PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDAHULUAN
A.
Dasar
Pemikiran
Pendidikan
merupakan persoalan penting bagi semua umat. Pendidikan selalu menjadi tumpuan
harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Memang pendidikan
merupakan alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat, dan membuat
generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka.[1]
Dengan pendidikan manusia bisa
membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan, sebab,
pendidikan merupakan media untuk mengubah karakter manusia menjadi baik
daripada sebelumnya, dengan pendidikan manusia bisa mengerti tujuan dari
hidupnya sehingga tidak mengalami dis orientasi dalam kehidupannya. Hal inilah
yang menjadikan pendidikan merupakan sesuatu yang sentral dalam kehidupan
pribadi manusia.
Tujuan
daripada pendidikan itu selalu singkron dengan tujuan bangsa yaitu, membentuk
pribadi yang memiliki kepribadian yang baik guna membangun peradaban bangsa.
Tujuan dari pendidikan ini bisa direalisasikan secara optimal jikalau, lembaga
pendidikan yang merupakan tempat manusia untuk di didik itu sukses dalam
memberikan pendidikan. Sebab jika lembaga pendidikan yang merupakan tempat
mendidik manusia gagal dalam memberikan pendidikan, maka bukan tidak mungkin
tujuan pendidikan yang mulia itu tidak sesuai dengan yang di inginkan.
Dan
hal inilah yang menjadi masalah dan masih merupakan momok dalam pendidikan di
Indonesia ini, sehingga anak bangsa yang seharusnya membangun negara dan bangsa
ini, malah balik menjadi musuh dalam selimut bagi bangsa ini.
Dalam dunia pendidikan pasti
terdapat istilah pembelajaran, karena itu merupakan sebuah proses dalam dunia
pendidikan. Mengutip pendapt Oemar hanik[2].
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem
pengajaran yang terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya
laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi,
slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari
ruangan kelas, perlengkapan, audio visual, juga komputer. Prosedur meliputi
jadwal dan metodepenyampain informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
Pendidikan
dalam sebuah lembaga pendidikan akan mencapai cita-cita mulianya jikalau proses
pembelajaran dalam sebuah lembaga pendidikan itu di jalankan secara optimal dan
maksimal, salah satu hal yang paling penting dalam proses pembelajaran itu
adalah sistem pengajarannaya.
Berdasarkan
teori beljar, terdapat lima pengertian pengajaran[3],
yaitu:
1. Pengajaran
ialah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik/siswa di sekolah.
2. Pengajaran
adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan
sekolah.
3. Pengajaran
adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi
peserta didik.
4. Pengajaran
adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang
baik.
5. Pengejaran
adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dari
sini dapat kita simpulakan bahwa pengajaran dan pembelajaran itu tidak ada
bedanya, sebab keduanya berkonotasi pada proses dalam sebuah penddiikan,
bagaimana proses itu bisa mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang
memiliki perdaban yang tinggi. Dimana proses pembelajaran atau pengajaran ini
harus mampu mnyentuh ranah kognitif, avektif, dan psikomotorik peserta didik.
Salah satu masalah yang dihadapi
dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Proses pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak mengingat dan
menimbun infoemasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu
untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari[4].
Ada beberapa
persoalan yang selama ini dihadapi oleh para guru dalam masalah pendidikan dan
pembelajaran yang dilaksanakan disebuah lembaga pendidikan diantaranya:
1. Kurikulum
yang ada disekolah hanya dibuat sebagai rambu-rambu mengajar.
2. Guru
menggunakan kurikulum “taken for granted” langsung jadi, sehingga
kurikulum bukan kreativitas guru untuk memberikan proses pembelajaran yang
terbaik kepada siswa, tetapi sebagai tertib administrasi semata.
3. Guru
tidak memahami kurikulum, sehingga pada saat ada perubahan dari kurikulum KBK
menuju KTSP tidak ada perubahan signifikan. Yang disebabkan tidak adanya
kemandirian sekolah dan diperparah oleh sumber daya manusia. Padahal tujuan
dari KTSP adalah kemandirian guru[5]
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasannya yang menjadi kendala dan problem dalam masalah pendidikan
dinegri kita sebenarnya terletak pada evisiensi pelaksaan kurikulum. sehingga,
untuk mencapai semua ini dibutuhkan perbaikan dalam bidang kurikulum, sebab
pembelajaran dalam dunia pendidikan itu pasti didasari dan dilandasi oleh
kurikulum, dan kurikulum merupakan sesuatu yang urgen dalam dunia pendidikan,
jika kurikulumnya ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat dipastikan proses
pembelajaran dalam dunia penididikan akan mengalami kegagalan.
Oleh
karena itu, kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
kependidikan dalam suatu lembaga pendidikan Islam. Segala hal yang harus
diketahui atau diresapi serta dihayati oleh anak didik harus ditetapkan dalam
kurikulum itu. Juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak
didiknya, harus dijabarkan dalam kurikulum[6].
Maka
menurut kesimpulan penulis dari paparan diatas, tiap-tiap lembaga pendidikan
yang ada dinegri ini jika ingin maju, maksimal dari sisi proses belajar dan
mengajar, maka harus dilakukan perbaikan dibidang kurikulum. Salah satunya
yaitu dengan cara melakukan pengembangan dalam bidang kurikulum. Sebab apa yang
dimaksud dengan pengembangan menurut Prof. Dr. J.W. Luhulima adalah “perubahan”. Hal ini tidak lepas dari
berbagai macam alasan, yaitu:
1. Perubahan
Kehidupan
2. Perkembangan IPTEK
3. Perkembangan
Bidang IT
Hal-hal
inilah yang menuntut untuk dilakukan pengembangan dalam bidang kurikulum bagi
tiap-tiap pendidikan, dengan adanya pengembangan ini diharapkan perkembangan
proses pendidikan di dalam lembaga pendidikan akan mengalami perubahan yang
signifikan, khususnya lembaga pendidikan Isla
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Pengembangan Kurikulum PAI
Setiap
sesuatu itu pasti memiliki karakteristik atau cri kahas yang membedakan antara
satu hal dengan hal yang lain. karakteristik itu pulalah yang nantinya bisa
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sesuatu itu. Betu juga, dengan
pengembangan kurikulum PAI. Pengambanagan kurikulum PAI ini juga memiliki
karakteristik yang bisa kita gunakan untuk mengetahui cara dan langkah-langkah
dalam mengembangankan kurikulum PAI. Karakteristik dalam pengembangan kurikulum
sebagaimana dijelaskan oleh Oemar Hamalik[7]
meliputi:
a.
Rencanan
kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general objektifes) yang
jelas. Salah satu maksud utama rencana kurikulum adalah mengidentifikasi cara
untuk tercapainya tujuan.
b.
Suatu progam
atau kegiatan yang dilaksanakan di sekolah merupakan bagian dari kurikulum yang
dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum
c.
Rencana
kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik
karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa
d.
Rencana
kurikulum harus mengenalkan dan mendorong difersitas diantara pelajar
e.
Rencana
kurikulum harus mnyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar, seperti tujuan
konten, aktivitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang
menunjang
f.
Rencana
kurikulum harus dikembangkan dengan karakteristik siswa pengguna. Oleh karena
itu pengembangan kurikulum harus mengandung gagasan yang jelas tentang tahapan
kognitif, kebutuhan perkembangan, gaya belajar, prestasi awal, konsep diri
sebagai pelajar, dan lain-lain.
g.
The subject arm
apprach adalah pendekatan kurikulum yang banyak digunakan di sekolah. Pengguna
pendekatan lain pada sekolah juga diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan
memenuhi tujuan pendidikan yang luas serta diversitas kebutuhan pada siswa.
h.
Rencana
kurikulum harus memberi fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya perencanaan
guru dan siswa. Perencanaan guru siswa memberi kesempatan bagi siswa untuk
mempelajari keterampilan perencanaan.
i.
Rencana
kurikulum harus memberi fleksibilitas untuk memungkinkan masuknya ide-ide
spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi belajar
yang khusus
j.
Rencana
kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Berdasarkan
urain diatas penulis disini dapat menarik sebuah kesimpulan bahwasannya dalam
mengambangkan kurikulum harus didasari dengan perencanaan yang matang dan baik
sehingga apa yang dihasilkan dari pengembangan kurikulum bisa maksimal dan
baik. Dan kesemuanya itu merupakan bentuk dari karakteristik didalam
pengembangan kurikulum.
B. Asas-asas
dalam pengembangan kurikulum PAI
Dalam masalah pengembangan kurikulum, disamping
memiliki landasan sebagaimana yang dijelaskan diatas, juga harus memiliki asas.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sholeh Hidayat[8], dalam
mengembangkan kurikulum perlu asas-asas yang kuat biar tujuan kurikulum
tercapai sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya dalam pembinaan dan pengembangan
kurikulum dapat berpegang pada asas-asas tersebut:
1.
Asas Religius
Menurut Muhammad al-Thaoumy al-Syaibany (1979) salah
satu asas pengembangan kurikulum adalah asas religius / agama. Kurikulum yang
akan diterapkan dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah sehingga
dengan adanya dasar ini kurikulum kurikulum dapat membimbing peserta didik
untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia dan
melengkapinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat di dunia dan akhirat.
2.
Asas Filosofis
Asas ini berhubungan dengan tujuan pendidikan,
filsafat dan pendidikan berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan
pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti kehidupan.
Pandangan ini lahir dari kajian sesuatu
masalah, norma-norma agama dan sosial yang dianutnya. Perbedaan
pandangan dapat menyebabkan timbulnya arah pendidikan yang diberikan kepada
siswa.
3.
Asas psikologis
Asas psikologis berkaitan dengan tingkah laku
manusia. Sehubungan dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, perilaku
manusia menjadi landasan berkenaan dengan psikologi belajar dan psikologi
perkembangan anak. Hal ini meliputi teori-teori yang berhubungan dengan
individu dalam proses belajar dan perkembangannya.
4.
Asas sosial budaya
Asas sosial budaya berkenaan dengan penyampain
kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat.
Bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut disampaikan dan kearah mana proses
sosialisasi tersebut ingin direkonstruksi sesuai dengan masyarakat.
5.
Asas organisatoris
Asas ini berkenaan dengan organisasi dan pendekatan
kurikulum. Studi tentang kurikulum sering mempertanyakan tentang organisasi dan
pendekatan apa yang digunakan dalam pembahasan atau penyusunan kurikulum
tersebut. Penggunaan suatu jenis pendekatan pada umumnya menentukan bentuk pola
yang dipergunakan oleh kurikulum tersebut.
6.
Asas ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam abad pertengahan ini, diperlukan masyarakat
berpengetahuan melaui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan
meta-kognisi dan kompetesi untuk berpikir dan belajar bagaimana belajar (learning
how to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai dan pengetahuan, serta
mengatasi situasi yang tidak menentu dan antisipatif terhadap ketidak pastian
Perkembangan dalam bidang ilmu penegetahuan dan
teknologi, terutama dalam bidang taransportasi dan komunikasi telah mampu
mengubah tatanan kehidupan manusia, oleh karena itu, seyogyanya kurikulum mampu
mengakomodasi dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
C. Prinsip-prinsip
Pengembangan Kurikulum PAI
Ada beberapa prinsip umum pengembangan kurikulum,sebagaimana yang
dikemukakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata[9],
sebagaimana berikut:
1. Prinsip Relevansi
Pendidikan bisa dikatakan relevan jika hasil
pelajaran yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang. Dalam arti
relevansi pendidikan dengan lingkungan peserta. Relevansi dengan lingkungan
kerja, relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
2. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi
hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya
penyesuain, yaitu berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan dan latar
belakang anak.
3. Prinsiap kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak terjadi secara
berkesinambungan dan tidak terputus-putus.oleh karena itu pengalaman-pengalaman
belajar yang disediakan oleh kurikulum hendaknya berkesinambungan antara satu
tingkat dengan tingkat lainnnya, antara satu jenjang pendidikan dengan
pekerjaan.
4. Prinsip praktis / efisiensi
Betapapun bagusnya dan idealnya kurikulum kalau
menuntutkeahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal biyayanya, maka
kurikulum tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
5. Prinsip efektivitas
Prinsip ini dimaksudkan untukmengetahui sejauh mana
tujuan kurikulum dapat dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari dua segi, yaitu
efektivitas belajar peserta didik dan efektivitas mengajar pendidik.
D. Pendekatan-pendekatan dalam pengembangan
Di
dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis,
pendekatan humanistis, pendekatan teknologis, dan pendekatan rekonstruksi
sosial[10].
Dengan memperhatikan karakteristik PAI, maka pengembangan kurikulum pendidikan
agama islam (PAI) dapat menggunakan pendekatan elektik, yakni dapat memilih
yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristiknya.
Di
tinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan islam, maka tipologi perenial-esensialis salafi dan
perenial esensialis perenialis-mazhabilebih cenderung kepada pendekatan subjek
akademis dan dalam beberapa hal juga kependekatan teknologis. Demikian pula,
tipologi perenial-esensial kontekstual falsifikatif juga cenderung menggunakan
pendekatan subjek akademisdan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada
pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih
berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial
lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[11]
Untuk
mengetahui lebih jelasnya tentang urain dan penjelasan tentang beberapa
pendekatan dalam pengembangan kurikulu pendidikan agama islam (PAI). Ada
baiknya kita melihat penjelasan serta urain yang ditawarkan oleh Prof. Dr.
Muhaimin, M.A.[12]sebagaimana
berikut ini:
1. Pendekatan
subjek akademis
Pendekatan
subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan didasarkan pada
sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. setiap ilmu pengetahuan memiliki
sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih
dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari oleh peserta didik
yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Pendekatan
subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan cara
sistematisasi disiplin ilmu. Misalnya untuk aspek keimanan, atau mata pelajaran
akidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid, aspek mata kuliah al-Qur’an menggunakan
sistematisasi ilmu al-Qur’an dan ilmu Tafsir. Masing-masing aspek/mata
pelajaran tersebut memiliki karakteristik sendiri yang dapat digunakan untuk
pengembangan disiplin ilmu lebih lanjut bagi para peserta didik yang memiliki
minat di bidangnya. Namun demikian dalam pembinaannya harus memperhatikan
kaitan antara aspek/mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya.
2. Pendekatan
Humanistis
Pendekatan
humanistis dalam pengebangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan
manusia”. Pencipataan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi
lebih human. Untuk mempertinggi
harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar
pengembangan progam pendidikan.
Pendekatan
humanistis dalam pengembangan kurikulum PAI
maka dalam prakteknya menekankan aktive
laerning (pembelajaran aktiv). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus
dilandasi oleh prinsip-prinsip: (1) berpusat pada peserta didik, (2)
mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi yang
menyenangkan dan menentangkan, (4) mengembangkan keragaman kemampuan yang
bermuatan nilai, dan (5) menyediakan pengelaman belajar yang beragam serta
belajar melalui berbuat.
Prinsip-prinsip
tersebut sebenarnya sejalan dengan hadis Nabi: ”kun ‘aliman aw muta’alliman aw mustami’an aw muhibban wa la takun
khamisan fa tahlak”. Yakni jadilah kamu orang yang alim, atau orang yang
belajar, atau orang yang mendengar, atau orang yang cinta ilmu, janganlah kamu
menjadi orang yang ke lima maka kamu akan hancur.
Dari
hadist tersebut dapat dipahami bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru
memposisikan peserta didik sebagai orang yang berpengetahuan atau berpengalaman
sedangkan posisi guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan
jalannya pembelajaran atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang
belajar.
3. Pendekatan
Teknologis
Pendekatan
teknologis dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan
strategi belajarnya ditetpkan dengan analisis tugas (jon analysis).
Pembelajaran
PAI dapat dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilaman ia menggunakan
pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, mengelola, merencanakan,
melaksanakan, dan menilainya. Disamping
itu pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, dan menuntut
peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugastertentu, sehingga proses dan
rencana produknya (hasilnya) diprogam sedemikian rupa, agar pencapain hasil
pembelajarannya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan
terkontrol. Dari rancangan proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut
diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan memiliki daya tarik.
4. Pendekatan
Rekonstruksi Sosial
Pendekatan
rekonstruksi sosial dalam menyusun
kurikulum atau progam pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi
dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi
serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya
pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pendekatan
rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang
dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia yang lain, selalu hidup bersama,
berinteraksi dan bekerja sama. Melalui kehidupan bersama dan kerja sama itulah manusia
dapat hidup, berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Tugas pendidikan adalah membantu agar peserta didik
menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut
bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya.
Sehingga
nantinya dalam pengembangan kurikulum melalui pendekatan rekonstruksi sosial
ini. Dalam proses belajar mengajar harus menggunakan model pembelajaran PAI berwawasan
rekonstruksi soial. Model pembelajaran PAI berwawasan rekonstruksi sosial dapat
digambarkan sebagaimana berikut:
MODEL PEMBELAJARAN PAI BERWAWASAN REKONSTRUKSI
SOSIAL MASYARAKAT (SOCIETY)
Dari
gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: peserta didik terjun
kemasyarakat dengan dilandasi oleh internalisasi ajaran dan nilai-nilai islam,
yang mengandung makna bahwa setiap langkah dan tahap kegiatan yang hendak
dilakukan di masyarakat selalu dilandasi dengan niat yang suci untuk menjunjung
tinggi ajaran dan nilai-nilai fundamental Islam yang tertuang dan terkandung
dalam Al qur’an dan sunnah/hadist Rasulullah Saw, serta berusaha membangun
(kembali) masyarakat atas dasar komitmen, loyalitas dan dedikasi sebagai pelaku
(actor) terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam tersebut.
E. Model-model
dalam pengembangan kurikulum
Model
merupakan konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep. Dalam kegiatan
pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang proses
pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya merupakan ulasan
tentang salah satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang yang memberikan
ulasan tentang keseluruhan proses kurikulum. Akan tetapi ada pula yang
menekankan pada mekanisme pengembangannya dan itupun hanya pada urain
pengembangan organisasinya.
Bertolak
dari alasan diatas maka disini penulis mencoba untuk menjabarkan tentang
model-model dalam pengembangan kurikulum yang dijelaskan oleh para ahli sebagai
berikut[13]:
1. Robert
S Zais
Zais
menjelaskan tiga model pengembangan kurikulum yaitu model administratif, model
akar rumput, dan model demonstrasi. Yang mana penjelasannya sebagaimana
berikut:
a. Model
Administratif
Model ini merupakan
model pengembangan kurikulum paling awal dan sangat umum. Dalam model
administratif terdapat garis model dari atas ke bawah yang artinya bahwa
inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi lalu secara
struktural dilaksanakan di tingkat bawah.
b. Model
Akar Rumput
Berbeda dengan model
administratif, inisiatif pada model akar rumput ini berada pada staf pengejar
yang sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau pada beberapa sekolah sekaligus.
Didasarkan pada pandangan bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika
staf pengajar sebagai pelaksana seudah sejak semula diikut sertakan dalam
pengembangan kurikulum, dan pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan
personel yang profesional saja, namun juga melibatkan peran siswa, orang tua,
dan masyarakat.
c. Model
Demonstrasi
Dalam model demonstrasi,
sejumlah guru dalam satu sekolah dituntut untuk mengorganisasikan dirinya dalam
memperbaharui kurikulum dalam bentuk organisasi yang terstruktur ataupun
bekerja sendiri-sendiri. Dalam model ini pembaharuaan kurikulum dilaksanakan
dalam suatu skala kecil dahulu yang kemudian diadopsikan pada pengajar lainnya.
Yang diutamakan dalam model ini adalah pemberian contoh dan teladan yang baik
dengan harapan apa yang didemonstrasikan akan disebarluaskan oleh guru/sekolah
lain.
2. Model
Olivia
Menurut
olivia, model pengembangan kurikulum terdiri dari tiga kriteria yaitu: simple,
komprehensif, dan sistematis.
Model
pengembangan kurikulum dari Olivia 1976 mempunyai enam komponen yaitu:
a. Statemen
of philosophy
b. Statemen
of goals
c. Statemen
of objektives
d. Design
of plan
e. Implementation
f. Evaluation
3. Model
Tyler
Model
ini merupakan yang paling dikenal dalam pengembangan kurikulum dengan perhatian
khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler menawarkan model pengembangan
kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi
tujuan) menerima sambutan yang hangat dari para ahli pendidikan.
Ada
beberapa langkah pengembangan yang diambil oleh model ini yaitu:
a. Perencanaan
kurikulum agar mengidentifikasi tujuan umum dengan mengumpulkan data dengan
tiga sumber, yaitu: kebutuhan peserta didik, masyarakat dan subjeck matter.
b. Mereviwe
dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan
psikologi belajar.
c. Menyeleksi
pengalaman belajar yang menunjang pencapain tujuan
d. Mengorganisasikan
pengalaman kedalaman unit-unit dan menggambarkan prosedur evaluasi
e. Mengarahkan
dan menguatkan pengalaman-pengalaman belajar dan mengaitkannya dengan evaluasi
terhadap ke efektifan perencanaan dan pelaksanaan
f. Evaluasi
pengalaman belajar
Adanya
model-model pengembangan kurikulum seperti ini memegang peranan penting dalam
kegiatan pengembangna kurikulum. Dengan mempelajari model-model pengembangan
kurikulum, maka dalam kegiatan pengembangan kurikulum akan terasa mudah. Dan
pada akhirnya nanti akan menghasilkan kurikulum yang baik yang endingnya
diharapkan juga melahirkan lulusan yang baik pula yang sesuai dengan tujuan
pendidikan, khususnya tujuan pendidikan Islam.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
apa yang telah dijelaskan dalam tulisan sederhana ini, maka penulis dapat
menyimpulkan hal-hal sebagaimana yang diuraikan diatas sebagaimana berikut.
Didalam masalah pengembangan kurikulum terdapat beberapa elemen penting yang
harus dipahami secara mendasar agar pada endingnya nanti proses pengembangan
tersebut menghasilkan kurikulum yang baik dan dapat diterapkan secara maksimal.
Elemen-elemen
itu meliputi: (1) karakteristik dalam pengembangan kurikulum, (2) asas-asas
dalam pengembangan kurikulum, (3) prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum,
(4) pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum, dan (5) model-model
dalam pengembangan kurikulum yang mana dalam setiap elemen terdapat
bagian-bagian yang perlu dipahami secara mendalam.
Dengan
mengetahui sekaligus memahami apa yang telah penulis uraikan diatas dan
diimplementasikan dengan baik, maka pada akhirnya nanti akan melahirkan
kurikulum yang baik yang nantinya juga terefleksi pada lahirnya lulusan yang
memiliki daya saing di era globalisasi ini, tanpa harus menghilangkan
nilai-nilai ajaran islam yang bersifat fundamental
DAFTAR
PUSTAKA
Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pelaku Pendidikan Sosial
Pendidikan Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000)
Muhaimin,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di sekolah, Madrsah, dan perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2014)
Muwahid
Sulhan, Manajeman Pendidikan Islam: Strategi dasar Menuju Peningkatan Mutu
Pendidikan IslamI, (Yogyakarta:
Penerbit Teras, 2013)
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksasara, 2012)
Oemar Hamalik, Model-Model
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Yayasan Al Madani Terpadu, 2000)
Asrofiabdul.blogs.uiy.ac.id
[1] Muwahid Sulhan, Manajeman Pendidikan Islam: Strategi
dasar Menuju Peningkatan Mutu Pendidikan IslamI, Yogyakarta: Penerbit
Teras, cet. 2013, hal. 1
[4] Wina
Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana, cet. 2007, hal. 1
[7] Oemar Hamalik, Model-Model
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Yayasan Al Madani Terpadu, 2000), hlm.
184-185
[10] Muhadjir, Ilmu
Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pelaku Pendidikan Sosial Pendidikan
Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000),
[11] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrsah, dan perguruan Tinggi, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo, 2014), hlm. 139
No comments:
Post a Comment