Sunday, June 3, 2018

Transfer Embrio ke Rahim Lain

Transfer Embrio ke Rahim Lain
(Surrogate Mother)
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kajian Fiqh Kontemporer

Dosen Pengampu:
Dr. Tutik Hamidah, M.Ag

UIN Hitam Putih.jpeg

Disusun Oleh :
Luluk Susanti
(16771021)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2018

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Banyak sekali berbagai permasalahan kontemporer yang pada dewasa ini sedang marak dibicarakan khususnya dalam bidang kedokteran, yaitu diantaranya cara memperoleh keturunan atau bayi tabung.
Setiap manusia berkeinginan untuk memperoleh anak (keturunan), sebagai suatu naluri yang dibawanya sejak lahir.Keluarga yang mandul dianggap sebagai suatu bencana. Dan memang ternyata tidak semua keluarga diberi Allah keturunan, sebagaimana firman Allah:
°!ہù=ãBÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#ur4ß,è=øƒs$tBâä!$t±o4Ü=pku`yJÏ9âä!$t±o$ZW»tRÎ)Ü=ygtƒur`yJÏ9âä!$t±ouqä.%!$#ÇÍÒÈ÷rr&öNßgã_Íirtãƒ$ZR#tø.èŒ$ZW»tRÎ)ur(ã@yèøgsur`tBâä!$t±o$¸JÉ)tã4¼çm¯RÎ)ÒOŠÎ=tæÖƒÏs%ÇÎÉÈ
Artinya: Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,, atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada sia yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.(QS.Asy-Syuara: 49-50).
Memang benar, ternyata ada orang yang mandul sehingga ia tidak bisa membuahi istrinya, walaupun secara fisik sehat dan kuat melaksanakan hubungan seksual. Hal demikian ini adalah tipe seorang lelaki yang tidak menghasilkan spermatozoa, yang biasa dinamakan azzospermia. Atau seorang perempuan yang tidak mempunyai ovarium, sehingga ia tidak menghasilkan telur setiap bulan, walaupun ia masih memperlihatkan haid. Kebanyakan di antara laki-laki dan perempuan tersebut karena mengalami gangguan pada jumlah spermatozoa di dalam spermanya. Diantara upaya untuk menolong keluarga tersebut adalah melalui bayi tabung.
Salah satu jenis kemajuan di bidang kedokteran adalah saat ditemukannya cara pengawetan sperma dan metode pembuahan di luar rahim atau yang dikenal dengan sebutan InVitro Fertilzation (IVF) pada tahun 1970-an. InVitro Fertilzation (IVF), yaitu terjadinya penyatuan atau pembuahan benih laki-laki terhadap benih wanita pada suatu cawan petri (di laboratorium), yang mana setelah terjadinya penyatuan tersebut (zygote), akan diimplantasikan atau di tanam kembali di rahim wanita, yang biasanya pada wanita yang punya benih tersebut (program bayi tabung) atau ditanamkan pada rahim wanita lain yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan sumber benih tersebut. Untuk hal ini dilakukan melalui suatu perjanjian sewa (surrogacy) yang dikenal dengan istilah surrogate mother (ibu pengganti).
Mencermati kasus-kasus surrogate mother yang ada saat ini, memang masih banyak terjadi di luar negeri, seperti India, Pakistan, Bangladesh maupun China. Banyak terjadi penyewaan terhadap rahim seorang wanita disana dengan alasan factor ekonomi yang sulit, sementara oleh penyewa (sumber benih) yang biasanya berasal dari kalangan Negara-negara maju dengan alasan yang paling banyak adalah factor estetika (takut penampilan kurang indah akibat melahirkan). Di Negara mereka (terutama Amerika dan Inggris) secara hokum dengan disepakatinyaperjanjian, maka hal tersebut sudah bisa berlaku. Tetapi apakah karena hanya dengan pemberian atau imbalan sejumlah materi, maka dapat diperbolehkan suatu tindakan yang berdampak terhadap penurunan nilai-nilai kemanusiaan. Jadi perlu dipertanyakan kembali, sampai sejauh mana asas manfaat busa digunakan bisa digunakan bagi kondisi pasangan suami istri yang kesulitan mendapatkan keturunanm kemudian memanfaatkan teknologi ini karena diketahui angka fertilitas di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu antara 7-15% dari pasangan suami istri.[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian bayi tabung?
2.      Bagaimanakah pendapat Ulama’ tentang hokum transfer embrio ke rahim lain?
3.      Bagaimanakah analisis pendapat Ulama tentanghukum transfer embrio ke rahim lain?
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian bayi tabung?
2.      Untuk mengetahui pendapat Ulama tentang hukum tranfer embrio ke rahim lain?
3.      Untuk mengetahui analisis hukum hukum tranfer embrio ke rahim lain?













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Transfer Embrio Ke Rahim Lain
Bayi tabung adalah usaha manusia untuk membuahi telur wanita (ovum) di luar tubuh wanita (in vitro), yakni di dalam sebuah tabung gelas, sedangkan cara alami pembuahan (fertilisasi) terjadi di dalam tubuh wanita (invitro).[2]
Bayi tabung merupakan terjemahan dari tube baby, yaitu tabung yang dibuat sebagai tempat pembuahan sperma dan ovum menjadi janin. Tabung yang digunakan untuk melakukan pembuahan dibuat sedemikian rupa dengan teknologi dan pertimbangan medis yang begitu cermat, sehingga serupa dengan keadaan saluran telur dan rahim wanita, tempat sperma dan ovum biasanya di proses. Setelah terjadi pembuahan pada tabung tersebut terjadilah embrio (mudghah), setelah cukup waktunya menurut pertimbangan medis, embrio itu dipindahkan (diimplantasikan) ke rahim seorang wanita yang telah direncanakan sebelumnya, hingga tiba saatnya melahirkan.[3]
Jadi yang disebut bayi tabung adalah adalah sperma dan ovum yang dipertemukan dalam sebuah tabung. Setelah terjadi pembuahan, kemudian disarangkan dalam rahim wanita, hingg sampai pada saatnya melahirkan seorang bayi. Bayi inilah yang dikenal dengan “bayi tabung”. Sebenarnya, antara bayi tabung dan bayi biasa tidak begitu jauh perbedaannya. Letak perbedaannya hanya dalam masalah cara pembuahan.
Pengertian inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination artinya pemasukan. Dalam kamus, kata ini dimaknai dengan pembuahan buatan. Dan istilah bayi tabung muncul sebagai hasil dari pembuahan tiruan itu.[4]
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma didalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970-an. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperature -321 derajat Fahrenheit. Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba fallopi istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki atau kelainannya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Disatu sisi bayi tabung merupakan suatu hikmah. Karena dengan proses ini dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalamkasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Pada hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang dilahirkan karena merupakan keturunan genetic suami dan istri sendiri. Oleh karena itu, anak tersebut baik secra biologis maupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keterunan genetik) dari pasangan tersebut. Sehingga memiliki hubungan mawaris dan hubungan keperdataan lainnya.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang mulia menjadi pertentangan.Terkhusus bagi kasus bayi tabung yang berasal dari sperma pendonor, dalam artian bukan sari sperma suami sendiri.



1.      Bentuk-bentuk kemungkinan Surrogate Mother[5]
a.      Bentuk Pertama
Benih istri (ovum) disewakan dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dala keadaan istri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab lainnya.
b.      Bentuk kedua
Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disewakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami istri itu.
c.       Bentuk ketiga
Ovum istri disewakan dengan sperma laki-laki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami mandul dan istri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih istri dalam keadaan baik.
d.      Bentuk keempat
Sperma suami disewakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dala rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila istri ditimpa penyakit pada ovari dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau istri telah mencapai putus haid ( manopause).
Dari keempat bentuk  surrogate mother tersebut, yang memenuhi kriteria surrogate mother yang sebebnarnya adalah yang bentuk nomor 1, 2 dan 3.



