Transfer Embrio ke Rahim Lain
(Surrogate Mother)
Makalah
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dosen
Pengampu:
Dr. Tutik Hamidah,
M.Ag

Disusun
Oleh :
Luluk
Susanti
(16771021)
PROGRAM
STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA
MALIK IBRAHIM
MALANG
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Banyak sekali berbagai permasalahan kontemporer yang pada
dewasa ini sedang marak dibicarakan khususnya dalam bidang kedokteran, yaitu
diantaranya cara memperoleh keturunan atau bayi tabung.
Setiap manusia berkeinginan untuk memperoleh anak
(keturunan), sebagai suatu naluri yang dibawanya sejak lahir.Keluarga yang
mandul dianggap sebagai suatu bencana. Dan
memang ternyata tidak semua keluarga diberi Allah keturunan, sebagaimana firman
Allah:
°!Ûù=ãBÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#ur4ß,è=øs$tBâä!$t±o4Ü=pku`yJÏ9âä!$t±o$ZW»tRÎ)Ü=ygtur`yJÏ9âä!$t±ouqä.%!$#ÇÍÒÈ÷rr&öNßgã_Íirtã$ZR#tø.è$ZW»tRÎ)ur(ã@yèøgsur`tBâä!$t±o$¸JÉ)tã4¼çm¯RÎ)ÒOÎ=tæÖÏs%ÇÎÉÈ
Artinya: Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi,
Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan
kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa
yang Dia kehendaki,, atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada sia yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa
yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi
Maha Kuasa.(QS.Asy-Syuara: 49-50).
Memang benar, ternyata ada orang yang
mandul sehingga ia tidak bisa membuahi istrinya, walaupun secara fisik sehat
dan kuat melaksanakan hubungan seksual. Hal demikian ini adalah tipe seorang
lelaki yang tidak menghasilkan spermatozoa, yang biasa dinamakan azzospermia.
Atau seorang perempuan yang tidak mempunyai ovarium, sehingga ia tidak
menghasilkan telur setiap bulan, walaupun ia masih memperlihatkan haid.
Kebanyakan di antara laki-laki dan perempuan tersebut karena mengalami gangguan
pada jumlah spermatozoa di dalam spermanya. Diantara upaya untuk menolong
keluarga tersebut adalah melalui bayi tabung.
Salah satu jenis
kemajuan di bidang kedokteran adalah saat ditemukannya cara pengawetan sperma
dan metode pembuahan di luar rahim atau yang dikenal dengan sebutan InVitro
Fertilzation (IVF) pada tahun 1970-an. InVitro Fertilzation (IVF), yaitu
terjadinya penyatuan atau pembuahan benih laki-laki terhadap benih wanita pada
suatu cawan petri (di laboratorium), yang mana setelah terjadinya penyatuan
tersebut (zygote), akan diimplantasikan atau di tanam kembali di rahim
wanita, yang biasanya pada wanita yang punya benih tersebut (program bayi
tabung) atau ditanamkan pada rahim wanita lain yang tidak mempunyai hubungan
sama sekali dengan sumber benih tersebut. Untuk hal ini dilakukan melalui suatu
perjanjian sewa (surrogacy) yang dikenal dengan istilah surrogate
mother (ibu pengganti).
Mencermati
kasus-kasus surrogate mother yang ada saat ini, memang masih banyak
terjadi di luar negeri, seperti India, Pakistan, Bangladesh maupun China.
Banyak terjadi penyewaan terhadap rahim seorang wanita disana dengan alasan
factor ekonomi yang sulit, sementara oleh penyewa (sumber benih) yang biasanya
berasal dari kalangan Negara-negara maju dengan alasan yang paling banyak adalah
factor estetika (takut penampilan kurang indah akibat melahirkan). Di Negara
mereka (terutama Amerika dan Inggris) secara hokum dengan
disepakatinyaperjanjian, maka hal tersebut sudah bisa berlaku. Tetapi apakah
karena hanya dengan pemberian atau imbalan sejumlah materi, maka dapat
diperbolehkan suatu tindakan yang berdampak terhadap penurunan nilai-nilai
kemanusiaan. Jadi perlu dipertanyakan kembali, sampai sejauh mana asas manfaat
busa digunakan bisa digunakan bagi kondisi pasangan suami istri yang kesulitan
mendapatkan keturunanm kemudian memanfaatkan teknologi ini karena diketahui
angka fertilitas di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu antara 7-15% dari
pasangan suami istri.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
pengertian bayi tabung?
2.
Bagaimanakah
pendapat Ulama’ tentang hokum transfer embrio ke rahim lain?
3.
Bagaimanakah
analisis pendapat Ulama tentanghukum
transfer embrio ke rahim lain?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian bayi tabung?
2.
Untuk
mengetahui pendapat Ulama tentang hukum
tranfer embrio ke rahim lain?
3.
Untuk
mengetahui analisis hukum hukum tranfer embrio
ke rahim lain?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Transfer Embrio Ke Rahim Lain
Bayi tabung adalah usaha manusia untuk membuahi telur
wanita (ovum) di luar tubuh wanita (in vitro), yakni di dalam sebuah
tabung gelas, sedangkan cara alami pembuahan (fertilisasi) terjadi di
dalam tubuh wanita (invitro).[2]
Bayi tabung merupakan terjemahan dari tube
baby, yaitu tabung yang dibuat sebagai tempat pembuahan sperma dan ovum
menjadi janin. Tabung yang digunakan untuk melakukan pembuahan dibuat
sedemikian rupa dengan teknologi dan pertimbangan medis yang begitu cermat,
sehingga serupa dengan keadaan saluran telur dan rahim wanita, tempat sperma
dan ovum biasanya di proses. Setelah terjadi pembuahan pada tabung tersebut
terjadilah embrio (mudghah), setelah cukup waktunya menurut pertimbangan
medis, embrio itu dipindahkan (diimplantasikan) ke rahim seorang wanita yang
telah direncanakan sebelumnya, hingga tiba saatnya melahirkan.[3]
Jadi yang disebut bayi tabung adalah
adalah sperma dan ovum yang dipertemukan dalam sebuah tabung. Setelah terjadi
pembuahan, kemudian disarangkan dalam rahim wanita, hingg sampai pada saatnya
melahirkan seorang bayi. Bayi inilah yang dikenal dengan “bayi tabung”.
Sebenarnya, antara bayi tabung dan bayi biasa tidak begitu jauh perbedaannya.
Letak perbedaannya hanya dalam masalah cara pembuahan.
Pengertian inseminasi buatan merupakan terjemahan
dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan
insemination artinya pemasukan. Dalam kamus, kata ini dimaknai dengan pembuahan
buatan. Dan istilah bayi tabung muncul sebagai hasil dari pembuahan tiruan itu.[4]
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu
teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma didalam vagina wanita,
pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970-an. Awal berkembangnya inseminasi
buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan
hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen
pada temperature -321 derajat Fahrenheit. Pada mulanya program pelayanan ini
bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki
keturunan secara alamiah disebabkan tuba fallopi istrinya mengalami kerusakan
yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program
ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki atau kelainannya yang
menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Disatu sisi bayi tabung merupakan suatu hikmah.
Karena dengan proses ini dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi
karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak.
Dalamkasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan
zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Pada hal ini kiranya tidak
ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang dilahirkan karena merupakan
keturunan genetic suami dan istri sendiri. Oleh karena itu, anak tersebut baik
secra biologis maupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keterunan
genetik) dari pasangan tersebut. Sehingga memiliki hubungan mawaris dan
hubungan keperdataan lainnya.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul
persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena
tujuannya yang mulia menjadi pertentangan.Terkhusus bagi kasus bayi tabung yang
berasal dari sperma pendonor, dalam artian bukan sari sperma suami sendiri.
a.
Bentuk Pertama
Benih istri (ovum) disewakan dengan benih suami (sperma),
kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dala
keadaan istri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena
pembedahan, kecacatan akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab lainnya.
b.
