Friday, April 7, 2017

JANGAN TAKUT MENCUCI BAJU JIKA TANGANMU MASIH KOTOR

JANGAN TAKUT MENCUCI BAJU JIKA TANGANMU MASIH KOTOR
Oleh: Yovi Nur Rohman M.Pd

Apakah yang pertama kali terlintas di benak kita ketika mendengar ungkapan ini? Ungkapan ini adalah motivasi bagi kita untuk amar ma’ruf nahi mungkar, untuk saling menasehati kepada sesama muslim walaupun kita sendiri merasa bukanlah orang yang pantas untuk menjadi seorang Da’i. Saudaraku sesama muslim, banyak diantara kita yang merasa banyak dosa dan kekurangan sehingga muncul anggapan didalam hati untuk tidak melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Jangan takut mencuci baju walaupun tanganmu masih kotor karena jika kita melakukan hal ini, maka yang pertama kali bersih bukanlah bajunya tapi tangannya. Dengan mencuci baju secara tidak langsung kita telah membersihkan tangan kita yang kotor. Jika kita merasa tidak pantas untuk saling menasehati sesama muslim dalam hal kebaikan maka siapa lagi yang pantas? Niscaya hanya Rosulullah saja yang pantas. Jika kita mahu menyumbang pembangunan Masjid tapi nunggu Iklas maka masjidnya tidak jadi-jadi. Lebih baik kita amal jariyah menyumbang pembangunan masjid agar masjid cepat jadi, masalah iklas dan belum iklas biarlah kita belajar seiring berjalannya waktu maka hal ini lebih maslahah.
Saudaraku sesama muslim, semua orang didunia ini pasti pernah melakukan kesalahan, tidak ada orang yang bersih dari dosa. Akan tetapi menurut Rosulullah orang yang terbaik bukanlah mereka yang tidak pernah melakukan kesalahan akan tetapi orang yang terbaik adalah mereka yang pernah melakukan kesalahan kemudian dia bertobat dan berusaha memperbaiki dirinya. Kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya makan kalau kita belum lapar, kita tidak bisa merasakan nikmatnya minum kalau kita belum haus, kita merasakan nikmatnya tidur karena kita ngantok dan kita bisa bangkit karena kita pernah jatuh. Saudaraku sesama muslim, meskipun kita merasa bukanlah orang yang suci akan tetapi jangan sekali-sekali kita menyerah untuk selalu memperbaiki diri, jadikanlah kesalahan dan kekhilafan yang pernah kita lakukan sebagai sebab dan motivasi bagi kita untuk selalu memperbaiki diri.
Saudaraku sesama muslim, ketahuilah bahwasannya salah satu usaha untuk belajar menjadi orang yang lebih baik adalah dengan cara mengajak orang lain untuk berubah menjadi lebih baik pula. Ketika kita menyeru kebaikan kepada orang lain berarti secara tidak langsung kita menyeru kebaikan kepada diri sendiri. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Ali-Imron: 110
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Allah mengabarkan didalam Al-Quran bahwa umat nabi Muhammad adalah umat terbaik yang menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada yang mungkar. Atas dasar inilah mengapa selepas wafatnya Rasulullah Islam terus berkembang hingga ke Eropa pada jaman Khulafaur Rosyidin. Motivasi dakwah sahabat adalah jihad dijalan Allah untuk menyebarkan agama Islam yang menjadi Rohmat bagi seluruh Alam. Para sahabat yang langsung mendapatkan bimbingan dari Rasul paham betul bahwa dakwah merupakan panggilan jihad bagi mereka untuk menyebarkan agama Allah. Ibarat rangkaian sebauh lampu, maka Rosulullah adalah lampu yang terang benderang digelapnya malam, tugas para sahabat adalah sebagai kabel yang menyalurkan cahaya itu kesetiap penjuru dunia untuk menyebarkan cahaya islam. siapapun yang berada didalam rangkaian dan naungan cahaya tersebut adalah mereka yang selamat, yaitu Firqotun Najiyyah (kelompok yang selamat) yang dikabarkan oleh Rasul dalam sebuah hadits:
“Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya didalam neraka kecuali satu, sahabat bertanya siapakah mereka wahai Rosulullah?Rosul menjawab mereka yang aku dan para sahabatku berada diatasnya”
Hadits Rasul ini sudah terbukti, pada jaman ini banyak sekali kelompok-kelompok islam yang bermunculan, seperti khawarij, syiah, murjiah, muktazilah, asyariyah, maturidiyah dan kelompok-kelompok lain yang datang sesudahnya. Bahkan tidak jarang dari kelompok-kelompok tersebut yang saling menyalahkan, saling mengkafirkan, dan merasa kelompoknya yang paling benar. Setiap dari kelompok tersebut mengklaim bahwa, merekalah kelompok yang selamat yang dikabarkan oleh Rosul. Sahabatku sesama muslim, didalam buku ini tidak membahas kelompok-kelompok tersebut. Makanya penulis menggunakan panggilan “sahabatku sesama muslim” bukan dengan panggilan nama-nama kelompok tertentu. Jika ada yang bertanya siapakah tuhanmu? Maka jawablah dengan tegas Allah Tuhanku, jika ditanya siapa nabimu? Jawablah Muhammad bin Abdullah adalah nabiku, jika ditanya apakah agamamu? Jawablah tanpa ada keraguan Islam agamaku, dan apabila masih ditanya Islam yang mana yang kamu ikuti? Atau aliran islam mana yang kamu ikuti jawablah dengan tegas bahwa aku adalah seorang muslim yang mengikuti ajaran Rosulullah yang disampaikan secara bersambung melalui para sahabatnya lalu sampai ke generasi Tabiin dan tabiut tabiin sampai ke para Ulama yang sudah jelas sanad keilmuannya sampai ke Rasulullah. Jika kita sudah berkeyakinan seperti ini maka inilah sebenarnya yang dimaksud kelompok yang selamat yang rosul dan para sahabatnya berada diatasnya. Ibarat rangkaian sebuah lampu tadi, semua orang yang berada didalam rangkaiannya dan dibawah sinarnya adalah mereka yang pemahamannya sesuai dengan Rasulullah.
Sahabatku sesama muslim, ibarat orang yang sedang mengikuti sholat jamaah jika dia berada dibarisan shof yang paling belakang dan dia tidak mengetahui geraknya sang imam maka hal yang paling benar bagi dia adalah mengikuti gerakan makmum yang berada didepannya, karena makmum yang berada di depannya adalah mereka yang juga mengikuti makmum yang berada didepannya terus sampai kepada makmum yang melihat langsung gerakan sang Imam. Sehingga makmum yang berada dibarisan shof paling belakang tidak akan berbeda dengan gerakan sang imam meskipun makmum tersebut tidak mengetahui secara langsung gerakan sang Imam. Akan sangat keliru sekali jika ada orang yang berada dibarisan paling belakang dan dia tidak mengetahui gerakan sang imam lalu dia tidak mengikuti makmum yang berada di depannya. Dia tidak percaya dengan gerakan makmum yang berada di depannya mahunya langsung mengikuti gerakan sang Imam walaupun hal itu berbeda dengan gerakan makmum yang berada didepannya. Contoh, ada seorang makmum yang berada dibarisan paling belakang, karena  barisannya paling belakang sampai-sampai tidak mengetahui gerakan sang imam, saat gerakan makmum yang berada didepannya rukuk dia malah melakukan gerakan sujud karena dia menduga kalau sang Imam yang berada di depan sudah sujud. Sebenarnya niatnya baik karena ingin langsung mengikuti sang Imam tapi hal ini malah keliru kerena dia dalam keadaan yang tidak mengikuti gerakan sang imam secara langsung, satu-satunya cara agar dia bisa mengikuti sang imam adalah dengan mengikuti gerkan makmum yang berada didepannya.
Sahabatku sesama muslim, kita hidup dijaman ini ibarat makmum pada jamaah Rasulullah yang berada di barisan paling belakang, kita tidak hidup dijaman Rasulullah maka satu-satunya cara bagi kita untuk bisa beramal sesuai dengan Rasul adalah mengikuti para ulama yang sanad keilmuannya sambung sampai ke Rasul yang pemahaman Al-Quran dan Haditsnya sesuai dengan pemahaman Rasul. Dewasa ini banyak orang yang punya niat yang sebenarnya baik yaitu beramal langsung sesuai dengan Al-Quran dan Hadits tapi mereka tidak memiliki keilmuan yang memadai untuk langsung mengambil hukum dari al-quran dan hadits. Mereka tidak mengikuti para ulama’ yang sudah jelas keilmuannya. Hal ini ibarat orang yang minum air panas dari sebuah tremos tanpa memakai gelas. Ibarat orang makan ikan tanpa dikunyah.
Sahabatku sesama muslim ketika kita mengikuti para ulama’ yang jelas keilmuannya bukan berarti kita tidak mengikuti Al-Quran dan Hadits, justru ketika kita mengikuti para Imam-imam Mazhab kita telah mengikuti Al-Quran dan Hadits secara benar. Seorang Ulama’ berijtihad dalam suatu hukum juga berlandaskan Al-Quran dan Hadits mereka lebih paham bagaimana caranya beristidlal (mengambil dalil) dan bagaimana caranya istimbath (menyimpulkan hukum), para ulama’ yang mereka belajar Al-Quran dan Hadits dari gurunya dan gurunya belajar ke gurunya sampai ke para thabiin dan sahabat  adalah ibarat makmum yang terus sambung sampai ke Imam maka bagaimana mungkin kita sebagai makmum yang paling belakang tidak mengikuti dan mempercayai mereka? dan malah lebih memilih berijtihad sendiri untuk mengikuti gerakan Imam yang sebenarnya kita tidak memiliki pengetahuan terhadap gerakan sang imam? Semoga kita bisa beramal sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Oleh karena itu isi dalam bab ini adalah sebuat nasehat bagi kita untuk selalu berdakwah dan untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang kita dapat dari guru-guru kita yang sanad keilmuannya sampai ke Rasulullah. Seorang Da’i ibarat sebuah kabel yang menyalurkan aliran listrik dari sumber listrik yang utama yaitu Rasulullah. Hal ini juga motivasi dari sebuah hadits :
Barangsiapa yang melihat kemungkaran hendaklah merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu hendaklah merubahnya dengan lisannya, dan apabila tidak mampu hendaklah merubahnya dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.
Didalam kitab Ianatut Tholibin disebutkan tentang hukum Amar Makruf Nahi Munkar sebagai berikut:
قلت الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر فرض كفاية بإجماع الأمة وهو من أعظم قواعد الإسلام ولا يسقط عن المكلف لكونه يظن أنه لا يفيد أو يعلم بالعادة أنه لا يؤثر كلامه بل يجب عليه الأمر والنهي فإن الذكرى تنفع المؤمنين وليس الواجب عليه أن يقبل منه بل واجبه أن يقول كما قال الله تعالى { ما على الرسول إلا البلاغ }

Amar makruf nahi munkar (perintah kebaikan dan melarang kemunkaran) fardhu kifayah (wajib secara kolektif) secara kesepakan para ulama, masalah tersebut tergolong paling agungnya kaidah-kaidah islam dan tidak bisa gugur dari tanggungan orang mukallaf sebatas keyakinannya bahwa yang ia lakukan tidak akan berfaidah atau secara kebiasaan apa yang ia lakukan tidak membuahkan dampak positif, apapun hasilnya diwajibkan padanya Amar makruf nahi munkar karena peringatan dapat bermanfaat bagi orang-prang mukmin. Kewajibannya bukan yang ia lakukan harus diterima tapi ia harus andil bicara sesuai firman Allah “Dan kewajiban rasul itu tiada lain kecuali sekedar menyampaikan” (QS. Annuur ayat 54). Raudhah at-Thoolibiin X/219

1 comment: