ANALISIS
TENTANG KEBIJAKAN
STANDAR
PENILAIAN PENDIDIKAN
Astrifidha
Rahma Amalia
16771014
Program
Studi Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana
UIN Maliki Malang
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Salah satu komponen terpenting dalam suatu pembelajaran adalah penilaian.
Penilaian atau yang sering disebut evaluasi adalah proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu[1].
Tujuan utama dari penilaian adalah untuk membuat keputusan dan mengembangkan
suatu kebijakan yang bertanggung jawab mengenai pendidikan[2].
Artinya, penilaian atau evaluasi yang dilakukan tidak hanya sekedar mengukur
sejauh mana tujuan yang sudah ditetapkan di awal telah tercapai, namun hasil
dari penilaian ini nanti yang dijadikan untuk pengambilan sebuah keputusan[3].
Melihat pentingnya tujuan penilaian dalam pendidikan, maka pemerintah mengeluarkan
peraturan tentang hal tersebut. Dalam UU No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 17 dan
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 menyatakan bahwa lingkup dari Standar
Nasional Pendidikan mencakup 8 standar, yaitu: standar isi, standar proses
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, serta standar
penilaian pendidikan[4].
Dari 8 standar tersebut, penilaian pendidikan termasuk komponen yang mendapat
perhatian dari pemerintah.
Standar penilaian pendidikan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 yang telah diperbarui oleh Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun
2013 menyebutkan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan
menengah dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintahan.
Sedangkan penilaian pendidikan pada jenjang perguruan tinggi diatur oleh
masing-masing perguruan tinggi[5].
Perubahan kurikulum di Indonesia menyebabkan perubahan peraturan
pemerintah dalam menetapkan standar penilaian pendidikan. Permendikbud No. 66 Tahun 2013 dan Permendikbud No. 104
Tahun 2014 terkait pelaksanaan kurikulum 2013 yang dicabut dan digantikan oleh Permendikbud
23 Tahun 2016 sebagai pengganti Permendiknas No. 20 Tahun 2007 yang sejak awal telah
menetapkan tentang standar penilaian pendidikan. Melihat dari latar belakang
tersebut, maka pemakalah ingin mengkaji lebih mendalam dan terstruktur melalui
sebuah makalah yang berjudul “Analisis
tentang Kebijakan Standar Penilaian Pendidikan”.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan standar penilaian pendidikan?
2.
Bagaimana standar penilaian hasil belajar oleh pendidik, satuan
pendidikan, dan pemerintah?
3.
Bagaimana analisis kritis tentang standar penilaian pendidikan di
lapangan?
3.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui standar penilaian pendidikan
2.
Untuk mengetahui standar penilaian hasil belajar oleh pendidik,
satuan pendidikan, dan pemerintah
3.
Untuk menganalisis tentang standar penilaian pendidikan di lapangan
B.
PEMBAHASAN
1.
Standar Penilaian Pendidikan
a.
Pengertian Standar Penilaian Pendidikan
Menurut Permendikbud 23 Tahun 2016, standar penilaian pendidikan adalah
kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat prinsip, mekanisme, prosedur dan
instrument penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar
dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah[6].
Sedangkan menurut Permendikbud No. 66 Tahun 2013, standar penilaian pendidikan
adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil
belajar peserta didik[7].
Standar penilaian pendidikan tersebut disusun sebagai acuan penilaian bagi
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Standar Penilaian Pendidikan bertujuan untuk menjamin: 1) perencanaan
penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan
berdasarkan prinsip-prinsip penilaian, b) pelaksanaan penilaian peserta didik
secara professional, terbuka, edukatif, efektif, efisien dan sesuai dengan
konteks social budaya, dan 3) pelaporan hasil penilaian peserta didik secara
objektif, akuntabel dan informatif.
Penilaian pendidikan itu sendiri menurut Permendikbud No. 66 Tahun 2013
adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian
hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri,
penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat
kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/ madrasah[8].
