Monday, June 4, 2018

MODEL MENEJEMEN MUTU: TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

MODEL MENEJEMEN MUTU:
TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
oleh :
Muhammad Yazid (16771033)

Mahasiswa Prodi Magister Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

A.    Pendahuluan
Berbagai upaya untuk meningkat-kan kualitas pendidikan tinggi telah, sedang, dan akan terus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Strategi pengembangannya antara lain dilakukan dengan menerapkan para-digma baru berupa peningkatan kua-litas berkelanjutan di masa menda-tang yang dikenal dengan nama Total Quality Management (TQM). Prinsip-prinsip dasar yang terkandung di da-lamnya telah diadopsi oleh perguruan tinggi. Pelaksanaan program TQM da-pat menggunakan nama yang disepa-kati oleh pihak-pihak yang berkepen-tingan. Beberapa organisasi memakai filosofi dengan nama sendiri. Apa pun namanya dapat digunakan, misalnya, Total Quality Control, Total Quality ser-vice, Continuos Improvement, strategic Quality Initiatives, Service Quality[1] ataupun Sistem Manajemen Mutu[2] Melalui penamaan tersebut, diharapkan ber-pengaruh terhadap budaya kualitas di dalam organisasi yang bersangkut-an.
TQM berkaitan dengan pencipta-an budaya kualitas yang bertujuan agar karyawan dan staf dapat me-muaskan konsumen sekaligus didu-kung oleh struktur organisasi mereka dalam melakukan hal yang dimaksud.[3] TQM di-anggap sebagai suatu pendekatan da-lam menjalankan usaha yang menco-ba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.[4] Organisasi yang menggunakan TQM berupaya untuk mengadakan perbaikan secara berke-lanjutan dalam rangka memenangkan persaingan dalam era global menda-tang. Upaya yang dimaksudkan beru-pa langkah-langkah untuk meningkat-kan perbaikan berkelanjutan, seperti (1) customer focus; (2) improvement pro-cess; dan (3) total involvement.[5] Esensi TQM adalah suatu filosofi yang menunjuk pada perubahan budaya dalam suatu organisasi, serta dapat menyentuh ha-ti dan pikiran orang menuju mutu yang diidamkan Beberapa indikasi keberhasilan organisasi yang mengimplementasi-kan TQM ditunjukkan melalui: (1) ko-mitmen yang tinggi dari seluruh ja-jaran organisasi (pimpinan tertinggi sampai dengan karyawan terendah); organisasi yang mantap; dan (3) motivasi dan disiplin yang tinggi.[6] Keberhasilan TQM juga sangat ditentukan oleh lima pilar penyangganya, yaitu: (1) produk; (2) proses, (3) organisasi, (4) kepemim-pinan; dan (5) komitmen.[7]
Memang tidak sepenuhnya TQM berhasil diimplementasikan pada or-ganisasi karena berbagai faktor pe-nyebab.[8] menyatakan bahwa faktor yang me nyebabkan kegagalan dalam mengim-plementasikan TQM, antara lain: (1) perubahan yang menyeluruh (para-digma manajemen, komitmen, tujuan, dan pelatihan) tidak dipenuhi; (2) usaha setengah hati dan harapan ti-dak realistis; dan (3) kesalahan dele-gasi dan kepemimpinan, tim, proses penyebarluasan, pendekatan terbatas, dan pemberdayaan yang prematur. Kendala lain yang dihadapi oleh or-ganisasi antara lain penciptaan ling-kungan yang mendukung usaha per-baikan dan berorientasi pada mutu masih kurang, pemahaman terhadap perencanaan strategis dan dialogis masih kurang, pemberdayaan sumber daya manusia masih kurang, komit-men dan partisipasi karyawan pro-gram perbaikan mutu masih kurang, dan sistem informasi manajemen pen-dukung pelaksanaan program pe-ningkatan mutu kurang mendapat perhatian.
1.    Wawasan tentang Total Quality Management (TQM)
a.      Konsep Mutu
Mutu mempunyai pengertian yang bervariasi. Seperti yang dinyatakan Nomi Pfeffer dan Anna Coote bahwa mutu merupakan konsep yang licin. Mutu mengimplikasikan hal-hal yang berbeda pada masing-masing orang. Tak dapat dipungkiri bahwa setiap orang setuju terhadap upaya peningkatan mutu. Hanya saja masalah yang muncul kemudian adalah kurangnya kesamaan makna tentang mutu tersebut. Maka dari itu diperlukan sebuah pemahaman yang jelas terhadap variasi makna mutu tersebut. Sebuah pemahaman tentang variasi mutu sangat diperlukan sebagai langkah awal dalam Total Quality Management (TQM).
Beberapa kebingungan terhadap pemaknaan mutu bisa muncul karena mutu dapat digunakan sebagai suatu konsep yang bersama-sama secara absolut dan relatif. Mutu dalam percakapan sehari-hari sebagian besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut. Sebagai suatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik, dan benar; merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Dalam definisi yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari stanndar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal. Produk-produk tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga para pemiliknya. Suatu contoh mobil yang bermutu adalalah mobil hasil rancangan istimewa, mahal, dan memiliki desain interior yang bgus. Dalam kasus ini, langka dan mahal adalah dua nilai penting dalam definisi mutu. Mutu dalam pandangan ini digunakan untuk menyampaikan keunggulan status dan kepemillikan terhadap barang yang memiliki mutu. Sebenarnya mutu dalam pengertian yang sedemikian lebih tepat disebut dengan high quality atau top quality (mutu tinggi).[9]
Gagasan-gagasan absolut tentang mutu tinggi hanya sedikit bersinggungan dengan konsep TQM. Oleh karena itu, ketika mutu diarahkan kepada hal yang sifatnya teknis, TQM tetap merasakan aura kemewahan dan statusnya. Penggunaan bahasa yang subliminal tersebut dapat bermanfaat bagi tujuan-tujuan public relations, dan dapat membantu suatu institusi pendidikan mempromosikan ide-ide tentang mutu.
b.  Konsep relatif tentang mutu
Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu konsep yang relatif. Pengertian ini digunakan dalam TQM. Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau tidak. Produk atau layanan yang memiliki mutu dalam konnsep relatif ini tidak harus mahal dan eksklusif. Mutu harus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Dengan kata lain, ia harus sesuai dengan tujuannya. Definisi relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek.[10] Pertama, menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua, memenuhi kebutuhan pelanggan. Cara pertama, penyesuaian diri terhadap spesifikasi sering disimpulkan sebagai sesuai dengan tujuan dan manfaat. Kadangkala definisi ini sering dinamai definisi produsen tentang mutu. Mutu bagi produsen bisa diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang telah ditetapkan dalam gaya yang konsisten sehingga sebuah produk dikatakan bermutu selama produk tersebut secara konsisten sesuai dengan tuntutan pembuatnya.
Dalam definisi ini, kemewahan, eksklusifitas, dan harga tidak termasuk dalam kategori ini. Selama sebuah produk sesuai dengan standar pabriknya, maka produk tersebut adalah produk yang memiliki mutu. Pendapat tentang mutu yang sedemikian seringkali disebut dengan mutu sesungguhnya (quality in fact). Mutu sesungguhnya merupakan dasar sistem jaminan mutu yang dianggap sesuai dengan British Standards Institution dalam standar BS5750 atau standar internasional yang identik dengan ISO9000.
c.   Konsep pelanggan tentang mutu
Organisasi-organisasi yang menganut konsep TQM melihat mutu sebagai sesuatu yang didefinisikan oleh pelanggan-pelanggnan mereka. Pelanggan adalah wasit terhadap mutu dan institusi sendiri tidak akan mampu bertahan tanpa mereka. Institusi pelaku TQM harus menggunakan semua cara untuk mengeksplorasi kebutuhan pelanggannya. Ewin L. Artzt, CEO Proctor and Gamble Company mengatakan, pelanggan-pelanggan kami adalah mereka yang menjual dan juga menggunakan produk kami. Dan tujuan mutu terpadu adalah memahami kebutuhan mereka yang selalu berkembang serta menggunakan pengetahuan tersebut untuk diterjemahkan ke dalam produk-produk dan pendekatan bisnis baru yang inovatif.[11] Tom Peters dalam Thriving on Chaos, membicarakan tentang peran penting pelanggan dalam menentukan mutu dengan menekankan bahwa sebuah mutu yang dirasa (perceived quality) dari sebuah produk bisnis atau jasa adalah faktor utama yang mempengaruhi kesuksesan produk atau jasa tersebut. Peters berpendapat bahwa mutu yang didefinisikan oleh pelanggan jauh lebih penting dibandingkan harga dalam menentukan permintaan barang dan jasa. Peters juga menemukan realita bahwa pelanggan akan selalu membayar lebih untuk mutu yang baik.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dalam mendefinisikan mutu atau kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Dalam hal ini ada beberapa elemen yang bisa membuat sesuatu dikatakan berkualitas.[12] Pertama, kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kedua, kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Ketiga, kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. Keempat, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Dalam tataran tersebut pengertian mengenai mutu pendidikan mengandung makna yang berlainan. Secara leksikal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, keadaan, taraf, atau derajat.[13] Sementara itu, jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad, bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku.[14]
Menurut Oemar Hamalik, pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan intrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik, sesuai dengan standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih. Adapun dalam arti deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya seperti hasil tes prestasi belajar.[15] 33Sudarwan Danim memiliki pandangan lain tentang pengertian mutu. Menurutnya mutu pendidikan mengacu pada masukan, proses, keluaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilhat dari beberapa sisi . Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana prasarana, dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, misi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita.[16] Berdasarkan deskripisi dari beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat dari definisi ini maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring dengan perubahan zaman yang melingkarinya. Oleh karena itu, pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Dalam TQM, tidak hanya pihak manajemen yang bertanggung jawab dalam memenuhi keinginan pelanggan, tetapi juga peran secara aktif seluruh anggota dalam organisasi untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa yang dihasilkannya.
Sementara itu, kualitas jasa pendidikan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau diterima secara nyata oleh mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dikatakan bermutu. Sebaliknya, jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu. Namun, apabila kenyataan sama dengan harapan, maka kualitas pelayanan dapat dikatakan memuaskan. Dengan demikan, kualitas pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang diterima mereka.