Bentuk kedua
Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disewakan
dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan
suami istri itu.
c.
Bentuk ketiga
Ovum istri disewakan dengan sperma laki-laki lain (bukan suaminya) dan
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami mandul dan
istri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih istri dalam
keadaan baik.
d.
Bentuk keempat
Sperma suami disewakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dala
rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila istri ditimpa penyakit pada
ovari dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau istri telah
mencapai putus haid ( manopause).
Dari keempat bentuk surrogate
mother tersebut, yang memenuhi kriteria surrogate mother yang
sebebnarnya adalah yang bentuk nomor 1, 2 dan 3.
B.
Pendapat
Ulama Tentang Surrogate Mother
1. Pendapat Yang Mengharamkan
a.
Menurut
Syeikh Mahmud Syaltut (1963)
Jika inseminasi
itu dari sperma laki-laki lain yang tidak terikat akad perkawinan dengan wanita
dan barangkali ini yang banyak dibicarakan orang mengenai inseminasi maka
sesungguhnya tidak dapat diragukan lagi, hal itu akan mendorong manusia ketaraf
kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan dan mengeluarkannya dari harkat
kemanusiaan, yaitu harkat kemasyarakatan yang luhur yang dipertautkan dalam
jalinan perkawinan yang telah disebar luaskan. Dan bilamana inseminasi buatan
untuk manusia itu bukan dari sperma suami, maka hal seperti statusnya tidak
dapat diragukan lagi adalah suatu perbuatan yang sangat buruk sekali dan suatu
kejahatan yang lebih mungkar dari memungut anak.[6]
b.
Menurut
Majelis Tarjih Muhammadiyah tahun 1980
Tidak dibenarkan
menurut hukum
Islam, sebab menanam benih pada rahim wanita lain haram hukumnya sebagaimana
sabda nabi Rasulullah SAW:
لا يحل لامرئ يؤمن بالله واليوم الاخر
ان يسقي ماءه زرع غيره
Artinya:Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah
dari hari akhirat menyirami airnya ke ladang orang lain (HR. Abu Daud)
Demikian pula diharamkan karena (1) pembuahan semacam itu termasuk kejahatan
yang menurunkan martabat manusia, dan (2) tata hukum yang telah dibina dalam
kehidupan masyarakat.[7]
c.
Pendapat Munas Alim Ulama’ (NU) Di Sukorejo
Situbondo Tahun 1983
Tidak sah dan haram
hukumnya menyewakan rahim bagi suami istri yang cukup subur dan sehat
menghendaki seorang anak. Namun kondisi rahim sang istri tidak cukup siap untuk
mengandung seorang bayi. Selain hadis di atas para ulama’ peserta munas
berdasarkan hadis Nabi yang terdapat pada Tafsir Ibnu Katsir Juz 3/326
Rasulullah bersabda:
ما من ذنب بعد الشرك اعظم عند الله من
نطفة وضعها رجل في رحم لا يحل له
Artinya: “Tidakada dosa yang lebih besar setelah syirik di
bandingkanseseorang yang menaruh spermanya di rahim wanita yang tidak halal
baginya”.(HR. Muslim)[8]
Jika terdapat kasus
semacam itu, peserta munas berpendapat bahwa, dalam hal nasab, kewalian dan hadlanah tidak bisa dinisbatkan kepada
pemilik sperma menurut Imam Ibnu Hajar, karena masuknya tidak muhtaram.Yang dimaksud dengan sperma
yang muhtaram adalah hanya ketika keluarnya saja, sebagaimanayang dianut oleh
Imam Ramli, walaupun menjadi tidak terhormat ketika masuk (ke vagina orang
lain).
d.