Namun dipersingkat oleh Permendikbud No. 23 Tahun 2016 sebagai penggantinya,
bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik[9].
Pada awalnya pengertian penilaian selalu dikaitkan dengan prestasi
belajar siswa kemudian para tokoh-tokoh pendidikan mulai mencoba mendefinisikan
penilaian seperti Ralph Tyler (1950) mengatakan bahwa penilaian pendidikan
adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal
apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai[10].
Febru A dalam Fadillah[11]
menyebutkan bahwa penilaian sebagai suatu proses monitoring terhadap
serangkaian aktivitas pembelajaran (berfokus pada proses). Dapat disimpulkan
bahwa penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan data secara menyeluruh
terhadap aktivitas pembelajaran.
Penilaian pendidikan yang mengacu pada penilaian hasil belajar peserta
didik harus mengandung prinsip-prinsip di bawah ini[12]:
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang
jelas, tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya,
adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender
4) Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran,
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap
dengan mengikuti langkah-langkah baku
8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan
9) Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi mekanisme, prosedur, teknik, maupun
hasilnya.
Menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), prinsip-prinsip umum
penilaian hasil belajar antara lain: mendidik, transparan, menyeluruh, terpadu
dengan pembelajaran, objektif, sistematis, berkesinambungan, adil, dan
pelaksanannya menggunakan acuan kriteria[13].
Sebenarnya prinsip yang disebutkan dalam Permendikbud sebelumnya hampir sama
dengan BNSP. Namun lebih lanjut, BSNP menegaskan bahwa dalam proses penilaian
perlu pula diperhatikan prinsip-prinsip khusus[14].
Penilaian hasil belajar pada pendidikan dasar dan menengah meliputi
aspek: 1) sikap, 2) pengetahuan, dan 3) keterampilan. Dalam menilai 3 ranah
tersebut maka digunakan penilaian otentik. Penilaian otentik merupakan
pendekatan dan instrument asesmen yang memberikan kesempatan luas kepada
peserta didik untuk menerapkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah
dimilikinya dalam bentuk tugas[15].
Penilaian otentik mengacu kepada penilaian kompetensi sikap melalui
observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat oleh peserta didik, dan
jurnal. Penilaian kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan
penugasan. Serta penilaian kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja
yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio[16].
Dengan semakin berkembangnya pendidikan, saat ini pendidik diharapkan
untuk bias melakukan pola pendidikan dan pengajaran dengan mengedepankan HOTS (higher order thinking skill) yaitu
suatu pola pembelajaran yang mengharuskan fasilitator atau pendidik untuk bias
menciptakan interaksi belajar mengajar yang menuntut peserta didik melakukan
pola berpikir tingkat tinggi.
b.
Landasan Filosofis dan Yuridis Standar Penilaian Pendidikan
Ketentuan dan pelaksanaan Standar Penilaian Pendidikan, menurut BSNP
harus memiliki landasan yang kuat baik secara filosofis maupun landasan
yuridis. Sebagaimana yang tertuang dalam naskah akademik Panduan Penilaian yang
dikeluarkan oleh BSNP, uraian tentang dua landasan tersebut adalah sebagai
berikut[17]:
1) Landasan Filosofis
Proses pendidikan adalah proses untuk
mengembangkan potensi siswa menjadi kemampuan dan keterampilan tertentu, hanya
saja perlu dipahami bersama bahwa pada dasarnya tidaklah mudah untuk dapat
mengakomodasikan kebutuhan setiap siswa secara tepat dalam proses pendidikan,
namun harus pula menjadi pemahaman bahwa setiap siswa harus diperlakukan secara
adil dalam proses pendidikan, termasuk didalamnya proses penilaian. Untuk itu
proses penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan, kesetaraan, serta
objektifitas yang tinggi. Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa
setiap siswa harus diperlakukan sama dan meminimalkan semua bentuk prosedur
atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu atau sekelompok
siswa. Di samping penilaian yang adil harus tidak membedakan latar belakang
social ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
2) Landasan Yuridis
Ketika membahas tentang landasan Yuridis,
tentunya tidak bisa dilepaskan dari Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
landasan hukum dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 juga
mengatur tentang pendidikan bagi warga negaranya, yaitu pasal 20, pasal 21,
pasal 28 C ayat (1), pasal 31, dan pasal 32. Karena sifatnya sebagai hukum
dasar, maka dalam praktis di lapangan ada perundang-undangan yang merupakan
turunan dari UUD 1945.
Dalam sistem pendidikan misalnya, ketika
berbicara tentang landasan yuridis pendidikan di saat ini, tentu tidak bisa
dilepaskan dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Yang mana undang-undang tesebut berisi ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan
oleh pemerintah dalam bidang pendidikan. Lahirnya UU Sisdiknas ini juga bukan
tidak mungkin memunculkan peraturan-peraturan di bawahnya yang terkait dengan
pendidikan, jika memang hal itu diperlukan[18].
Seperti dalam kaitannya tentang landasan yuridis sistem evaluasi dan standar
penilaian pendidikan, yang mengacu pada Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan belakangan, yakni saat
dikeluarkannya kebijkan Kurikulum 2013, telah terbit Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 66 Tahun 2013 tentang Standar
Penilaian Pendidikan dan kemudian disempurnakan kembali oleh Permendikbud No.
23 Tahun 2016.
2.
Standar Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik, Satuan Pendidikan,
dan Pemerintah
Penilaian hasil belajar yang ditetapkan oleh Permendikbud No. 23 Tahun
2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan melingkupi penilaian hasil belajar
oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian
hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan
untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil
belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan
untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan
untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu.
Standar penilaian oleh pendidik menurut BSNP mencakup: satandar umum
penilaian, standar perencanaan, standar pelaksanaan, standar pengolahan dan
pelaporan hasil penilaian serta standar pemanfaatan hasil penilaian.
Masing-masing standar ini memiliki prinsip-prinsip dan kriteria yang ditetapkan
oleh BSNP[19].
Sementara itu, penilaian haisl belajar yang dilakukan oleh satuan
pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk
semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
merupakan penilaian akhir untuk kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan,
dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik. Dalam
memberi batasan standar penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh satuan
pendidikan, BSNP mengemukakan dua standar pokok yaitu: 1) standar penentuan
kenaikan kelas dan 2) standar penentuan kelulusan[20].
a.
Bentuk Penilaian
Penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
bentuk penilaian. Ditinjau dari tekniknya, penilaian dibagi menjadi 2 macam
yaitu tes dan non tes[21].
Bentuk penilaian yang dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan
pemerintah adalah berbeda. Berikut adalah tabel perbedaan bentuk penilaian oleh
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah[22]:
Tabel 1.1 Bentuk Penilaian
Aspek
|
Pendidik
|
Satuan Pendidikan
|
Pemerintah
|
Bentuk penilaian
|
Ulangan, pengamatan, penugasan, dan/ atau bentuk
lain
|
Ujian sekolah/ madrasah
|
Ujian Nasional dan/ atau bentuk lain
|
Tujuan
|
1. Mengukur dan mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik
2. Memperbaiki proses pembelajaran
3. Menyusun laporan hasil kemajuan belajar harian, tengah semester, akhir
semester, akhir tahun, dan kenaikan kelas
|
1. Untuk penentuan kelulusan dari satuan pendidikan
2. Melakukan perbaikan dan penjaminan mutu pendidikan
|
1. Pemetaan mutu program dan satuan pendidikan
2. Pertimbangan seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya
3. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya
meningkatkan mutu pendidikan.
|
b.
Instrumen Penilaian
Instrumen adalah alat bantu untuk mengumpulkan data atau informasi[23].