2.        Perkembangan Konsep Mutu dan Manajemen Mutu Terpadu
Dari dulu sampai sekarang ini, pandangan organisasi terhadap mutu mengalami evolusi. Oleh karena meningkatnya persaingan, akan semakin menyadarkan berbagai organisasi akan mutu. Arti mutu yang semula bersifat netral, perlahan-lahan bergerak ke arah yang positif. Pada awalnya mutu tidak diperhatikan, tetapi kini menjadi hal yang terutama dalam suatu organisasi. Secara rinci, Rudi Suardi membagi konsep mutu menjadi lima tahap, yakni:[17]
a.         Era Tanpa Mutu
Era ini dimulai sebelum abad 18, di mana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya. Kondisi ini dapat terjadi apabila organisasi tidak mempunyai pesaing atau dalam keadaan monopoli.
b.      Inspection Era
Era ini berlangsung di Negara Barat sekitar abad 18. Di dalam era ini, mutu hanya melekat pada produk akhir dan masalah mutu berkaitan dengan produk yang rusak/ cacat. Produsen mulai mempunyai pesaing dan produksi barangnya massal. Pemilahan terhadap produk akhir dilakukan dengan cara inspeksi.


c.       Statistical Quality Control Era
Jika pada era inspeksi terjadi penyimpangan atribut produk yang dihasilkan dari atribut standar, bagian inspeksi tidak dapat mendeteksi apakah penyimpangan tersebut disebabkan karena kesalahan produksi atau hanya karena kebetulan. Bagian inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan pada atribut produk yang dihasilkan di dalam proses produksi. Deteksi penyimpangan secara statistik mulai dilakukan oleh bagian produksi.
d.      Quality Assurance Era
Di dalam era ini, konsep mutu mengalami perluasan, dari konsep yang sempit (hanya terbatas pada tahap produksi) kepada tahap desain dan koordinasi dengan bagian jasa (seperti bengkel, energi, perencanaan dan pengendalian produksi, serta pergudangan). Mulai diperkenalkan konsep biaya mutu.
e.       Strategic / Total Quality Management / Total Quality Service
Di dalam era ini, keterlibatan manajemen puncak sangat besar dan menentukan sehingga menjadikan kualitas untuk menempatkan organisasi pada posisi yang kompetitif. Sistem ini disebut sistem manajemen strategik dan integratif karena melibatkan pemimpin dan karyawan serta menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan.

3.    Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen Mutu Terpadu atau lebih dikenal dengan istilah Total Quality Management (TQM) pertama kali diperkenalkan oleh Dr. William Edwards Deming[18] pada akhir tahun 1950-an. Ide- idenya tidak diterima oleh industri-industri AS tetapi pada akhirnya disahkan oleh Jepang dalam pemulihan mereka dari Perang Dunia II. Sebagai hasil dari implementasi TQM, konsep “made in Japan” telah berubah dari suatu masa penghinaan menjadi suatu kata-kata pujian yang besar. Pada tahun 1980-an, industri-industri AS mulai melihat nilai dari pendekatan TQM. Perusahaan-perusahaan seperti Motorola dan Federal Express yang dulunya telah gagal, sekarang menjadi perusahaan pemimpin dunia. Motorola sekarang ini melakukan suatu transaksi penjualan bisnis dengan Jepang.
Di dalam tulisan ini, prinsip-prinsip TQM diuraikan dengan penekanan pada pentingnya mengidentifikasi pelanggan dan menganalisis prosesnya. “14 poin” Deming membentuk suatu kerangka implementasi TQM, yang telah diterapkan pada lingkungan akademik berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari The Air Force Academy.
Deming telah secara luas dikenal sebagai “Bapak” dari gerakan TQM. Dia juga dikenal dengan konsep “3 C” yang berfokus pada Customer (pelanggan), Culture (budaya), dan Capacity (kapasitas) untuk perbaikan berkesinambungan yang merupakan suatu bentuk lingkungan mutu terpadu di mana banyak organisasi yang sukses telah menggunakannya untuk meremajakan diri mereka sendiri. Di bawah ini ada beberapa klarifikasi mengenai “3 C”, yaitu:
a.         The Customer
Mutu terpadu mempunyai dua macam pelanggan, yaitu:
1)                  Pelanggan eksternal, yang “membeli” barang atau jasa yang ditawarkan.
2)                  Pelanggan internal, yang terlibat dalam proses menciptakan barang atau jasa, menerima output dari pekerjaan lainnya dengan setiap orang sukses yang menambahkan beberapa nilai.
b.            The Culture
Suatu strategi perubahan yang sukses melibatkan pengelolaan mutu, juga melibatkan komitmen untuk menciptakan suatu jenis budaya organisasi yang spesifik, berdasarkan pada kepercayaan dan pengambilan keputusan bersama.
c.              The Capacity
Para pemimpin di dalam oraganisasi-organisasi yang berorientasi pada mutu melihat cara-cara yang tidak hanya berubah tetapi untuk mengelola dan menanamkan proses perubahan itu. Dalam istilah Daming, mereka mencapai tujuan yang konstan.
      TQM merupakan perpaduan dari fungsi-fungsi dan proses terkait ke dalam siklus hidup produksi pada tahap-tahap yang berbeda-beda seperti desain, perencanaan, produksi, distribusi, dan pelayanan. Ukuran keberhasilan TQM merupakan kepuasan pelanggan dan cara mencapainya melalui desain sistem peningkatan terus-menerus.
      TQM juga merupakan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas dan daya lentur sebuah organisasi secara keseluruhan dengan berpusat di sekitar mutu. TQM pada prinsipnya adalah cara mengorganisasikan dan mengerahkan seluruh oraganisasi, setiap bagian, aktivitas, dan individu pada setiap tingkat untuk mencapai kualitas. TQM terkait dengan masalah strategis, pemasaran, dan aspek-aspek manusia dari organisasi.
4.    Prinsip-prinsip TQM di Sekolah
Salah satu faktor yang paling berpengaruh di dalam kesuksesan atau kegagalan dari usaha implementasi TQM adalah pengesahan secara universal, terutama pada pimpinan sekolah. Jika pimpinan sekolah tidak berusaha membuat konsep TQM diterima, itu tidak mungkin bahwa usaha implementasi TQM akan menjadi sukses. Mengesahkan konsep TQM mewakili suatu perubahan mendasar di dalam cara seseorang melakukan usaha.
Selain itu, dibutuhkan dukungan dari setiap orang dalam rantai komando sekolah, mulai dari guru sampai kepala sekolah. Akan tetapi, penting juga mendapatkan pengesahan dari siswa. TQM adalah filosofi manajemen partisipatif dan siswa telah berpartisipasi di dalam seluruh usaha. Tanpa suatu proses pendidikan, kita tidak akan mempunyai dukungan dari siswa.
Suatu komitmen waktu dibuat untuk melaksanakan TQM, tahap pertama adalah mengidentifikasi “pelanggan” atau stakeholder. Untuk melakukan ini, kita harus menjaga proses pendidikan sebagai suatu sistem, di mana semua unsur dan interaksi di antara unsur-unsur sekolah harus diarahkan. Perbaikan proses seharusnya dimulai dan diakhiri oleh pelanggan. Dengan mengidentifikasi siswa dan karyawan dari sekolah kita sebagai pelanggan utama kita, kita akan dapat memuaskan semua pelanggan lainnya di sekolah seperti orang tua, masyarakat, komite sekolah, pemerintah, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, siswa biasanya diperlakukan lebih sebagai produk daripada sebagai pelanggan. Ini adalah suatu kasus klasik dari tidak tepatnya mendefinisikan sistem. Semua pihak yang relevan harus termasuk di dalam sistem pendidikan. Jika semua pihak diidentifikasi, maka kepentingan relatif dari masing-masing pihak dapat ditetapkan.
Jika siswa diidentifikasi sebagai salah satu dari pelanggan kita, kita harus mencoba untuk memuaskan pelanggan, tetapi kita harus yakin akan mengetahui apa yang sebenarnya diingin-kan pelanggan. Para pelanggan harus membuat keputusan yang terinformasi dalam menentukan apa yang mereka inginkan, memperhitungkan biaya-biaya, kinerja yang dibutuhkan, masalah hukum, dan sebagainya.

