PERNIKAHAN PENDERITA HIV
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Fiqh Kontemporer”
Dosen Pengampu:
Dr. Tutik Hamidah, M.Ag
Oleh :
Nurhikmah (16771031)
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan adalah makhluk Allah yang
diciptakan-Nya berpasang-psangan. Hubungan antara pasang-pasangan itu dilalui
dengan jalan perkawinan.
Perkawinan merupakan sunatullah yang dengan sengaja diciptakan oleh
Allah yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan
lainnya. Dalam al-qur’an Allah berfirman:
و من كل شئ خلقنا زو جىنا لكم تذ كر و ن
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan supaya kamu mengingat
akan kebesaran Allah. (Q.S. Adz-Dzaariyat:49)
Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan
maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan
perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk
yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana dami,
tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami dan istri. Anak keturunan dari
hasil perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan
kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan.[1]
Dalam ajaran Islam tidak semua orang dapat dan diperbolehkan untuk
dinikahi. Ada aturan dan ketentuan orang yang
boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.
Seperti yang kita ketahui hukum Islam
mengatakan haramnya hukum nikah bagi seseorang tertentu manakala, haram bagi
orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara untuk melakukan
perkawinan atau ia yakin perkawinan itu tidak akan mencapai tujuan syara.
Sedangkan dia meyakini perkawinan itu akan merusak kehidupan pasangannya.[2]
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang
sel darah putih di dalam tubu (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. Sedangkan AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu
penyakit menular yang diakibatkan oleh virus (Human Immunodeficiency Virus).[3]
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan mengangkata
tema yang berjudul “Pernikahan Bagi Penderita HIV/AIDS”
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Deskripsi tentang Pernikahan?
2.
Bagaimana Deskripsi tentang Penyakit HIV?
3.
Bagaimana Fatwa dan Hujjah para Fuqaha’ tentang pernikahan
bagi penderita penyakit HIV?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Tujuan Pernikahan
Secara terminology, nikah di
definisikan sebagai ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami
istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.[4]
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( النكاح
) , adapula yang mengatakan perkawinan menurut
istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj. Dalam
kompilasi hokum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikaha, yaitu akad
yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa terminology telah dikemukakan
Nampak jelas sekali terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini
dilukiskan dalam firman Allah:
Artinya: Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.s. Ar-Rum ayat
21)
B.
Hukum Melakukan Pernikahan
Meskipun pada dasarnya Islam menganjurkan kawin, apabila ditinjau
dari keadaan yang melaksanakannya, perkawinan dapat dikenai hokum wajib,
sunnah, haram, makruh, dan mubah.
Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan
kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan
memikulbeban kewajiban dalam hidup perkawinan serta ada kekhawatiran, apabila
tidak akwin ia akan mudah tergelincir untuk berbuat zina. Menjaga diri dari
perbuatan zina adalah wajib. Apabila bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu
hanya akan terjamin dengan jalan kawin, bagi orang itu, melakukan perkawinan
hukumnya adalah wajib.
Perkawinan hukumnya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan kuat
untuk kawin dan telah mempunyai kemmapuan untuk melaksanakan dan memikul
kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada
kekhawatiran akan berbuat zina.
Perkawinan
hukumnya harama bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban hidup perkawinan sehingga
apabila kawin juga akan berakibat menyusahkan istrinya.
Perkawinan hukumnya makruh bagi seorang yang mampu dalam segi
materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga tidak khawatir
akan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai kekhawatiran tidak dapat
memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap istrinya, meskipun tidak akan berakibat
menyusahkan pihak istri.[5]
Perkawinan hukumnya Mubah bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat
zina dan apabila melaukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Perkawinan
ornag tersebut hanya didasarkan buntuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan
menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera.[6]
C.
Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah
singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Seseorang yang terjangkit virus
HIV untuk jangka wkatu tertentu (5-10 th) masih Nampak sehat walafiat, namun
kemudian barulah penyakit AIDS yang sesungguhnya muncul. AIDS adalah singkatan
dari Acquired Immune Deficiency Syndrom, yaitu sekumpulan gejala-gejala yang
dapat dikarenakan menurunnya kekebalan tubuh seseorang.[7]
D.
Faktor Penyebab Penularan HIV/AIDS
Menurut Marx, yang dimaksud dengan Acquires Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune Deficeincy Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya system kekebalan
tubu manusia akibat virus HIV. Virusnya disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi opurtunistik ataupun
mudah terkena tumor. Meskipun [enanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus-virus sejenisnya
umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membrane
mulkosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan
dapat terjadi melalui hubungan intim (vagina, anal, ataupun oral), transfuse
darah, jarum suntuik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh
tersebut.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang
yang memiliki system kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut
akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasite yang biasanya
dikendalikan oleh unsur-unsur system kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) mempengaruhi hampir semua organ tubu. Penderita
AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarcoma Kaposi, kanker
leher Rahim, dan kanker system kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya
penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik, seperti demam, berkeringat
(terutama pada malam hari), pembengkakakn kelenjar, keidinginan, merasa lemah,
serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien
AIDS juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di
wilayah geografis temp[at hidup pasien.
Mayoritas
infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang
salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi
HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria ataukondom wanita yang
dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta
kemungkinan hamil.[8]
Penyakit AIDS adalah kumpulan gejala kaibat
menurun/ hilangnya daya tahan tubuh/kekebalan tubu. Pemyebab AIDS adalah virus
HIV. Dewasa ini AIDS sudh menjadi masalah sosial dan kemanusiaan, karena
asifatnya yang mematikandan belum diketemukan obat untuk menyembuhkannya dan
vaksin untuk mencegah penularannya.
Karena virus
HIV daoat berada dalam darah, cairan vagina dan sperma, maka penluaran dan
penyebaran dapat terjadi melalui:
1. Sexual
(Berhubungan Intim)
2. Parental
(Melalui alat tusuk/suntik), darah dan produk darah yang tercemar HIV
3. Perinatal (dari
ibu hamil pengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya)
Sebagian
besar (90%) penularan HIV yang terjadi secara seksual, selebihnya terjadi
secara parenteral dan perinatal. Berbeda dengan penyakit lain, pengidap HIV/
AIS tidak dapat disembuhkan, karenanya menurut medis pengidapnya pasti mati. Hanya saja, dari HIV
menjadi AIDS melalui beberapa stadium dalam kurn waktu yang cukup lama, yang
memungkinkan penularanyya kepada orang lain.[9]
E.
Pandangan Fiqh dan Dunia Kedokteran tentang Pernikahan HIV/AIDS
Menurut Islam, pernikahan yang telah sempurna menimbulkan hak-hak
hubungan suami sitri, seperti bersetubuh, kewajiban memberikan nafkah, hak
saling mewarisi, dan hokum-hukum
lainnya.
Seperti yang kita ketahui virus maut HIV penyebab penyakit AIDS
adalah penyakit yang mematikan tanpa pandang bulu.[10] Hingga
saat ini pun vaksin dan penyembuhan secara total nya pun belum ditemukan.
Islam sangat memperhatikan prinsip, memelihara kesehatan, dan
menangkal penyakit lebih baik dari pada mengobati penyakit yang sudah menjajkit tubuh. Dalam Islam juga menyebutkan
bahwa pernikahan hanya dianjurkan bagi yang mampu, memberi nafkah lahir dan
batin. Seseorang yang mengidap virus HIV/AIDS termasuk orang yang tidak mampu
memberi nafkah batin. Karena kita tahu bahwa dari hubungan seksual inilah
factor tertinggi menularnya virus HIV/AIDS, selain itu juga jika kedua suami
istri menginginkan keturunan, maka resiko penularan ibu ke anak mencapai 50%
tertular virus HIV/AIDS, sehingga tujuan dari diisyaratkannya perkawinan tidak
bisa dicapai.
Para ulama menyikapi permasalahn ini secara rinci. Prof. DR. Umar
Sulaiman al-Asyqar dalam makalah beliau yang berjudul al-Ahkam asy-Syar’iyah
al-Muta’alliqah bi Mardha al-Aids menyatakan bahwa apabila menikahi sesama
penderita penyakit AIDS maka tidak ada masalah.
Menurut Prof. DR. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami
wa Adillatuhu 7/83 menyatakan, “Apabila laki-laki yang akan kawin yakin bahwa
perkawinannya akan menzhalimi dan membahayakan perempuan yang akan dikawininya,
maka hokum perkawinannya itu adalah haram.[11]
Jika melihat rukun dan syarat nikah, pekawinan penderita AIDS bila
memenuhi rukun dan syarat nikah, juga kedua pasangan rela maka pernikahan
tersebut adalah sah. Namun sebagai salah
satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang hendak melangsungkan perkawinan
itu dirumuskan dengan kata-kata kerelaan calon istri dan calon suami atau
persetujuan mereka, maka meskipun keduanya atau salah satu mempelai mengidap
virus HIV/AIDS, namun keduanya telah rela dan sepakat untuk melaksanakan
perkawinan maka perkawinan tersebut sah.[12]
Pernikahan pengidap HIV/AIDS dengan sesame pengidap maupun bukan,
hukunya sah namun makruh.
يصح نكا ح حهما مع ا لكر ا هة و كذ ا با لبر ص و لجذ ا م غير ا لحا د ثين لا نهم يعر ون بكل
منهما و لان العيب قد يتعد ى ا ليها و الى نسلها ( ا سنى المطالب / 3 156)
Dan sah namun makruh pernikahan keduanya (pengidap HIV/AIDS).
Demikan halnya penderita kusta dan lepra yang sudah lama, karena mereka
menganggapnya sama dengan keduanya dan karena aib bisa menimpanya dan
keturunanya.[13]
Dalam sebuah pernikahan msalah kesehatan adalah penting karena
dalam kehidupan rumah tangga dibutuhkan keadaan yang sehat dan baik. Beberpa
factor yang verkaitan dengan segi fisiologik yang dibutuhkan dalam perkawinan
seperti, hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, kemampuan untuk memberikan
keturunan, dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual dengan sewajarnya.
Dalam dunia media ada beberapa factor perlu dipertimbangkan untuk penderita
HIV/AIDS yang ingin menikah. Beberapa hal tersebut seperti dalam berhubungan
seksual dan tentang memiliki keturunan/anak. Seorang penderita HIV/AIDS
terlebih dahulu disarankan untuk periksa CD4. Bila CD4 ini dibawah 250 maka ia
harus minum obat anti retoviral, jika laki-laki yang terinfeksi memakai terapi
antiretroviral selama lebih dari enam bulan, sehingga viral loadnya dibawah
tingkat terdeteksi, dan dia memakai ARV[14]
dengan kepatuhan 100%, kemungkinan penularan juga sangat amat rendah,walaupun
tidak dijamin nol. Dan untuk menghindari penyakit kelamin dianjurkan
menggunakan kondom juga menggunakan pelicin.
Cara paling aman untuk menghindari pasangan tertular HIV adalah
dengan selalu menggunakan kondom secara konsisten dan benar. Untuk memiliki
keturunan memang lebih rumit, namun dengan semakin majunya teknologi dalam
dunia kedokteran maka ODHA pun dapat dengan aman memiliki keturunan. ODHA dapat
berkonsultasi dengan dokter mengenai cara-cara yang aman untuk memiliki
keturuna. CD4 tidak berpengaruh dalam mempengaruhi factor risiko penularan HIV
dari laki-laki HIV positif ke perempuan HIV negatif. Yang berpengaruh adalah
jumlah viral load dalam darah, yang sebaiknya tidak terdeteksi atau kurang dari
1000.[15]
F.
Analisa penulis
Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu
untuk segera melaksanakannya. Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang
berlaku pada semua makhluknya, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Sebagaiamana menikah itu penting dan perlu.[16]
Ajaran Islam terbangun diatas landasan kuat yaitu untuk mewujudkan
kemaslahatan dan menghilangkan kemudharatan. Berdasarkan, semua yang bisa
mendatangkan kemudharatan dilarang dalam Islam. Demikian juga pernikahan
penderita AIDS yang terkait langsung dengan permasalahan kemaslahatan an
kemudharatan.
Dalam hal ini Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Fiqh al-Islami wa
Adillatuh juga pandangan yang sama juga dilontarkan oleh Sayyid sabiq dalam
kitab fiqh sunnah dan Imam al-Qurthubi yang juga dimuat dalam kitab
tersebut mengatakan tidak boleh menikah antara laki-laki atau perempuan yang
mempunyai penyakit yang dapat membahayakan. Wahbah Zuhaili secara khusus
menyatakan bahwa jika salah satu pasangan suami istri mengidap penyakit
HIV/AIDS, maka pasangan lainnya dapat memutuskan hubungan perkawinan. Namun
jika keduanya telah terjangikit penyakit tersebut, dan telah mempunyai anak,
maka anak yang ada dalamkandungan ibunya tidak boleh untuk digugurkan.[17]
Jika di lihat dari sudut pandang agama maka, sejalan dengan di
qiyaskan nya penderita HIV/AIDS dengan penderita lepra, maka pernikahan bagi
penderita HIV/AIDS maka penulis mengambil hokum yakni, pernikahan mereka dapat
dikatakan sah dengan hukum makruh. Sedangkan
pernikahan bagi penderita HIV/AIDS dengan seseorang yang non-HIV atau sehat
hukumnya haram. Sebab meskipun dari segi kesehatan seiring berkembang nya
pengetahuan dan canggihnya teknologi
penularan bagi penderita HIV/AIDS masih bisa di tanggulangi asalkan
rutin melakukan konsultasi kepada dokter, akan tetapi potensi penyebaran nya
jauh lebih besar sehingga dapat membahayakan kesehatan hingga nyawa orang lain
beserta keturunanya.
Daftar Pustaka
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta:UII
Press, 2005
Syarifuddin, Amir .2006. Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media
Meitasari, Yeni.2015. Perempuan
Keluarga dan HIV, UNAIR: Departemen Sosiologi, Fakultas ilmu sosial dan
ilmu politik
Sholeh, Asrorun Ni’am 2008. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan
Keluarga, Jakarta: Elsas
Arwam Hermanus dkk, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan:
Perilaku dan Resiko Penyakit HIV-aids di Mayarakat Papua, Volume 13, 04
Desember 2010
Ghazaly, Abd Rahman .2006. Fiqh Munakahat, Jakarta, Prenada
Media Grup
Hawari, Dadang .2002. Konsep
Islam Memerani AIDS/NAZA, Jakarta: Bhakti Prima Yasa
Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqoha, 2007: Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nadhatul Ulama
(1926-2004), (Surabaya:Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur
Pencarian melalui internet (google) : HIV/AIDS Menurut Ilmu
Kedokteran Artikel dalam akses 10
Mei 2018
Sabiq Sayyid.2006, Fiqh
Sunnah, Jakara: Pena Pundi Aksara
almanhaj.or.id : Pernikahan Penderita AIDS (di ringkas dari dirasat
fiqhiyah fi Qadhaya Thibbiyah Mu’asharah dari 1/36-55. Cetakan pertama Tahun
2001-1421 H. Penerbit Dar-an-Nafais
[1]
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta:UII Press, 2005)
H.1
[3]
Yeni Meitasari, Perempuan Keluarga dan HIV, UNAIR: Departemen Sosiologi,
Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik TAHUN 2015
[4] Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga,
(Jakarta, Elsas,2008), Cet Ke-2, h.3
[5]
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta, UII Press, 1999)
H.14-16
[6] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta:UII
Press,2000), Hlm.21
[7] Abd
Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta, Prenada Media Grup 2006) h.72
[8] Arwam Hermanus dkk, Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan: Perilaku dan Resiko Penyakit HIV-aids di
Mayarakat Papua, Volume 13, 04 Desember 2010
[9]
Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqoha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam,
Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nadhatul Ulama (1926-2004),
(Surabaya:Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Cetakan Ketiga 2007)
H.511
[11] Diakses Melalui Internet (Google) almanhaj.or.id : Pernikahan
Penderita AIDS (di ringkas dari dirasat fiqhiyah fi Qadhaya Thibbiyah
Mu’asharah dari 1/36-55. Cetakan pertama Tahun 2001-1421 H. Penerbit
Dar-an-Nafais
[13] Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqoha: Solusi Problematika Aktual
Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nadhatul Ulama
(1926-2004), (Surabaya:Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Cetakan
Ketiga 2007) H.512
[14] Anti Retro Viral (ART) ialah obat yang dapat menekan perkembangan
virus yang ada ditubuh agar tidak berkembang kea rah AIDS serta meningkatkan
daya kekebalan tubuh dengan indicator CD4
[15] Pencarian
melalui internet (google) : HIV/AIDS Menurut Ilmu Kedokteran
Artikel dalam akses 10 Mei 2018
[16]
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakara: Pena Pundi AKsara, 2006) H.477
[17] Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, ed. In Fiqh Islam:
Pernikahan, Talak, Khulu, Ila, Li’an, dan Masa Iddah (Terj: Abdul Haiyyie
Al-Kattani dkk), (Gema Insani 2011) H.83
No comments:
Post a Comment