JANGAN TAKUT MENCUCI BAJU JIKA
TANGANMU MASIH KOTOR
Oleh: Yovi Nur Rohman M.Pd
Apakah yang pertama kali terlintas di benak kita ketika mendengar
ungkapan ini? Ungkapan ini adalah motivasi bagi kita untuk amar ma’ruf nahi
mungkar, untuk saling menasehati kepada sesama muslim walaupun kita sendiri
merasa bukanlah orang yang pantas untuk menjadi seorang Da’i. Saudaraku sesama
muslim, banyak diantara kita yang merasa banyak dosa dan kekurangan sehingga
muncul anggapan didalam hati untuk tidak melaksanakan amar makruf nahi mungkar.
Jangan takut mencuci baju walaupun tanganmu masih kotor karena jika kita
melakukan hal ini, maka yang pertama kali bersih bukanlah bajunya tapi
tangannya. Dengan mencuci baju secara tidak langsung kita telah membersihkan
tangan kita yang kotor. Jika kita merasa tidak pantas untuk saling menasehati
sesama muslim dalam hal kebaikan maka siapa lagi yang pantas? Niscaya hanya
Rosulullah saja yang pantas. Jika kita mahu menyumbang pembangunan Masjid tapi
nunggu Iklas maka masjidnya tidak jadi-jadi. Lebih baik kita amal jariyah
menyumbang pembangunan masjid agar masjid cepat jadi, masalah iklas dan belum
iklas biarlah kita belajar seiring berjalannya waktu maka hal ini lebih
maslahah.
Saudaraku sesama muslim, semua orang didunia ini pasti pernah
melakukan kesalahan, tidak ada orang yang bersih dari dosa. Akan tetapi menurut
Rosulullah orang yang terbaik bukanlah mereka yang tidak pernah melakukan
kesalahan akan tetapi orang yang terbaik adalah mereka yang pernah melakukan
kesalahan kemudian dia bertobat dan berusaha memperbaiki dirinya. Kita tidak
akan pernah merasakan nikmatnya makan kalau kita belum lapar, kita tidak bisa
merasakan nikmatnya minum kalau kita belum haus, kita merasakan nikmatnya tidur
karena kita ngantok dan kita bisa bangkit karena kita pernah jatuh. Saudaraku
sesama muslim, meskipun kita merasa bukanlah orang yang suci akan tetapi jangan
sekali-sekali kita menyerah untuk selalu memperbaiki diri, jadikanlah kesalahan
dan kekhilafan yang pernah kita lakukan sebagai sebab dan motivasi bagi kita
untuk selalu memperbaiki diri.
Saudaraku sesama muslim, ketahuilah bahwasannya salah satu usaha
untuk belajar menjadi orang yang lebih baik adalah dengan cara mengajak orang
lain untuk berubah menjadi lebih baik pula. Ketika kita menyeru kebaikan kepada
orang lain berarti secara tidak langsung kita menyeru kebaikan kepada diri
sendiri. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Ali-Imron: 110
كُنتُمۡ
خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ
عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ
لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
١١٠
kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli
kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Allah mengabarkan didalam Al-Quran bahwa umat nabi Muhammad adalah
umat terbaik yang menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada yang mungkar.
Atas dasar inilah mengapa selepas wafatnya Rasulullah Islam terus berkembang
hingga ke Eropa pada jaman Khulafaur Rosyidin. Motivasi dakwah sahabat adalah
jihad dijalan Allah untuk menyebarkan agama Islam yang menjadi Rohmat bagi
seluruh Alam. Para sahabat yang langsung mendapatkan bimbingan dari Rasul paham
betul bahwa dakwah merupakan panggilan jihad bagi mereka untuk menyebarkan
agama Allah. Ibarat rangkaian sebauh lampu, maka Rosulullah adalah lampu yang
terang benderang digelapnya malam, tugas para sahabat adalah sebagai kabel yang
menyalurkan cahaya itu kesetiap penjuru dunia untuk menyebarkan cahaya islam.
siapapun yang berada didalam rangkaian dan naungan cahaya tersebut adalah
mereka yang selamat, yaitu Firqotun Najiyyah (kelompok yang selamat) yang
dikabarkan oleh Rasul dalam sebuah hadits:
“Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya
didalam neraka kecuali satu, sahabat bertanya siapakah mereka wahai
Rosulullah?Rosul menjawab mereka yang aku dan para sahabatku berada diatasnya”
Hadits Rasul ini sudah terbukti, pada jaman ini banyak sekali
kelompok-kelompok islam yang bermunculan, seperti khawarij, syiah, murjiah,
muktazilah, asyariyah, maturidiyah dan kelompok-kelompok lain yang datang
sesudahnya. Bahkan tidak jarang dari kelompok-kelompok tersebut yang saling
menyalahkan, saling mengkafirkan, dan merasa kelompoknya yang paling benar.
Setiap dari kelompok tersebut mengklaim bahwa, merekalah kelompok yang selamat
yang dikabarkan oleh Rosul. Sahabatku sesama muslim, didalam buku ini tidak
membahas kelompok-kelompok tersebut. Makanya penulis menggunakan panggilan
“sahabatku sesama muslim” bukan dengan panggilan nama-nama kelompok tertentu.
Jika ada yang bertanya siapakah tuhanmu? Maka jawablah dengan tegas Allah
Tuhanku, jika ditanya siapa nabimu? Jawablah Muhammad bin Abdullah adalah
nabiku, jika ditanya apakah agamamu? Jawablah tanpa ada keraguan Islam agamaku,
dan apabila masih ditanya Islam yang mana yang kamu ikuti? Atau aliran islam
mana yang kamu ikuti jawablah dengan tegas bahwa aku adalah seorang muslim yang
mengikuti ajaran Rosulullah yang disampaikan secara bersambung melalui para
sahabatnya lalu sampai ke generasi Tabiin dan tabiut tabiin sampai ke para
Ulama yang sudah jelas sanad keilmuannya sampai ke Rasulullah. Jika kita sudah
berkeyakinan seperti ini maka inilah sebenarnya yang dimaksud kelompok yang
selamat yang rosul dan para sahabatnya berada diatasnya. Ibarat rangkaian
sebuah lampu tadi, semua orang yang berada didalam rangkaiannya dan dibawah
sinarnya adalah mereka yang pemahamannya sesuai dengan Rasulullah.
Sahabatku sesama muslim, ibarat orang yang sedang mengikuti sholat
jamaah jika dia berada dibarisan shof yang paling belakang dan dia tidak
mengetahui geraknya sang imam maka hal yang paling benar bagi dia adalah
mengikuti gerakan makmum yang berada didepannya, karena makmum yang berada di
depannya adalah mereka yang juga mengikuti makmum yang berada didepannya terus
sampai kepada makmum yang melihat langsung gerakan sang Imam. Sehingga makmum
yang berada dibarisan shof paling belakang tidak akan berbeda dengan gerakan
sang imam meskipun makmum tersebut tidak mengetahui secara langsung gerakan
sang Imam. Akan sangat keliru sekali jika ada orang yang berada dibarisan
paling belakang dan dia tidak mengetahui gerakan sang imam lalu dia tidak
mengikuti makmum yang berada di depannya. Dia tidak percaya dengan gerakan
makmum yang berada di depannya mahunya langsung mengikuti gerakan sang Imam
walaupun hal itu berbeda dengan gerakan makmum yang berada didepannya. Contoh,
ada seorang makmum yang berada dibarisan paling belakang, karena barisannya paling belakang sampai-sampai
tidak mengetahui gerakan sang imam, saat gerakan makmum yang berada didepannya
rukuk dia malah melakukan gerakan sujud karena dia menduga kalau sang Imam yang
berada di depan sudah sujud. Sebenarnya niatnya baik karena ingin langsung
mengikuti sang Imam tapi hal ini malah keliru kerena dia dalam keadaan yang
tidak mengikuti gerakan sang imam secara langsung, satu-satunya cara agar dia
bisa mengikuti sang imam adalah dengan mengikuti gerkan makmum yang berada
didepannya.
Sahabatku sesama muslim, kita hidup dijaman ini ibarat makmum pada
jamaah Rasulullah yang berada di barisan paling belakang, kita tidak hidup
dijaman Rasulullah maka satu-satunya cara bagi kita untuk bisa beramal sesuai dengan
Rasul adalah mengikuti para ulama yang sanad keilmuannya sambung sampai ke
Rasul yang pemahaman Al-Quran dan Haditsnya sesuai dengan pemahaman Rasul.
Dewasa ini banyak orang yang punya niat yang sebenarnya baik yaitu beramal
langsung sesuai dengan Al-Quran dan Hadits tapi mereka tidak memiliki keilmuan
yang memadai untuk langsung mengambil hukum dari al-quran dan hadits. Mereka
tidak mengikuti para ulama’ yang sudah jelas keilmuannya. Hal ini ibarat orang
yang minum air panas dari sebuah tremos tanpa memakai gelas. Ibarat orang makan
ikan tanpa dikunyah.
Sahabatku sesama muslim ketika kita mengikuti para ulama’ yang
jelas keilmuannya bukan berarti kita tidak mengikuti Al-Quran dan Hadits,
justru ketika kita mengikuti para Imam-imam Mazhab kita telah mengikuti
Al-Quran dan Hadits secara benar. Seorang Ulama’ berijtihad dalam suatu hukum
juga berlandaskan Al-Quran dan Hadits mereka lebih paham bagaimana caranya
beristidlal (mengambil dalil) dan bagaimana caranya istimbath (menyimpulkan
hukum), para ulama’ yang mereka belajar Al-Quran dan Hadits dari gurunya dan
gurunya belajar ke gurunya sampai ke para thabiin dan sahabat adalah ibarat makmum yang terus sambung
sampai ke Imam maka bagaimana mungkin kita sebagai makmum yang paling belakang
tidak mengikuti dan mempercayai mereka? dan malah lebih memilih berijtihad
sendiri untuk mengikuti gerakan Imam yang sebenarnya kita tidak memiliki
pengetahuan terhadap gerakan sang imam? Semoga kita bisa beramal sesuai dengan
tuntunan Rasulullah.
Oleh karena itu isi dalam bab ini adalah sebuat nasehat bagi kita
untuk selalu berdakwah dan untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang kita
dapat dari guru-guru kita yang sanad keilmuannya sampai ke Rasulullah. Seorang
Da’i ibarat sebuah kabel yang menyalurkan aliran listrik dari sumber listrik
yang utama yaitu Rasulullah. Hal ini juga motivasi dari sebuah hadits :
Barangsiapa yang melihat kemungkaran hendaklah merubahnya dengan
tangannya, apabila tidak mampu hendaklah merubahnya dengan lisannya, dan
apabila tidak mampu hendaklah merubahnya dengan hatinya, dan itulah
selemah-lemahnya iman.
Didalam kitab Ianatut Tholibin disebutkan tentang hukum Amar Makruf
Nahi Munkar sebagai berikut:
قلت
الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر فرض كفاية بإجماع الأمة وهو من أعظم قواعد
الإسلام ولا يسقط عن المكلف لكونه يظن أنه لا يفيد أو يعلم بالعادة أنه لا يؤثر
كلامه بل يجب عليه الأمر والنهي فإن الذكرى تنفع المؤمنين وليس الواجب عليه أن
يقبل منه بل واجبه أن يقول كما قال الله تعالى { ما على الرسول إلا البلاغ
}
Amar makruf
nahi munkar (perintah kebaikan dan melarang kemunkaran) fardhu kifayah (wajib
secara kolektif) secara kesepakan para ulama, masalah tersebut tergolong paling
agungnya kaidah-kaidah islam dan tidak bisa gugur dari tanggungan orang
mukallaf sebatas keyakinannya bahwa yang ia lakukan tidak akan berfaidah atau
secara kebiasaan apa yang ia lakukan tidak membuahkan dampak positif, apapun
hasilnya diwajibkan padanya Amar makruf nahi munkar karena peringatan dapat
bermanfaat bagi orang-prang mukmin. Kewajibannya bukan yang ia lakukan harus
diterima tapi ia harus andil bicara sesuai firman Allah “Dan kewajiban rasul
itu tiada lain kecuali sekedar menyampaikan” (QS. Annuur ayat 54). Raudhah
at-Thoolibiin X/219
Baguuuusss
ReplyDelete