DINASTI
TURKI USMANI
(
Kejayaan dan Faktor yang Melatar Belakangi Keruntuhan Dinasti Turki Usmani)
Oleh:
Anis Jamil Mahdi
Abstrak
Kerajaan
Turki Usmani merupakan salah satu kerajaan Islam yang cukup berpengaruh
didaratan Eropa. Pada sekitar Abad ke-13 hingga ke-20 M. Dalam masa
pemerintahannya, Turki Usmani tidak banyak memperhatikan Dunia keilmuan, jika
dibandingkan dengan masalah politik. Fokus pembangunan peradabaan pada masa
Dinasti Turki Usmani difokuskan pada bidang militer dan politik. Sehingga
kerajaan ini, pemimpinnya hanya disibukkan untuk melakukan ekspansi
kewilayah-wilayah lain, dan memperluas wilayah kekuasaannya. Hal inilah yang
pada akhirnya menyebabkan keruntuhan Dinasti besar ini. Namun, sekalipun
demikian Dinasti Turki Usmani bukan berarti tidak memberikan sumbangan
peradaban kepada Islam sama sekali, Dinasti ini juga menyumbangkan kejayaan
pada Islam.
Kata Kunci: Dinasti Turki
Usmani, Kejayaan, Keruntuhan
A. Dasar Pemikiran
Dalam
perjalanan sejarah , ummat islam telah mengalami perjalanan yang amat panjang,
yang pasang surut. Setelah masa khulafa al-Rasyidiin, dimana kekuasaan
dibidang pemerintahan telah berada dalam dua kekhalifahan, yakni Dinasti Bani
Umayyah dan Dinasti Bani Abbasyiah. Sejarah telah mencatat bahwa keduaDinasti
tersebut, telah mencatat sejarah yang sangat gemilang dimuka bumi. Daulat Bani
Umayyah telah mendirikan emperium belahan barat yang berpusat di Spanyol dan
Andalusia sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan. Setelah kedua Dinasti
tersebut hancur, sejarah peradaban Islam selanjutnya dilanjutkan oleh
kerajan-kerajaan Islam lainnya, walaupun tidak sebesar nama kedua Dinasti
tersebut.
Secara
garis besarnya, sejarah Islam dapat dibagi kepada tiga periode besar, yaitu;
klasik, pertengahan, dan Modern. Dengan pembagian; periode klasik (650 – 1250
M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi kedalam dua fase. Pertama, fase
ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650 – 1000 M). Dizaman inilah daerah
Islam meluas melalui Afrika utara sampai ke Spanyol di barat dan melalui Persia
sampai ke India Timur. Kedua, fase disentegrasi (1000 – 1250 M). Dimasa
ini keutuhan ummat Islam dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan khalifah
menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas oleh Hulaghu Khan di tahun 1258.
Khilafah sebagai kesatuan politik ummat Islam hilang.[1]
Dilanjutkan
setelah itu periode pertengahan (1250 – 1800 M) juga dibagi kedalam dua fase. Pertama,
fase kemunduran, dizaman ini desentralisasi dan desentrigasi bertambah
meningkat. Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1800 M) yang dimulai
dengan zaman kemajuan (1500 – 1700 M) dan zaman kemunduran (1700 – 1800 M).
Tiga kerajaan besar yang dimaksud adalah kerajaan Usmani (Ottoman Empire)
di Turki, kerajaan safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India.[2]
Dan
salah satu dari ketiga kerajaan besar yang dimaksud diatas yang merupakah satu
diantara sejarah peradaban Islam yang cukup menarik untuk dijadikan bahan
kajian ilmiah, yaitu masa abad pertengahan, khususnya pada abad ke- 17 yaitu
kerajaan Dinasti Turki Usmani.
Pada
tulisan ini, penulis akan membatasi diri dengan hanya memusatkan perhatian pada
dua hal yaitu; pertama, masa kejayaan yang meliputi; akulturasi budaya,
stabilitas sosial dan politik yang menjadi faktor kejayaan Turki Usmani, serta
bukti fisik yang menjadi fakta kejayaan Dinasti Turki. Kedua, masa
keruntuhan. Yang dibicarakan dalam masa ini adalah faktor yang melatarbelakangi
kehancuran dan keruntuhan Dinasti Turki Usmani.
Hal
ini menjadi menarik untuk dianalisis , karena kerajaan Turki Usmani telah mengukir
sejarah yang panjang dalam perjalanan sejarah Islam secara keseluruhan. Penulis
berkeinginan untuk melihat sisi dari kerajaan Turki Usmani, yang menyebabkan
bangkitnya kerajaan ini ditengah-tengah kehancuran kerajaan Islam lainnya. Dan
membangun kembali peradaban Islam yang setelah kehancuran dua dinasti besar
yaitu; Dinasti Umayyah dan Abbasyiah sementara sirna dari peta perjalanan
sejarah.
B. Pembahasan
1. Asal Mula Turki Usmani
Para
Sejarawan berbeda pendapat dalam memberikan tentang asal-usul Kerajaan Turki
Usmani. Informasi tentang asal-usul kerajaan Turki Usmani menurut para
sejarawan, seperti Hammer Prustal, Zinkeisin, dan Iorga setidak-tidaknya masih
dapat dilacak dari beberapa informasi dan keterangan tradisional yang diperoleh
dari sumber peninggalan penulis sejarah orang Turki itu sendiri. Menurut
keterangan itu, orang-orang Usmani sebenarnya nenek moyangnya berasal dari
wilayah Asia Tengah. Mereka berasal dari suku kayi, khususnya dari
kabilah Oghuz, salah satu komponen dari bangsa Turki yang mengembara ke
Anatolia karena serangan Bangsa Mongol pada Abad ke-13.[3]
Hal
ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Syafiq A. Mughni, bahwasannya
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku Bangsa pengembara yang berasal dari
wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku kayi. Ketika Bangsa Mongol
menyerang dunia Islam, pemimpin suku kayi Sulaiman Syah, mengajak para
pengikutnya untuk menghindari serbuan Bangsa Mongol tersebut dan lari ke arah
barat.[4]
Sementara
itu Philip K Hitty menyebutkan bahwasannya asal usul kelompok Turki Usmani di
Mongolia, percampuran mereka dengan suku-suku Iran di Asia Tengah, dan
pergerakan mereka ke Asia Kecil, tempat mereka secara berangsur-angsur
menggantikan dan menyingkirkan sepupu mereka, Bani Saljuk. Pada Tahun pertama
abad ke-14 mereka mendirikan sebuah kerajaan yang kelak ditakdirkan untuk
menyeingi kebesaran imperium Bizantium, dan kekhalifahan Arab.[5]
Keterangan
yang sama juga di utarakan oleh Carlk Brockelman, berdasarkan egenda yang
berkembang , keturunan Usmani memang berasal dari suku kayi dari kabilah
Oghuz sebagai salah satu bagian
dari bangsa Turki.[6] Sekalian
demikian, Wittek dengan tegas membantah pendapat tersebut menurutnya hanya
fiktif. Menurutnya orang-orang Usmani tidak bermaksud datang ke Anatolia untuk
mengadakan invasi. Mereka menganggap diri mereka sebagai Masyarakat Ghazi.[7]
Terlepas
dari kontradiksi mengenai asal-usul orang-orang Usmani tersebut, para sejerawan
sependapat bahwasannya pendiri Kerajaan Usmani adalah Usman putra Ertoghrul.
Sewaktu serngan Mongol sampai kewilayah Khurasan, kabilah Oghuzt terpaksa pergi
mengembara keluar untuk menghindari serangan tersebut. Dalam pengembaraan
tersebut, kabilah Oghuz dibawah pimpinan Sulaiman meminta perlindungan Raja
Khawarizmi, Jalal al-Diin Mangurbiti, yang memberi wilayah Armenia bagian barat
laut. Namun setelah Jalal meninggal Sulaeman sebagai pemimpin kabilah Oghuz
merasa tidak aman lagi tinggal diwilayah itu karena sering mendapat gangguan
dari dinasti-dinasti kecil yang bersaing. Sulaeman mengembara lagi ke Anatolia,
Asia Kecil. Akan tetapi sebelum sampai di Asia Kecil Sulaeman meninggal dunia
karena hanyut dalam banjir di sungai Eufrat. Kedudukan Sulaeman sebagai
pemimpin kabilah Oghuz digantikan oleh putranya, Etoghrul.[8]
Sementara
nama dinasti Usmani sendiri berasal dari nama Usman putra Ertoghrul. Yang
sebelumnya Ertoghrul dan putranya Usman memimpin sebuah pasukan diantara
beberapa negara perbatasan.[9] Sementara dalam refrensi yang lain juga
diungkapkan hal yang sama hanya berbeda bahsa saja. Kekaisaran Ottoman
memperoleh namanya dari nama leluhurnya yaitu Usman (senama dengan Khalifah
yang ke tiga Islam). Usman dalam bentuk sebagai kata Bahasa Turki dan ejaan
Eropa menjadi “Osmanli” dan akhirnya diterjemahkan dan disalin menjadi
“Ottoman”.[10]
Maka
disini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya yang mendirikan kerajaan Dinasti
Turki Usmani ini adalah Putra Etoghrul yaitu Usman, dan dialah yang menjadi
Raja atau Sultan yang pertama dalam kedinastian ini. Sementara Usman ini
merupakan pelarian bersama ayahnya dari serangan mongol ke Asia tengah. Mereka
membawa kelompok yang bernama suku kayi dan bergabung dengan kabilah Oghuz. Dan
melarikan diri hingga sampai di Anatolia.
Semenjak
didirikannya kerajaan ini, sebenarnya negara ini selalu diliputi suasana
peperangan dan pada saat itu senantiasa dalam keadaan genting.[11]
C. Masa Pemerintahan Dinasti Usmani
Masa
pemerintahan dinasti Usmani merupakan Dinasti yang ditulis dalam berbagai macam
refrensi sejarah adalah yang paling lama berkuasa jika dibandingkan dengan ke
tiga kerajaan besar yang berdiri pada abad pertengahan. Bahkan Kerajaan Turki
Usmani ini lebih lama dari dua kerajaan besar yaitu Dinasti Abbasyiah dan
Dinasti Umayyah. Kira-kira kelangsungan Kerajaan Dinasti Turki Usmani ini
kurang lebih selama enam Abad (1281 - 1924) yang Sultan terakhirnya adalah Abd
al-Majid II.
Namun
sekalipun demikian, Kedinastian ini, sekitar dua pertiga abad setelah didirikan
di Anatolia, kira-kira tahun 1300 M dengan mengorbankan kekaisaran Bizantium,
dan didirikan diatas reruntuhan kerajaan saljuk, Kerajaan Turki Usmani hanyalah
sebuah emirat di daerah perbatasan. Ibu Kota negara ini pertama kali didirikan
pada 1326 M, adalah Brusa (Bursa). Mendekati 1366, emirat itu telah berkembang
lebih stabil, mendapatkan pijakan yang lebih kokoh didaratan Eropa, dan
berkembang menjadi sebuah kerajaan besar dengan Adrianopel (Edirna) sebagai
Ibukotanya. Penaklukan Konstatinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Muhammad II,
Sang Penakluk (1451 - 1481) secara formal mengantarkan negara ini pada satu era
baru yaitu era kerajaan.[12]
Dalam
rentang masa yang amat panjang itu, kira-kira kurang lebih selama enam abad
kelangsungan kerajaan ini. Telah melahirkan Sultan yang amat banyak. Kira-kira
Sultan yang memerintah kerajaan ini kurang lebih mencapai 38 Sultan yang
berkuasa dan memerintah kerajaan tersebut. Dan
Selama enam Abad tersebut, pemerintahan kerajaan Turki Usmani dapat
diklasifikasikan menjadi lima periodesasi.[13] Lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini:
Tabel 1.1
Periode
Pertama
No
|
Sultan
|
Masa Pemerintahan
|
1.
|
Usman I
|
1299 – 1326
|
2.
|
Orkhan (Putra Usman I)
|
1326 – 1357
|
3.
|
Murad I (Putra Orkhan)
|
1359 – 1389
|
4.
|
Bayazid I (Putra Murad I)
|
1389 – 1402
|
Tabel 1.2
Periode
Kedua
No
|
Sultan
|
Masa Pemerintahan
|
5.
|
Muhammad I (Putra Bayazid I)
|
1403 – 1421
|
6.
|
Murad II (Putra Muhammad I)
|
1421 – 1451
|
7.
|
Muhammad II Fatih (Putra Murad II)
|
1451 – 1481
|
8.
|
Bayazid II (Putera Muhammad II)
|
1481 – 1512
|
9.
|
Salim I (Putra Bayazid II)
|
1512 – 1520
|
10.
|
Sulaiman I Qanuni (Putra Salim I)
|
1520 – 1566
|
Tabel 1.3
Periode
ketiga
No
|
Sultan
|
Masa pemerintahan
|
11.
|
Salim
II (Putera Sulaiman I)
|
1566
– 1573
|
12.
|
Murad
III (Putra Salim II)
|
1573
– 1596
|
13.
|
Muhammad
III (Putera Murad III)
|
1596
– 1603
|
14.
|
Ahmad
I (Putra Muhammad III)
|
1603
– 1617
|
15.
|
Mustafa
I (Putera Muhammad III)
|
1617
– 1618
|
16.
|
Usman
II (Putera Ahmad I)
|
1618
– 1622
|
17.