Mt. Edgecumbe[19] mengimplemen-tasikan prinsip-prinsip TQM menurut versi adaptasi “14 poin Deming” untuk kualitas di dalam organisasi. Poin- poin di bawah ini direproduksi seluruhnya dan menggunakan jenis huruf tebal untuk ide-ide kuncinya.
1)       Menciptakan dan memelihara ketepatan tujuan untuk meningkatkan layanan terhadap siswa dan sekolah. Tujuannya adalah untuk menciptakan siswa berkua-litas terbaik yang mampu memperbaiki semua bentuk proses dan memasuki posisi yang berarti di masyarakat.
2)       Menganut filosofi baru. Manajemen sekolah harus menyadari tantangan, harus mempelajari tanggung jawab mereka, dan mengambil kepemimpinan untuk berubah.
3)       Bekerja untuk menghapuskan angka dan pengaruh-pengaruh berbahaya dari penilaian terhadap siswa. Berfokus pada proses pembelajaran, bukan proses penilaian terhadap siswa.
4)       Menghentikan ketergantungan pada ujian untuk mencapai mutu. Menghapus kebutuhan untuk inspeksi pada suatu dasar massal (ujian-ujian prestasi yang terstandarisasi) dengan menyediakan pengalaman pembelajaran yang dapat menciptakan kinerja yang berkualitas; pengalaman pembelajaran yang dapat memotivasi kreativitas serta eksperimentasi.
5)       Bekerja dengan institusi-institusi pendidikan tempat siswa berada. Meminimalkan total biaya pendidikan dengan cara meningkatkan hubungan dengan sumber-sumber siswa dan membantu meningkatkan mutu siswa yang menerima sistem pendidikan.
6)       Terus-menerus dan selalu memperbaiki sistem untuk meningkatkan layanan terhadap siswa dan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu dan produkti-vitas dalam kehidupan pribadi dan masya-rakat.
7)       Terus-menerus melembagakan pelatihan dalam jabatan bagi siswa, guru, staf khusus dan administrator; bagi semua orang yang berhubungan dengan organisasi kemanu-siaan atau masyarakat.
8)       Melembagakan kepemimpinan. Tujuan dari supervisi atau kepemimpinan di sekolah seharusnya adalah untuk membantu guru dan staf sekolah dalam menggunakan teknologi dan materi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik serta menentukan kecepatan untuk menggerak-kan kreativitasnya.
9)       Mengusir ketakutan, supaya setiap guru dan staf sekolah bekerja secara efektif untuk suatu sistem sekolah. Ciptakan lingkungan sekolah yang memotivasi warga sekolah untuk berbicara dengan bebas dan mengambil risiko.
10)   Mematahkan rintangan di antara bagian-bagian. Orang di bagian pengajaran, pendidikan khusus, akuntansi, kantin, administrasi, pengembangan kurikulum dan penelitian harus bekerja sebagai suatu tim. Kembangkan strategi-strategi untuk meningkatkan kerjasama di antara kelompok dengan individu. Merencanakan waktu akan memfasilitasi dinamika ini.
11)   Menghapus slogan, pernyataan, dan target bagi guru dan siswa yang meminta kinerja yang sempurna dan tingkat produktivitas yang baru. Suatu pernyataan dapat menciptakan hubungan perselisihan. Penyebab rendahnya kualitas dan produktivitas termasuk sistemnya ada di bawah kendali guru dan siswa.
12)   A) Menghapus standar-standar pekerjaan (quota) guru dan siswa (misalnya, nilai ujian naik 10%; angka putus sekolah turun 15%). Mengganti kepemimpinan, gerakan terus-menerus untuk mutu, dan pembelajaran yang menyenangkan.
B) Menghilangkan rintangan-rintangan yang merampas siswa, guru dan manajemen kepala sekolah, pengawas sekolah dan staf pendukung di kantor sekolah) dari hak-hak mereka untuk bangga dan menikmati kecakapan kerja. Ini berarti penghapusan dari peringkat tahunan atau peringkat jasa dan dari management by objective (MBO). Tanggung jawab dari semua pemimpin pendidikan harus berubah dari paradigma kuantitas kepada paradigma kualitas.
13)   Melembagakan suatu program pendidikan dan perbaikan diri yang kuat bagi setiap orang. Kemampuan guru dan manajemen sekolah ditingkatkan melalui pendidikan formal untuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Mereka juga didorong dan difasilitasi untuk meningkatkan kualitas dirinya.
14)   Menempatkan setiap orang dalam masyarakat untuk bekerja melakukan transformasi. Transformasi merupakan pekerjaan dari setiap stakeholders sekolah. Partisipasi aktif dari stakeholders sekolah harus didorong dan dikembangkan secara terpadu untuk membudayakan mutu sekolah.