B.     Pendapat Ulama Tentang Surrogate Mother
1.      Pendapat Yang Mengharamkan
a.       Menurut Syeikh Mahmud Syaltut (1963)
Jika inseminasi itu dari sperma laki-laki lain yang tidak terikat akad perkawinan dengan wanita dan barangkali ini yang banyak dibicarakan orang mengenai inseminasi maka sesungguhnya tidak dapat diragukan lagi, hal itu akan mendorong manusia ketaraf kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan dan mengeluarkannya dari harkat kemanusiaan, yaitu harkat kemasyarakatan yang luhur yang dipertautkan dalam jalinan perkawinan yang telah disebar luaskan. Dan bilamana inseminasi buatan untuk manusia itu bukan dari sperma suami, maka hal seperti statusnya tidak dapat diragukan lagi adalah suatu perbuatan yang sangat buruk sekali dan suatu kejahatan yang lebih mungkar dari memungut anak.[6]
b.      Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah tahun 1980
Tidak dibenarkan menurut hukum Islam, sebab menanam benih pada rahim wanita lain haram hukumnya sebagaimana sabda nabi Rasulullah SAW:
لا يحل لامرئ يؤمن بالله واليوم الاخر ان يسقي ماءه  زرع غيره
Artinya:Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dari hari akhirat menyirami airnya ke ladang orang lain (HR. Abu Daud)
Demikian pula diharamkan karena (1) pembuahan semacam itu termasuk kejahatan yang menurunkan martabat manusia, dan (2) tata hukum yang telah dibina dalam kehidupan masyarakat.[7]


c.       Pendapat Munas Alim Ulama’ (NU) Di Sukorejo Situbondo Tahun 1983
Tidak sah dan haram hukumnya menyewakan rahim bagi suami istri yang cukup subur dan sehat menghendaki seorang anak. Namun kondisi rahim sang istri tidak cukup siap untuk mengandung seorang bayi. Selain hadis di atas para ulama’ peserta munas berdasarkan hadis Nabi yang terdapat pada Tafsir Ibnu Katsir Juz 3/326 Rasulullah bersabda:
ما من ذنب بعد الشرك اعظم عند الله من نطفة وضعها رجل في رحم لا يحل له
Artinya: “Tidakada dosa yang lebih besar setelah syirik di bandingkanseseorang yang menaruh spermanya di rahim wanita yang tidak halal baginya”.(HR. Muslim)[8]
Jika terdapat kasus semacam itu, peserta munas berpendapat bahwa, dalam hal nasab, kewalian dan hadlanah tidak bisa dinisbatkan kepada pemilik sperma menurut Imam Ibnu Hajar, karena masuknya tidak muhtaram.Yang dimaksud dengan sperma yang muhtaram adalah hanya ketika keluarnya saja, sebagaimanayang dianut oleh Imam Ramli, walaupun menjadi tidak terhormat ketika masuk (ke vagina orang lain).
d.      Yusuf Qardhawi
Dalam hal ini Yusuf Qardhawi berpendapat sebagaimana jawaban beliau atas pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:
Artinya: Apa pendapat Syariat islam tentang menyewa rahim wanita asing oleh seorang wanita yang sudah menikah,
Dari pertanyaan diatas, bahwa Yusuf Qardhawi mengharamkan sewa rahim dalam berbagai bentuknya. Jika sebagian wanita telah diuji dengan tidak bisa memproduksi sel telur atau ovum maka kondisinya sama dengan wanita yang tidak memiliki rahim atau lak-laki yang tidak dapat memproduksi sperma tapi spermanya mati atau seperti mati. Mereka adalah yang diuji Allah dengan kemandulannya.
Adapun Yusuf Qardhawi mendasari pendapatnya dengan firman Allah dalam surat Asy-Syura ayat 49-50
tA$s%óOçGYtB#uä¼çms9Ÿ@ö6s%÷br&tbsŒ#uäöNä3s9(¼çm¯RÎ)ãNä.玍Î6s3s9Ï%©!$#ãNä3yJ¯=tætósÅb¡9$#t$öq|¡n=sùtbqçHs>÷ès?4£`yèÏeÜs%_{ôMä3tƒÏ÷ƒr&/ä3n=ã_ör&urô`ÏiB7#»n=ÅzöNä3¨Yt7Ïk=|¹_{uršúüÏèuHødr&ÇÍÒÈ(#qä9$s%ŸwuŽö|Ê(!$¯RÎ)4n<Î)$uZÎn/utbqç7Î=s)ZãBÇÎÉÈ

Artinya: Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, member anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepda siapa yang dia kehendaki, atau Dia menganugrahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.
Ada yang dikehendaki Allah menjadi mandul dan tidak ada yang dapat menolak kehendak-Nya, tidak ada obat untuk penyakit ini (mandul) kecuali sabar atas ujian Allah dan ridha atas ketentuan Allah. Adapun praktik menyewa rahim hanya akan menimbulkan perselisihan-perselisihan dikemudian hari antara pasangan suami istri yang memiliki benih dengan wanita yang lain yang disewa rahimnya dan nasab anak yang dilahirkan.
Hadist riwayat Imam Abu Daud, Nabi Bersabda:
لا يحلل لامرئ يؤمن بالله واليوم الاخر ان يسقي ماءه زرع غيره (رواه ابو داود)
Artinya: Tidak halal bagi  seorang yang beriman kepda Allah dan hari akhir untuk menyiramkan spermanya kedalam rahim orang lain (HR. Abu Daud).
Alasan lain bahwa penyewaan rahim tidakdiperbolehkan, larangan ini dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuahpertanyaan yang membingungkan, “siapakah sang ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa karakteristik keturunan, ataukah yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkan?” padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas kemauannya sendiri.[9]    
Dari pendapat Yusuf Qardhawi tersebut dapat disimpulkan bahwa hukumharam yang terdapat dalam sewa rahim dapat ditinjau dari beberapa segi, diantaranya dari segi sosial, dapat menarik ketaraf kehidupan seperti hewan dan pencampuran nasab. Segi etika, bahwa memasukkan benih ke dalam rahim perempuan lain hukumnya haram berdasarkan hadist nabi serta bagi seorang wanita bisa menimbulkan hilangnya sifat keibuan dan merusak tatanan kehidupan masyarakat.
e.       Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawar. MA,
Menurut beliau bahwa meskipun sewa rahim ada manfaatnya namun keburukan atau mafsadah yang diakibatkan jauh lebih besar dari pada manfaatnya. Diantaranya keburukan tersebut akan menimbulkan kacaunya status anak. Bahaya lainnya adalah persengketaan yang akan timbul antara kedua ibu. Oleh karena itu beliau berpendapat bahwa hukum penyewaan rahim tidak diperbolehkan (haram).[10]
2.      Pendapat Yang Membolehkan
a.       Prof. Dr. Jurnalis Udin, PAK
Apabila rahim milik istri peserta program fertilisasi invitriol transfer embrio itu memenuhi syarat untuk mengandung embrio itu hingga lahir, penyelenggaraan reproduksi bayi tabung yang proses kehamilannya di dalam rahim wanita lain (surrogate mother) hukumnya haram. Sebaliknya apabila (1) rahim istrinya rusak dan tidak dapat mengandungkan emndrio itu, (2) belum ditemukan teknologi yang dapat mengandungkan embrio itu di dalam tabung hingga lahir, (3) karena itu satu-satunya jalan untuk mendapatkan anak dari benihnya sendiri hanyalah melalui jalan surrogate mother maka hukum menyelenggarakan reproduksi bayi tabung dengan menggunakan rahim wanita lain hukumnya mubah, karena hal itu dilakukan selain dalam keadaan darurat juga karena keinginan mempunyai anak sangat besar.[11]
b.      Ali Akbar
Menitipkan bayi tabung pada wanita yang bukan ibunya boleh, karena si ibu tidak bisa menghamilkannya, disebabkan karena rahimnya mengalami gangguan sedang menyusukan anak kepada wanita lain diperbolehkan dalam islam, malah boleh diupahkan. Maka boleh pulalah memberikan upah wanita yang meminjamkan rahimnya.[12]
c.       Salim Dimyati
Bayi tabung yang menggunakan sel telur dan sperma dari suami yang sah, lalu embrionya dititipkan kepada ibu yang lain (ibu pengganti) maka apa yang dilahirkan tidak lebih hanya anak angkat belaka, tidak ada hak mewarisi dan di warisi, karena anak angkat bukanlah anak sendiri, tidak boleh disamakan dengan anak kandung.[13]





C.    Analisis Pendapat Ulama’
Kalau kita hendak mengkaji masalah sewa rahim dari segi hukum Islam, maka harusdikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hokumijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proposional dan mendasar.[14]
Menempatkan benih suami pada rahim istri baik dilakukan secara alami maupun melalui perantara (dengan perangkat medis) maka menurut ajaran Islam adalah halal, karena keduanya berada dalam ikatan yang sah, sebagaimana Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 223:
öNä.ät!$|¡ÎSÓ^öymöNä3©9(#qè?ù'sùöNä3rOöym4¯Tr&÷Läê÷¥Ï©((#qãBÏds%urö/ä3Å¡àÿRL{4(#qà)¨?$#ur©!$#(#þqßJn=ôã$#urNà6¯Rr&çnqà)»n=B3̍Ïe±o0uršúüÏZÏB÷sßJø9$#ÇËËÌÈ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam. Maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu hendaki, dan kerjakanlah (amal yang baik)untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”