Berdasarkan lampiran Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang standar penilaian
pendidikan disebutkan bahwa instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
substansi yang mempresentasikan kompetensi yang dinilai, kontruksi yang
memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrument yang digunakan, dan
penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Berikut adalah tabel instrumen penilaian yang
digunakan oleh pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah:
Tabel 1.2 Instrumen Penilaian
Pendidik
|
Satuan
Pendidikan
|
Pemerintah
|
Bentuknya
berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain
yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta
didik
|
Bentuknya
berupa penilaian akhir atau ujian sekolah/ madrasah yang memenuhi persyaratan
substansi, kontruksi, dan bahasa serta memiliki bukti validitas empirik
|
Bentuknya
berupa UN yang memenuhi persyaratan substansi, kontruksi, dan bahasa dan
memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat
diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antartahun.
|
c.
Mekanisme Penilaian
Mekanisme penilaian adalah sistem/ teori/ upaya yang dilakukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan
menentukan keberhasilan belajar peserta didik[24].
Untuk mengukur keberhasilan proses pencapaian kompetensi peserta didik, perlu
ditetapkan KKM. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan
belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan.
Mekanisme penilaian hasil belajar oleh pendidik terdapat pada pasal 9 Bab
VI Permendikbud No. 23 Tahun 2016, yaitu:
1) Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus
2) Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi/ pengamatan dan teknik
penilaian yang relevan, dan pelaporannya menjadi tanggung jawab wali kelas,
atau guru kelas
3) Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui teks tertulis, tes lisan,
dan penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai
4) Penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek,
portofolio, dan/ atau teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai
5) Peserta didik yang belum mencapai KKM satuan pendidikan harus mengikuti
pembelajaran remidi, dan
6) Hasil penilaian pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan
peserta didik disampaikan dalam bentuk angka dan/ atau deskripsi.
Mekanisme penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan terdapat pada
pasal 10 Bab VI Permendikbud No. 23 Tahun 2016, yaitu:
1) Penetapan KKM yang harus dicapai oleh peserta didik melalui rapat dewan
pendidik
2) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan pada semua mata pelajaran
mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan
3) Penilaian pada akhir jenjang pendidikan dilakukan melalui ujian sekolah/
madrasah
4) Laporan hasil penilaian pendidikan pada akhir semester dan akhir tahun
ditetapkan dalam rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh satuan
pendidikan dan hasil penilaian oleh pendidik
5) Kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan
ditetapkan melalui rapat dewan pendidik
Mekanisme penilaian hasil belajar oleh pemerintah terdapat pada pasal 11
Bab VI Permendikbud No. 23 Tahun 2016, yaitu:
1) Penilaian hasil belajar oelh pemerintah dilakukan dalm bentuk Ujian
Nasional (UN) dan/ atau dalam bentuk lain dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan
2) Penyelenggraan UN oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengukur pencapaian kompetensi
lulusan
3) Hasil UN disampaikan kepada peserta didik dalam bentuk sertifikat hasil
UN
4) Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan masukan
dalam perbaikan proses pembelajaran
5) Hasil UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai dasar
untuk pemetaan mutu program/ dan/ atau satuan pendidikan, pertimbangan seleksi
masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan
6) Bentuk lain penilaian hasil belajar oleh pemerintah dapat dilakukan dalam
bentuk survey dan/ atau sensus, dan bentuk lain diatur oleh Peraturan Menteri.
d.
Prosedur Penilaian
Dalam sebuah proses penilaian ada beberapa langkah yang harus ditempuh
agar memberikan penilaian yang lebih bermakna dan otentik. Hal ini sangat
diperlukan agar hasil dari penilaian dapat dimanfaatkan oleh banyak pihak yang
terlibat dalam pendidikan dan berkaitan dengan objek yang dinilai.
Penilaian aspek sikap dilakukan melalui tahapan: mengamati perilaku
peserta didik selama pembelajaran, mencatat perilaku peserta didik dengan
menggunakan observasi/ pengamatan, menindaklanjuti hasil pengamatan, dan mendeskripsikan
perilaku peserta didik. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tahapan:
menyusun perencanaan penilaian, mengembangkan instrument penilaian,
melaksanakan penilaian, memanfaatkan haisl penilaian dan melaporkan hasil
penilaian dalam bentuk angka dengan skala 0-100 dan deskripsi. Penilaian aspek
keterampilan dilakukan melalui tahapan yang sama dengan penilaian aspek
pengetahuan[25].
Dalam pasal 13 Permendikbud No. 23 Tahun 2016 disebutkan bahwa prosedur
penilaian proses dan hasil belajar yang dilakukan oleh[26]:
Pendidik:
1) Menetapkan tujuan penilaian dengan mengacu pada RPP yang telah disusun
2) Menyusun kisi-kisi penilaian
3) Membuat instrumen penilaian berikut pedoman penilaian
4) Melakukan analisa kualitas instrumen
5) Melakukan penilaian
6) Mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikan hasil penilaian
7) Melaporkan hasil penilaian
8) Memanfaatkan laporan hasil penilaian
Satuan pendidikan:
1) Menetapkan KKM
2) Menyusun kisi-kisi penilaian mata pelajaran
3) Menyusun instrumen penilaian dan pedoman penskorannya
4) Melakukan analisis kualitas instrument
5) Melakukan penilaian
6) Mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikan hasil penilaian
7) Melaporkan hasil penilaian
8) Memanfaatkan laporan hasil penilaian
Pemerintah:
1) Menyusun kisi-kisi penilaian
2) Menyusun instrumen penilitian dan pedoman penskorannya
3) Melakukan analisis kualitas instrument
4) Melakukan penilaian
5) Mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikan hasil penilaian
6) Melaporkan hasil penilaian
7) Memanfaatkan laporan hasil penilaian
Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan maka
upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa
prosedur tersebut[27].
Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi pendidik maupun peserta didik.
Demikian juga data hasil penilaian harus dapat ditafsirkan sehingga pendidik
dapat memahami peserta didik terutama prestasi dan kemampuan yang dimilikinya.
Hasil penilaian juga hendaknya menjadi bahan untuk menyempurnakan program
pengajaran, memperbaiki kelamhan-kelamahan pengajaran, dan memberikan bimbingan
belajar pada peserta didik yang memerlukannya. Lebih jauh lagi dapat dijadikan
bahan untuk memperbaiki instrumen penilaian itu sendiri.
3.
Analisa tentang Standar Penilaian Pendidikan di Lapangan
Suatu standar penilaian diperlukan untuk mengidentifikasi secara jelas
apa yang seharusnya peserta didik ketahui dan apa yang seharusnya peserta didik
lakukan. Zainal Arifin menyebutkan[28]
bahwa standar penilaian pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
standar nasional pendidikan. Satandar nasional pendidikan sebaiknya dilakukan
secara adil yang mana implementasi penilaian tidak membedakan peserta didik
antar satu dengan yang lain, baik dilihat dari latar belakang, social, ekonomi,
agama, budaya, warna kulit, golongan, bahsa dan gender.
Mansyur dan Hamda dalam hasil penelitiannya[29]
di SMP kota Makassar mengatakan bahwa guru di dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran matematika diawali dengan persiapan menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran namun alat untuk penilaian masih bersifat normatif. Pelaksanaan
penilaian formatif belum sepenuhnya dilaksanakan. Komponen penunjang
pelaksanaan penilaian formatif seperti penyusunan dan analisis butir soal,
kriteria penilaian, dan rubrik penskoran masih belum terlaksana.
Maka solusi yang dapat ditawarkan dalam permasalahan tersebut adalah
bagaimana peran sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah dalam membuat sebuah
kebijakan untuk membina tenaga pendidik dalam hal prosedur penilaian melalui
kegiatan pelatihan khusus penilaian hasil belajar peserta didik. Kepala sekolah
harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, leader,
innovator, dan motivator[30].
Maka disini bagaimana kepala sekolah dapat membina kompetensi pendidik dengan
cara mereka.
Permasalahan lain tentang standar penilaian pendidikan muncul dari
pelaksanaan Ujian Nasional. Pelaksanaan Ujian Nasional yang diadakan pemerintah
selalu menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Belum lagi kasus terbaru
yakni pelaksanaan Ujian Nasional yang berbasis komputer mengalami kendala
teknis terkait server dan jaringan internet.
Gangguan teknis sempat dihadapi oleh SMA Global Sevilla di Jakarta,
sekitar 30 menit diduga jaringan internet bermasalah. Tapi berkat usaha terus
menerusyang dilakukan teknisi dan proktor, akhirnya UN dapat dilaksanakan
sekita pukul 08.00 dan berjalan lancar. Gangguan teknis lain terjadi di SMAN 1
Jepon, Jepara akibat mati listrik dan masih banyak sekolah lain yang mengalami
gangguan teknis[31].
Pelaksanaan UN berbasis komputer memang telah ditetapkan dalam
Permendikbud No. 3 Tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah
dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan. Namun jika memang tidak bisa
dilakukan maka Ujian Nasional dapat dilakukan berbasis kertas.
Solusi akan permasalahan tersebut telah dikemukakan oleh pemerintah.
Mengutip dari PresidenRI.go.id[32]
menyatakan bahwa pemerintah mengembalikan standar penilaian pendidikan ke
tiap-tiap sekolah. Dari sejak zaman merdeka, pemerintah telah menyusun dan
menjalankan rencana pendidikan atau kurikulum yang sesuai dengan konteks
masyarakat pada zamannya.
Pemerintah saat ini, pada awal-awal pemerintahannya, melalui Kementrian
Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan kebijakan pemabatasan penerapan
Kurikulum 2013 dan mengembalikan pelaksanaan pendidikan sebagian besar sekolah
di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga memutuskan untuk menggunakan Ujian
Nasional sebgai basis pemetaan dan evaluasi, bukan lagi sebagai satu-satunya
penentu kelulusan peserta didik. Tanggung jawab kelulusan, dengan demikian
berada di pundak masing-masing sekolah sebagai penyelenggara pendidikan.
Melihat pada Permendikbud yang mengatur tentang standar penilaian
pendidikan, untuk konteks saat ini tidaklah efektif menggunakan standar yang
seragam secara nasional apalagi menggunakannya sebagai satu-satunya tolak ukur
untuk menilai proses pendidikan dan menentukan kelulusan peserta didik. Oleh
karena itu, standar penilaian pendidikan dikembalikan lagi kepada setiap daerah
dan lebih konkret lagi kepada setiap sekolah. Mengembalikan kelulusan peserta
didik kepada setiap daerah/ sekolah sembari tetap menjalankan ujian secara
nasional adalah langkah yang paling mungkin dapat diambil. Kita tetap
memerlukan standar dan evaluasi proses pendidikan secara nasional pada satu
sisi, sedangkan sisi lain kita masih menghadapi persoalan kesenjangan
pendidikan antara satu daerah dengan daerah lain yang sangat besar.
Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan
pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi,
penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan[33].
Yang dari sini dapat dipahami bahwa salah satu tujuan ditetapkannya standar
nasional pendidikan adalah untuk menjamin mutu atau kualitas pendidikan. Dengan
standar-standar yang ditentukan dalam setiap komponen yang ada (isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan) diharapkan mampu meningkatkan atau
minimal menjadikan mutu pendidikan di satuan pendidikan yang ada dalam taraf
mutu yang layak, tentu layak disini juga mengacu pada kelayakan yang ditentukan
pemerintah.
Tilaar memberikan catatan bahwa standar yang ada dalam pendidikan ini
bukanlah standar yang kaku, melainkan standar yang terus menerus meningkat
dengan kata lain kualitas pendidikan nasional semakin lama semakin meningkat[34].
Tilaar menambahkan bahwa BSNP yang ada saat ini sebagai gurita kekauasaan
pendidikan, hal ini terlihat dari penyelenggaraan Ujian Nasional yang seragam
untuk seluruh Indonesia. Artinya, telah terjadi pemerkosaan terhadap hak asasi
manusia. Selain itu, penentuan tingkat pencapaian proses belajar peserta didik
yang menurut undang-undang merupakan tugas dan tanggung jawab guru sekarang
diambil oleh BSNP[35].
Hanya saja, mulai saat ini Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh BSNP tidak
lagi menjadi penentu utama kelulusan, melainkan sebagai pertimbangan tambahan
di samping penilaian pendidikan terhadap kompetensi peserta didiknya.
C.
KESIMPULAN
1.
Standar penilaian pendidikan adalah
kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar
peserta didik. penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
2.
Standar Penilaian Pendidikan melingkupi
penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan. Ada beberapa hal yang disebutkan dalam Permendikbud No. 23 Tahun
2016 terkait bentuk penilaian, mekanisme penilaian, dan prosedur penilaian.
3.
Penulis beranggapan bahwa dalam
pelaksanaan kebijakan standar penilaian masih terdapat permasalahan seperti
kurangnya kompetensi guru dan gangguan dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Namun
kedua permasalahan tersebut dapat diatasi dengan membuat kebijakan baru sebagai
solusinya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zainal. 2010. Evaluasi Pembelajaran:
Prinsip, Teknik, Prosedur. cet.
Ke-2. Bandung: Remaja Rosdakarya
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto,
Suharsimi. 2015. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Endang
Poerwanti. Standar Penilaian Badan
Standar Nasional Pendidikan. Jurnal Asesmen pembelajaran di SD
Fadillah,
M. 2014. Implementasi Kurikulum 2013
dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/ MTs, & SMA/ MA. Yogyakarta: Ar Ruz Media
H.
A. R. Tilaar. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu
Tinjauan Kritis, Jakarta: Rineka CIpta
Mansyur,
Hamda. Pengembangan Model Penilaian Diri
untuk Membangun Karakter dan Prestasi Siswa pada Pembelajaran Matematika di
SMP. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2011. Makassar: Lembaga UNM
Mulyasa.
2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Muslich,
Masnur. 2011. Authentic Assessment: Penilaian
Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: PT. Refika Aditama
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendikbud No.
23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan
Permendikbud No.
66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan
Rahardjo,
Mudji. 2010. Pemikiran Kebijakan
Pendidikan Kontemporer, Malang: UIN Maliki Press
Sudaryono.
2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sudjana,
Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Sulistyorini.
2009. Evaluasi Pendidikan dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Teras
http://arifhamka.blogspot.co.id/2016/04/standar-penilaian-analisis-kebijakan.html?m=1 Akses tgl 26 April 2018 pkl 12:08
http://gustishare.blogspot.co.id/2017/06/makalah-mekanisme-dan-prosedur-penilaian.html?m=1
Akses
tgl 26 April 2018 pkl 15:08
http://presidenri.go.id/program-prioritas-2/mengembalikan-standar-penilaian-pendidikan-ke-tiap-tiap-sekolah-html
Akses 26 April 2018 pkl 20.43
http://sudarmanmadiun.blogspot.co.id/2014/08/penilaian-autentik-k-13.html?m=1
Akses
tgl 26 April 2018 pkl 12:01
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/09/server-eror-unbk-mulai-pukul-1400-hingga-gagal-dan-harus-ujian-susulan
Akses
26 April 2018 pkl 18:09
[1] Lihat Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.(
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm 3
[2] Lihat Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran.
