Studi Kebijakan Tentang Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah/Madrasah
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas
matakuliah
“Studi Kebijakan Pendidikan Islam”
Dosen Pengampu
Prof. Ddr. H. Baharuddin, M.Pd

Oleh:
Selvi Budi Rahayu (16771005)
PROGRAM
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
MEI 2018
Studi Kebijakan tentang Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah/Madrasah
Selvi Budi
Rahayu (16771005)
Magister
Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana
Universitas Negeri Maulana Malik iBrahim Malang
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dijelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasan belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pngendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Sedangkan menurut Jeje Mustofa Pendidikan merupakan aspek kehidupan
yang bersifat fungsional bagi setiap manusia dan memiliki kedudukan strategis
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.[1]
Dari penjelasan di atas maka, sebuah pendidikan haruslah
direncanakan dengan baik, sebab pendidikan yang tidak direncanakan dengan baik
akan mempengaruhi mutu proses pembelajaran yang berujung pada tidak tercapainya
tujuan pendidikan.
Pendidikan merupakan kuci kemajuan suatu Negara. Berdasarkan hasil
penelitian pengendalian mutu pendidikan, bahwa pendidikan memegang peranan
kunci dalam pengembangan sumber daya manusia dan insan yang berkualitas.[2]
Manajemen umumya diartikan sebagai proses perencanaan,
mengorganisasi, pengarahan, dan pengawasan. Usaha-usaha para anggota organisasi
dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. Inti dari manajemen adalah pengaturan.[3]
Mutu menururt kamus besar bahasa Indonesia adalah ukuran baik buruk
suatu benda, keadaan, taraf atau derajad (kepandaian, kecerdasan, dan
sebagainya)[4]
Sedangkan mutu menurut Oemar Hamalik , pengertian mutu dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu segi normative dan segi deskriptif, dalam artian
normative, muru ditentukan berdasarkan pertimbangan (criteria) intrinsic dan
ekstrinsik. Berdasarkan criteria intrinsic, mutu pendidikan merupakan produk
pendidikan yakni “manusia yang terdidik” sesuai dengan standar ideal.
Berdasarkan criteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrument untuk mendidik
“tenaga kerja” yang terlatih. Dalam artian deskriptif, mutui ditentukan
berdasarkan keadaan senyatanya, misalkan hasil tes presentasi belajar.[5]
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan
dihampir semua aspek kehidupan manusia di mana berbagai permasalahan hanya
dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi
perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global
yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai
bangsa kita pelu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan
kenyatan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif, dan
efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing
dalam menjalani era globalisasi.[6]
Pasca reformasi, paradigma otonomi daerah menjadi paradigma dasar
penentuan dalam segala sendi aturan Negara. Sejalan dengan otonomi daerah itu,
pemerintah pun bertekad bulat untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan yang
bertumpu kepada pemberdayaan sekolah di semua jenjang pendidikan.[7]
Karena hal itu, manajemen sekolah pun memerlukan perubahan konsep dan paradigma.
Manajemen sekolah selama orde baru yang sangat sentralistik telah menempatkan
sekolah pada posisi marjinal, kurang berdaya, kurang mandiri, pasif, dan
inisiatif untuk berkembangpun terpasung menunggu kebijakan pusat.[8]
2.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah/madrasah?
b.
Bagaimana konsep manajemen mutu berbasis sekolah/madrasah?
c.
Bagaimana implementasi manajemen mutu berbasis sekolah/madrasah?
3.
Tujuan Pembahasan
a.
Untuk mengetahui pengertian manajemen mutu berbasis sekolah/madrasah.
b.
Untuk konsep manajemen mutu berbasis sekolah/madrasah.
c.
Untuk karakteristik implementasi manajemen berbasis sekolah/madrasah.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
Manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian balitbangdikbud (1991)
menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi kualitas pendidikan.
Manajemen pendidikan adalah gabuangan dari dua kata yang mempunyai
satu makna, yaitu manajemen dan pendidikan. Secara sederhana, manajemen
pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang dipraktikan dalam dunia
pendiidkan dengan spesifikasi dan cirri khas yang ada dalam pendidikan.
Manajemen pendidikan pada dasarnya adalah sebuah alat yang diperlukan dalam
usaha mencapai tujuan pendidikan. Unsure manajemen dalam bidang pendidikan.
Manajemen pendidikan merupakan rangkaian proses yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dikaitkan dengan dunia
pendidikan.[9]
Sedangkan Husnaini Usman mendefinisikan manajemen pendidikan
sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan proses dan
hasil belajar peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan
dalam mengembangkan potensi dirinya. Manajemen adalah seni dan ilmu mengelola
sumber daya pendidikan mencapai tujuan pendidikan secara aktif dan efesien.
Manajemen pendidikan adalah proses perencanaanm pengorganisasian, pengarahan,
dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.[10]
Berdasarkan paparan mengenai manajemen pendidikan pada intinnya
manajemen adalah sebuah keharusan yang ada dalam lembaga pendidikan. Jika
manajemen dalam sebuah lembaga pendidikan baik maka dapat dipastikan lembaga
pendidikan tersebut berkualitas dan bermutu. Upaya peningkatan mutu dalam
manajemen lembaga pendidikan ini meunculkan sebuah konsep yang disebut dengan
manajemen berbasis sekolah yang memberikan kewenang penuh kepada sekolah dan
guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi,
mengawasi, mengendalikan serta mengembangkan seluruh sumber daya pendidikan.
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu
sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam system sentralisasi, segala
sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat
oleh pemerintah pusat. Sementara dalam disentralisasi, wewenang pengaturan
tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah.[11]
Adapun
yang dimaksud dengan desentralisasi manajemen pendidikan adalah pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah untuk membuat keputusan manajemen
dan menyusunperencanaan sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan dengan
mengacu kepada sistem pendidikan nasional. Desentralisasi pendidikan dapat
diterapkan dalam beberapa tingkat dan struktur organisasi penyelenggaraan.
Sedangkan tujuan dari disentralisasi pendidikan adalah untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi manajemen dan kepuasan langsung dengan daerah lokal.
Desentralisasi manajemen pendidikan berusaha mengurangi campur tangan atau
intervensi pejabat atau unit pusat terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang
sepatutnya dapat diputuskan dan dilaksanakan oleh unit ditataran bawah,
pemerintah daerah atau masyarakat.[12]
Istilah manajemen berbasis sekolah/madrasah merupakan terjemahan
dari “school-based management”. Manajemen Berbasis sekolah ini merupakan
paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
(pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
ini diberikan agar sekolah lebih leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana
dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap
terhadap kebutuhan setempat.[13]
Manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah salah satu upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan I lmu
dan teknologi, yang ditunjukan dengan pernyataan politik dan Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam
pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas.[14]
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah tanggal 1 Januari 2001,
depdiknas merubah orientasi manajemen sekolah yang dulunya berbasis pusat
menjadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).[15]
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan untuk meningkatkan semua
kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efesiensi, inovasi, relevansi, dan
pemerataan serta akases pendidikan.[16]
Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang melakukan proses pematang
kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan peserta didik
dari ketidaktahuan, ketidakjujuran, dan dari buruknya akhlak dan keimanan.
Pendidikan bermutu lahir dari sistem perencanaan yang baik dengan materi dan sistem
tata kelola yang baik dan disampaikan oleh guru baik serta dengan komponen
pendidikan yang bermutu khusus guru.[17]
Depdikbud (2001) mengartikan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (MPMBS) sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada asekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Dengan otonomi yang lebih besar,
maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya,
sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya
dalam mengembangkan program-program yang tentu saja lebih sesuia dengan
kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga dengan pengambilan
keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara langsung dengan
pengembalian keputusan, maka rasa memliki warga sekolah dapat meningkat.
Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab,
dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah
terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipasif. Baik peningkatan otonomi sekolah maupun
pengambilan keputusan partisipasif, kesemuanya ditunjukan untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional yaitu berlaku.[18]
Jadi disini manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah itu adalah
bagaimana sebuah sekolah itu dapat meningkatkan mutunya sendiri dengan sistem
manajemen berbasis sekolah yang telah diterapkan dalam setiap sekolah
masing-masing.
Beberapa faktor penting juga yang
perlu diperhatikan dalam peningkatan manajemen mutu berbasis sekolah.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan dan
prioritas pemerintah, peranan orang tua dan masyarakat, peranan profesionalisme
dan manajerial, serta pengembangan profesi.
1) Kewajiban
sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan kelulusan
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala
sekolah, guru, dan pengelolaan sistem pendidikan professional. Oleh karena itu,
pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, serta monitoring dan
tuntutan pertanggungjawaban yang relative tinggi untuk menjamin bahwa sekolah
sekain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan
pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat.
2) Kebijakan
dan prioritas pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional
berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioriitas nasional terutama
yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka, efesiensi,
mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut sekolah tidak
diperbolehkan berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan standar yang
ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis.
3) Peranan
orang tua dan masyarakat
Parrisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam
manajemen berbasis sekolah, khususnya dalam pembuatan keputusan. Dengan
demikian, masyarakat dapat lebih memahami dan dapat mengawasi serta membantu
sekolah dengan pengelolaan dan kegiatan belajar mengajar.
4) Peranan
profesional dan manajerial
Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan
tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoprasikan
sekolah. Pelaksanaan MBS berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat
professional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan MBS, kepala
sekolah guru dan tenaga kerja administrasi harus memiliki kedua sifat tersebut
yaitu, professional dan manajerial.
5) Pengembangan
profesi
Dalam MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsure
penting tenaga kependidikan (sumber daya manusia) menerima pengembangan profesi
yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif. Oleh karena itu perlu
adanya pusat pengembangan profesi yang berfungsi sebagai penyedia jasa
pelatihan bagi tenaga kependidikan.[19]
2.
Konsep Manajemen Mutu Berbasis Sekolah
Pelibatan masyarakat dalam manajemen sekolah dimaksudkan agar
masyarakat selaku stakeholder sekolah lebih memahami, membantu dan mengontrol
pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi
prioritas pemerintah tetap harus dijalankan oleh sekoklah. Pada sistem
Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah dituntut secara mandiri unruk menggali,
mengalokasikan menentukan prioritas, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan
pemberdayaan sumber-sumber baik kepada masyarakat maupun pemerintah.[20]
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan sistem
pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada
sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan
sekolah yang bersangkutan. Dalam MPMBS sekolah merupakan institusi yang
memiliki “Full Authority and Responsibility” untuk secara mandiri
menetapkan program-program pendidikan dan berbagai kebijakan local sekolah
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh sekolah.[21]
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah (MPMBS) dengan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) hakikatnya tidak berbeda. MPMBS terfokus pada
peningkatan mutu, sedangkan MBS pada efektivitas pengelolaan sekolah. Titik
tekan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah perbaikan mutu
masukan, proses, keluaran, pendidikan, serta sepanjang memungkinkan juga
mengamit layanan purnalulus.
Konsep dasar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah
adanya otonomi dan pengambilan keeputusan partisipatif. Artinya, MPMBS
memberikan otonomi yang lebih luas kepada masing-masing sekolah secara
individual dalam menjalankan program sekolahnya dan dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang terjadi. Selain itu, dalam menyelesaikan masalah dan dalam
pengambilan keputusan harus melibatkan partisipasi setiap konstituen sekolah
seperti siswa, guru, tenaga administrasi, orangtua, masyarakat lingkungan, dan
para tokoh masayarakat.[22]
Secara umum tujuan diterapkannya MPBS
adalah untuk memandirikan dan memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif. Secara khusus tujuan diterapkannya
MBS adalah untuk:
1) Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2)
Meningkatkan kepedulian warga
sekolah dan masyarakat dalam penyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama.
3)
Meningkatkan tanggung jawab sekolah
kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
Terdapat empat prinsip manajemen berbasis
sekolah sebagai implementasi otonomi daerah bidang pendidikan yang menjadi landasan
dalam menerjemahkan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sesuai
dengan tujuannya, yaitu otonomi, fleksibilitas, partisipasi, dan inisiatif.
1) Prinsip otonomi
Prinsip otonomi diartikan sebagai kemandirian, yaitu
kemandirian dalam mengatur dan mengurus diri sendiri. Kemandirian dalam program
dan pendanaan merupakan tolak ukur utama kemandirian sekolah. Kemandirian yang
berlangsung secara terus menerus akan menjamin keberlangsungan hidup dan
perkembangan sekolah.
2) Prinsip Fleksibelitas
Prinsip fleksibelitas dapat diartikansebagai keluwesan
uang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan
sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Prinsip
ini akan melahirkan sekolah yang lebih lincah dalam bergerak dan tanggap
terhadap permasalahan yang harus dihadapi.
3) Prinsip partisipasi
Prinsip partisipasi dapat diarrtikan dengan penciptaan
lingkuagan yang terbuka dan demokratik. Warga sekolah (guru, siswa, karyawan)
dan masyarakat didorong untuk terlibat langsung dalam penyelenggaraan
pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa jika
seorang dilibatkan maka yang bersangkutan dan mempunyai “rasa memiliki“
terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pendidikan ke arah yang lebih bermutu.
4) Prinisp insiatif
Prinsip ini didasari atas konsepsi bahwa manusia bukanlah
sumber daya yang statis , melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber
daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan dikembangkan untuk menjadi
sumber daya yang inisiatif dalam pengelolaan pendidikan.[24]
3. Implementasi Manajemen Mutu Berbasis Sekolah
Agar mutu dalam sekolah itu terus meningkat, maka
perlu banyak dukungan. Salah satunya adalah kemampuan manajerial kepala
sekolah. Hubungan antar guru juga harus terjalin dengan baik dan harmonis agar
tercipta suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan. Begitu juga dengan
penataan manajemenm sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan
pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan semangat belajar
peserta didik.
Menurut Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah (2000) penerapan MPMBS di sekolah itu melalui:
1) Penyusunan
data dan profil sekolah yang komprehensif, akurat, valid, dan sistematis.
2) Melakukan
evaluasi diri, menganalisis kelemahan dan kekuatan seluruh komponen sekolah.
3) Mengidentifikasi kebutuhan sekolah,
merumuskan visi misi dan tujuan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan
bagi siswa berdasarkan hasil evaluasi diri.
4) Menyusun program kerja jangka
panjang dan jangka pendek sesuai dengan visi misi dan tujuan yang telah
dirumuskan, yang diprioritaskan pada peningkatan mutu pendidikan.
5) Mengimplementasikan
program kerja.
6) Melakukan
monitoring dan evaluasi atas program kerja yang diimplementasikan.Menyusun
program lanjutan (untuk tahun berikutnya) atas dasar hasil monitoring dan
evaluasi.[25]
Dilandasi oleh konsep MPMBS berikut
ini beberapa tahapan dalam pelaksanaan MPMBS yang sifatnya masih “umum” dan
“luwes”. Sekolah dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian pentahapan tersebut
sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing, maka untuk pelaksanaan MPMBS
setidaknya diperlukan tahapan sebagai berikut;
1) Melakukan
Sosialisasi
Langkah
pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah mensosialiasikan konsep MPMBS
keseluruh unsur sekolah (guru, siswa, wakil kepala sekolah, konselor, karyawan
dan unsur-unsur terkait lainnya (orangtua murid, pengawas, pejabat Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota, pejabat Dinas Pendidikan Propinsi, dsb.) melalui
berbagai mekanisme, misalnya seminar, diskusi, rapat kerja, symposium, forum
ilmiah, dan media masa. Dalam melakukan sosialisasi MPMBS, yang penting
dilakukan adalah “membaca” dan “membentuk” budaya MPMBS disekolahnya.
2)
Mengidentifikasi Tantangan Nyata
Sekolah
Pada
tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa
identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah
selisih (ketidaksesuaian) antara output sekolah saat ini dan output sekolah
yang diharapkan dimasa mendatang. Besar kecilnya ketidaksesuaian antara output
sekolah saat ini (kenyataan) dengan output sekolah yang diharapkan (idealnya)
di masa yang akan datang memberitahukan besar kecilnya tantangan (loncatan).
Output sekolah yang dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu kualitas,
produktivitas, efektivitas, dan efisiensi.[26]
3)
Merumuskan Tujuan Situasional/Tujuan
Jangka Pendek (Sasaran) Sekolah
Tujuan situasional adalah tujuan
yang dirumuskan dengan memperhitungkan tantangan yang nyata dihadapi oleh
sekolah. Berdasarkan tantangan yang nyata, maka dirumuskanlah tujuan
situasional yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan
atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran
tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah, karena visi,
misi, dan tujuan sekolah merupakan pengertian dan dasar-dasar perhitungan
perumusan sasaran sekolah. Karena itu, setiap sekolah harus memiliki visi,
misi, dan tujuan sekolah, sebelum merumuskan sasaran yang akan dicapai. Tujuan
situasional sering juga disebut tujuan jangka pendek/sasaran.
4)
Melakukan Analisis SWOT
Langkah pertama yang harus dilakukan
dalam analisis SWOT adalah mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan
untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti tingkat
kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, meliputi: proses belajar
mengajar, perencanaan instruksional, manajemen personalia, pengelolaan uang,
pengembangan siswa, pengembangan iklim akademik sekolah, pengembangan hubungan
sekolah-masyarakat, dan pengembangan fasilitas.[27]
Setelah fungsi-fungsi yang perlu
dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka langkah kedua adalah
menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis
SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity, and Threat).
Analisis SWOT dilakukan dengan
maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi
sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dari
hasil analisis SWOT, kemudian langkah selanjutnya adalah memilih
langkah-langkah pemecahan persoalan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang
diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.
Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan
fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena
itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah
ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi.[28]
5)
Menyusun Rencana dan Program
Peningkatan Mutu
Berdasarkan langkah-langkah
pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya
membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan panjang, beserta
program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu
memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan
MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan
panjang.
6)
Melaksanakan Rencana Peningkatan
Mutu
Dalam melaksanakan rencana
peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah,
orangtua peserta didik, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah
proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah
dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia
semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalu yang dianggap
efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran. Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif
dalam menjalankan program-program yang diproyeksikan dapat mencapai
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu, sekolah harus dapat membebaskan
diri dari keterikatan-keterikatan birokratis yang biasanya banyak menghambat
penyelenggaraan pendidikan.
Untuk menghindari berbagai
penyimpangan, kepala sekolah perlu melakukan supervisi dan monitoring terhadap
kegiatan-kegiatan peningkatan mutu yang dilakukan di sekolah. Kepala sekolah
sebagai manajer dan pemimpin pendidikan di sekolahnya berhak dan perlu
memberikan arahan, bimbingan, dukungan, dan teguran kepada guru dan tenaga
lainnya jika ada kegiatan yang tidak sesuai dengan jalur-jalur yang telah
ditetapkan. Namun demikian, bimbingan dan arahan jangan sampai membuat guru dan
tenaga lainnya menjadi amat terkekang dalam melaksanakan kegiatan, sehingga
kegiatan tidak mencapai sasaran.
7) Melakukan
Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan
program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir
semester untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bilamana pada
satu semester dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung, maka sekolah
harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu pada semester
berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk
mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu telah mencapai
sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan sebelumnya.[29] Dengan
evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki
pada tahun-tahun berikutnya. Dalam melaksanakan evaluasi, kepala sekolah harus
mengikutsertakan setiap unsur yang terlibat dalam program.
8)
Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Sebagaimana dikemukakan terdahulu,
hasil evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi perbaikan kinerja program yang
akan datang. Namun yang tidak kalah pentingnya, hasil evaluasi merupakan
masukan bagi sekolah dan orangtua peserta didik untuk merumuskan sasaran mutu
baru untuk tahun yang akan datang. Jika dianggap berhasil, sasaran mutu dapat
ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Jika tidak, bisa
saja sasaran mutu tetap seperti sediakala, namun dilakukan perbaikan strategi
dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Namun tidak tertutup kemungkinan, bahwa
sasaran mutu diturunkan, karena dianggap terlalu berat atau tidak sepadan
dengan sumberdaya pendidikan yang ada (tenaga, sarana dan prasarana, dana) yang
tersedia.
Setelah sasaran baru ditetapkan,
kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan
masing-masing fungsi dalam sekolah, sehingga dapat diketahui kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman. Dengan informasi ini, maka langkah-langkah
pemecahan persoalan segera dipilih untuk mengatasi faktor-faktor yang
mengandung persoalan. Setelah ini, rencana peningkatan mutu baru dapat dibuat.
C. Kesimpulan
1.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada asekolah dan mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah (guru).
2. Konsep dasar
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah adanya otonomi dan
pengambilan keputusan partisipatif.
3. Implementasi
a. Penyusunan
data dan profil sekolah yang komprehensif, akurat, valid, dan sistematis.
b. Melakukan
evaluasi diri, menganalisis kelemahan dan kekuatan seluruh komponen sekolah.
c. Mengidentifikasi
kebutuhan sekolah, merumuskan visi misi dan tujuan dalam rangka peningkatan
kualitas pendidikan bagi siswa berdasarkan hasil evaluasi diri.
d. Menyusun
program kerja jangka panjang dan jangka pendek sesuai dengan visi misi dan
tujuan yang telah dirumuskan, yang diprioritaskan pada peningkatan mutu
pendidikan.
e. Mengimplementasikan
program kerja.