            Ketika TQM sukses diterapkan, maka itu menghasilkan suatu studi yang mendalam dari setiap poin di atas dan penentuan yang jelas dari bagaimana setiap tahapnya diterapkan ke dalam situasi sekolah yang ada. Implementasi TQM yang dilakukan akan tergantung pada ukuran institusi pendidikan, apakah itu institusi swasta atau pemerintah, dan kekuatan dari setiap orang yang terlibat, tetapi variabel yang paling penting adalah kedewasaan siswa dan keterlibatan dari karyawan sekolah. Prinsip-prinsip TQM dapat diterapkan di dalam proses pendidikan pada sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.
5.        Indikator-Indikator Mutu Sekolah
Daniel P. Mayer et al. (2000) berkata “mutu sekolah mempengaruhi pengetahuan siswa melalui pelatihan dan talenta dari tenaga guru, apakah berlangsung di dalam ruang kelas, serta seluruh budaya dan atmosfir sekolah”. Pada ketiga bidang ini, ada 13 indikator mutu sekolah yang berkaitan dengan pengetahuan siswa. Gambar 2 mengilustrasikan faktor-faktor mutu sekolah yang mempengaruhi pengetahuan siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya, karakteristik-karakteristik dari konteks sekolah seperti kepemimpinan sekolah yang mempunyai dampak pada guru dan apakah mereka mampu untuk melakukan-nya di dalam ruang kelas, dan ini pada akhirnya akan mempengaruhi pengetahuan siswa. Berbagai atribut mengenai item guru dapat mempengaruhi mutu ruang kelas dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi pengetahu-an siswa. Ciri-ciri dari setiap item ini dapat secara langsung mempengaruhi pengetahuan siswa.
A.        Konteks Sekolah
Konsep ini meliputi bagaimana pendekatan sekolah terhadap kepemimpinan pendidi-kan dan sasaran-sasaran sekolah, pengem bangan komunitas profesional, dan penciptaan suatu iklim yang meminimalisasi masalah kedisiplinan serta memotivasi keunggulan akademik yang mempengaruhi mutu sekolah dan pengetahuan siswa. Ada tiga alasan mengapa pengaruh dari karakteristik-karakteristik item sekolah lebih sulit dipastikan daripada pengaruh dari guru dan ruang kelas. Pertama, meskipun karakteristik -karakteristik itu merupakan karakteristik pelengkap dari suatu sekolah, karakteristik-karakteristik itu sulit didefini-sikan dan diukur. Kedua, pengaruh karakteristik itu terhadap pengetahuan siswa mungkin digunakan secara tidak langsung melalui guru dan ruang kelas, dapat menambah masalah ukuran. Ketiga, informasi representasi sekolah yang handal tentang indikator-indikator mutu masih minim.
B.        Guru
Mutu sekolah meningkat ketika guru memiliki keterampilan akademik yang tinggi, memiliki beberapa tahun pengalam-an mengajar, mengajar sesuai bidangnya sebagaimana mereka dilatih, dan terlibat dalam program induksi yang bermutu tinggi serta pengembangan profesional. Ketika guru yang tidak efektif itu mengajar, mereka tidak dilatih mengajar sehingga mempenga-ruhi hasil belajar siswa yang rendah. Guru akan lebih efektif mengajar ketika mereka terlibat dalam aktivitas pengembangan profesional yang bermutu, tetapi tidak ada bukti statistik untuk mengevaluasi hubungan tersebut.
C.        Ruang Kelas
Untuk memahami keefektifan ruang kelas, maka diperlukan pemahaman tentang isi kurikulum, pedagogi, materi pelajaran dan peralatan sekolah yang digunakan. Siswa tampak beruntung ketika isi pelajaran terfokus serta memiliki tingkat intelek-tualitas dan tantangan kognitif yang tepat. Siswa yang lebih muda, terutama siswa yang tidak beruntung dan siswa minoritas tampak belajar lebih baik di dalam kelas kecil.
The Scottish Executive Education Department (2000) membagi bidang -bidang utama dari indikator-indikator mutu pendidikan ke dalam lima bidang, yaitu:
1)   Manajemen Strategik
(a). Visi, nilai dan tujuan, meliputi:
           (1). Kejelasan serta pengaruh dari visi dan nilai
Visi dan nilai sekolah memberikan pesan yang jelas tentang penting-nya perbaikan mutu sekolah. Visi dan nilai sekolah memuat perha-tian pada lingkungan lokal, nasional, kebutuhan dan harapan stakeholders sekolah.
(2) Kelayakan dan kejelasan dari tujuan
Tujuan sekolah meliputi perspektif luas dari tujuan pendidikan dan berfokus pada perbaikan KBM, kontribusi pendidikan bagi otoritas lokal dan masyarakat, serta kemitraan dengan stake-holders sekolah
           (3) Hubungannya dengan manaje-men strategik organisasi
Ini terlihat dari adanya hubungan strategis antara bagian pendidi-kan di sekolah dengan pengelola-an organisasi sekolah serta adanya sistem yang efektif untuk menyampaikan strategi organisasi sekolah.

