MODEL MENEJEMEN MUTU:
TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
oleh :
Muhammad Yazid (16771033)
Mahasiswa Prodi
Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
A. Pendahuluan
Berbagai upaya untuk meningkat-kan kualitas pendidikan tinggi
telah, sedang, dan akan terus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan.
Strategi pengembangannya antara lain dilakukan dengan menerapkan para-digma
baru berupa peningkatan kua-litas berkelanjutan di masa menda-tang yang dikenal
dengan nama Total Quality Management (TQM). Prinsip-prinsip dasar
yang terkandung di da-lamnya telah diadopsi oleh perguruan tinggi. Pelaksanaan
program TQM da-pat menggunakan nama yang disepa-kati oleh pihak-pihak yang
berkepen-tingan. Beberapa organisasi memakai filosofi dengan nama sendiri. Apa
pun namanya dapat digunakan, misalnya, Total Quality Control, Total Quality
ser-vice, Continuos Improvement, strategic Quality Initiatives, Service Quality[1] ataupun Sistem
Manajemen Mutu[2] Melalui penamaan tersebut, diharapkan ber-pengaruh terhadap budaya
kualitas di dalam organisasi yang bersangkut-an.
TQM berkaitan dengan pencipta-an budaya kualitas yang bertujuan
agar karyawan dan staf dapat me-muaskan konsumen sekaligus didu-kung oleh
struktur organisasi mereka dalam melakukan hal yang dimaksud.[3] TQM di-anggap sebagai suatu pendekatan da-lam menjalankan usaha
yang menco-ba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan
terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.[4] Organisasi yang menggunakan TQM berupaya untuk mengadakan
perbaikan secara berke-lanjutan dalam rangka memenangkan persaingan dalam era
global menda-tang. Upaya yang dimaksudkan beru-pa langkah-langkah untuk
meningkat-kan perbaikan berkelanjutan, seperti (1) customer focus; (2)
improvement pro-cess; dan (3) total involvement.[5] Esensi TQM adalah suatu filosofi yang menunjuk pada perubahan
budaya dalam suatu organisasi, serta dapat menyentuh ha-ti dan pikiran orang
menuju mutu yang diidamkan Beberapa indikasi keberhasilan organisasi yang
mengimplementasi-kan TQM ditunjukkan melalui: (1) ko-mitmen yang tinggi dari
seluruh ja-jaran organisasi (pimpinan tertinggi sampai dengan karyawan
terendah); organisasi yang mantap; dan (3) motivasi dan disiplin yang tinggi.[6] Keberhasilan TQM juga sangat ditentukan oleh lima pilar
penyangganya, yaitu: (1) produk; (2) proses, (3) organisasi, (4) kepemim-pinan;
dan (5) komitmen.[7]
Memang tidak sepenuhnya TQM berhasil diimplementasikan pada
or-ganisasi karena berbagai faktor pe-nyebab.[8] menyatakan bahwa faktor yang me nyebabkan kegagalan dalam
mengim-plementasikan TQM, antara lain: (1) perubahan yang menyeluruh
(para-digma manajemen, komitmen, tujuan, dan pelatihan) tidak dipenuhi; (2)
usaha setengah hati dan harapan ti-dak realistis; dan (3) kesalahan dele-gasi
dan kepemimpinan, tim, proses penyebarluasan, pendekatan terbatas, dan
pemberdayaan yang prematur. Kendala lain yang dihadapi oleh or-ganisasi antara
lain penciptaan ling-kungan yang mendukung usaha per-baikan dan berorientasi pada
mutu masih kurang, pemahaman terhadap perencanaan strategis dan dialogis masih
kurang, pemberdayaan sumber daya manusia masih kurang, komit-men dan
partisipasi karyawan pro-gram perbaikan mutu masih kurang, dan sistem informasi
manajemen pen-dukung pelaksanaan program pe-ningkatan mutu kurang mendapat
perhatian.
1. Wawasan tentang Total Quality
Management (TQM)
a. Konsep Mutu
Mutu
mempunyai pengertian yang bervariasi. Seperti yang dinyatakan Nomi Pfeffer dan
Anna Coote bahwa mutu merupakan konsep yang licin. Mutu mengimplikasikan
hal-hal yang berbeda pada masing-masing orang. Tak dapat dipungkiri bahwa
setiap orang setuju terhadap upaya peningkatan mutu. Hanya saja masalah yang
muncul kemudian adalah kurangnya kesamaan makna tentang mutu tersebut. Maka
dari itu diperlukan sebuah pemahaman yang jelas terhadap variasi makna mutu
tersebut. Sebuah pemahaman tentang variasi mutu sangat diperlukan sebagai
langkah awal dalam Total Quality Management (TQM).
Beberapa
kebingungan terhadap pemaknaan mutu bisa muncul karena mutu dapat digunakan
sebagai suatu konsep yang bersama-sama secara absolut dan relatif. Mutu dalam
percakapan sehari-hari sebagian besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut.