Yusuf Qardhawi
Dalam hal ini
Yusuf Qardhawi berpendapat sebagaimana jawaban beliau atas pertanyaan yang
diajukan sebagai berikut:
Artinya: Apa
pendapat Syariat islam tentang menyewa rahim wanita asing oleh seorang wanita
yang sudah menikah,
Dari pertanyaan diatas, bahwa Yusuf Qardhawi
mengharamkan sewa rahim dalam berbagai bentuknya. Jika sebagian wanita telah
diuji dengan tidak bisa memproduksi sel telur atau ovum maka kondisinya sama
dengan wanita yang tidak memiliki rahim atau lak-laki yang tidak dapat
memproduksi sperma tapi spermanya mati atau seperti mati. Mereka adalah yang
diuji Allah dengan kemandulannya.
Adapun Yusuf
Qardhawi mendasari pendapatnya dengan firman Allah dalam surat Asy-Syura ayat
49-50
tA$s%óOçGYtB#uä¼çms9@ö6s%÷br&tbs#uäöNä3s9(¼çm¯RÎ)ãNä.çÎ6s3s9Ï%©!$#ãNä3yJ¯=tætósÅb¡9$#t$öq|¡n=sùtbqçHs>÷ès?4£`yèÏeÜs%_{ôMä3tÏ÷r&/ä3n=ã_ör&urô`ÏiB7#»n=ÅzöNä3¨Yt7Ïk=|¹_{urúüÏèuHødr&ÇÍÒÈ(#qä9$s%wuö|Ê(!$¯RÎ)4n<Î)$uZÎn/utbqç7Î=s)ZãBÇÎÉÈ
Artinya: Milik
Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki,
member anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak
laki-laki kepda siapa yang dia kehendaki, atau Dia menganugrahkan jenis
laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia
Maha Mengetahui, Maha Kuasa.
Ada yang
dikehendaki Allah menjadi mandul dan tidak ada yang dapat menolak kehendak-Nya,
tidak ada obat untuk penyakit ini (mandul) kecuali sabar atas ujian Allah dan
ridha atas ketentuan Allah. Adapun praktik menyewa rahim hanya akan menimbulkan
perselisihan-perselisihan dikemudian hari antara pasangan suami istri yang
memiliki benih dengan wanita yang lain yang disewa rahimnya dan nasab anak yang
dilahirkan.
Hadist riwayat Imam Abu Daud, Nabi Bersabda:
لا يحلل لامرئ يؤمن بالله واليوم الاخر
ان يسقي ماءه زرع غيره (رواه ابو داود)
Artinya: Tidak halal bagi
seorang yang beriman kepda Allah dan hari akhir untuk menyiramkan
spermanya kedalam rahim orang lain (HR. Abu Daud).
Alasan lain bahwa penyewaan rahim tidakdiperbolehkan, larangan ini
dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuahpertanyaan yang membingungkan,
“siapakah sang ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa
karakteristik keturunan, ataukah yang menderita dan menanggung rasa sakit
karena hamil dan melahirkan?” padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas
kemauannya sendiri.[9]
Dari pendapat Yusuf Qardhawi tersebut dapat disimpulkan bahwa hukumharam
yang terdapat dalam sewa rahim dapat ditinjau dari beberapa segi, diantaranya
dari segi sosial, dapat menarik ketaraf kehidupan seperti hewan dan pencampuran
nasab. Segi etika, bahwa memasukkan benih ke dalam rahim perempuan lain
hukumnya haram berdasarkan hadist nabi serta bagi seorang wanita bisa
menimbulkan hilangnya sifat keibuan dan merusak tatanan kehidupan masyarakat.
e.
Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawar. MA,
Menurut beliau bahwa meskipun sewa rahim ada manfaatnya namun keburukan
atau mafsadah yang diakibatkan jauh lebih besar dari pada manfaatnya.
Diantaranya keburukan tersebut akan menimbulkan kacaunya status anak. Bahaya
lainnya adalah persengketaan yang akan timbul antara kedua ibu. Oleh karena itu
beliau berpendapat bahwa hukum penyewaan rahim tidak diperbolehkan (haram).[10]
2. Pendapat Yang Membolehkan
a.
Prof. Dr. Jurnalis Udin, PAK
Apabila rahim milik istri peserta program fertilisasi invitriol transfer
embrio itu memenuhi syarat untuk mengandung embrio itu hingga lahir,
penyelenggaraan reproduksi bayi tabung yang proses kehamilannya di dalam rahim
wanita lain (surrogate mother) hukumnya haram. Sebaliknya apabila (1)
rahim istrinya rusak dan tidak dapat mengandungkan emndrio itu, (2) belum
ditemukan teknologi yang dapat mengandungkan embrio itu di dalam tabung hingga
lahir, (3) karena itu satu-satunya jalan untuk mendapatkan anak dari benihnya
sendiri hanyalah melalui jalan surrogate mother maka hukum
menyelenggarakan reproduksi bayi tabung dengan menggunakan rahim wanita lain
hukumnya mubah, karena hal itu dilakukan selain dalam keadaan darurat juga
karena keinginan mempunyai anak sangat besar.[11]
b.
Ali Akbar
Menitipkan bayi tabung pada wanita yang bukan ibunya boleh, karena si ibu
tidak bisa menghamilkannya, disebabkan karena rahimnya mengalami gangguan
sedang menyusukan anak kepada wanita lain diperbolehkan dalam islam, malah
boleh diupahkan. Maka boleh pulalah memberikan upah wanita yang meminjamkan
rahimnya.[12]
c.
Salim Dimyati
Bayi tabung yang menggunakan sel telur dan sperma dari suami yang sah, lalu
embrionya dititipkan kepada ibu yang lain (ibu pengganti) maka apa yang
dilahirkan tidak lebih hanya anak angkat belaka, tidak ada hak mewarisi dan di
warisi, karena anak angkat bukanlah anak sendiri, tidak boleh disamakan dengan
anak kandung.[13]
C.
Analisis Pendapat Ulama’
Kalau kita hendak mengkaji masalah sewa rahim dari
segi hukum Islam, maka harusdikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazim
dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hokumijtihadnya sesuai dengan
prinsip-prinsip dan jiwa al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi pegangan umat Islam.
Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan
informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari
cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah
ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara
multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proposional dan mendasar.[14]
Menempatkan benih suami pada rahim
istri baik dilakukan secara alami maupun melalui perantara (dengan perangkat
medis) maka menurut ajaran Islam adalah halal, karena keduanya berada dalam
ikatan yang sah, sebagaimana Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
223:
öNä.ät!$|¡ÎSÓ^öymöNä3©9(#qè?ù'sùöNä3rOöym4¯Tr&÷Läê÷¥Ï©((#qãBÏds%urö/ä3Å¡àÿRL{4(#qà)¨?$#ur©!$#(#þqßJn=ôã$#urNà6¯Rr&çnqà)»n=B3ÌÏe±o0urúüÏZÏB÷sßJø9$#ÇËËÌÈ
“Isteri-isterimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok tanam. Maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu
itu bagaimana saja kamu hendaki, dan kerjakanlah (amal yang baik)untuk dirimu,
dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Akan tetapi dititipkannya embrio pada wanita lain ini
yang menimbulkan masalah, kepada siapa anak tersebut dinasabkan? Apakah kepada
pemilik embrio atau kepada ibu yang dititipi? Berdasarkan al-Qur’an dalam surat
al-Mujadalah ayat 2:
tûïÏ%©!$#tbrãÎg»sàãNä3ZÏB`ÏiBOÎgͬ!$|¡ÎpS$¨B ÆèdóOÎgÏF»yg¨Bé&(÷bÎ)óOßgçG»yg¨Bé&wÎ)Ï«¯»©9$#óOßgtRôs9ur4öNåk¨XÎ)urtbqä9qà)us9#\x6YãBz`ÏiBÉAöqs)ø9$##Yrãur4cÎ)ur©!$#;qàÿyès9ÖqàÿxîÇËÈ
“orang-orang yang menzhihar
isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal)
tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka
tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh
-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta, dan sesungguhnya Allah
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Pada ayat di atas menunjukkan bahwa
yang disebut anak itu yaitu dari wanita yang melahirkannya, tetapi bagaimana
dengan pemilik embrio yaitu pasangan suami isteri yang menitipkannya.
Dalam kitab Fiqih Syafi’iyah
dikenal dengan adanya teori “Istikdhal” yaitu teori yang menggabungkan Nasab
melalui pembuahan sel sperma dan sel telur diluar hubungan seksual (Wat’i).
Istikdhal adalah memasukkan sel sperma kedalam vagina tanpa melakukanhubungan
seksual antara pemilik sperma dan pemilik vagina, teori ini mengakui adanya
penisbatan anak kepada laki-laki pemilik sperma.
Para pakar Fiqih ada yang
mengatakan bahwa ibu adalah pemilik sel telur, maka dalam hal ini yang menjadi
ibunya adalah suami istri yang mempunyai embrio yaitu sel telur dan sperma dari
pasangan suami istri tersebut. Ibu pengganti yang membantu mengandung janin
tersebut dihukumi sebagai ibu susuan bagi bayi yang telah dilahirkan, karena pada
dasarnya bayi tersebut berasal dari sel telur ibu yang mengalami gangguan rahim
tadi dengan sperma suaminya.
Tujuan hukum Islam adalah untuk
kemaslahatan dan kepentingan serta kebahagiaan manusia (sebagai individu dan
sebagai masyarakat) seluruhnya, baik kebahagiaan di dunia ini, maupun
kebahagiaan di akherat kelak. Dilakukan dengan jalan
mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat yaitu
yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum
Islam adalah kemashlahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani,
individual dan social.[15]
D.
Pendapat
Yang Dipilih dan Hujjah yang Digunakan
Pada ajaran agama Islam dikenal dengan adanya istilah Rukun Iman yang
berisi tentang 6 tingkat kepercayaan seorang mukmin terhadap keyakinannya.
Salah satunya adalah takdir yang digariskan oleh penciptanya. Dalam taqdir
tersebut sikenal adanya 2 istilah, yaitu Qadha dan Qadar, Qadha
adalah ketetapan Allah yang masih menjadi rahasia-Nya, sedangkan Qadar adalah
ketetapan Allah yang sudah menjadi fakta kejadian dan antara keduanya masih ada
apa yang disebut ikhtiar (usaha). Pada level ikhtiar ini manusia masih
bisa berupaya secara maksimal untuk mecapai maksud yang diinginkannya selama
tidak menyalahi akidah dan kaidah yang telah ditentukan al-Qur’an dan al-Hadist
(fiqih kontemporer). Salah satu ikhtiar bagi yang menginginkan keturunan bagi
pasangan yang infertilitas adalah dengan program bayi tabung dan surrogate
mother, khusus untuk surrogate mother didapatkan beberapa penekanan yang
berkenaan dengan hasil keputusan para ulama’:
1.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), hasil fatwa tanggal 13 juni 1979, Dewan
Pimpinan Majelis Ulma Indonesia memfatwakan sebagai berikut:
a.
Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah
hukumnya mubah (boleh) sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah
agama.
b.
Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain
(misalnya dari istri kedua dititipkan pada istri (pertama) hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah[16]sebab
hal ini akan menimbulkanmasalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah
warisan (khususnya anatara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum
dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
c.
Bayi tabung dari sperma yang dibekukan sari suami yang telah meninggal
dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah sebab hal ini
akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya penentuan nasab
maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
d.
Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami
istri yang sah hukumnya haram karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin
antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah
sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina
sesungguhnya.
2.
The internasional islamic center for population studies and research, Cairo
Mesir, November 2000:
a.
Invitro Fertilization diperbolehkan kecuali dengan sperma, ovum atau embrio
dari donor.
b.
Pre-Implantation Genetic Diagnosis (PGD) doperbolehkan untuk alasan medik,
untuk menghindari penyakit keturunan.
c.
Penelitian-penelitian untuk pematangan folikel, pematangan oosit invitro
dan pertumbuhan oosit invitro di perbolehkan.
d.