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm 50
[3] Lihat Sulistyorini. Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan. (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 50
[4] Lihat Endang
Poerwanti. Standar Penilaian Badan
Standar Nasional Pendidikan. (Jurnal Asesmen pembelajaran di SD), hlm 2-5
[5] Lihat Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 BAB X
Standar Penilaian Pendidikan Pasal 63
[6] Lihat Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan BAB I Pasal 1. hlm 2
[7] Lihat Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan BAB II.
hlm 2
[8] Lihat Ibid, hlm 2
[9] Lihat Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan BAB I Pasal 1. hlm 2
[10] Lihat Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
(Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm 3
[11] Lihat M. Fadillah, Implementasi Kurikulum 2013 dalam
Pembelajaran SD/MI, SMP/ MTs, & SMA/ MA. (Yogyakarta: Ar Ruz Media,
2014), hlm 202
[12] Lihat Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan BAB IV Pasal 5, hlm 4
[13] Lihat Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan
Prosedur. cet. Ke-2 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm 52-53
[14] Prinsip-prinsip
khusus itu diantaranya: 1) penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi, 2) penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu keputusan diambil
berdasarkan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran, 3) penilaian dilakukan secara keseluruhan dan
berkelanjutan, 4) hasil penilaian digunakan untuk menentukan tindak lanjut, dan
5) penilaian harus sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dengan proses
pembelajaran. Lihat Ibid
[15] Lihat http://sudarmanmadiun.blogspot.co.id/2014/08/penilaian-autentik-k-13.html?m=1
Akses tgl 26 April 2018 pkl 12:01
[16] Lihat http://arifhamka.blogspot.co.id/2016/04/standar-penilaian-analisis-kebijakan.html?m=1 Akses tgl 26 April 2018 pkl 12:08
[17]
Lihat Endang Poerwanti. Standar Penilaian
Badan Standar Nasional Pendidikan. Jurnal Asesmen pembelajaran di SD. Hlm
2-6
[18] Lihat Mudjia
Rahardjo. Pemikiran Kebijakan Pendidikan
Kontemporer, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm 5
[19]
Lihat Endang Poerwanti. Standar Penilaian
Badan Standar Nasional Pendidikan. Jurnal Asesmen pembelajaran di SD. Hlm
2-13
[20] Lihat Ibid. hlm 2-16
[21] Lihat Masnur Muslich. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis
Kelas dan Kompetensi. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 22
[22] Lihat Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan BAB V Pasal 6,7,&8, hlm 5-6
[23] Lihat Suharsimi
Arikunto Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 136
[24] Lihat http://gustishare.blogspot.co.id/2017/06/makalah-mekanisme-dan-prosedur-penilaian.html?m=1
Akses tgl 26 April 2018 pkl 15:08
[25] Lihat Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan BAB VI Pasal 12, hlm 9
[26] Lihat Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan BAB VI Pasal 13, hlm 9-10
[27] Lihat Nana Sudjana, op.cit. hlm 8
[28] Lihat Zainal Arifin, op.cit. hlm 66
[29] Lihat Mansyur, Hamda. Pengembangan Model Penilaian Diri untuk Membangun
Karakter dan Prestasi Siswa pada Pembelajaran Matematika di SMP. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2011. Makassar: Lembaga UNM
[30] Lihat Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm 38
[31] Lihat http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/09/server-eror-unbk-mulai-pukul-1400-hingga-gagal-dan-harus-ujian-susulan
Akses 26 April 2018 pkl 18:09
[32] Lihat http://presidenri.go.id/program-prioritas-2/mengembalikan-standar-penilaian-pendidikan-ke-tiap-tiap-sekolah-html
Akses 26 April 2018 pkl 20.43
[33] Lihat Zainal Arifin, op.cit. hlm 42
[34] Lihat H. A. R.
Tilaar. Standarisasi Pendidikan Nasional:
Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: Rineka CIpta, 2006), hlm 76
[35] Lihat Ibid. hlm172
No comments:
Post a Comment