Sebagai suatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik,
dan benar; merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Dalam
definisi yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari stanndar yang
sangat tinggi yang tidak dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah
sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal. Produk-produk
tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga para pemiliknya. Suatu
contoh mobil yang bermutu adalalah mobil hasil rancangan istimewa, mahal, dan
memiliki desain interior yang bgus. Dalam kasus ini, langka dan mahal adalah
dua nilai penting dalam definisi mutu. Mutu dalam pandangan ini digunakan untuk
menyampaikan keunggulan status dan kepemillikan terhadap barang yang memiliki
mutu. Sebenarnya mutu dalam pengertian yang sedemikian lebih tepat disebut
dengan high quality atau top quality (mutu tinggi).[9]
Gagasan-gagasan
absolut tentang mutu tinggi hanya sedikit bersinggungan dengan konsep TQM. Oleh
karena itu, ketika mutu diarahkan kepada hal yang sifatnya teknis, TQM tetap
merasakan aura kemewahan dan statusnya. Penggunaan bahasa yang subliminal
tersebut dapat bermanfaat bagi tujuan-tujuan public relations, dan dapat
membantu suatu institusi pendidikan mempromosikan ide-ide tentang mutu.
b. Konsep relatif tentang mutu
Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep yang relatif.
Pengertian ini digunakan dalam TQM. Definisi relatif tersebut memandang mutu
bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap
berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu merupakan sebuah cara yang
menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau tidak. Produk atau
layanan yang memiliki mutu dalam konnsep relatif ini tidak harus mahal dan
eksklusif. Mutu harus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan dan
mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Dengan kata lain, ia harus sesuai
dengan tujuannya. Definisi relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek.[10] Pertama, menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua, memenuhi
kebutuhan pelanggan. Cara pertama, penyesuaian diri terhadap spesifikasi sering
disimpulkan sebagai sesuai dengan tujuan dan manfaat. Kadangkala definisi ini
sering dinamai definisi produsen tentang mutu. Mutu bagi produsen bisa
diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang telah
ditetapkan dalam gaya yang konsisten sehingga sebuah produk dikatakan bermutu
selama produk tersebut secara konsisten sesuai dengan tuntutan pembuatnya.
Dalam definisi ini, kemewahan, eksklusifitas, dan harga tidak
termasuk dalam kategori ini. Selama sebuah produk sesuai dengan standar
pabriknya, maka produk tersebut adalah produk yang memiliki mutu. Pendapat
tentang mutu yang sedemikian seringkali disebut dengan mutu sesungguhnya (quality
in fact). Mutu sesungguhnya merupakan dasar sistem jaminan mutu yang
dianggap sesuai dengan British Standards Institution dalam
standar BS5750 atau standar internasional yang identik dengan ISO9000.
c. Konsep pelanggan tentang mutu
Organisasi-organisasi
yang menganut konsep TQM melihat mutu sebagai sesuatu yang didefinisikan oleh
pelanggan-pelanggnan mereka. Pelanggan adalah wasit terhadap mutu dan institusi
sendiri tidak akan mampu bertahan tanpa mereka. Institusi pelaku TQM harus menggunakan
semua cara untuk mengeksplorasi kebutuhan pelanggannya. Ewin L. Artzt, CEO Proctor
and Gamble Company mengatakan, pelanggan-pelanggan kami adalah mereka yang
menjual dan juga menggunakan produk kami. Dan tujuan mutu terpadu adalah
memahami kebutuhan mereka yang selalu berkembang serta menggunakan pengetahuan
tersebut untuk diterjemahkan ke dalam produk-produk dan pendekatan bisnis baru
yang inovatif.[11] Tom Peters dalam Thriving on Chaos, membicarakan tentang
peran penting pelanggan dalam menentukan mutu dengan menekankan bahwa sebuah
mutu yang dirasa (perceived quality) dari sebuah produk bisnis atau jasa
adalah faktor utama yang mempengaruhi kesuksesan produk atau jasa tersebut.
Peters berpendapat bahwa mutu yang didefinisikan oleh pelanggan jauh lebih
penting dibandingkan harga dalam menentukan permintaan barang dan jasa. Peters
juga menemukan realita bahwa pelanggan akan selalu membayar lebih untuk mutu
yang baik.
Meskipun
tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dalam
mendefinisikan mutu atau kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Dalam
hal ini ada beberapa elemen yang bisa membuat sesuatu dikatakan berkualitas.[12] Pertama, kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan. Kedua, kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan. Ketiga, kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. Keempat,
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Dalam
tataran tersebut pengertian mengenai mutu pendidikan mengandung makna yang
berlainan. Secara leksikal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah
ukuran baik buruk suatu benda, keadaan, taraf, atau derajat.[13] Sementara itu, jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan
pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad, bahwa mutu
pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan
efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga
menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar
yang berlaku.[14]
Menurut Oemar Hamalik, pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan
berdasarkan pertimbangan intrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria
intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia yang
terdidik, sesuai dengan standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik,
pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih.
Adapun dalam arti deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya
seperti hasil tes prestasi belajar.[15] 33Sudarwan Danim memiliki pandangan lain tentang pengertian mutu.
Menurutnya mutu pendidikan mengacu pada masukan, proses, keluaran, dan
dampaknya. Mutu masukan dapat dilhat dari beberapa sisi . Pertama, kondisi baik
atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru,
laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria
masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana prasarana,
dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa
perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, dan
struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan,
seperti visi, misi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita.[16] Berdasarkan deskripisi dari beberapa pakar di atas dapat
disimpulkan bahwa mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan
pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan
ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat dari
definisi ini maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu
kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring
dengan perubahan zaman yang melingkarinya. Oleh karena itu, pendidikan
senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan
semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Dalam TQM, tidak hanya pihak manajemen yang bertanggung jawab dalam
memenuhi keinginan pelanggan, tetapi juga peran secara aktif seluruh anggota
dalam organisasi untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa yang
dihasilkannya.
