Sunday, June 3, 2018

Penggunaan Mikroba dan Produk Mikrobial dalam Produk Pangan

 OLEH: SULFIA
MAHASISWA PASCASARJANA UIN MALIKI MALANG
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kemajuan peradaban teknologi seperti berkembangnya ilmu pengetahuan, alat komunikasi dan alat transportasi tidak hanya berhenti sampai disitu, tetapi juga berpengaruh terhadap cara pengolahan panganan yang dikonsumsi manusia. Hal ini karena dampak terhadap majunya teknologi ilmu pengetahuan seperti adanya bioteknologi pangan[1] modern yang berimbas pada cara pengolahan panganan yang dalam hal ini memanfaatkan tumbuhan, hewan dan mikroba untuk menghasilkan produk yang baru. Adapun tujuan Penggunaan bioteknologi diterapkan untuk menghasilkan pangan yang unggul baik berkaitan dengan rasa, nutrisi, sifat fungsional ataupun kekhasan lainnya, seperti bioteknologi di bidang pangan yaitu aplikasi enzim untuk persiapan dan pengolahan bahan, teknologi sel mikroba untuk menghasilkan pangan fermentasi ataupun bahan tambahan pangan (food additive), kultur jaringan atau sel tanaman dan tanaman transgenik serta kultur sel hewan dan hewan transgenik.
Sebagaimana contoh hasil dari bioteknologi tradisional yaitu tempe, tape, oncom, sedangkan bioteknologi modern adalah nata de coco, kecap, youghurt, dan keju. Beberapa panganan yang disebutkan di atas merupakan makanan yang tiap harinya dikonsumsi manusia bahkan sudah menjadi makanan pokok. Panganan tersebut sudah dilabel halal oleh manusia, karena memang tidak ada unsur yang mengharamkannya pada bahan- bahan yang digunakannya. Seperti kecap, tempe dan tahu dimana bahan dasarnya adalah kedelai, tape yang terbuat dari singkong maupun dari ketan. Namun pada kenyataannya banyak diantara orang- orang yang kurang tahu bahan- bahan yang dicampur sebagai pendukung pembuatan panganan tersebut adalah dengan memanfaatkan mikroba ataupun tumbuh- tumbuhan dan hewan yang belum jelas kehalalannya pada proses pembuatannya.
Berbeda dengan produk makanan yang bisa diketahui titik halalnya, maka produk bioteknologis perlu dilakukan identifikasinya pemahaman yang mendalam terhadap sumber bahan tambahan dan cara mendapatkan bahan tersebut, karena produk bioteknologi juga memanfaatkan organisme dan mikroorganisme hidup hasil rekayasa genetika dimana bisa saja materi genetik yang ditambahkan ke inang (mikoorganisme/ organisme) berasal dari hewan haram. Apabila pada panganan yang dikonsumsi manusia terdapat unsur yanag mengharamkannya maka panganan tersebut tidak layak, dan Seharusnya panganan yang dikonsumsi manusia tidak hanya mengandung unsur bergizi, enak dan menarik tetapi panganan tersebut harus diperhatikan adalah kadar kehalalannya, hal ini  sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424).[2]
Berdasarkan uraian di atas maka, penulis akan mendeskripsikan dan menguraikan tentang penggunaan mikroba dan produk mikrobial dalam produk pangan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud mikroba dan produk mikrobial dalam produk pangan?
2.      Bagaimana pendapat dan hujjah ulama tentang penggunaan mikroba dan produk mikrobial dalam produk pangan?
3.      Bagaimana analisis terhadap pendapat ulama tentang penggunaan mikroba dan produk mikrobial dalam produk pangan?
4.      Pendapat dan hujjah ulama mana yang digunakan?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Mikroba
1.      Pengertian Mikroba
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop yang memiliki pembesarana berdaya tinggi. Mikroorganisme pertama kali dilihat dan digambarkan kurang lebih 300 tahun yang lalu. Pada tahun 1870 ditemukan beberapa mikroorganisme yang dibuktikan dapat melakukan banyak fungsi vital di lingkungan. Dunia organisme dibagi atas lima kelompok, yaitu bakteri, protozoa, virus, alga dan cendawan mikroskopis.[3] Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam surat az- Zumar ayat 21 yang berbunyi:
öNs9r& ts? ¨br& ©!$# tAtRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ¼çms3n=|¡sù yìÎ6»oYtƒ Îû ÇÚöF{$# ¢OèO ßl̍øƒä ¾ÏmÎ/ %Yæöy $¸ÿÎ=tGøƒC ¼çmçRºuqø9r& §NèO ßkŠÎgtƒ çm1uŽtIsù #vxÿóÁãB ¢OèO ¼ã&é#yèøgs $¸J»sÜãm 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ 3tø.Ï%s! Í<'rT{ É=»t7ø9F{$# ÇËÊÈ  
Artinya:  apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa sesungguhny allah menrunkan air dari langit, lalu dian megalirkannya menjadi mata air di bumi, kemudian dia mengeluarkan dengannya tanaman- tanaman yang bermacam- macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu engakau melihatnya kekuning- kuningan, kemudian ia menjadikannya hancur. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat pelajaran abgi ulul albab (QS. az- Zumar: 21)

Sedangkan yang dimaksud produk mikrobial adalah Bioteknologi pangan modern memanfaatkan tanaman, hewan dan mikroba untuk menghasilkan produk baru dimana sifat bawaan dari tanaman, hewan dan mikroba dipindahkan satu dengan yang lain. Produk yang dihasilkan dinamakan produk rekayasa genetika. Makhluk hidup yang banyak dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi adalah mikroorganisme. Contoh produk mikrobial antara lain seperti protein sel tunggal, produk probiotik, asam organik, asam amino, biosurfaktan, flavor enhancer (monosodium glutamate, ribotide), antibiotik, insulin, interferon, vitamin dan enzim.
Asam amino merupakan kelompok senyawa yang dianggap sebagai kerangka bangunan protein. Lebih dari dua puluh macam asam amino yang dianggap essensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta pemeliharaan kelangsungan tubuh.[4] Enzim adalah senyawa protein yang digunakan untuk hydrolysis bahan- bahan organik yang digunakan untuk membuat bahan makanan.[5] Insulin. Nama jenis hormone peptiode yang berasal dari pulau- pulau pancreas pada ayam leghorn. Insulin diperoleh dari berbagai organ hewan terutama dari organ babi dan sapi. Insulin banyak digunakan untuk mengobati penderita diabetesmilletus.[6] Asam organik. Jenis senyawa yang terdapat dalam buah- buahan dan sayuran.  Contoh tanaman yang mengandung asam organik ialah rhubard, bayam, biji coklat, anggrek, daun beet dan pohon oxal.[7]
2.      Jenis- jenis Mikroba Yang Bermanfaat Dalam Pembuatan Panganan
a.       Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang panjangnya beberapa mikrometer dan memiliki morfologi dari berupa tongkat (basil) kokus sampai bentuk spiral.[8] