Wednesday, November 15, 2017

PENGEMBANGAN KURIKULUM


PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDAHULUAN
A.    Dasar Pemikiran
Pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat. Pendidikan selalu menjadi tumpuan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Memang pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat, dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka.[1]
Dengan pendidikan manusia bisa membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan, sebab, pendidikan merupakan media untuk mengubah karakter manusia menjadi baik daripada sebelumnya, dengan pendidikan manusia bisa mengerti tujuan dari hidupnya sehingga tidak mengalami dis orientasi dalam kehidupannya. Hal inilah yang menjadikan pendidikan merupakan sesuatu yang sentral dalam kehidupan pribadi manusia.
            Tujuan daripada pendidikan itu selalu singkron dengan tujuan bangsa yaitu, membentuk pribadi yang memiliki kepribadian yang baik guna membangun peradaban bangsa. Tujuan dari pendidikan ini bisa direalisasikan secara optimal jikalau, lembaga pendidikan yang merupakan tempat manusia untuk di didik itu sukses dalam memberikan pendidikan. Sebab jika lembaga pendidikan yang merupakan tempat mendidik manusia gagal dalam memberikan pendidikan, maka bukan tidak mungkin tujuan pendidikan yang mulia itu tidak sesuai dengan yang di inginkan.
            Dan hal inilah yang menjadi masalah dan masih merupakan momok dalam pendidikan di Indonesia ini, sehingga anak bangsa yang seharusnya membangun negara dan bangsa ini, malah balik menjadi musuh dalam selimut bagi bangsa ini.
Dalam dunia pendidikan pasti terdapat istilah pembelajaran, karena itu merupakan sebuah proses dalam dunia pendidikan. Mengutip pendapt Oemar hanik[2]. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran yang terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan, audio visual, juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metodepenyampain informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
            Pendidikan dalam sebuah lembaga pendidikan akan mencapai cita-cita mulianya jikalau proses pembelajaran dalam sebuah lembaga pendidikan itu di jalankan secara optimal dan maksimal, salah satu hal yang paling penting dalam proses pembelajaran itu adalah sistem pengajarannaya.
            Berdasarkan teori beljar, terdapat lima pengertian pengajaran[3], yaitu:
1.      Pengajaran ialah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik/siswa di sekolah.
2.      Pengajaran adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
3.      Pengajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
4.      Pengajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
5.      Pengejaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
            Dari sini dapat kita simpulakan bahwa pengajaran dan pembelajaran itu tidak ada bedanya, sebab keduanya berkonotasi pada proses dalam sebuah penddiikan, bagaimana proses itu bisa mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang memiliki perdaban yang tinggi. Dimana proses pembelajaran atau pengajaran ini harus mampu mnyentuh ranah kognitif, avektif, dan psikomotorik peserta didik.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak mengingat dan menimbun infoemasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari[4].
Ada beberapa persoalan yang selama ini dihadapi oleh para guru dalam masalah pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan disebuah lembaga pendidikan diantaranya:
1.      Kurikulum yang ada disekolah hanya dibuat sebagai rambu-rambu mengajar.
2.      Guru menggunakan kurikulum “taken for granted” langsung jadi, sehingga kurikulum bukan kreativitas guru untuk memberikan proses pembelajaran yang terbaik kepada siswa, tetapi sebagai tertib administrasi semata.
3.      Guru tidak memahami kurikulum, sehingga pada saat ada perubahan dari kurikulum KBK menuju KTSP tidak ada perubahan signifikan. Yang disebabkan tidak adanya kemandirian sekolah dan diperparah oleh sumber daya manusia. Padahal tujuan dari KTSP adalah kemandirian guru[5]
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasannya yang menjadi kendala        dan problem dalam masalah pendidikan dinegri kita sebenarnya terletak pada evisiensi pelaksaan kurikulum. sehingga, untuk mencapai semua ini dibutuhkan perbaikan dalam bidang kurikulum, sebab pembelajaran dalam dunia pendidikan itu pasti didasari dan dilandasi oleh kurikulum, dan kurikulum merupakan sesuatu yang urgen dalam dunia pendidikan, jika kurikulumnya ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat dipastikan proses pembelajaran dalam dunia penididikan akan mengalami kegagalan.
            Oleh karena itu, kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kependidikan dalam suatu lembaga pendidikan Islam. Segala hal yang harus diketahui atau diresapi serta dihayati oleh anak didik harus ditetapkan dalam kurikulum itu. Juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didiknya, harus dijabarkan dalam kurikulum[6].
            Maka menurut kesimpulan penulis dari paparan diatas, tiap-tiap lembaga pendidikan yang ada dinegri ini jika ingin maju, maksimal dari sisi proses belajar dan mengajar, maka harus dilakukan perbaikan dibidang kurikulum. Salah satunya yaitu dengan cara melakukan pengembangan dalam bidang kurikulum. Sebab apa yang dimaksud dengan pengembangan menurut Prof. Dr. J.W. Luhulima  adalah “perubahan”. Hal ini tidak lepas dari berbagai macam alasan, yaitu:
1.      Perubahan Kehidupan
2.      Perkembangan  IPTEK
3.      Perkembangan Bidang IT
            Hal-hal inilah yang menuntut untuk dilakukan pengembangan dalam bidang kurikulum bagi tiap-tiap pendidikan, dengan adanya pengembangan ini diharapkan perkembangan proses pendidikan di dalam lembaga pendidikan akan mengalami perubahan yang signifikan, khususnya lembaga pendidikan Isla

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Karakteristik Pengembangan Kurikulum PAI
Setiap sesuatu itu pasti memiliki karakteristik atau cri kahas yang membedakan antara satu hal dengan hal yang lain. karakteristik itu pulalah yang nantinya bisa digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sesuatu itu. Betu juga, dengan pengembangan kurikulum PAI. Pengambanagan kurikulum PAI ini juga memiliki karakteristik yang bisa kita gunakan untuk mengetahui cara dan langkah-langkah dalam mengembangankan kurikulum PAI. Karakteristik dalam pengembangan kurikulum sebagaimana dijelaskan oleh Oemar Hamalik[7] meliputi:
a.       Rencanan kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general objektifes) yang jelas. Salah satu maksud utama rencana kurikulum adalah mengidentifikasi cara untuk tercapainya tujuan.
b.      Suatu progam atau kegiatan yang dilaksanakan di sekolah merupakan bagian dari kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum
c.       Rencana kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar yang baik karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa
d.      Rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong difersitas diantara pelajar
e.       Rencana kurikulum harus mnyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar, seperti tujuan konten, aktivitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang menunjang
f.       Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan karakteristik siswa pengguna. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus mengandung gagasan yang jelas tentang tahapan kognitif, kebutuhan perkembangan, gaya belajar, prestasi awal, konsep diri sebagai pelajar, dan lain-lain.
g.      The subject arm apprach adalah pendekatan kurikulum yang banyak digunakan di sekolah. Pengguna pendekatan lain pada sekolah juga diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan memenuhi tujuan pendidikan yang luas serta diversitas kebutuhan pada siswa.
h.      Rencana kurikulum harus memberi fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya perencanaan guru dan siswa. Perencanaan guru siswa memberi kesempatan bagi siswa untuk mempelajari keterampilan perencanaan.
i.        Rencana kurikulum harus memberi fleksibilitas untuk memungkinkan masuknya ide-ide spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi belajar yang khusus
j.        Rencana kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Berdasarkan urain diatas penulis disini dapat menarik sebuah kesimpulan bahwasannya dalam mengambangkan kurikulum harus didasari dengan perencanaan yang matang dan baik sehingga apa yang dihasilkan dari pengembangan kurikulum bisa maksimal dan baik. Dan kesemuanya itu merupakan bentuk dari karakteristik didalam pengembangan kurikulum.
B.     Asas-asas dalam pengembangan kurikulum PAI
Dalam masalah pengembangan kurikulum, disamping memiliki landasan sebagaimana yang dijelaskan diatas, juga harus memiliki asas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sholeh Hidayat[8], dalam mengembangkan kurikulum perlu asas-asas yang kuat biar tujuan kurikulum tercapai sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum dapat berpegang pada asas-asas tersebut:
1.      Asas Religius
Menurut Muhammad al-Thaoumy al-Syaibany (1979) salah satu asas pengembangan kurikulum adalah asas religius / agama. Kurikulum yang akan diterapkan dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah sehingga dengan adanya dasar ini kurikulum kurikulum dapat membimbing peserta didik untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia dan melengkapinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat di dunia dan akhirat.
2.      Asas Filosofis
Asas ini berhubungan dengan tujuan pendidikan, filsafat dan pendidikan berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti kehidupan. Pandangan ini lahir dari kajian sesuatu  masalah, norma-norma agama dan sosial yang dianutnya. Perbedaan pandangan dapat menyebabkan timbulnya arah pendidikan yang diberikan kepada siswa.
3.      Asas psikologis
Asas psikologis berkaitan dengan tingkah laku manusia. Sehubungan dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, perilaku manusia menjadi landasan berkenaan dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Hal ini meliputi teori-teori yang berhubungan dengan individu dalam proses belajar dan perkembangannya.
4.      Asas sosial budaya
Asas sosial budaya berkenaan dengan penyampain kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat. Bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut disampaikan dan kearah mana proses sosialisasi tersebut ingin direkonstruksi sesuai dengan masyarakat.
5.      Asas organisatoris
Asas ini berkenaan dengan organisasi dan pendekatan kurikulum. Studi tentang kurikulum sering mempertanyakan tentang organisasi dan pendekatan apa yang digunakan dalam pembahasan atau penyusunan kurikulum tersebut. Penggunaan suatu jenis pendekatan pada umumnya menentukan bentuk pola yang dipergunakan oleh kurikulum tersebut.
6.      Asas ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam abad pertengahan ini, diperlukan masyarakat berpengetahuan melaui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetesi untuk berpikir dan belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai dan pengetahuan, serta mengatasi situasi yang tidak menentu dan antisipatif terhadap ketidak pastian
Perkembangan dalam bidang ilmu penegetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang taransportasi dan komunikasi telah mampu mengubah tatanan kehidupan manusia, oleh karena itu, seyogyanya kurikulum mampu mengakomodasi dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