Sementara itu, kualitas jasa pendidikan dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau diterima
secara nyata oleh mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan. Jika
kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dikatakan bermutu.
Sebaliknya, jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat
dikatakan tidak bermutu. Namun, apabila kenyataan sama dengan harapan, maka kualitas
pelayanan dapat dikatakan memuaskan. Dengan demikan, kualitas pelayanan dapat
didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para
pelanggan atas layanan yang diterima mereka.
2.
Perkembangan Konsep Mutu dan Manajemen Mutu Terpadu
Dari dulu sampai sekarang ini, pandangan organisasi
terhadap mutu mengalami evolusi. Oleh karena meningkatnya persaingan, akan
semakin menyadarkan berbagai organisasi akan mutu. Arti mutu yang semula
bersifat netral, perlahan-lahan bergerak ke arah yang positif. Pada awalnya
mutu tidak diperhatikan, tetapi kini menjadi hal yang terutama dalam suatu
organisasi. Secara rinci, Rudi Suardi membagi konsep mutu menjadi lima tahap,
yakni:[17]
a.
Era Tanpa Mutu
Era ini dimulai sebelum abad 18, di mana produk yang
dibuat tidak diperhatikan mutunya. Kondisi ini dapat terjadi apabila organisasi
tidak mempunyai pesaing atau dalam keadaan monopoli.
b.
Inspection Era
Era ini berlangsung di Negara Barat sekitar abad 18.
Di dalam era ini, mutu hanya melekat pada produk akhir dan masalah mutu
berkaitan dengan produk yang rusak/ cacat. Produsen mulai mempunyai pesaing dan
produksi barangnya massal. Pemilahan terhadap produk akhir dilakukan dengan
cara inspeksi.
c. Statistical Quality
Control Era
Jika pada era inspeksi terjadi penyimpangan atribut
produk yang dihasilkan dari atribut standar, bagian inspeksi tidak dapat
mendeteksi apakah penyimpangan tersebut disebabkan karena kesalahan produksi
atau hanya karena kebetulan. Bagian inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode
statistik untuk mendeteksi penyimpangan pada atribut produk yang dihasilkan di
dalam proses produksi. Deteksi penyimpangan secara statistik mulai dilakukan
oleh bagian produksi.
d. Quality Assurance Era
Di dalam era ini, konsep mutu mengalami perluasan,
dari konsep yang sempit (hanya terbatas pada tahap produksi) kepada tahap
desain dan koordinasi dengan bagian jasa (seperti bengkel, energi, perencanaan
dan pengendalian produksi, serta pergudangan). Mulai diperkenalkan konsep biaya
mutu.
e. Strategic / Total Quality Management / Total Quality
Service
Di dalam era ini, keterlibatan manajemen puncak
sangat besar dan menentukan sehingga menjadikan kualitas untuk menempatkan
organisasi pada posisi yang kompetitif. Sistem ini disebut sistem manajemen
strategik dan integratif karena melibatkan pemimpin dan karyawan serta
menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses
organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan,
keinginan, dan harapan pelanggan.
3.
Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen Mutu Terpadu atau lebih dikenal dengan
istilah Total Quality Management (TQM) pertama kali diperkenalkan oleh
Dr. William Edwards Deming[18] pada akhir tahun 1950-an. Ide- idenya tidak diterima
oleh industri-industri AS tetapi pada akhirnya disahkan oleh Jepang dalam
pemulihan mereka dari Perang Dunia II. Sebagai hasil dari implementasi TQM,
konsep “made in Japan” telah berubah dari suatu masa penghinaan menjadi
suatu kata-kata pujian yang besar. Pada tahun 1980-an, industri-industri AS
mulai melihat nilai dari pendekatan TQM. Perusahaan-perusahaan seperti Motorola
dan Federal Express yang dulunya telah gagal, sekarang menjadi
perusahaan pemimpin dunia. Motorola sekarang ini melakukan suatu transaksi
penjualan bisnis dengan Jepang.
Di dalam tulisan ini, prinsip-prinsip TQM diuraikan
dengan penekanan pada pentingnya mengidentifikasi pelanggan dan menganalisis
prosesnya. “14 poin” Deming membentuk suatu kerangka implementasi TQM, yang
telah diterapkan pada lingkungan akademik berdasarkan pengalaman yang diperoleh
dari The Air Force Academy.
Deming telah secara luas dikenal sebagai “Bapak” dari
gerakan TQM. Dia juga dikenal dengan konsep “3 C” yang berfokus pada Customer
(pelanggan), Culture (budaya), dan Capacity (kapasitas) untuk
perbaikan berkesinambungan yang merupakan suatu bentuk lingkungan mutu
terpadu di mana banyak organisasi yang sukses telah menggunakannya untuk
meremajakan diri mereka sendiri. Di bawah ini ada beberapa klarifikasi mengenai
“3 C”, yaitu:
a.
The Customer
Mutu terpadu mempunyai dua macam pelanggan, yaitu:
1)
Pelanggan eksternal, yang “membeli” barang atau jasa yang
ditawarkan.
2)
Pelanggan internal, yang terlibat dalam proses menciptakan
barang atau jasa, menerima output dari pekerjaan lainnya dengan setiap orang
sukses yang menambahkan beberapa nilai.
b.
The Culture
Suatu strategi perubahan yang sukses melibatkan pengelolaan
mutu, juga melibatkan komitmen untuk menciptakan suatu jenis budaya organisasi
yang spesifik, berdasarkan pada kepercayaan dan pengambilan keputusan bersama.
c.
The Capacity
Para pemimpin di dalam oraganisasi-organisasi yang berorientasi
pada mutu melihat cara-cara yang tidak hanya berubah tetapi untuk mengelola dan
menanamkan proses perubahan itu. Dalam istilah Daming, mereka mencapai tujuan
yang konstan.
TQM
merupakan perpaduan dari fungsi-fungsi dan proses terkait ke dalam siklus hidup
produksi pada tahap-tahap yang berbeda-beda seperti desain, perencanaan,
produksi, distribusi, dan pelayanan. Ukuran keberhasilan TQM merupakan kepuasan
pelanggan dan cara mencapainya melalui desain sistem peningkatan terus-menerus.
TQM
juga merupakan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas dan daya lentur sebuah
organisasi secara keseluruhan dengan berpusat di sekitar mutu. TQM pada
prinsipnya adalah cara mengorganisasikan dan mengerahkan seluruh oraganisasi,
setiap bagian, aktivitas, dan individu pada setiap tingkat untuk mencapai
kualitas. TQM terkait dengan masalah strategis, pemasaran, dan aspek-aspek
manusia dari organisasi.
4.
Prinsip-prinsip TQM di Sekolah
Salah satu faktor yang paling berpengaruh di dalam kesuksesan atau
kegagalan dari usaha implementasi TQM adalah pengesahan secara universal,
terutama pada pimpinan sekolah. Jika pimpinan sekolah tidak berusaha membuat
konsep TQM diterima, itu tidak mungkin bahwa usaha implementasi TQM akan
menjadi sukses. Mengesahkan konsep TQM mewakili suatu perubahan mendasar di
dalam cara seseorang melakukan usaha.
Selain itu, dibutuhkan dukungan dari setiap orang dalam rantai
komando sekolah, mulai dari guru sampai kepala sekolah. Akan tetapi, penting
juga mendapatkan pengesahan dari siswa. TQM adalah filosofi manajemen
partisipatif dan siswa telah berpartisipasi di dalam seluruh usaha. Tanpa suatu
proses pendidikan, kita tidak akan mempunyai dukungan dari siswa.
Suatu komitmen waktu dibuat untuk melaksanakan TQM,
tahap pertama adalah mengidentifikasi “pelanggan” atau stakeholder.
Untuk melakukan ini, kita harus menjaga proses pendidikan sebagai suatu sistem,
di mana semua unsur dan interaksi di antara unsur-unsur sekolah harus diarahkan.
Perbaikan proses seharusnya dimulai dan diakhiri oleh pelanggan. Dengan
mengidentifikasi siswa dan karyawan dari sekolah kita sebagai pelanggan utama
kita, kita akan dapat memuaskan semua pelanggan lainnya di sekolah seperti
orang tua, masyarakat, komite sekolah, pemerintah, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, siswa biasanya diperlakukan lebih
sebagai produk daripada sebagai pelanggan. Ini adalah suatu kasus klasik dari
tidak tepatnya mendefinisikan sistem. Semua pihak yang relevan harus termasuk
di dalam sistem pendidikan. Jika semua pihak diidentifikasi, maka kepentingan
relatif dari masing-masing pihak dapat ditetapkan.
Jika siswa diidentifikasi sebagai salah satu dari
pelanggan kita, kita harus mencoba untuk memuaskan pelanggan, tetapi kita harus
yakin akan mengetahui apa yang sebenarnya diingin-kan pelanggan. Para pelanggan
harus membuat keputusan yang terinformasi dalam menentukan apa yang mereka
inginkan, memperhitungkan biaya-biaya, kinerja yang dibutuhkan, masalah hukum,
dan sebagainya.
Mt. Edgecumbe[19] mengimplemen-tasikan prinsip-prinsip TQM menurut
versi adaptasi “14 poin Deming” untuk kualitas di dalam organisasi. Poin- poin
di bawah ini direproduksi seluruhnya dan menggunakan jenis huruf tebal untuk
ide-ide kuncinya.
1)
Menciptakan dan memelihara ketepatan tujuan untuk
meningkatkan layanan
terhadap siswa dan sekolah. Tujuannya adalah untuk menciptakan siswa
berkua-litas terbaik yang mampu memperbaiki semua bentuk proses dan memasuki
posisi yang berarti di masyarakat.
2)
Menganut filosofi baru. Manajemen sekolah harus menyadari tantangan,
harus mempelajari tanggung jawab mereka, dan mengambil kepemimpinan untuk
berubah.
3)
Bekerja untuk menghapuskan angka dan
pengaruh-pengaruh berbahaya dari penilaian terhadap siswa. Berfokus pada proses pembelajaran, bukan
proses penilaian terhadap siswa.
4)
Menghentikan ketergantungan pada ujian untuk mencapai mutu. Menghapus kebutuhan untuk
inspeksi pada suatu dasar massal (ujian-ujian prestasi yang terstandarisasi)
dengan menyediakan pengalaman pembelajaran yang dapat menciptakan kinerja yang
berkualitas; pengalaman pembelajaran yang dapat memotivasi kreativitas serta
eksperimentasi.
5)
Bekerja dengan institusi-institusi pendidikan tempat
siswa berada.
Meminimalkan total biaya pendidikan dengan cara meningkatkan hubungan
dengan sumber-sumber siswa dan membantu meningkatkan mutu siswa yang menerima
sistem pendidikan.
6)
Terus-menerus dan selalu memperbaiki sistem untuk
meningkatkan layanan terhadap siswa dan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu dan
produkti-vitas dalam kehidupan pribadi dan masya-rakat.
7)
Terus-menerus melembagakan pelatihan dalam jabatan bagi siswa, guru, staf khusus dan
administrator; bagi semua orang yang berhubungan dengan organisasi kemanu-siaan
atau masyarakat.
8)
Melembagakan kepemimpinan. Tujuan dari supervisi atau kepemimpinan di
sekolah seharusnya adalah untuk membantu guru dan staf sekolah dalam
menggunakan teknologi dan materi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik
serta menentukan kecepatan untuk menggerak-kan kreativitasnya.
9)
Mengusir ketakutan, supaya setiap guru dan staf sekolah bekerja secara
efektif untuk suatu sistem sekolah. Ciptakan lingkungan sekolah yang memotivasi
warga sekolah untuk berbicara dengan bebas dan mengambil risiko.
10)
Mematahkan rintangan di antara bagian-bagian. Orang di bagian pengajaran, pendidikan
khusus, akuntansi, kantin, administrasi, pengembangan kurikulum dan penelitian harus
bekerja sebagai suatu tim. Kembangkan strategi-strategi untuk meningkatkan
kerjasama di antara kelompok dengan individu. Merencanakan waktu akan
memfasilitasi dinamika ini.
11)
Menghapus slogan, pernyataan, dan target bagi guru
dan siswa yang meminta kinerja yang sempurna dan tingkat produktivitas yang
baru. Suatu pernyataan dapat menciptakan hubungan
perselisihan. Penyebab rendahnya kualitas dan produktivitas termasuk sistemnya
ada di bawah kendali guru dan siswa.
12)
A) Menghapus standar-standar pekerjaan (quota) guru
dan siswa (misalnya, nilai ujian
naik 10%; angka putus sekolah turun 15%). Mengganti kepemimpinan, gerakan
terus-menerus untuk mutu, dan pembelajaran yang menyenangkan.
B) Menghilangkan rintangan-rintangan yang merampas
siswa, guru dan manajemen
kepala sekolah, pengawas sekolah dan staf pendukung di kantor sekolah) dari
hak-hak mereka untuk bangga dan menikmati kecakapan kerja. Ini
berarti penghapusan dari peringkat tahunan atau peringkat jasa dan dari management
by objective (MBO). Tanggung jawab dari semua pemimpin pendidikan harus
berubah dari paradigma kuantitas kepada paradigma kualitas.
13) Melembagakan suatu
program pendidikan dan perbaikan diri yang kuat bagi setiap orang. Kemampuan guru dan manajemen sekolah
ditingkatkan melalui pendidikan formal untuk mencapai jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Mereka juga didorong dan difasilitasi untuk meningkatkan kualitas
dirinya.
14) Menempatkan setiap
orang dalam masyarakat untuk bekerja melakukan transformasi. Transformasi merupakan pekerjaan dari setiap
stakeholders sekolah. Partisipasi aktif dari stakeholders sekolah
harus didorong dan dikembangkan secara terpadu untuk membudayakan mutu sekolah.
Ketika
TQM sukses diterapkan, maka itu menghasilkan suatu studi yang mendalam dari
setiap poin di atas dan penentuan yang jelas dari bagaimana setiap tahapnya
diterapkan ke dalam situasi sekolah yang ada. Implementasi TQM yang dilakukan
akan tergantung pada ukuran institusi pendidikan, apakah itu institusi swasta
atau pemerintah, dan kekuatan dari setiap orang yang terlibat, tetapi variabel
yang paling penting adalah kedewasaan siswa dan keterlibatan dari karyawan
sekolah. Prinsip-prinsip TQM dapat diterapkan di dalam proses pendidikan pada
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.
5.
Indikator-Indikator Mutu Sekolah
Daniel P. Mayer et al. (2000) berkata “mutu sekolah
mempengaruhi pengetahuan siswa melalui pelatihan dan talenta dari tenaga guru,
apakah berlangsung di dalam ruang kelas, serta seluruh budaya dan atmosfir
sekolah”. Pada ketiga bidang ini, ada 13 indikator mutu sekolah yang berkaitan
dengan pengetahuan siswa. Gambar 2 mengilustrasikan faktor-faktor mutu sekolah
yang mempengaruhi pengetahuan siswa baik secara langsung maupun tidak langsung.
Contohnya, karakteristik-karakteristik dari konteks sekolah seperti kepemimpinan
sekolah yang mempunyai dampak pada guru dan apakah mereka mampu untuk
melakukan-nya di dalam ruang kelas, dan ini pada akhirnya akan mempengaruhi
pengetahuan siswa. Berbagai atribut mengenai item guru dapat
mempengaruhi mutu ruang kelas dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi
pengetahu-an siswa. Ciri-ciri dari setiap item ini dapat secara langsung
mempengaruhi pengetahuan siswa.
A.
Konteks Sekolah
Konsep ini meliputi bagaimana pendekatan sekolah
terhadap kepemimpinan pendidi-kan dan sasaran-sasaran sekolah, pengem bangan
komunitas profesional, dan penciptaan suatu iklim yang meminimalisasi masalah
kedisiplinan serta memotivasi keunggulan akademik yang mempengaruhi mutu
sekolah dan pengetahuan siswa. Ada tiga alasan mengapa pengaruh dari karakteristik-karakteristik
item sekolah lebih sulit dipastikan daripada pengaruh dari guru dan
ruang kelas. Pertama, meskipun karakteristik -karakteristik itu
merupakan karakteristik pelengkap dari suatu sekolah,
karakteristik-karakteristik itu sulit didefini-sikan dan diukur. Kedua,
pengaruh karakteristik itu terhadap pengetahuan siswa mungkin digunakan secara
tidak langsung melalui guru dan ruang kelas, dapat menambah masalah ukuran. Ketiga,
informasi representasi sekolah yang handal tentang indikator-indikator mutu
masih minim.
B.
Guru
Mutu sekolah meningkat ketika guru memiliki
keterampilan akademik yang tinggi, memiliki beberapa tahun pengalam-an
mengajar, mengajar sesuai bidangnya sebagaimana mereka dilatih, dan terlibat
dalam program induksi yang bermutu tinggi serta pengembangan profesional.
Ketika guru yang tidak efektif itu mengajar, mereka tidak dilatih mengajar
sehingga mempenga-ruhi hasil belajar siswa yang rendah. Guru akan lebih efektif
mengajar ketika mereka terlibat dalam aktivitas pengembangan profesional yang
bermutu, tetapi tidak ada bukti statistik untuk mengevaluasi hubungan tersebut.
C.
Ruang Kelas
Untuk memahami keefektifan ruang kelas, maka
diperlukan pemahaman tentang isi kurikulum, pedagogi, materi pelajaran dan
peralatan sekolah yang digunakan. Siswa tampak beruntung ketika isi pelajaran
terfokus serta memiliki tingkat intelek-tualitas dan tantangan kognitif yang
tepat. Siswa yang lebih muda, terutama siswa yang tidak beruntung dan siswa
minoritas tampak belajar lebih baik di dalam kelas kecil.
The Scottish Executive Education Department (2000) membagi bidang -bidang utama dari
indikator-indikator mutu pendidikan ke dalam lima bidang, yaitu:
1)
Manajemen Strategik
(a). Visi, nilai dan tujuan, meliputi:
(1). Kejelasan serta pengaruh dari visi dan nilai
Visi dan nilai sekolah memberikan pesan yang jelas
tentang penting-nya perbaikan mutu sekolah. Visi dan nilai sekolah memuat
perha-tian pada lingkungan lokal, nasional, kebutuhan dan harapan stakeholders
sekolah.
(2) Kelayakan dan kejelasan dari tujuan
Tujuan sekolah meliputi perspektif luas dari tujuan
pendidikan dan berfokus pada perbaikan KBM, kontribusi pendidikan bagi otoritas
lokal dan masyarakat, serta kemitraan dengan stake-holders sekolah
(3) Hubungannya dengan manaje-men strategik organisasi
Ini terlihat dari adanya hubungan strategis antara
bagian pendidi-kan di sekolah dengan pengelola-an organisasi sekolah serta
adanya sistem yang efektif untuk menyampaikan strategi organisasi sekolah.
(b)
Efektivitas kepemimpinan dan manajemen, meliputi:
1)
Kualitas kepemimpinan
Kepala
sekolah menciptakan etos kerja yang positif, memperbaiki kinerja dan
kepemimpinan dirinya sendiri, serta memadukan kualitas dan kepemimpinan di
sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah.
2)
Hubungannya dengan orang dan pengembangan dari kerja tim Kepala
sekolah mendukung program pelatihan dan pengem-bangan staf sekolah untuk
peningkatan mutu sekolah, mendorong kerja tim, serta memantau persepsi staf
sekolah tentang motivasi dan kepuasan kerja.
(c) Pengembangan kebijakan, meliputi:
1)
Bidang, kelayakan, dan kejelasan dari kebijakan
Ini terlihat dari adanya
kebijakan sekolah yang diperbaharui secara sistematis serta adanya hubungan
yang jelas antara kebijakan sekolah dengan tindakan yang diharapkan oleh stakeholders
sekolah.
2)
Hubungannya dengan kebijakan organisasi
Ini
terlihat dari adanya kebijakan dari bagian pendidikan di sekolah yang berkaitan
dengan visi strategik dari Komite Sekolah serta adanya hubungan yang jelas
antara Komite Sekolah dengan otoritas lokal.
2). Konsultasi dan Komunikasi
a.
Mekanisme konsultasi, meliputi:
1) Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai
pendekatan untuk melibatkan pelanggan dalam membentuk kebijakan dan layanan.
Ini terlihat dari
adanya konsultasi pendidikan yang dikelola secara efektif, adanya umpan balik pada
hasil konsultasi pendidikan, serta adanya mekanisme konsultasi untuk memenuhi
kebutuhan sekolah.
2) Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai
pendekatan untuk melibatkan penyusunan formasi karyawan dan pengangkatan
karyawan dalam membentuk kebijakan dan layanan
Ini terlihat dari adanya etos kerja sekolah yang dapat
meningkatkan konsultasi pendidikan serta adanya keterlibatan staf sekolah di
dalam pengembangan kebijakan sekolah.
b.