|
Mustafa
I (yang kedua kalinya)
|
1622
– 1623
|
18.
|
Murad
IV (Putera Ahma I)
|
1623
– 1640
|
19.
|
Ibrahim
I (Putera Ahmad I)
|
1640
– 1648
|
20.
|
Muhammad
IV (Putera Ibrahim I)
|
1648
– 1687
|
21.
|
Sulaiman
III (Putera Ibrahim I)
|
1687
– 1691
|
22.
|
Ahmad
II (Putera Ibrahim I)
|
1691
– 1695
|
23.
|
Mustafa
II (Putera Muhammad IV)
|
1695
– 1703
|
Tabel
2.1
Periode
keempat
No
|
Sultan
|
Masa Pemerintahan
|
24.
|
Ahmad
III (Putera Muhammad IV)
|
1703
- 1730
|
25.
|
Mahmud
I (Putera Mustafa II)
|
1730
- 1754
|
26.
|
Usman
III (Putera Mustafa II)
|
1754
- 1757
|
27.
|
Mustafa
III (Putera Ahmad III)
|
1757
- 1774
|
28.
|
Abdul
Hamid I(Putera Ahmad III)
|
1774
- 1778
|
29.
|
Salim
III (Putera Mustafa III)
|
1789
- 1807
|
30.
|
Mustafa
IV (Putera Abd al-Hamid I)
|
1807
– 1808
|
31.
|
Mahmud
II (Putera Abd al-Hamid I)
|
1808
– 1839
|
Tabel
2.2
Periode
kelima
No
|
Sultan
|
Masa
Pemerintahan
|
32.
|
Abdul
Majid I (Putera Mahmud II)
|
1839
– 1861
|
33.
|
Abdul
Aziz (Putera Mahmud II)
|
1861
– 1876
|
34.
|
Murad
V (Putera Abd al- Majid I)
|
1876
– 1876
|
35.
|
Abdul
Hamid II (Putera Abd al- Majid I)
|
1876
– 1909
|
36.
|
Muhammad
V (Putera Abd al- Majid I)
|
1909
– 1818
|
37.
|
Muhammad
IV (Putera Abd al- Majid I)
|
1918
– 1922
|
38.
|
Abdul
Majid II
|
1922
– 1924
|
Abdul
majid II ketika menjadi raja dia hanya bergelar Khalifah tanpa gelar Sultan,
yang pada akhirnya diturunkan dari jabatan khalifah. Turki Usmani dihapus oleh
Kemal al-Taturk, dan Turki menjadi negara nasional Republik Turki.[14]
Dalam
rentang waktu yang amat panjang itu, dan dengan ke 38 sultan atau khalifah yang
memimpin, Turki Usmani telah menunjukkan eksistensinya sebaga sebuah dinasti
yang memberikan sumbangan baru terhadap perdaban Islam. Dinasti Turki Usmani
dalam rentang waktu itu telah mampu melebarkan sayapnya, membentangkan
kekuasaannya dan menunjukkan taringnya. Bahkan konstantinopel yang merupakan
pusat orang kristen dan ibukota kekaisaran Romawi mampu ditaklukkan pada tahun
1543. Pada masa itu Turki Usmani dipimpin oleh Muhammad II al-Fatih (sang
penakluk).
Bagi
sultan Muhammad II , keberhasilannya dalam penaklukan itu merupakan prestasi
dan kebanggaan tersendiri karena sepanjang sejarah Islam, ia adalah
satu-satunya sultan dari Kerajaan Turki Usmani yang berhasil menaklukkan
Konstantinopel. Gerakan ekspansi Islam pada masa Muhammad II tidak berhenti
sampai penaklukan Konstantinopel, tetapi terus berjalan kearah barat Eropa.
Pada masa anaknya, Sultan Bayazid II, ekspansi Islam meluas sampai ke
Transilvania, Bosnia, Moldova, Cyprus, dan Naxos.[15]
Demikianlah
kilas ringkasan dari perjalanan masa pemerintahan diera Dinasti Turki Usmani,
yang amat panjang. Dalam masa yang panjang itu kerajaan Turki Usmani telah
memberikan sumbangan peradaban yang bukti fisiknya dapat dilihat oleh mata
kita.
- Faktor
kemajuan di masa Dinasti Turki Usmani
kemajuan
sebuah negara itu tidak bisa dilepaskan dari keadaan sosial, budaya dan politik
negara tersebut. Stabilitas keadaan sosial, budaya, dan politik akan
menyebabkan kemajuan dibidang lain, seperti; ekonomi, ilmu pengetahuan, dan
lain sebagainya. Begitu juga sebaliknya, instabilitas kedaan sosial, budaya,
dan politik sebuah negara juga menjadi momok yang sangat menakutkan dan
menjadi penyebab hancurnya sebuah negara.
Akulturasi
budaya pada masa Turki Usmani ini menjadi penyebab kemajuan Dinasti Turki
Usmani. Dimana keseluruhan kebudayaan turki merupakan percampuran dari berbagai
macam elemen yang berbeda-beda. Dari bidang persia, yang berhubungan dengan
oran Turki bahkan sebelum mereka bermigrasi ke Asia Barat, lahir corak-corak
yang artistik, pola-pola yang indah, serta ide-ide politik yang mengangkat
keagungan Raja. Warisan-warisan kebudayaan Asia Tengah yang nomaden, bisa
disebutkan diantaranya kebiasaan mereka untuk berperang dan menaklukkan, serta
kecenderungan untuk berasimilasi. Bangsa Bizantium, melalui kebanyakan bangsa
saljuk dari Romawi, mewariskan berbagai lembaga militer dan pemerintahan.[16]
Dari
urain yang dijelaskan diatas bahwasannya kondisi sosial dan akulturasi Budaya
merupakan penyebab kemajuan kerajaan Turki Usmani yang paling utama. Dari
akulturasi budaya tersebut maka lahirlah kemajuan-kemajuan dalam beberapa
aspek. Sepert; aspek budaya, aspek politik, aspek kemiliteran, dan aspek
perekonomian.
Maka
disini dapat kita tarik kesimpulan dari adanya seting kondisi sosial dan
akulturasi budaya yang menyebabkan kemajuan Turki Usmani. Bahwasannya
kemajuan-kemajuan kerajaan Turki Usmani dapat dipetakan sebagai berikut:
- Pengelolaan
dalam bidang pemerintahan dan Reorganisasi Militer
Bentuk
negara yang dibangun oleh Usmani adalah kerajaan yang bersyariat Islam.
Kekuasaan tertinggi terletak ditangan para sultan. Gelar Sultan merupakan
kebanggan tersendiri di kalangan para penguasa tertinggi kerajaan Turki Usmani.
Bahkan jabatan sultan sejak masa Salim I tidak hanya memiliki kekuasaan dalam
bidang keagamaan seperti jabatan khalifah.[17]
Sementara
penataan administrasi pemerintahan kerajaan Turki Usmani secara umum baru
dimulai pada masa Sultan Muhammad Fatih. Setelah konstantinopel jatuh dan
menjadi pusat kekuasaan kerajaan ini. Administrasi pemerintahan Kerajaan Turki
Usmani secara komprehensif terbagi menjadi pemerintahan pusat, pemerintahan
daerah dan pemerintahan lokal.[18]
Selanjutnya
dibidang militer juga merupakan salah satu prestasi kemajuan yang terbesar dari
kerajaan Turki Usmani. Kekuatan militer Kerajaan Turki Usmani terdiri atas
pasukan feodal, yenisseri, korps-korps khusus, dan pasukan pembantu dari
angkatan darat dan laut. Tentara feodal bertugas mengatur pembagian tanah,
melayani dan membantu tugas militer lainnya yanisseri merupakan Pasukan
ini terdiri dari pemuda-pemuda kristen dan pemuda asing lainnya. Kerajaan Turki
Usmani sejak berdirinya dan khususnya sejak masa Muhammad al-Fatih merupakan
kekuatan militer yang tangguh dan ternbaik didunia sampai pada akhir abad
ke-17. [19]
- Kemajuan
dalam bidang perekonomian
Kemajuan
dibidang politik, militer dan gerakan ekspansi Islam yang dicapai Kerajaan
Turki Usmani diikuti pula dengan kemajuan dibidang perekonomian. Kemajuan
dibidang ekonomi sama besar dan kuatnya dengan kemajuan dalam bidang politik
dan militer.[20] daerah
kekuasaan yang luas memungkinkan kerajaan Turki Usmani membangun perekonomian
kuat dan maju. Pada masa puncak kemajuannya, semua daerah dan kota penting yang
menjadi pusat perdagangan dan perekonomian jatuh ketangannya. Daerah-daerah
yang ditaklukkan menjadi sumber perekonomian kerajaan Turki Usmani. Hal ini
disebabkan dalam setiap keberhasilan kerajaan mendapatkan rampasan perang,
jizyah, dan pajak sesudahnya. Begitu pula dengan dikuasai kota-kota dagang dan
jalur-jalur perdagangan dilaut dan didarat memungkinkan pula kerajaan memacu
kemajuan ekonominya meelalui perdagangan.
- Kemajuan
dalam bidang ilmu dan Budaya
Walaupun
kerajaan Turki Usmani maju dalam aspek politik, ekonomi, dan kemiliteran, namun
kemajuan tersebut tidak mempengaruhi kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Apabila dibandingkan kemajuan dalam bidang ekonomi, politik, dan militer,
kemajuan dan prestasi mereka dalam bidang sainsn, teknologi, dan filsafat masih
relatif kecil.[21]
Kesungguhan Kerajaan Turki Usmani ini hanya pada aspek budaya saja tidak sampai
menyentuh aspek sains.
Didalam
wilauah Turki Usmani muncul tokoh-tokoh penting dalam bidang kebudayaan,
seperti pada abad-abad ke-16, 17, dan 18. Aliran yang didirikan oleh Baki dan
Fuzuli pada abad ke-16 terus mendominasi selama abad ke-17, menekankan tradisi
yang berrbeda yang didasarkan pengaruh Persia dan terutama Turki. Hasilnya
ialah mundurnya gaya romantik menshevi, yang hanya terbatas pada
karya-karya singkat dari etika, berisi anekdot, sedangkan kaside Turki
menjadi alat yang menonjol dari ekspresi puisi.[22]
Kesungguhan
usaha Kerajaan Turki Usmani dalam kegiatan ilmu dan budaya hanya terlihat dalam
bidang hukum dan kebudayaan Turki. Dalam bidang hukum dia berhasil mengangkat
syari’at Islam pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
diberikan oleh negara-negara Islam lainnya. Bahkan, dalam arti tertentu, negara
Islam pertama yang mencoba mengangkat syari’at Islam sebagai hukumefektif bagi
negara dalam aspek kehidupan. Hal ini bisa dilihat pada masa Sultan Muhammad
al-Fatih disusunlah buku Qanun Usmane oleh kerajaan. Buku ini tidaj
hanya berisi perundang-undangan legislatif, tetapi juga berisi himpunan
peraturan dan praktik hukum lainnya.[23]
Pada
masa Sulaeman al-Qanuni disusun pula buku Multaqa al-Abhur, buku yang
terkenal dalam bidang hukum yang membuat Sultan Sulaeman digelari dengan
al-Qanuni. Buku ini menjadi buku standar bagi Kerajaan Turki Usmani di bidang
hukum sampai akhir abad ke-19 M.[24]
Sementara
dalam bidang arsitektur, khususnya pada masa Sultan Sulaeman al-Qanuni, dia
menyempurnakan dan memperindah ibu kota, serta kota-kota lain dengan mendirikan
masjid, sekolah, rumah sakit, istana, moseleum, jembatan terowongan, jalur
kereta dan pemandian umum.[25]
Seorang arsitek kepercayaan kerajaan yang mengubah wajah kerajaan Turki Usmani
menjadi indah adalah seorang muallaf yang bernama Sinan, karya agungnya adalah
masjid Sulaimaniyah. Sinan membangun masjid tersebut dengan sengaja untuk
mengungguli St. Shophia.[26]
Kebekuan
kegiatan ilmu dan pemikiran tersebut disebabkan oleh tertutupnya pintu ijtihad.
Para Ulama’ masih menutup pintu ijtihad dan kegiatan penyelidikan ilmiah.
Mereka sama sekali tidak tertarik untuk mengadakan ijtihad dan melakukan
penyelidikan ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan baru. Bahkan lebih dari itu
mereka menolak segala pemikiran baru. Padahal, mereka adalah seorang yang
sangat berwenang dalam menyusun kebijaksanaan pendidikan dan pengajaran.[27]
Sebagai
akibatnya sistem pendidikan dan pengajaran pada masa Turki Usmani menjadi
stagnan. Keadaan ini berlangsung sampai permulaan abad ke-19 M. Baru pada masa
Sultan Mahmud II terjadi perubahan dan kemajuan besar terhadap Turki Usmani.[28]
Berdasarkan
analisa penulis, penulis disini dapat menyimpulkan bahwasannya kemajuan yang
dicapai oleh Turki Usmani hanya dalam bidang Politik, sosoial, ekonomi, dan
budaya. Sementara kemajuan itu sama sekali tidak menyentuh dalam bidang ilmu
pengetahuan dan pemikiran. Perkembangan dan kemajuan tersebut tidak terlepas
dari setting budaya, ekonomi, dan sosial politik. Kebudayaan Turki merupakan
perpaduan antara kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Kebudayaan Persia,
telah banyak menanamkan ajaran-ajaran etika dan tatakrama dalam istana.
Sedangkan dari budaya Bizantium menghasilkan kemajuan dalam aspek
keorganisasian, kemiliteran, dan pemerintahan. Sedangkan dari kebudayaan Arab,
mereka mendapatkan ajaran tntang ekonomi, kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan.
- Faktor
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Turki Usmani
Setelah
kerajaan ini mampu bertahan dalam rentang waktu yang cukup lama, dengan
berbagai macam problematika dan kemajuan yang telah dicapai, ternyata pada
akhirnya kerajaan ini juga mengalami kemunduran yang amat drastis, sehingga
terimplikasi pada runtuh dan hancurnya kerajaan Turki Usmani ini dari
perjalanan sejarah. Mungkin ini merupakan sunnatullah yang harus
dijalani dalam perjalanan sejarah. Namun, sekalipun demikian ada faktor-faktor
yang melatar belakangi kemunduran sehingga terimplikasi pada runtuhnya kerajaan
tersebut. Dalam poin ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan
Kerajaan Turki usmani mengalami kemunduran.
Kerajaan, yang secara umum
diatur untuk menghadapi peperangan ketimbang memakmurkan rakyatnya, dan
membangun kawasan yang tak terjangkau tangan pemerintah dengan perangkat
komunikasi yang baik, serta populasi yang heterogen diantara kelompok dan ras
yang berbeda-beda, dengan garis perpecahan yang kentara jelas antara golongan
Muslim dan Kristen, bahkan dengan Muslim Turki dengan Muslim Arab dan antara
sekte Kristen yang satu dengan yang lain, menjadi lahan yang subur bagi
tumbuhnya bibit kehancuran yang kelak akan mengikis sendi-sendi kerajaan ini.[29]
Dari analisa diatas maka disini dapat dijelaskan bahwasannya
terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi kemunduran kerajaan Turki
Usmani, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mughni A Syafiq:[30]
- Kelemahan para Sultan dan Sistem Birokrasi
Ketergantungan sistem birokrasi Turki Usmani kepada kemampuan seorang
Sultan dalam mengendalikan pemerintahan, menjadikan institusi politik ini
menjadi rentan bagi kejatuhan kerajaan. Konflik kepentingan penguasa di tingkat
pusat selanjutnya menyebar keseluruh system birokrasi lokal.
Hal
ini pada akhirnya menimbulkan gejolak politik yang begitu ketara, gejolak
politik seperti ini menyebabkan adanya pemberontakan militer, baik di pusat
maupun didaerah. Ada yang dilakukan oleh gubenur, ada yang dilakukan
pangeran-pangeran kristen, dan adapula yang dilakukan oleh tentara-tentara
yessineri sendiri[31]
- Kemerosotan Kondisi Sosial – Ekonomi
Dengan meluasnya wilayah
kekuasaan Kerajaan Turki Usmani, maka secara otomatis bertambah pula populasi
penduduk yang bernaung dan berada dibawah kekuasaan Turki Usmani. Hal ini
tentunya juga berdampak pada kebutuhan masyarakat secara materil dalam bidang
ekonomi. Ternyata kelemahan politik yang terjadi pada abad ke-17 itu juga
berdampak pada pertumbuhan ekonomi, sehingga perekonomian kerajaan Turki Usmani
mengalami kemerosotan di bidang ekonomi.
Hal semacam ini merupakan
problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi
internasional. Sistem perekonomian kerajaan Turki Usmani saat itu berbasiskan
pada prinsip pemenuhan dalam negri kerajaan, self sufficiency syistem.
Sehingga pada akhirnya hal ini menyebabkan beberapa poin: pertama, dominasi
Sultanah atau harem atas Sultan. Kedua, merajarelanya korupsi
yang menjalar kesemua lapisan unsur pemerintahan dan militer. Ketiga,
adanya kompleksitas bangsa dan agama. Keempat, kesulitan ekonomi dan
keuangan. Kelima, masih bercokolnya sistem kekuasaan pemerintahan yang
absolut.[32]
- Munculnya Kekuatan Eropa
Munculnya kekuatan politik
baru didaratan Eropa dapat dianggap, secra umum, sebagai faktor yang
mempercepat keruntuhan Kerajaan Turki Usmani. Munculnya kekuatan baru tersebut
disebabkan oleh penemuan di bidang teknologi yang selanjutnya mendorong bangkitnya
kekuatan baru di bidang ekonomi maupun militer. Format seperti ini tidak hanya
merubah format hidup masyarakat Islam, tetapi juga keseluruhan Ummat Manusia.
