Sunday, June 3, 2018

PERNIKAHAN PENDERITA HIV

PERNIKAHAN PENDERITA HIV
                                                                        Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
 “Fiqh Kontemporer”

 Dosen Pengampu:
Dr. Tutik Hamidah, M.Ag




Oleh :
                Nurhikmah (16771031)



PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
      2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan adalah makhluk Allah yang diciptakan-Nya berpasang-psangan. Hubungan antara pasang-pasangan itu dilalui dengan jalan perkawinan.
Perkawinan merupakan sunatullah yang dengan sengaja diciptakan oleh Allah yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan lainnya. Dalam al-qur’an Allah berfirman:
و من كل شئ خلقنا زو جىنا لكم تذ كر و ن
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (Q.S. Adz-Dzaariyat:49)

Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana dami, tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami dan istri. Anak keturunan dari hasil perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan.[1]
Dalam ajaran Islam tidak semua orang dapat dan diperbolehkan untuk dinikahi. Ada aturan dan ketentuan orang yang  boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.
       Seperti yang kita ketahui hukum Islam mengatakan haramnya hukum nikah bagi seseorang tertentu manakala, haram bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara untuk melakukan perkawinan atau ia yakin perkawinan itu tidak akan mencapai tujuan syara. Sedangkan dia meyakini perkawinan itu akan merusak kehidupan pasangannya.[2]
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubu (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit menular yang diakibatkan oleh virus (Human Immunodeficiency Virus).[3]
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan mengangkata tema yang berjudul “Pernikahan Bagi Penderita HIV/AIDS”
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Deskripsi tentang Pernikahan?
2.      Bagaimana Deskripsi tentang Penyakit HIV?
3.      Bagaimana Fatwa dan Hujjah para Fuqaha’ tentang pernikahan bagi penderita penyakit HIV?





BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian dan Tujuan Pernikahan
Secara terminology, nikah di definisikan sebagai ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.[4]
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu   (   النكاح  ) ,  adapula yang mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj. Dalam kompilasi hokum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikaha, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa terminology telah dikemukakan Nampak jelas sekali terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini dilukiskan dalam firman Allah:

Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.s. Ar-Rum ayat 21)


B.       Hukum Melakukan Pernikahan
Meskipun pada dasarnya Islam menganjurkan kawin, apabila ditinjau dari keadaan yang melaksanakannya, perkawinan dapat dikenai hokum wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.
Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikulbeban kewajiban dalam hidup perkawinan serta ada kekhawatiran, apabila tidak akwin ia akan mudah tergelincir untuk berbuat zina. Menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib. Apabila bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu hanya akan terjamin dengan jalan kawin, bagi orang itu, melakukan perkawinan hukumnya adalah wajib.
Perkawinan hukumnya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemmapuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina.
Perkawinan hukumnya harama bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban hidup perkawinan sehingga apabila kawin juga akan berakibat menyusahkan istrinya.
Perkawinan hukumnya makruh bagi seorang yang mampu dalam segi materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap istrinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan pihak istri.[5]
Perkawinan hukumnya Mubah bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melaukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Perkawinan ornag tersebut hanya didasarkan buntuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera.[6]

C.      Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Seseorang yang terjangkit virus HIV untuk jangka wkatu tertentu (5-10 th) masih Nampak sehat walafiat, namun kemudian barulah penyakit AIDS yang sesungguhnya muncul. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom, yaitu sekumpulan gejala-gejala yang dapat dikarenakan menurunnya kekebalan tubuh seseorang.[7]
D.      Faktor Penyebab Penularan HIV/AIDS
Menurut Marx, yang dimaksud dengan Acquires Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficeincy Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya system kekebalan tubu manusia akibat virus HIV. Virusnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi opurtunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun [enanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membrane mulkosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vagina, anal, ataupun oral), transfuse darah, jarum suntuik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki system kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasite yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur system kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) mempengaruhi hampir semua organ tubu. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarcoma Kaposi, kanker leher Rahim, dan kanker system kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik, seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakakn kelenjar, keidinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis temp[at hidup pasien.
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria ataukondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil.[8]
     Penyakit AIDS adalah kumpulan gejala kaibat menurun/ hilangnya daya tahan tubuh/kekebalan tubu. Pemyebab AIDS adalah virus HIV. Dewasa ini AIDS sudh menjadi masalah sosial dan kemanusiaan, karena asifatnya yang mematikandan belum diketemukan obat untuk menyembuhkannya dan vaksin untuk mencegah penularannya.
Karena virus HIV daoat berada dalam darah, cairan vagina dan sperma, maka penluaran dan penyebaran dapat terjadi melalui:
1.      Sexual (Berhubungan Intim)
2.      Parental (Melalui alat tusuk/suntik), darah dan produk darah yang tercemar HIV
3.      Perinatal (dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya)
Sebagian besar (90%) penularan HIV yang terjadi secara seksual, selebihnya terjadi secara parenteral dan perinatal. Berbeda dengan penyakit lain, pengidap HIV/ AIS tidak dapat disembuhkan, karenanya menurut medis  pengidapnya pasti mati. Hanya saja, dari HIV menjadi AIDS melalui beberapa stadium dalam kurn waktu yang cukup lama, yang memungkinkan penularanyya kepada orang lain.[9]

E.       Pandangan Fiqh dan Dunia Kedokteran tentang Pernikahan HIV/AIDS
Menurut Islam, pernikahan yang telah sempurna menimbulkan hak-hak hubungan suami sitri, seperti bersetubuh, kewajiban memberikan nafkah, hak saling mewarisi, dan  hokum-hukum lainnya.
Seperti yang kita ketahui virus maut HIV penyebab penyakit AIDS adalah penyakit yang mematikan tanpa pandang bulu.[10] Hingga saat ini pun vaksin dan penyembuhan secara total nya pun belum ditemukan.
Islam sangat memperhatikan prinsip, memelihara kesehatan, dan menangkal penyakit lebih baik dari pada mengobati penyakit yang sudah  menjajkit tubuh. Dalam Islam juga menyebutkan bahwa pernikahan hanya dianjurkan bagi yang mampu, memberi nafkah lahir dan batin. Seseorang yang mengidap virus HIV/AIDS termasuk orang yang tidak mampu memberi nafkah batin. Karena kita tahu bahwa dari hubungan seksual inilah factor tertinggi menularnya virus HIV/AIDS, selain itu juga jika kedua suami istri menginginkan keturunan, maka resiko penularan ibu ke anak mencapai 50% tertular virus HIV/AIDS, sehingga tujuan dari diisyaratkannya perkawinan tidak bisa dicapai.
Para ulama menyikapi permasalahn ini secara rinci. Prof. DR. Umar Sulaiman al-Asyqar dalam makalah beliau yang berjudul al-Ahkam asy-Syar’iyah al-Muta’alliqah bi Mardha al-Aids menyatakan bahwa apabila menikahi sesama penderita penyakit AIDS maka tidak ada masalah. 
Menurut Prof. DR. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu 7/83 menyatakan, “Apabila laki-laki yang akan kawin yakin bahwa perkawinannya akan menzhalimi dan membahayakan perempuan yang akan dikawininya, maka hokum perkawinannya itu adalah haram.[11]
Jika melihat rukun dan syarat nikah, pekawinan penderita AIDS bila memenuhi rukun dan syarat nikah, juga kedua pasangan rela maka pernikahan tersebut adalah sah. Namun  sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang hendak melangsungkan perkawinan itu dirumuskan dengan kata-kata kerelaan calon istri dan calon suami atau persetujuan mereka, maka meskipun keduanya atau salah satu mempelai mengidap virus HIV/AIDS, namun keduanya telah rela dan sepakat untuk melaksanakan perkawinan maka perkawinan tersebut sah.[12]
Pernikahan pengidap HIV/AIDS dengan sesame pengidap maupun bukan, hukunya sah namun makruh.
يصح نكا ح حهما مع ا لكر ا هة و كذ ا با لبر ص  و لجذ ا م غير ا لحا د ثين لا نهم يعر ون بكل منهما و لان العيب قد يتعد ى ا ليها و   الى نسلها ( ا سنى المطالب / 3 156)

Dan sah namun makruh pernikahan keduanya (pengidap HIV/AIDS). Demikan halnya penderita kusta dan lepra yang sudah lama, karena mereka menganggapnya sama dengan keduanya dan karena aib bisa menimpanya dan keturunanya.[13]
Dalam sebuah pernikahan msalah kesehatan adalah penting karena dalam kehidupan rumah tangga dibutuhkan keadaan yang sehat dan baik. Beberpa factor yang verkaitan dengan segi fisiologik yang dibutuhkan dalam perkawinan seperti, hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, kemampuan untuk memberikan keturunan, dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual dengan sewajarnya. Dalam dunia media ada beberapa factor perlu dipertimbangkan untuk penderita HIV/AIDS yang ingin menikah. Beberapa hal tersebut seperti dalam berhubungan seksual dan tentang memiliki keturunan/anak. Seorang penderita HIV/AIDS terlebih dahulu disarankan untuk periksa CD4. Bila CD4 ini dibawah 250 maka ia harus minum obat anti retoviral, jika laki-laki yang terinfeksi memakai terapi antiretroviral selama lebih dari enam bulan, sehingga viral loadnya dibawah tingkat terdeteksi, dan dia memakai ARV[14] dengan kepatuhan 100%, kemungkinan penularan juga sangat amat rendah,walaupun tidak dijamin nol. Dan untuk menghindari penyakit kelamin dianjurkan menggunakan kondom juga menggunakan pelicin.
Cara paling aman untuk menghindari pasangan tertular HIV adalah dengan selalu menggunakan kondom secara konsisten dan benar. Untuk memiliki keturunan memang lebih rumit, namun dengan semakin majunya teknologi dalam dunia kedokteran maka ODHA pun dapat dengan aman memiliki keturunan. ODHA dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai cara-cara yang aman untuk memiliki keturuna. CD4 tidak berpengaruh dalam mempengaruhi factor risiko penularan HIV dari laki-laki HIV positif ke perempuan HIV negatif. Yang berpengaruh adalah jumlah viral load dalam darah, yang sebaiknya tidak terdeteksi atau kurang dari 1000.[15]
F.       Analisa penulis
Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluknya, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sebagaiamana menikah itu penting dan perlu.[16]
Ajaran Islam terbangun diatas landasan kuat yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghilangkan kemudharatan. Berdasarkan, semua yang bisa mendatangkan kemudharatan dilarang dalam Islam. Demikian juga pernikahan penderita AIDS yang terkait langsung dengan permasalahan kemaslahatan an kemudharatan.
Dalam hal ini Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Fiqh al-Islami wa Adillatuh juga pandangan yang sama juga dilontarkan oleh Sayyid sabiq dalam kitab fiqh sunnah dan Imam al-Qurthubi yang juga dimuat dalam kitab tersebut mengatakan tidak boleh menikah antara laki-laki atau perempuan yang mempunyai penyakit yang dapat membahayakan. Wahbah Zuhaili secara khusus menyatakan bahwa jika salah satu pasangan suami istri mengidap penyakit HIV/AIDS, maka pasangan lainnya dapat memutuskan hubungan perkawinan. Namun jika keduanya telah terjangikit penyakit tersebut, dan telah mempunyai anak, maka anak yang ada dalamkandungan ibunya tidak boleh untuk digugurkan.[17]
Jika di lihat dari sudut pandang agama maka, sejalan dengan di qiyaskan nya penderita HIV/AIDS dengan penderita lepra, maka pernikahan bagi penderita HIV/AIDS maka penulis mengambil hokum yakni, pernikahan mereka dapat dikatakan sah dengan hukum makruh.  Sedangkan pernikahan bagi penderita HIV/AIDS dengan seseorang yang non-HIV atau sehat hukumnya haram. Sebab meskipun dari segi kesehatan seiring berkembang nya pengetahuan dan canggihnya teknologi  penularan bagi penderita HIV/AIDS masih bisa di tanggulangi asalkan rutin melakukan konsultasi kepada dokter, akan tetapi potensi penyebaran nya jauh lebih besar sehingga dapat membahayakan kesehatan hingga nyawa orang lain beserta keturunanya.





Daftar Pustaka
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta:UII Press, 2005
Syarifuddin, Amir .2006.  Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media
Meitasari, Yeni.2015.  Perempuan Keluarga dan HIV, UNAIR: Departemen Sosiologi, Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik
Sholeh, Asrorun Ni’am 2008. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga, Jakarta: Elsas
Arwam Hermanus dkk, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan: Perilaku dan Resiko Penyakit HIV-aids di Mayarakat Papua, Volume 13, 04 Desember 2010
Ghazaly, Abd Rahman .2006. Fiqh Munakahat, Jakarta, Prenada Media Grup
Hawari, Dadang .2002.  Konsep Islam Memerani AIDS/NAZA, Jakarta: Bhakti Prima Yasa
Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqoha, 2007: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nadhatul Ulama (1926-2004), (Surabaya:Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur
Pencarian melalui internet (google) : HIV/AIDS Menurut Ilmu Kedokteran Artikel  dalam akses 10 Mei 2018
Sabiq Sayyid.2006,  Fiqh Sunnah, Jakara: Pena Pundi Aksara
almanhaj.or.id : Pernikahan Penderita AIDS (di ringkas dari dirasat fiqhiyah fi Qadhaya Thibbiyah Mu’asharah dari 1/36-55. Cetakan pertama Tahun 2001-1421 H. Penerbit Dar-an-Nafais




[1] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta:UII Press, 2005) H.1
[2] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006) H. 47
[3] Yeni Meitasari, Perempuan Keluarga dan HIV, UNAIR: Departemen Sosiologi, Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik TAHUN 2015
[4] Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga, (Jakarta, Elsas,2008), Cet Ke-2, h.3
[5] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta, UII Press, 1999) H.14-16
[6] Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta:UII Press,2000), Hlm.21
[7] Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta, Prenada Media Grup 2006) h.72
[8] Arwam Hermanus dkk, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan: Perilaku dan Resiko Penyakit HIV-aids di Mayarakat Papua, Volume 13, 04 Desember 2010
[9] Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqoha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nadhatul Ulama (1926-2004), (Surabaya:Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Cetakan Ketiga 2007) H.511
[10] Dadang Hawari, Konsep Islam Memerani AIDS/NAZA, (Jakarta: Bhakti Prima Yasa,2002) H.71
[11] Diakses Melalui Internet (Google) almanhaj.or.id : Pernikahan Penderita AIDS (di ringkas dari dirasat fiqhiyah fi Qadhaya Thibbiyah Mu’asharah dari 1/36-55. Cetakan pertama Tahun 2001-1421 H. Penerbit Dar-an-Nafais
[12] Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta, Prenada Media Grup. 2006) H.33
[13] Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqoha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nadhatul Ulama (1926-2004), (Surabaya:Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Cetakan Ketiga 2007)  H.512
[14] Anti Retro Viral (ART) ialah obat yang dapat menekan perkembangan virus yang ada ditubuh agar tidak berkembang kea rah AIDS serta meningkatkan daya kekebalan tubuh dengan indicator CD4
[15]  Pencarian melalui internet (google) : HIV/AIDS Menurut Ilmu Kedokteran Artikel  dalam akses 10 Mei 2018
[16] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakara: Pena Pundi AKsara, 2006) H.477
[17] Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, ed. In Fiqh Islam: Pernikahan, Talak, Khulu, Ila, Li’an, dan Masa Iddah (Terj: Abdul Haiyyie Al-Kattani dkk), (Gema Insani 2011) H.83

No comments:

Post a Comment