal Austria lebih lanjut, kita menilik sedikit kondisi geografis dari Austria. Austria adalah salah satu Negara yang termasuk ke dalam gugusan Eropa bagian tengah. Ibukota Negara ini adalah Vienna. Negara ini memiliki system pemerintah Federal Republik dengan luas area sekitar 83.855 km persegi. Jumlah penduduk yang mendiami Austria tidak banyak, sekitar 8,47 juta jiwa. Sebagai bahasa nasional Austria adalah bahasa Jerman, sebagian besar program sarjana diajarkan di Jerman. Namun, siswa internasional yang belajar di Austria dapat memilih banyak program gelar yang diajarkan di Inggris karena akreditasi universitas yang tinggi di Austria. Austria memiliki sejarah singkat dalam hal akreditasi dan evaluasi dalam pendidikan tinggi, meskipun jaminan kualitas adalah masalah yang telah banyak dan didiskusikan secara terbuka dalam beberapa tahun terakhir. Sementara universitas publik masih dalam perjalanan untuk menemukan model jaminan kualitas yang sesuai, sektor Fachhochschul serta universitas swasta telah menerapkan bentuk akreditasi dan skema evaluasi yang diakui secara internasional.
The University Organization Act of 1993 (UOG) memperkenalkan untuk pertama kalinya program evaluasi sistematis dan  komprehensif yang menilai kualitas pengajaran dan instruksi. Kementerian dapat mengajarkan kerangka yang lebih rinci untuk penilaian kualitas sedangkan universitas harus mengembangkan prosedur evaluasi masing-masing sesuai dengan kerangka ini pada mereka. Dalam konteks ini perbedaan institusional menurut sektor non-universitas dan pendidikan tinggi swasta sangatlah penting. Sektor-sektor baru ini melibatkan perubahan-perubahan sesuai dengan jaminan kualitas seluruh sistem. Karena adanya persetujuan nasional baru, sektor publik pendidikan tinggi di Austria mengembangkan atau mengadopsi jaminan kualitas internal dan eksternal. Pada tahun 2002  universitas Austria memperoleh tingkat otonomi yang tinggi serta kemungkinan legislatif untuk mengembangkan prosedur jaminan kualitas. Menurut UG 2002, universitas bisa mengembangkan sistem manajemen mutu mereka sendiri, yang dapat menghasilkan akreditasi pada tingkat program akademik di sektor Fachhochschul dan sebagai instrumen untuk mengakreditasi universitas swasta (tingkat kelembagaan dan program). Untuk universitas negeri, semacam "persetujuan" dari Kementerian Pendidikan untuk program akademik dapat dibuat dalam arti bahwa rektor harus meminta penerimaan untuk menerapkan program akademik baru. Namun demikian, tidak ada persetujuan kurikulum pemerintah dan kualitasnya yang ditambahkan. Evaluasi eksternal dapat dibuat dan evaluasi seluruh sistem disiplin tunggal dapat dilakukan sesekali. Jadi, skema jaminan kualitas di universitas negeri masih cukup fleksibel.