Daftar Pustaka
Amirudin Siahan
dkk. 2006. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Ciputat: Quantum
Teaching.
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. 2000. Panduan
Manajemen Sekolah. Jakarta: Direktoral Pendidikan Menengah Umum
E. Mulyasa. 2014.
Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Ara dan Machali,Imam. 2012. Pengelolaan Pendidikan:
Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah.(Yogyakarta:
Kaukaba
Husnaini Usman.
2006. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ibrahim
Bafadal. 2006. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Dari Sentralisasi
menuju Desentralisasi . Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jejen Musfah.
2015. Manajemen Pendidikan (Teori,Kkebijakan, dan Praktek). Jakarta: Prenadamedia
Group
Kurniadin, Didin dan Machali, Imam.2012. Manajemen PEndidikan
Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Pengelolaan Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta:
Kaukaba
Nana Syaodih
Sukmadinata, dkk. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah. Bandung:
Refika Aditama.
Oemar Hamalik.
1990. Evaluasi Kurikulum. Bandung:
Remaja Rosda Karya
Pusat pembinaan
dan pengembangan Bahasa, depdikbud. 1999.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rohiat.2009.Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktik. Bandung:
Refika Aditama.
Sri Minarti.
2011. Manajemen Sekolah, Mengelola Lembaga Pendidikan secara Mandiri. Jogjakarta:
AR-Ruzz Media.
Sugeng Listyo Prabowo. 2008. Manajemen Pengembangan Mutu
Sekolah/Madrasah. Malang: UIN-Malang Press.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta.
[1] Amirudin Siahan dkk, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah
(Ciputat: Quantum Teaching, 2006), hlm 3
[2] Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah
Menengah (Bandung: Refika Aditama, 2006) hal 1
[3] Jejen MUsfah, Manajemen Pendidikan (Teori,Kkebijakan, dan Praktek).
Prenadamedia Group: Jakarta. 2015. Hal 2.
[4] Pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa, depdikbud, kamus besar
bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999) cet. 10 hal. 677
[5] Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1990) cet ke 1, hal 33
[6] Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah. (Jakarta: Rineka
Cipta. 2004).hlm. 202.
[7] Husnaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2006) hal 572
[8] Husnaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2006) hal 573
[9] Kurniadin, Didin dan Machali, Imam. Manajemen PEndidikan Konsep,
Prinsip, dan Aplikasi dalam Pengelolaan Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta:
Kaukaba 2012) hal.117
[10] Husnaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Hal:14
[11] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2007). Hlm. 22
[12] Hidayat, Ara dan Machali,Imam. Pengelolaan Pendidikan: Konsep,
Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah.( Yogyakarta:
Kaukaba 2012) hal 52.
[13] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2007). Hlm. 24
[14] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2007). Hlm. 25
[15] Husnaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2006) hal 574
[16] Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Panduan Manajemen
Sekolah (jakarta: Direktoral Pendidikan Menengah Umum. 2000) hal. 15
[18] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2007). Hlm 6
[19] E.Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2014)hal 27-29
[20] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2014), hal:24
[21] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2014), hal: 6
[22] Sri Minarti, Manajemen Sekolah, Mengelola Lembaga Pendidikan
secara Mandiri,(Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2011) halm. 35
[23] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2014). Hlm 25
[24] Hidayat, Ara dan Machali,Imam. Pengelolaan Pendidikan: Konsep,
Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah.( Yogyakarta:
Kaukaba 2012) hal. 56
[25] Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar,
Dari Sentralisasi menuju Desentralisasi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006)
halm. 18
[26] Rohiat, Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktik (Bandung: Refika
Aditama. 2010 hal. 58
[27] Sugeng Listyo Prabowo, Manajemen Pengembangan Mutu
Sekolah/Madrasah,(Malang: UIN-Malang Press, 2008) hal. 49
[28] Rohiat, Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktik (Bandung: Refika
Aditama. 2010) hal. 108
[29] Rohiat, Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktik (Bandung: Refika
Aditama. 2010 ). Hal 65
No comments:
Post a Comment