Mekanisme komunikasi, meliputi:
1) Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai
pendekatan untuk mengkomunikasikan tujuan, kebijakan, provisi, dan kinerja bagi
pelanggan.
Ini terlihat dari
adanya mekanisme penyebaran informasi sekolah yang meliputi sistem publikasi
sekolah yang baik serta adanya laporan kinerja dari masyarakat terkait strategi
organisasi dan informasi sekolah.
2. Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai
pendekatan untuk mengkomunikasikan tujuan, kebijakan, dan kinerja bagi
penyusunan formasi karyawan dan pengangkatan karyawan Ini terlihat dari adanya
kepala sekolah yang mengkomunikasi-kan kinerja sekolah, adanya akses informasi
untuk membuat kebijakan sekolah, serta adanya pendekatan sistematis untuk
berkomunikasi di sekolah.
3) Manajemen Operasional
a. Perencanaan jasa,
meliputi:
1.
Pengorganisasian dan pengelola-an kinerja serta perencanaan
kerangka kerja
Ini
terlihat dari adanya perencanaan jasa yang terintegrasi ke
dalam pengelolaan dan penyusunan rencana sekolah serta adanya proses perencanaan
jasa yang memperhatikan perubahan lingkungan sekolah.
2.
Struktur dan isi dari Rencana Jasa Ini terlihat dari adanya
hubungan yang jelas antara Rencana Jasa Kependidikan (RJK) dengan tujuan
sekolah, adanya penyusunan RJK yang terstruktur dengan baik dan berfokus pada
pelanggan sekolah.
3.
Kelayakan dari tujuan-tujuan peningkatan dan ukuran-ukuran
kinerja yang berkaitan
Ini terlihat dari adanya tujuan peningkatan sekolah yang
berfo-kus pada kebutuhan sekolah serta adanya hasil dari RJK yang “SMART” (Specific,
Measurable, Action-linked, Realistic-linked and Time-linked).
4.
Kualitas dari perencanaan tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan
peningkatan dan ukuran-ukuran kinerja yang berkaitan Ini terlihat dari adanya
tindakan perbaikan mutu dan keterlibatan staf sekolah yang mencerminkan praktek
yang terbaik serta adanya ukuran-ukuran kinerja sekolah yang ditetapkan untuk
tujuan jasa pendidikan.
b.
Penyebarluasan dan efektifitas dari staf, meliputi:
1.
Penyebarluasan staf dan pembayarannya
Ini
terlihat dari adanya penyebarluasan staf sekolah yang merupakan prioritas RJK
serta adanya Kepala Sekolah yang menerjemahkan tugas staf sekolah yang
berhubungan dengan pembayaran staf sekolah.
2.
Efektifitas staf dalam mengelola pembayaran untuk mencapai
tujuan strategis dan prioritas yang direncanakan.
Ini
terlihat dari adanya staf sekolah yang berkontribusi penting bagi pengelolaan
jasa pendidikan, adanya staf sekolah yang bekerja dengan baik di dalam tim
serta mempunyai pengetahuan dan keahlian terbaru.
4)
Manajemen Sumber Daya dan Manajemen Keuangan
a. Manajemen sumber daya, meliputi:
(1) Pendekatan strategik untuk alokasi sumber daya.
Ini terlihat dari adanya pedoman alokasi sumber daya
secara umum dan khusus yang memperhatikan prioritas nasional dan lokal serta
adanya penilaian sumber daya sekolah untuk tiga tahun berikutnya.
(2) Pendekatan sistematis dari pengelolaan sumber daya
Ini terlihat dari adanya rencana pengelolaan aset
sekolah, adanya pengetahuan tentang dampak aset sekolah bagi masyarakat dan
staf sekolah, serta adanya rencana pemanfaatan teknologi di sekolah.
(3) Strategi untuk meningkatkan ekonomi, efisiensi dan
efektifitas dalam penggunaan sumber daya
Ini terlihat dari adanya ukuran-ukuran kualitas terkait
utilisasi sumber daya sekolah serta adanya kepala sekolah yang secara teratur
meninjau ulang kinerja dan proposal sekolah untuk pening-katan kinerja sekolah.
(4) Bukti-bukti peningkatan pengelo-laan sumber daya
Ini terlihat dari adanya pening-katan penggunaan
sumber daya sekolah, adanya peningkatan dalam pemeliharaan aset sekolah, serta
adanya peningkatan kinerja sekolah terkait studi banding dengan sekolah lain.
b. Manajemen keuangan, meliputi:
(1) Pengelolaan anggaran yang efektif Ini terlihat dari
adanya kepala sekolah yang melakukan perenca-naan, penganggaran, dan
peninja-uan ulang kinerja sekolah untuk mencapai Nilai Terbaik serta ada-nya
mekanisme konsultasi peng-anggaran sekolah.
(2) Bidang dan penyebarluasan dari prosedur keuangan
Ini
terlihat dari adanya prosedur keuangan sekolah yang jelas serta adanya kepala
sekolah yang meninjau ulang prosedur keuang-an sekolah dan membuat perbai-kan
di sekolah.
(3) Proses pengumpulan, analisis dan evaluasi informasi
keuangan Ini terlihat dari adanya kepala sekolah yang mempunyai proses yang
efektif untuk mengumpulkan informasi keuangan sekolah, menganalisis dan
mengevaluasi kinerja keuangan sekolah.