C.     Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum PAI
Ada beberapa prinsip umum pengembangan kurikulum,sebagaimana yang dikemukakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata[9], sebagaimana berikut:
1.      Prinsip Relevansi
Pendidikan bisa dikatakan relevan jika hasil pelajaran yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang. Dalam arti relevansi pendidikan dengan lingkungan peserta. Relevansi dengan lingkungan kerja, relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
2.      Prinsip fleksibilitas
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuain, yaitu berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan dan latar belakang anak.
3.      Prinsiap kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak terjadi secara berkesinambungan dan tidak terputus-putus.oleh karena itu pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan oleh kurikulum hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat dengan tingkat lainnnya, antara satu jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
4.      Prinsip praktis / efisiensi
Betapapun bagusnya dan idealnya kurikulum kalau menuntutkeahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal biyayanya, maka kurikulum tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
5.      Prinsip efektivitas
Prinsip ini dimaksudkan untukmengetahui sejauh mana tujuan kurikulum dapat dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari dua segi, yaitu efektivitas belajar peserta didik dan efektivitas mengajar pendidik.

D.    Pendekatan-pendekatan dalam pengembangan
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis, dan pendekatan rekonstruksi sosial[10]. Dengan memperhatikan karakteristik PAI, maka pengembangan kurikulum pendidikan agama islam (PAI) dapat menggunakan pendekatan elektik, yakni dapat memilih yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristiknya.
Di tinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan islam,  maka tipologi perenial-esensialis salafi dan perenial esensialis perenialis-mazhabilebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga kependekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perenial-esensial kontekstual falsifikatif juga cenderung menggunakan pendekatan subjek akademisdan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[11] 
Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang urain dan penjelasan tentang beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulu pendidikan agama islam (PAI). Ada baiknya kita melihat penjelasan serta urain yang ditawarkan oleh Prof. Dr. Muhaimin, M.A.[12]sebagaimana berikut ini:
1.      Pendekatan subjek akademis
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari oleh peserta didik yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan cara sistematisasi disiplin ilmu. Misalnya untuk aspek keimanan, atau mata pelajaran akidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid, aspek mata kuliah al-Qur’an menggunakan sistematisasi ilmu al-Qur’an dan ilmu Tafsir. Masing-masing aspek/mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik sendiri yang dapat digunakan untuk pengembangan disiplin ilmu lebih lanjut bagi para peserta didik yang memiliki minat di bidangnya. Namun demikian dalam pembinaannya harus memperhatikan kaitan antara aspek/mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya.
2.      Pendekatan Humanistis
Pendekatan humanistis dalam pengebangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Pencipataan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human. Untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan progam pendidikan.
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum PAI  maka dalam prakteknya menekankan aktive laerning (pembelajaran aktiv). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus dilandasi oleh prinsip-prinsip: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menentangkan, (4) mengembangkan keragaman kemampuan yang bermuatan nilai, dan (5) menyediakan pengelaman belajar yang beragam serta belajar melalui berbuat.
Prinsip-prinsip tersebut sebenarnya sejalan dengan hadis Nabi: ”kun ‘aliman aw muta’alliman aw mustami’an aw muhibban wa la takun khamisan fa tahlak”. Yakni jadilah kamu orang yang alim, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengar, atau orang yang cinta ilmu, janganlah kamu menjadi orang yang ke lima maka kamu akan hancur.
Dari hadist tersebut dapat dipahami bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru memposisikan peserta didik sebagai orang yang berpengetahuan atau berpengalaman sedangkan posisi guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar.
3.      Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan bertolak dari analisis kompetensi  yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetpkan dengan analisis tugas (jon analysis).
Pembelajaran PAI dapat dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilaman ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, mengelola, merencanakan, melaksanakan, dan menilainya.  Disamping itu pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, dan menuntut peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugastertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogam sedemikian rupa, agar pencapain hasil pembelajarannya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rancangan proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan memiliki daya tarik.
4.      Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia yang lain, selalu hidup bersama, berinteraksi dan bekerja sama. Melalui kehidupan bersama dan kerja sama itulah manusia dapat hidup, berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas pendidikan adalah membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut  bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya.
Sehingga nantinya dalam pengembangan kurikulum melalui pendekatan rekonstruksi sosial ini. Dalam proses belajar mengajar harus menggunakan model pembelajaran PAI berwawasan rekonstruksi soial. Model pembelajaran PAI berwawasan rekonstruksi sosial dapat digambarkan sebagaimana berikut:

MODEL PEMBELAJARAN PAI BERWAWASAN REKONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT (SOCIETY)
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: peserta didik terjun kemasyarakat dengan dilandasi oleh internalisasi ajaran dan nilai-nilai islam, yang mengandung makna bahwa setiap langkah dan tahap kegiatan yang hendak dilakukan di masyarakat selalu dilandasi dengan niat yang suci untuk menjunjung tinggi ajaran dan nilai-nilai fundamental Islam yang tertuang dan terkandung dalam Al qur’an dan sunnah/hadist Rasulullah Saw, serta berusaha membangun (kembali) masyarakat atas dasar komitmen, loyalitas dan dedikasi sebagai pelaku (actor) terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam tersebut.

E.     Model-model dalam pengembangan kurikulum
Model merupakan konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya merupakan ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang yang memberikan ulasan tentang keseluruhan proses kurikulum. Akan tetapi ada pula yang menekankan pada mekanisme pengembangannya dan itupun hanya pada urain pengembangan organisasinya.
Bertolak dari alasan diatas maka disini penulis mencoba untuk menjabarkan tentang model-model dalam pengembangan kurikulum yang dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut[13]:
1.      Robert S Zais
Zais menjelaskan tiga model pengembangan kurikulum yaitu model administratif, model akar rumput, dan model demonstrasi. Yang mana penjelasannya sebagaimana berikut:
a.       Model Administratif
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum paling awal dan sangat umum. Dalam model administratif terdapat garis model dari atas ke bawah yang artinya bahwa inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi lalu secara struktural dilaksanakan di tingkat bawah.
b.      Model Akar Rumput
Berbeda dengan model administratif, inisiatif pada model akar rumput ini berada pada staf pengejar yang sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau pada beberapa sekolah sekaligus. Didasarkan pada pandangan bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana seudah sejak semula diikut sertakan dalam pengembangan kurikulum, dan pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional saja, namun juga melibatkan peran siswa, orang tua, dan masyarakat.
c.       Model Demonstrasi
Dalam model demonstrasi, sejumlah guru dalam satu sekolah dituntut untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaharui kurikulum dalam bentuk organisasi yang terstruktur ataupun bekerja sendiri-sendiri. Dalam model ini pembaharuaan kurikulum dilaksanakan dalam suatu skala kecil dahulu yang kemudian diadopsikan pada pengajar lainnya. Yang diutamakan dalam model ini adalah pemberian contoh dan teladan yang baik dengan harapan apa yang didemonstrasikan akan disebarluaskan oleh guru/sekolah lain.
2.      Model Olivia
Menurut olivia, model pengembangan kurikulum terdiri dari tiga kriteria yaitu: simple, komprehensif, dan sistematis.
Model pengembangan kurikulum dari Olivia 1976 mempunyai enam komponen yaitu:
a.       Statemen of philosophy
b.      Statemen of goals
c.       Statemen of objektives
d.      Design of plan
e.       Implementation
f.       Evaluation
3.      Model Tyler
Model ini merupakan yang paling dikenal dalam pengembangan kurikulum dengan perhatian khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler menawarkan model pengembangan kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi tujuan) menerima sambutan yang hangat dari para ahli pendidikan.
Ada beberapa langkah pengembangan yang diambil oleh model ini yaitu:
a.       Perencanaan kurikulum agar mengidentifikasi tujuan umum dengan mengumpulkan data dengan tiga sumber, yaitu: kebutuhan peserta didik, masyarakat dan subjeck matter.
b.      Mereviwe dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan psikologi belajar.
c.       Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapain tujuan
d.      Mengorganisasikan pengalaman kedalaman unit-unit dan menggambarkan prosedur evaluasi
e.       Mengarahkan dan menguatkan pengalaman-pengalaman belajar dan mengaitkannya dengan evaluasi terhadap ke efektifan perencanaan dan pelaksanaan
f.       Evaluasi pengalaman belajar
Adanya model-model pengembangan kurikulum seperti ini memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangna kurikulum. Dengan mempelajari model-model pengembangan kurikulum, maka dalam kegiatan pengembangan kurikulum akan terasa mudah. Dan pada akhirnya nanti akan menghasilkan kurikulum yang baik yang endingnya diharapkan juga melahirkan lulusan yang baik pula yang sesuai dengan tujuan pendidikan, khususnya tujuan pendidikan Islam.   
















BAB III
KESIMPULAN
Dari apa yang telah dijelaskan dalam tulisan sederhana ini, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagaimana yang diuraikan diatas sebagaimana berikut. Didalam masalah pengembangan kurikulum terdapat beberapa elemen penting yang harus dipahami secara mendasar agar pada endingnya nanti proses pengembangan tersebut menghasilkan kurikulum yang baik dan dapat diterapkan secara maksimal.
Elemen-elemen itu meliputi: (1) karakteristik dalam pengembangan kurikulum, (2) asas-asas dalam pengembangan kurikulum, (3) prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum, (4) pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum, dan (5) model-model dalam pengembangan kurikulum yang mana dalam setiap elemen terdapat bagian-bagian yang perlu dipahami secara mendalam.
Dengan mengetahui sekaligus memahami apa yang telah penulis uraikan diatas dan diimplementasikan dengan baik, maka pada akhirnya nanti akan melahirkan kurikulum yang baik yang nantinya juga terefleksi pada lahirnya lulusan yang memiliki daya saing di era globalisasi ini, tanpa harus menghilangkan nilai-nilai ajaran islam yang bersifat fundamental















DAFTAR PUSTAKA
Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pelaku Pendidikan Sosial Pendidikan Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000)
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrsah, dan perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2014)
Muwahid Sulhan, Manajeman Pendidikan Islam: Strategi dasar Menuju Peningkatan Mutu Pendidikan IslamI, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2013)
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksasara, 2012)
Oemar Hamalik, Model-Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Yayasan Al Madani Terpadu, 2000)
Asrofiabdul.blogs.uiy.ac.id






[1] Muwahid Sulhan, Manajeman Pendidikan Islam: Strategi dasar Menuju Peningkatan Mutu Pendidikan IslamI, Yogyakarta: Penerbit Teras, cet. 2013, hal. 1
[2] Oemar Hanik, Kurikulum dan Pembelajara, Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. 2011, hal. 57
[3] Ibid, hal. 70
[4] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, cet. 2007, hal. 1
[5] Ibid, 2007, hal.5
[6] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet. 2010, hal. 77
[7] Oemar Hamalik, Model-Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Yayasan Al Madani Terpadu, 2000), hlm. 184-185
[8] Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012, hlm. 33-48
[9] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek.........., hal 150-151
[10] Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pelaku Pendidikan Sosial Pendidikan Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000),
[11] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrsah, dan perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2014), hlm. 139
[12] Ibid, hlm.140-173
[13] Asrofiabdul.blogs.uiy.ac.id

No comments:

Post a Comment