Akan tetapi dititipkannya embrio pada wanita lain ini yang menimbulkan masalah, kepada siapa anak tersebut dinasabkan? Apakah kepada pemilik embrio atau kepada ibu yang dititipi? Berdasarkan al-Qur’an dalam surat al-Mujadalah ayat 2:
tûïÏ%©!$#tbrãÎg»sàãƒNä3ZÏB`ÏiBOÎgͬ!$|¡ÎpS$¨B ÆèdóOÎgÏF»yg¨Bé&(÷bÎ)óOßgçG»yg¨Bé&žwÎ)Ï«¯»©9$#óOßgtRôs9ur4öNåk¨XÎ)urtbqä9qà)us9#\x6YãBz`ÏiBÉAöqs)ø9$##Yrãur4žcÎ)ur©!$#;qàÿyès9ÖqàÿxîÇËÈ
“orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh -sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta, dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Pada ayat di atas menunjukkan bahwa yang disebut anak itu yaitu dari wanita yang melahirkannya, tetapi bagaimana dengan pemilik embrio yaitu pasangan suami isteri yang menitipkannya.
Dalam kitab Fiqih Syafi’iyah dikenal dengan adanya teori “Istikdhal” yaitu teori yang menggabungkan Nasab melalui pembuahan sel sperma dan sel telur diluar hubungan seksual (Wat’i). Istikdhal adalah memasukkan sel sperma kedalam vagina tanpa melakukanhubungan seksual antara pemilik sperma dan pemilik vagina, teori ini mengakui adanya penisbatan anak kepada laki-laki pemilik sperma.
Para pakar Fiqih ada yang mengatakan bahwa ibu adalah pemilik sel telur, maka dalam hal ini yang menjadi ibunya adalah suami istri yang mempunyai embrio yaitu sel telur dan sperma dari pasangan suami istri tersebut. Ibu pengganti yang membantu mengandung janin tersebut dihukumi sebagai ibu susuan bagi bayi yang telah dilahirkan, karena pada dasarnya bayi tersebut berasal dari sel telur ibu yang mengalami gangguan rahim tadi dengan sperma suaminya.
Tujuan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan serta kebahagiaan manusia (sebagai individu dan sebagai masyarakat) seluruhnya, baik kebahagiaan di dunia ini, maupun kebahagiaan di akherat kelak. Dilakukan dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemashlahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan social.[15]
D.    Pendapat Yang Dipilih dan Hujjah yang Digunakan
Pada ajaran agama Islam dikenal dengan adanya istilah Rukun Iman yang berisi tentang 6 tingkat kepercayaan seorang mukmin terhadap keyakinannya. Salah satunya adalah takdir yang digariskan oleh penciptanya. Dalam taqdir tersebut sikenal adanya 2 istilah, yaitu Qadha dan Qadar, Qadha adalah ketetapan Allah yang masih menjadi rahasia-Nya, sedangkan Qadar adalah ketetapan Allah yang sudah menjadi fakta kejadian dan antara keduanya masih ada apa yang disebut ikhtiar (usaha). Pada level ikhtiar ini manusia masih bisa berupaya secara maksimal untuk mecapai maksud yang diinginkannya selama tidak menyalahi akidah dan kaidah yang telah ditentukan al-Qur’an dan al-Hadist (fiqih kontemporer). Salah satu ikhtiar bagi yang menginginkan keturunan bagi pasangan yang infertilitas adalah dengan program bayi tabung dan surrogate mother, khusus untuk surrogate mother didapatkan beberapa penekanan yang berkenaan dengan hasil keputusan para ulama’:
1.      Majelis Ulama Indonesia (MUI), hasil fatwa tanggal 13 juni 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulma Indonesia memfatwakan sebagai berikut:
a.       Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah (boleh) sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
b.      Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain (misalnya dari istri kedua dititipkan pada istri (pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah[16]sebab hal ini akan menimbulkanmasalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya anatara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
c.       Bayi tabung dari sperma yang dibekukan sari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
d.      Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang sah hukumnya haram karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
2.      The internasional islamic center for population studies and research, Cairo Mesir, November 2000:
a.       Invitro Fertilization diperbolehkan kecuali dengan sperma, ovum atau embrio dari donor.
b.      Pre-Implantation Genetic Diagnosis (PGD) doperbolehkan untuk alasan medik, untuk menghindari penyakit keturunan.
c.       Penelitian-penelitian untuk pematangan folikel, pematangan oosit invitro dan pertumbuhan oosit invitro di perbolehkan.
d.      Implantasi embrio pada suami yang sudah meninggal belum mempunyai keputusan yang tetap.
e.       IVF pada wanita menopause dilarang karena mempunyai resiko yang tinggi terhadap kesehatan ibu dan bayinya.
f.       Transplantasi uterus masih dalam pertimbangan, diperbolehkan untuk mengadakan penelitian pada binatang.
g.      Penggunaan sel tunas (stem cell) untuk bertujuan pengobatan (therapeutic cloning) masih dalam perdebatan, diminta untuk disetujui.
h.      Reproduktive cloning atau duplikasi manusia tidak diperbolehkan.
3.      Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Mujamma’ Fiqih Islami: lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali karena mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat:
a.       Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
b.      Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepda sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
c.       Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
d.      Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istri.
e.       Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa keputusan ulama di dunia dan ulama Indonesia, tidak diperbolehkannya praktik surrogate mother adalah:
1.      Adanya unsur zina, dimana adanya percampuran “zat laki-laki” (sperma dalam bentuk zygote) ke dalam kelamin (rahim) wanita yang tidak terikat ikatan sah suami istri.
2.      Adanya percampuran nasab (garis keturunan) maupun waris terhadap anak yang dilahirkan (termasuk apabila wanita surrogate adalah istri kedua dari ayah biologis).
3.      Perendahan terhadap marwah dan kemuliaan kaum wanita terhadap nilai sebuah rahim karena di islam, rahim merupakan organ yang paling mulia karena dari padanyalah seorang wanita dpat dipandang mulia.
4.      Rahim adalah bagian dari tubuh manusia yang tidak boleh diniagakan dalam urusan mencari nafkah, berbeda dengan tangan dan kaki yang sudah kodratnya untuk mencari nafkah.
5.      Akan menimbulkan keributan atau permusuhan antara kedua belah pihak manakala salah satu pihak melanggar perjanjian.
6.      Akan menimbulkan kehebohan di masyarakat, manakala wanita yang disewa itu berstatus gadis atau janda.











BAB III
KESIMPULAN
Dari paparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Surrogate mother adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis dan disalurkan kepada rahim wanita lain yang bukan istri syah nya. Sewarahim wanita lain ini muncul akibat dari adanya program bayi tabung. Yang mana jika bayi tabung itu ibu kandung yang mengandung sedangkan untuk kasus surrogate mother ini bayi dikandung oleh ibu sewaan.
2.      Dalam menyikapi masalah ini, maka ulama berbeda pendapat mengenai hukum sewa rahim atau surrogate mother. Ulama yang mengharamkan praktek ini diantara Yusuf Qardhawi, Syeikh Mahmud Syaltut, dan Fatwa dari Majelsi Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan ulama yang membolehkan praktek ini diantaranya Ali Akbar dan Jurnalis Udin.
3.      Berdasarkan pendapat ulama’ tentang masalah sewa rahim atau surrogate mother tersebut maka penulis memilih tidak diperbolehkannya praktek sewa rahim dikarenakan menitipkan janin dalam rahim wanita lain hukumnya sama dengan berzina.










DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali. 1997. Masail Fiqhiyah al-Haditsah. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Radin Sri,Nabaha. 2004.Penyewaan Rahim dalam Pandangan Islam. Dalam al-Faqirah Illalah, Syariah Islamiyah, American Open University, Cairo

Salam Arief, Abd. 2003 .Pembaruan Pemikiran Hukum Islam, Antara Fakta dan Realita, Kajian Pemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut.Yogyakarta: LESFI

Bajuri, ,Imam. 2011 .Penitipan Pra Embrio Pada Rahim Wanita Lain (Sewa Rahim) Menurut Hukum Islam. Ponorogo: ISID

TIM Lajnah Ta’lif Wan Nasyr .2005.Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam (Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama’ (1926-1999). Surabaya: Lajnah Ta’lif Wan Nasyr

Qardawi, Yusuf. 2002.  Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press

Agil Husin Al-Munawar, Said. 2004. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial. Jakarta; Penamadani

HS, Salim. 1993. BayiTabung Dalam BidangPengobatan. Jakarta : Sinar Grafika

Sihab, Umar. 1996. Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran. Semarang: Dina Utama

Roy,Muhammad. 2004. Ushul Fiqih Madzhab Aristoteles: Pelacakan Logika Aristoteles dalam Qiyas Ushul Fiqih. Yogyakarta: Safiria

Abddul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab. 2008.  Hukum Islam Dinamika dan perkembangannya diIndonesia. Kreasi Total Media: Yogyakarta





[1] S, Agnes Widanti, Surrogate Mother dan hak Reproduksi Perempuan, disajikan dalam Seminar Nasional Surrogate Mother (Ibu Pengganti) Dipandang dari Sudut Nalar, Moral dan Legal, Semarang, 5 Juni 2010, Power Point no.9
[2] Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan, (Jakarta: AMZAH, 2007),h. 144
[3] Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan, (Jakarta: AMZAH, 2007),h.147
[4] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 71
[5]Nabaha, Radin Sri, Penyewaan Rahim dalam Pandangan Islam, dalam al-Faqirah Illalah, Syariah Islamiyah, American Open University, Cairo, Februari 2004, h. 4-5
[6]Abd. Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam, Antara Fakta dan Realita, KajianPemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut, (Yogyakarta; LESFI : 2003), h.165
[7]Imam Bajuri, “Penitipan Pra Embrio Pada Rahim Wanita Lain (Sewa Rahim) Menurut HukumIslam”, (Ponorogo; Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam, ISID, 2011), h. 269.
[8]“Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam (Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama’ (1926-1999)”, (Surabaya; Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU dan Diantama,cet.2, 2005), h.  489-491

[9]Yusuf Qardawi,“Fatwa-FatwaKontemporer”, (Jakarta; Gema Insani Press, Jilid III, Cetakan Pertama, 2002), h. 659-660.
[10]Said Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan PluralitasSosial”, (Jakarta; Penamadani, 2004), h. 117.
[11]Salim HS, “BayiTabung Dalam BidangPengobatan”, (Jakarta : Sinar Grafika, Cet-1 , 1993), h. 114.
[12]Umar Sihab, “HukumIslam dan TransformasiPemikiran” (Semarang; Dina Utama, 1996), h. 141
[13]Ibid
[14]Untuk kemantapan dan dasar-dasar ijtihad, lihat misalnya.Muhammad Roy,Ushul Fiqih MadzhabAristoteles: Pelacakan Logika Aristoteles dalam Qiyas Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Safiria, 2004); MuhammadRoy Purwanto, Teori Hukum Islam dan Multikulturalisme (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2016); Muhammad Roy Purwanto, Dekonstruksi Teori Hukum Islam: Kritik terhadap Konsep Mashlahah Najmuddin al-Thufi. (Yogyakarta: Kaukaba, 2014); Muhammad Roy Purwanto, “Kritik Terhadap Konsep Mashlahah Najm Ad-Din At-Tufi”, dalam MADANIAVol. 19, No. 1, Juni 2015, 29-48.
[15]Abddul Ghofur Anshori, dan Yulkarnain Harahab. Hukum Islam Dinamika dan perkembangannya diIndonesia. Kreasi Total Media: Yogyakarta, 2008), 31; Muhammad Roy Purwanto dan Johari, Perubahan Fatwa Hukum dalam Pandangan Ibn Qayyim al-Jauziyyah (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2017); MuhammadRoy Purwanto, Pemikiran Imam al-Syafi’i dalam Kitab al-Risalah tentang Qiyas dan Perkembangannya dalamUshul Fiqh, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2017)

[16]Kaidah Sadd az-zari’ah:
1.       Perbuatan yang  membawa keburukan atau kehancuran
2.       Perbuatan atau kehancuran yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, sama atau lebih besar dari kemanfaatannya. 

No comments:

Post a Comment