FHR - Fachhochschulrat (universitas ilmu terapan)
Salah satu jenis pendidikan tinggi utama di Jerman adalah Fachhochschule. Universitas ini merupakan lembaga pendidikan yang memprogram pendidikan profesional untuk orientasi kerja. Fachhochschule yang sering disebut juga FH ini mirip seperti politeknik di Indonesia, yaitu lembaga pendidikan yang menekankan pada bidang aplikasi. Bidang teori lebih sedikit dibandingkan dengan praktek atau aplikasinya. Studi di Fachhochschule tidak dapat mencapai gelar doktor dan pendidikan di sini ditujukan bagi mereka yang ingin terjun ke industri langsung.[7] Sektor Fachhochschul baru dibentuk pada tahun 1994 dan didirikan dengan mengakreditasi program-program baru daripada mentransformasi lembaga pendidikan yang ada. Pembentukan sektor pendidikan tinggi yang baru ini merupakan gebrakan radikal dari sistem tradisi sebelumnya dengan universitas yang dikelola negara. Karena Fachhochschulen didirikan dan dijalankan secara pribadi, perluasan yang cepat melesat berjalan dengan hampir 30.000 siswa. Fachhochschulrat politik independen (Dewan Mahasiswa, FHR) dengan 16 anggota (setengah dengan latar belakang akademik dan kuliah universitas berkualitas dan setengah dari bidang bisnis dan industri) bertanggung jawab untuk jaminan kualitas dan pengembangan akreditasi, evaluasi dan re-akreditasi program gelar sarjana. Konfirmasi dana pemerintah, aplikasi dan akreditasi adalah isu-isu utama dan tujuan dari Dewan ini. Penilaian kualitas, termasuk kebijakan akreditasi, ditetapkan berdasarkan Undang-Undang. FHR memeriksa persyaratan hukum dari program yang diusulkan dan memberikan persetujuan untuk maksimal 5 tahun sambil menilainya pada saat yang sama.
OAR - Austrian Accreditation Council atau Dewan Akreditasi Austria (universitas swasta)
Di satu sisi untuk membuka sektor universitas bagi pemasok swasta dan di sisi lain untuk memastikan kualitas di sektor swasta dan mempertahankan standar umum, Dewan Akreditasi Austria (OAR) didirikan pada tahun 1999 sebagai otoritas pengambilan keputusan penuh dalam hal akreditasi universitas swasta (Ketetapan Akreditasi Universitas tahun 1999). Dewan ini terdiri dari delapan anggota yang diakui ahli di bidang pendidikan tinggi. OAR bertanggung jawab untuk pengawasan universitas swasta dan program akademik mereka. Universitas swasta bertanggung jawab kepada Dewan Akreditasi tentang pengeluaran untuk ruang kelas, pengeluaran saat ini dan biaya personil, jaminan kualitas. OAR adalah anggota dari berbagai jaringan internasional di bidang jaminan kualitas. Saat ini ada 12 universitas swasta dengan 149 program akademik terakreditasi yang sudah terdiri lebih dari 4200 siswa. OAR dapat dilihat sebagai penjaga pintu disektor pendidikan tinggi swasta ketika dilihat dari jumlah permintaan, terutama dalam hal akreditasi institusional: dalam hal permintaan termasuk jumlah proyek (yang tidak mengajukan permintaan) hanya 15% telah terakreditasi secara positif.
AQA (Badan Jaminan Kualitas Austria/Austrian Agency for Quality Assurance)
Pada awal tahun 2004, Badan Jaminan Kualitas Austria (AQA) dibentuk untuk membantu institusi pendidikan tinggi untuk menerapkan prosedur jaminan kualitas, mengkoordinasikan evaluasi dan menguraikan standar jaminan kualitas. Sejak Juni 2008, AQA adalah anggota penuh ENQA. Seperti di Austria, ada berbagai lembaga jaminan kualitas dengan tujuan yang berbeda, interaksi di antara mereka dan bagaimana hubungan ini akan dikembangkan merupakan hal yang menarik untuk dilihat. Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan menciptakan sistem jaminan kualitas yang lebih komprehensif memang terbukti, tetapi jalan yang diambil Austria belum diputuskan. Meskipun ada peraturan hukum untuk institusi pendidikan tinggi untuk mengembangkan manajemen kualitas internal universitas, tidak ada parameter yang ditetapkan untuk merencanakan sistem manajemen kualitas. Hal itu terletak di dalam institusi untuk menerapkan proses yang berbeda. Meskipun demikian, jaminan kualitas eksternal tidaklah wajib yang mana "menjalankan risiko jaminan kualitas eksternal sebagian besar dihindari”. Meskipun pembentukan skema jaminan kualitas AQA di universitas negeri masih cukup fleksibel. Dalam hal sektor non-universitas serta sektor swasta situasinya berbeda. Saat FHR mengevaluasi dan mengakreditasi program akademik secara teratur, dampak dari daerah atau kotamadya cukup kuat dan peningkatan kualitas dapat terhambat. Sektor swasta juga cukup diatur melalui OAR karena tidak hanya institusi yang berakreditasi, tapi setiap program  akademik tambahan harus menjalani prosedur akreditasi. Terutama dalam hal program-program universitas (yang mengarah pada gelar atau tingkatan akademis dan biaya intensif) ada banyak diskusi yang dilakukan terus-menerus karena universitas negeri dapat membuka program baru tanpa menjalani prosedur akreditasi apapun.