(b)          Efektivitas kepemimpinan dan manajemen, meliputi:
1)       Kualitas kepemimpinan
      Kepala sekolah menciptakan etos kerja yang positif, memperbaiki kinerja dan kepemimpinan dirinya sendiri, serta memadukan kualitas dan kepemimpinan di sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah.
2)      Hubungannya dengan orang dan pengembangan dari kerja tim Kepala sekolah mendukung program pelatihan dan pengem-bangan staf sekolah untuk peningkatan mutu sekolah, mendorong kerja tim, serta memantau persepsi staf sekolah tentang motivasi dan kepuasan kerja.
(c)      Pengembangan kebijakan, meliputi:
1)          Bidang, kelayakan, dan kejelasan dari kebijakan
 Ini terlihat dari adanya kebijakan sekolah yang diperbaharui secara sistematis serta adanya hubungan yang jelas antara kebijakan sekolah dengan tindakan yang diharapkan oleh stakeholders sekolah.
2)          Hubungannya dengan kebijakan organisasi
Ini terlihat dari adanya kebijakan dari bagian pendidikan di sekolah yang berkaitan dengan visi strategik dari Komite Sekolah serta adanya hubungan yang jelas antara Komite Sekolah dengan otoritas lokal.

2). Konsultasi dan Komunikasi
a.         Mekanisme konsultasi, meliputi:
1)      Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai pendekatan untuk melibatkan pelanggan dalam membentuk kebijakan dan layanan.
      Ini terlihat dari adanya konsultasi pendidikan yang dikelola secara efektif, adanya umpan balik pada hasil konsultasi pendidikan, serta adanya mekanisme konsultasi untuk memenuhi kebutuhan sekolah.
2)      Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai pendekatan untuk melibatkan penyusunan formasi karyawan dan pengangkatan karyawan dalam membentuk kebijakan dan layanan
Ini terlihat dari adanya etos kerja sekolah yang dapat meningkatkan konsultasi pendidikan serta adanya keterlibatan staf sekolah di dalam pengembangan kebijakan sekolah.

b.        Mekanisme komunikasi, meliputi:
1)   Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai pendekatan untuk mengkomunikasikan tujuan, kebijakan, provisi, dan kinerja bagi pelanggan.
      Ini terlihat dari adanya mekanisme penyebaran informasi sekolah yang meliputi sistem publikasi sekolah yang baik serta adanya laporan kinerja dari masyarakat terkait strategi organisasi dan informasi sekolah.
2.    Bidang, kelayakan, dan efektifitas dari berbagai pendekatan untuk mengkomunikasikan tujuan, kebijakan, dan kinerja bagi penyusunan formasi karyawan dan pengangkatan karyawan Ini terlihat dari adanya kepala sekolah yang mengkomunikasi-kan kinerja sekolah, adanya akses informasi untuk membuat kebijakan sekolah, serta adanya pendekatan sistematis untuk berkomunikasi di sekolah.

3)     Manajemen Operasional
a.  Perencanaan jasa, meliputi:
1.          Pengorganisasian dan pengelola-an kinerja serta perencanaan kerangka kerja
Ini   terlihat   dari   adanya perencanaan jasa yang terintegrasi ke dalam pengelolaan dan penyusunan rencana sekolah serta adanya proses perencanaan jasa yang memperhatikan perubahan lingkungan sekolah.
2.        Struktur dan isi dari Rencana Jasa Ini terlihat dari adanya hubungan yang jelas antara Rencana Jasa Kependidikan (RJK) dengan tujuan sekolah, adanya penyusunan RJK yang terstruktur dengan baik dan berfokus pada pelanggan sekolah.
3.        Kelayakan dari tujuan-tujuan peningkatan dan ukuran-ukuran kinerja yang berkaitan
Ini terlihat dari adanya tujuan peningkatan sekolah yang berfo-kus pada kebutuhan sekolah serta adanya hasil dari RJK yang “SMART” (Specific, Measurable, Action-linked, Realistic-linked and Time-linked).
4.        Kualitas dari perencanaan tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan peningkatan dan ukuran-ukuran kinerja yang berkaitan Ini terlihat dari adanya tindakan perbaikan mutu dan keterlibatan staf sekolah yang mencerminkan praktek yang terbaik serta adanya ukuran-ukuran kinerja sekolah yang ditetapkan untuk tujuan jasa pendidikan.

b.         Penyebarluasan dan efektifitas dari staf, meliputi:
1.           Penyebarluasan staf dan pembayarannya
      Ini terlihat dari adanya penyebarluasan staf sekolah yang merupakan prioritas RJK serta adanya Kepala Sekolah yang menerjemahkan tugas staf sekolah yang berhubungan dengan pembayaran staf sekolah.
2.        Efektifitas staf dalam mengelola pembayaran untuk mencapai tujuan strategis dan prioritas yang direncanakan.
Ini terlihat dari adanya staf sekolah yang berkontribusi penting bagi pengelolaan jasa pendidikan, adanya staf sekolah yang bekerja dengan baik di dalam tim serta mempunyai pengetahuan dan keahlian terbaru.

4)        Manajemen Sumber Daya dan Manajemen Keuangan
a.       Manajemen sumber daya, meliputi:
              (1) Pendekatan strategik untuk alokasi sumber daya.
Ini terlihat dari adanya pedoman alokasi sumber daya secara umum dan khusus yang memperhatikan prioritas nasional dan lokal serta adanya penilaian sumber daya sekolah untuk tiga tahun berikutnya.
              (2) Pendekatan sistematis dari pengelolaan sumber daya
Ini terlihat dari adanya rencana pengelolaan aset sekolah, adanya pengetahuan tentang dampak aset sekolah bagi masyarakat dan staf sekolah, serta adanya rencana pemanfaatan teknologi di sekolah.
            (3) Strategi untuk meningkatkan ekonomi, efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan sumber daya
        Ini terlihat dari adanya ukuran-ukuran kualitas terkait utilisasi sumber daya sekolah serta adanya kepala sekolah yang secara teratur meninjau ulang kinerja dan proposal sekolah untuk pening-katan kinerja sekolah.
(4) Bukti-bukti peningkatan pengelo-laan sumber daya
Ini terlihat dari adanya pening-katan penggunaan sumber daya sekolah, adanya peningkatan dalam pemeliharaan aset sekolah, serta adanya peningkatan kinerja sekolah terkait studi banding dengan sekolah lain.
b.      Manajemen keuangan, meliputi:
(1)     Pengelolaan anggaran yang efektif Ini terlihat dari adanya kepala sekolah yang melakukan perenca-naan, penganggaran, dan peninja-uan ulang kinerja sekolah untuk mencapai Nilai Terbaik serta ada-nya mekanisme konsultasi peng-anggaran sekolah.
(2)     Bidang dan penyebarluasan dari prosedur keuangan
Ini terlihat dari adanya prosedur keuangan sekolah yang jelas serta adanya kepala sekolah yang meninjau ulang prosedur keuang-an sekolah dan membuat perbai-kan di sekolah.
(3)     Proses pengumpulan, analisis dan evaluasi informasi keuangan Ini terlihat dari adanya kepala sekolah yang mempunyai proses yang efektif untuk mengumpulkan informasi keuangan sekolah, menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan sekolah.

5)   Pemantauan Kinerja dan Peningkatan yang Berkesinambungan
a.    Mengukur,memantau dan mengevaluasi kinerja, meliputi:
(1)  Bidang dan ketelitian dari proses mengumpulkan informasi untuk mengukur penyusunan formasi karyawan dan kinerja dari otoritas yang berwenang.
Ini terlihat dari adanya strategi dan kebijakan untuk memantau kinerja sekolah, adanya pengumpulan informasi sekolah secara komprehensif, serta adanya evaluasi sekolah yang cermat sehingga nampak suportif.
(2) Bidang dan ketelitian dari proses menganalisis dan mengevaluasi penyusunan formasi karyawan dan kinerja dari otoritas yang berwenang
Ini terlihat dari adanya kepala sekolah yang melakukan analisis dan evaluasi data sekolah, adanya standar kinerja dan target sekolah, serta adanya studi banding kinerja sekolah terhadap pendidikan nasional.
b.    Peningkatan kinerja yang berkesinam-bungan, meliputi:
(1) Bukti-bukti dari peningkatan standar kinerja pada bidang yang ditargetkan untuk perbaikan Ini terlihat dari adanya bukti tentang peningkatan kinerja sekolah serta adanya mekanisme yang efektif untuk menyebarkan praktek kualitas terbaik di sekolah.