5) Pemantauan Kinerja dan
Peningkatan yang Berkesinambungan
a. Mengukur,memantau dan mengevaluasi kinerja, meliputi:
(1) Bidang dan
ketelitian dari proses mengumpulkan informasi untuk mengukur penyusunan formasi
karyawan dan kinerja dari otoritas yang berwenang.
Ini terlihat dari adanya strategi dan kebijakan untuk
memantau kinerja sekolah, adanya pengumpulan informasi sekolah secara
komprehensif, serta adanya evaluasi sekolah yang cermat sehingga nampak
suportif.
(2) Bidang dan ketelitian dari proses menganalisis dan
mengevaluasi penyusunan formasi karyawan dan kinerja dari otoritas yang
berwenang
Ini
terlihat dari adanya kepala sekolah yang melakukan analisis dan evaluasi data
sekolah, adanya standar kinerja dan target sekolah, serta adanya studi banding
kinerja sekolah terhadap pendidikan nasional.
b.
Peningkatan kinerja yang berkesinam-bungan, meliputi:
(1)
Bukti-bukti dari peningkatan standar kinerja pada bidang yang
ditargetkan untuk perbaikan Ini terlihat dari adanya bukti tentang peningkatan
kinerja sekolah serta adanya mekanisme yang efektif untuk menyebarkan praktek
kualitas terbaik di sekolah.
6. Kesimpulan
Dalam prakteknya, manajemen mutu terpadu (TQM) merupakan suatu
gerakan atas kerja manusia di dalam suatu organisasi yang selalu berupaya
mencapai yang terbaik secara sistematis, konsisten, dan terus-menerus.
Penerapan TQM merupakan kunci utama bagi setiap sekolah dalam
menghadapi persaingan yang begitu ketat. TQM dapat menjadi suatu alat yang
sangat bermanfaat dalam bidang pendidikan meskipun itu dikembangkan menurut
konsep manufaktur. Unsur-unsur kunci dari suatu implementasi TQM sekolah yang
sukses adalah:
a.
Memperoleh dukungan dari setiap warga sekolah dalam rantai
supervisi.
b.
Mutu harus ditentukan oleh para pelanggan di sekolah.
c.
Perhatian harus ditekankan kepada setiap proses dengan
terus-menerus menguman-dangkan peningkatan mutu sekolah.
d.
Prestasi di sekolah harus diperoleh melalui pemahaman visi,
bukan dengan pemaksaan peraturan di sekolah.
e.
Sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu, keterampilan,
sikap bijaksana, berkarakter, dan memiliki kematangan emosional.
f.
Menggunakan “14 Poin” Deming sebagai suatu panduan dan mengecek
poin-poinnya selama usaha implementasi TQM di sekolah.
Pendekatan
TQM mempunyai 4 pendekatan yang sifatnya berlaku umum, yaitu:
a.
Sekolah harus memformulasikan visi mengenai apa yang dimaksud
dengan mutu sekolah dan bagaimana bisa mencapai mutu di sekolah.
b.
Manajemen sekolah harus ikut terlibat secara aktif.
c.
Sekolah harus cermat dan hati-hati merencanakan dan
mengorganisasikan upaya perbaikan mutu dengan langkah awal yang benar-benar
efektif.
d.
Pengendalian harus dilakukan pada selu-ruh proses pendidikan.
Ada
dua tahap penting dalam implemen-tasi TQM di sekolah, yaitu:
1) Mengidentifikasi pelanggan di sekolah.
2)
Menganalisis proses implementasi TQM sekolah dengan “14 Poin
Deming”.
[1] Edward Sallis,
Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: Ircisod, 2007), 74
[2] Gandem, I. B. "Penerapan Sistem Jaminan Mutu ISO-9001 di
Perum Jasa Tirta." Makalah dalam Seminar dan Lokakarya tentang"
Implementasi Konsep TQM untukMemaksimalkan Daya Saing Organisasi pada Era
Globalisasi dan Perdagangan Bebas", 1999, 14
[3] Kruger, D. J.,
and K. Ramdass. "Assessment of the reasons for failure and critical
success factors implementing CI projects: Case study results from the South
African Apparel and Manufacturing industry." Industrial Engineering and
Engineering Management (IE&EM), 2010 IEEE 17(Th International Conference on.
IEEE, 2010), 9
[4] Tjiptono,
Fandy, and Anastasia Diana. "Prinsip dan Dinamika Pemasaran." (Yogyakarta:
JJ Learning, Edisi Pertama 2000), 4
[5] Hellsten,
Ulrika, and Bengt Klefsjö. "TQM as a management system consisting of
values, techniques and tools." The TQM magazine 12.4 (2000):
238-244.
[7] Abraham,
Ansley A., and Joseph D. Creech. "Reducing Remedial Education: What Progress
Are States Making? (Educational Benchmarks 2000 Series), 447
[9] Edward Sallis,
Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: Ircisod, 2007), 52
[11] Edward Sallis,
Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: Ircisod, 2007), 56
[14] Dzaujak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
Dasar (Jakarta: Depdikbud, 1996), 8
[16] Sudarwan
Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Uit Birokrasi ke Lembaga Akademik
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 53
[17] Suardi, Rudi. Sistem
manajemen mutu ISO 9000: 2000: Penerapannya untuk mencapai TQM. (Penerbit
PPM, 2003). 43
[19] Tribus, M.
"The application of quality principles in education at Mt. Edgecumbe High
School, Alaska." (Developing Quality Systems in Education 1994):
273-88.
No comments:
Post a Comment