D.      Kesimpulan

Perbandingan Austria dan Finlandia
Hingga 1980-an istilah "kualitas" kurang lebih tidak benar-benar digunakan dalam teks kebijakan. Proses Bologna, Italia mengimplikasikan beberapa perubahan di seluruh sektor pendidikan tinggi, seperti kerangka kualifikasi nasional dan Eropa, struktur gelar baru, hasil pembelajaran orientasi dan fokus kelayakan kerja. Ini juga menyangkut jaminan kualitas untuk dampak yang tinggi. Saat ini pengaturan dari Register of Quality Assurance Authorities benar-benar didiskusikan di tingkat Uni Eropa serta di semua negara yang berpartisipasi. Tujuan utama dari Register ini adalah untuk menawarkan akses publik dan ketersediaan informasi tentang Otoritas Penilaian Kualitas. Untuk mempromosikan sistem jaminan kualitas di seluruh Eropa, seperti yang difokuskan dalam Bologna, pengakuan dan perbandingan sistem pendidikan tinggi serta tingkatan dalam hal mobilitas dan kelayakan kerja harus difasilitasi.
Melihat situasi di Finlandia dan Austria, kedua negara akhir-akhir ini memulai diskusi dan reformasi kebijakan tentang jaminan kualitas. Sementara diskusi pertama kali di Finlandia tentang jaminan kualitas dan strategi dimulai pada pertengahan 1980-an, tetapi di Austria memulai tidak sampai tahun 1990-an dan terutama terkait "untuk meningkatkan penggunaan yang efisien dan efektif dari sumber daya keuangan publik (yaitu, akuntabilitas) dan gagasan melepaskan ikatan antara kementerian negara dan lembaga (yaitu, otonomi)”.
Di Finlandia “jaminan kualitas” diterjemahkan sebagai “pengembangan kualitas” (kualitas sebagai pengembangan). Akreditasi tidak banyak dibahas, terutama karena alasan bahwa "Akreditasi pemerintah"formal Finlandia sudah ada. Namun, titik kritisnya adalah perubahan menuju penilaian (pengembangan sistem audit) atau akreditasi yang prosesnya saat ini sedang berlangsung di Finlandia. Di Austria, jaminan kualitas sangat berorientasi pada masukan (input) sampai tahun 2004 karena program akademik telah diatur oleh kontrol hukum yang kuat untuk memastikan kualitas. Situasi ini berubah secara dramatis dengan otonomi universitas dan kebebasan untuk mengembangkan sistem manajemen kualitas sendiri. Untuk sektor publik, prosedur akreditasi masih tidak wajib dibandingkan dengan sektor non-universitas dan sektor pendidikan tinggi swasta.
Saat ini peningkatan kepedulian untuk partisipasi dan keterlibatan siswa pada setiap tingkat jaminan kualitas telah diambil. Finlandia telah menyadari untuk melibatkan siswa di semua tingkatan siswa bahkan menjadi pemimpin di panel ahli, sedangkan Austria agak tertinggal dan hanya di perjalanan untuk melibatkan siswa dalam meninjau panel dalam prosedur akreditasi mereka (OAR, FHR). Schwarz dan Westerheijden melakukan studi banding dari 20 negara Eropa dalam hal kegiatan akreditasi dan evaluasi mereka. Karena Finlandia dan Austria telah menjadi bagian dari studi ini fitur-fitur utama akan diilustrasikan: Hingga 1992 Austria dan Finlandia tidak menampilkan kegiatan evaluasi di tingkat supra-institusional seperti yang terjadi di setengah dari negara-negara Eropa.  Enam tahun kemudian kedua negara berkonsentrasi pada persetujuan negara, keduanya berubah menjadi skema akreditasi dengan kegiatan evaluasi pada tahun 2003. Sementara Austria menggunakan prosedur persetujuan "program gelar pada satu jenis pendidikan tinggi", di Finlandia, Kementerian bertindak sebagai "lembaga akreditasi" bersama dengan lembaga jaminan kualitas. Mengenai unit penilaian, Austria berkonsentrasi pada skema akreditasi, sementara Finlandia berkonsentrasi pada skema evaluasi. Menyeimbangkan akuntabilitas dan peningkatan kualitas diklaim sebagai tujuan utama tetapi juga sulit diraih, terutama karena pendanaan yang masih belum memadai. Baik Finlandia dan Austria telah sangat berupaya di sektor pendidikan mereka untuk membuat populasi mereka sesuai untuk tantangan masa depan dan untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem jaminan kualitas mereka secara berkelanjutan.



[1] Arbangi, Dakir, Umiarso, Manajemen Mutu Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2016), Cet. 1, hlm. 72
[2] Proses Bologna dimaksudkan untuk membuka perbatasan di dalam Eropa dan memudahkan siswa Eropa untuk belajar dan bekerja di luar negeri. Standar di setiap Negara Eropa dalam proses ini akan serupa dan transfer antara Negara-negara yang dibuat jauh lebih mudah. Dalam penandatanganan perjanjian Proses Bologna Negara menjadi anggota apa yang disebut “Eropa Tinggi di Area Pendidikan”, tujuan bersama mereka adalah untuk membuat lebih mudah untuk bergerak dalam wilayah untuk tujuan studi dan kerja.
[3] Andika Kelana Putra, Resistensi Finlandia terhadap Global Educational Reform Movement, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4, No. 1, Maret 2015, hlm. 1404
[4] Kasihadi, Optimalisasi Prestasi Peserta Didik melalui Sistem pendidikan yang Humanis: Suatu Perbandingan dengan Negara Maju, Jurnal Widyatama, Vol. 20, No. 2, 2011, hlm.  149
[5] Ibid
[6] Andika Kelana Putra, Resistensi Finlandia terhadap Global Educational Reform Movement, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4, No. 1, Maret 2015, hlm. 1396
[7] Saifullah, JIP, Konsep Pendidikan Jerman dan Australia (Kajian Komparatif dan Aplikatif terhadap Mutu Pendidikan Indonesia),  International Multidisciplinary Journal, Vol. II, No. 02, Mei 2014, hlm. 267

No comments:

Post a Comment