6.    Kesimpulan
Dalam prakteknya, manajemen mutu terpadu (TQM) merupakan suatu gerakan atas kerja manusia di dalam suatu organisasi yang selalu berupaya mencapai yang terbaik secara sistematis, konsisten, dan terus-menerus.
Penerapan TQM merupakan kunci utama bagi setiap sekolah dalam menghadapi persaingan yang begitu ketat. TQM dapat menjadi suatu alat yang sangat bermanfaat dalam bidang pendidikan meskipun itu dikembangkan menurut konsep manufaktur. Unsur-unsur kunci dari suatu implementasi TQM sekolah yang sukses adalah:
a.        Memperoleh dukungan dari setiap warga sekolah dalam rantai supervisi.
b.       Mutu harus ditentukan oleh para pelanggan di sekolah.
c.        Perhatian harus ditekankan kepada setiap proses dengan terus-menerus menguman-dangkan peningkatan mutu sekolah.
d.       Prestasi di sekolah harus diperoleh melalui pemahaman visi, bukan dengan pemaksaan peraturan di sekolah.
e.        Sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu, keterampilan, sikap bijaksana, berkarakter, dan memiliki kematangan emosional.
f.        Menggunakan “14 Poin” Deming sebagai suatu panduan dan mengecek poin-poinnya selama usaha implementasi TQM di sekolah.
Pendekatan TQM mempunyai 4 pendekatan yang sifatnya berlaku umum, yaitu:
a.        Sekolah harus memformulasikan visi mengenai apa yang dimaksud dengan mutu sekolah dan bagaimana bisa mencapai mutu di sekolah.
b.       Manajemen sekolah harus ikut terlibat secara aktif.
c.        Sekolah harus cermat dan hati-hati merencanakan dan mengorganisasikan upaya perbaikan mutu dengan langkah awal yang benar-benar efektif.
d.       Pengendalian harus dilakukan pada selu-ruh proses pendidikan.

Ada dua tahap penting dalam implemen-tasi TQM di sekolah, yaitu:
1)   Mengidentifikasi pelanggan di sekolah.
2)   Menganalisis proses implementasi TQM sekolah dengan “14 Poin Deming”.

Jadi, TQM ingin menerapkan mutu secara total sampai tingkat individu di dalam organisasi sekolah yang ukuran keberhasilannya adalah kepuasan pelanggan atau daya saing di sekolah. Suatu sekolah yang secara cermat menerapkan TQM akan memulainya dengan pemahaman mutu di seluruh jajarannya. Oleh karena TQM itu berfalsafah keunggulan mutu, maka mutu yang ingin dicapai secara berkesinambungan adalah mutu yang setinggi-tingginya. Hasil akhir dari implementasi TQM akan mengakibatkan operasi sekolah yang lebih efisien dan sikap tim kerja yang lebih baik.


[1] Edward Sallis, Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Ircisod, 2007), 74
[2] Gandem, I. B. "Penerapan Sistem Jaminan Mutu ISO-9001 di Perum Jasa Tirta." Makalah dalam Seminar dan Lokakarya tentang" Implementasi Konsep TQM untukMemaksimalkan Daya Saing Organisasi pada Era Globalisasi dan Perdagangan Bebas", 1999, 14
[3] Kruger, D. J., and K. Ramdass. "Assessment of the reasons for failure and critical success factors implementing CI projects: Case study results from the South African Apparel and Manufacturing industry." Industrial Engineering and Engineering Management (IE&EM), 2010 IEEE 17(Th International Conference on. IEEE, 2010), 9
[4] Tjiptono, Fandy, and Anastasia Diana. "Prinsip dan Dinamika Pemasaran." (Yogyakarta: JJ Learning, Edisi Pertama 2000), 4
[5] Hellsten, Ulrika, and Bengt Klefsjö. "TQM as a management system consisting of values, techniques and tools." The TQM magazine 12.4 (2000): 238-244.
[6] Gandem, Op.cit, 14
[7] Abraham, Ansley A., and Joseph D. Creech. "Reducing Remedial Education: What Progress Are States Making? (Educational Benchmarks 2000 Series), 447
[8] Tjiptono dan Diana, Op.cit, 4.
[9] Edward Sallis, Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Ircisod, 2007), 52
[10] Edward Sallis, Op.cit, 54
[11] Edward Sallis, Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Ircisod, 2007), 56
[12] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), 3-4
[13] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 677
[14] Dzaujak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Jakarta: Depdikbud, 1996), 8
[15] Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990),
[16] Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Uit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 53
[17] Suardi, Rudi. Sistem manajemen mutu ISO 9000: 2000: Penerapannya untuk mencapai TQM. (Penerbit PPM, 2003). 43
[18] Sallis, Edward. Total quality management in education. Routledge, 2014.
[19] Tribus, M. "The application of quality principles in education at Mt. Edgecumbe High School, Alaska." (Developing Quality Systems in Education 1994): 273-88.

No comments:

Post a Comment