Sementara kekuatan politik
dan militer yang dimiliki oleh Kerajaan Turki usmani tidak mampu mengimbangi
kekuatan baru tersebut. Hal inilah yang membuat Turki usmani mengalami
kemunduran. Ketidak mampuan tentaranya dalam menghadapi tekanan militer Barat.[33]
Ketika kekuatan militernya tidak mampu menghadapi gempuran tentara Eropa, seluruh sendi negarapun rapuh
selamanya. Ketidakmampuan kerajaan Turki Usmani dalam menghadapi tentara eropa
mulai tampak sejak abad ke-17 M sampai kerajaan ini memasuki episode-episode
kehancurannya.
- Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas maka hal ini dapat disimpulkan, bahwasannya faktor yang
paling mendominasi kemajuan di era Kerajaan Turki Usmani adalah stabilitas
sosial – politik dan adanya akulturasi budaya, yang mana kemajuan peradaban
dimasa Kerajaan Turki usmani ini mencakup tiga hal:
- Kemajuan
dalam bidang pengelolaan pemerintahan dan reorganisasi militer
- Kemajuan
dalam bidang perekonomian dan sosial- politik
- Kemajuan
dalam bidang ilmu dan kebudayaan.
Namun
sebagaimana kerajan-kerajaan sebelumnya baik kerajaan berbasis islam atau non
islam pada akhirnya akan dihadapkan pada kemunduran dalam setiap aspeknya,
sehingga hal ini terimplikasi pada runtuhnya kerajaan tersebut. Hal inilah yang
juga dialami oleh Turki usmani. Setelah kerajaan ini berkuasa dengan rentang
waktu yang cukup lama ternyata tibalah pada episode-episode kehancuran. Namun
setiap kehancuran, sebagaimna kemajuan, tidak lepas dari faktor yang
melatarbelakangi atas kemunduran itu. Ada tiga faktor yang melatarbelakangi
kemunduran Kerajaan Ini:
- Kelemahan
para Sultan dan lemahnya sistem birokrasi
- Kelemahan
dalam bidang sosial – ekonomi
- Munculnya
kekuatan politik baru (Eropa - Barat)
Demikianlah
perjalanan sejarah pada masa Turki Usmani yang mana dalam perjalannya
menghadapi segala kompleksitas problematika.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Hasan, Abu Ali al-Nadwi, Islam and
The World, Lucknow: Academy of Islamic Research and Publication, 1979
Ahmed, S. Waqar Husaini, Sistem
Pembinaan Masyarakat Muslim, Ter. Anas Mahyudin, Bandung: Pustaka Salman,
1981
Ahmed, S Akbar, Rekonstruksi Sejarah
Islam; Di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban, Jakarta: Fajar Pustaka
Baru, 2003
Hitty,
K Philip, History Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013
Holt,
P.M. the Cambridge History of Islam,
London: Cambridge University Press, 1977
Kusdiana, Ading, Sejarah dan
Kebudayaan Islam; Periode Prtengahan, Bandung: Pustaka Setia, 2013
Mughni,
A. Syafiq, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam
Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Lapidus, M. Ira, Sejarah Sosial Ummat
Islam; Bagian Ke satu dan Ke Dua, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
[1]
Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
hlm. 13
[3]
Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang, 1991), 14
[6]
Wayne S Vuchinic, The Ottoman Empire; Its Record and Legacy, (New York:
Van Nostrad, 1965), hlm. 9
[7]
Ading Kusdiana, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka
Setia, 2013), hlm. 121
[9]
Ira M Lapidus, Sejarah
Sosial Ummat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 473
[10] Akbar S Ahmed, Rekonstruksi
Sejarah Islam; Di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban, (Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2003), hlm.122
[13]
Pemerintahan kesultanan
Turki ini bisa dibagi menjadi lima periodesasi sebagai berikut: 1. Periode
pertama (1299-1402), 2. Periode kedua (1402 - 1566), 3. Periode ketiga (1566 -
1699), 4. Periode keempat (1699 - 1839), 5. Periode kelima (1839 - 1922). Lihat
Syafiq A Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997), hlm. 54 - 66
[20]
S. Waqar Ahmed Husaini, Sistem
Pembinaan Masyarakat Muslim, Ter. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka Salman, 198),
hlm. 153
[22]
Syafiq A Mughni, hlm.87
[27]
Abu al-Hasan Ali al-Nadwi, Islam
and The World, (Lucknow: Academy of Islamic Research and Publication,
1979), hlm 106
[30]
Mughni A Syafiq, hlm. 92 - 113
No comments:
Post a Comment