Implantasi embrio pada suami yang sudah meninggal belum mempunyai keputusan
yang tetap.
e.
IVF pada wanita menopause dilarang karena mempunyai resiko yang tinggi
terhadap kesehatan ibu dan bayinya.
f.
Transplantasi uterus masih dalam pertimbangan, diperbolehkan untuk
mengadakan penelitian pada binatang.
g.
Penggunaan sel tunas (stem cell) untuk bertujuan pengobatan (therapeutic
cloning) masih dalam perdebatan, diminta untuk disetujui.
h.
Reproduktive cloning atau duplikasi manusia tidak diperbolehkan.
3.
Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Mujamma’ Fiqih Islami: lima perkara
berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali karena mengakibatkan
percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara lain yang
dikecam oleh syariat:
a.
Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak
wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
b.
Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepda sperma yang
diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam
rahim si wanita.
c.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang
suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia
mengandung persemaian benih mereka tersebut.
d.
Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istri.
e.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami
dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa keputusan ulama
di dunia dan ulama Indonesia, tidak diperbolehkannya praktik surrogate
mother adalah:
1.
Adanya unsur
zina, dimana adanya percampuran “zat laki-laki” (sperma dalam bentuk zygote) ke
dalam kelamin (rahim) wanita yang tidak terikat ikatan sah suami istri.
2.
Adanya
percampuran nasab (garis keturunan) maupun waris terhadap anak yang dilahirkan
(termasuk apabila wanita surrogate adalah istri kedua dari ayah biologis).
3.
Perendahan
terhadap marwah dan kemuliaan kaum wanita terhadap nilai sebuah rahim karena di
islam, rahim merupakan organ yang paling mulia karena dari padanyalah seorang
wanita dpat dipandang mulia.
4.
Rahim
adalah bagian dari tubuh manusia yang tidak boleh diniagakan dalam urusan
mencari nafkah, berbeda dengan tangan dan kaki yang sudah kodratnya untuk
mencari nafkah.
5.
Akan
menimbulkan keributan atau permusuhan antara kedua belah pihak manakala salah
satu pihak melanggar perjanjian.
6.
Akan
menimbulkan kehebohan di masyarakat, manakala wanita yang disewa itu berstatus
gadis atau janda.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari paparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Surrogate mother adalah
pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh
petugas medis dan disalurkan kepada rahim wanita lain yang bukan istri syah nya.
Sewarahim wanita lain ini muncul akibat dari adanya program bayi tabung. Yang
mana jika bayi tabung itu ibu kandung yang mengandung sedangkan untuk kasus surrogate
mother ini bayi dikandung oleh ibu sewaan.
2. Dalam menyikapi masalah ini, maka ulama
berbeda pendapat mengenai hukum sewa rahim atau surrogate mother. Ulama
yang mengharamkan praktek ini diantara Yusuf Qardhawi, Syeikh Mahmud Syaltut, dan Fatwa dari
Majelsi Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan ulama yang membolehkan praktek ini
diantaranya Ali Akbar dan Jurnalis Udin.
3. Berdasarkan
pendapat ulama’ tentang masalah sewa rahim atau surrogate mother tersebut
maka penulis memilih tidak diperbolehkannya praktek sewa rahim dikarenakan
menitipkan janin dalam rahim wanita lain hukumnya sama dengan berzina.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan, M. Ali. 1997. Masail Fiqhiyah
al-Haditsah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Radin Sri,Nabaha. 2004.Penyewaan Rahim dalam Pandangan
Islam. Dalam al-Faqirah Illalah, Syariah Islamiyah, American Open
University, Cairo
Salam Arief, Abd. 2003 .Pembaruan Pemikiran Hukum Islam, Antara
Fakta dan Realita, Kajian Pemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut.Yogyakarta:
LESFI
Bajuri, ,Imam. 2011 .Penitipan Pra Embrio Pada Rahim Wanita Lain
(Sewa Rahim) Menurut Hukum Islam. Ponorogo: ISID
TIM Lajnah Ta’lif Wan Nasyr .2005.Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam (Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama’
(1926-1999). Surabaya: Lajnah Ta’lif Wan Nasyr
Qardawi, Yusuf. 2002. Fatwa-Fatwa
Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press
Agil Husin Al-Munawar,
Said. 2004. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial.
Jakarta; Penamadani
HS, Salim. 1993. BayiTabung Dalam BidangPengobatan. Jakarta
: Sinar Grafika
Sihab, Umar. 1996. Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran.
Semarang: Dina Utama
Roy,Muhammad. 2004. Ushul Fiqih Madzhab Aristoteles: Pelacakan
Logika Aristoteles dalam Qiyas Ushul Fiqih. Yogyakarta: Safiria
Abddul Ghofur Anshori dan Yulkarnain
Harahab. 2008. Hukum Islam Dinamika dan perkembangannya diIndonesia. Kreasi Total
Media: Yogyakarta
[1] S, Agnes Widanti, Surrogate Mother dan hak Reproduksi Perempuan,
disajikan dalam Seminar Nasional Surrogate Mother (Ibu Pengganti) Dipandang
dari Sudut Nalar, Moral dan Legal, Semarang, 5 Juni 2010, Power Point no.9
[4] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997), h. 71
[5]Nabaha, Radin Sri, Penyewaan Rahim dalam
Pandangan Islam, dalam al-Faqirah Illalah, Syariah Islamiyah, American Open
University, Cairo, Februari 2004, h. 4-5
[6]Abd. Salam
Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam,
Antara Fakta dan Realita, KajianPemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut, (Yogyakarta;
LESFI : 2003), h.165
[7]Imam Bajuri,
“Penitipan Pra Embrio Pada Rahim Wanita
Lain (Sewa Rahim) Menurut HukumIslam”, (Ponorogo; Jurnal Hukum Dan Ekonomi
Islam, ISID, 2011), h. 269.
[8]“Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam (Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama’
(1926-1999)”, (Surabaya; Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU
dan Diantama,cet.2, 2005), h. 489-491
[9]Yusuf Qardawi,“Fatwa-FatwaKontemporer”, (Jakarta;
Gema Insani Press, Jilid III, Cetakan Pertama, 2002), h. 659-660.
[10]Said Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan PluralitasSosial”,
(Jakarta; Penamadani, 2004), h. 117.
[13]Ibid
[14]Untuk kemantapan
dan dasar-dasar ijtihad, lihat misalnya.Muhammad Roy,Ushul Fiqih MadzhabAristoteles: Pelacakan Logika Aristoteles dalam
Qiyas Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Safiria, 2004); MuhammadRoy Purwanto, Teori Hukum Islam dan Multikulturalisme
(Jombang: Pustaka Tebuireng, 2016); Muhammad Roy Purwanto, Dekonstruksi Teori Hukum Islam: Kritik terhadap Konsep Mashlahah
Najmuddin al-Thufi. (Yogyakarta: Kaukaba, 2014); Muhammad Roy Purwanto, “Kritik
Terhadap Konsep Mashlahah Najm Ad-Din At-Tufi”, dalam MADANIAVol. 19, No. 1,
Juni 2015, 29-48.
[15]Abddul Ghofur Anshori, dan Yulkarnain Harahab. Hukum Islam Dinamika dan perkembangannya
diIndonesia. Kreasi Total Media: Yogyakarta, 2008), 31; Muhammad Roy
Purwanto dan Johari, Perubahan Fatwa
Hukum dalam Pandangan Ibn Qayyim al-Jauziyyah (Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia, 2017); MuhammadRoy Purwanto, Pemikiran Imam al-Syafi’i dalam Kitab al-Risalah tentang Qiyas dan
Perkembangannya dalamUshul Fiqh, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia,
2017)
[16]Kaidah Sadd az-zari’ah:
1. Perbuatan yang membawa keburukan atau kehancuran
2. Perbuatan atau kehancuran
yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, sama atau lebih besar dari
kemanfaatannya.
No comments:
Post a Comment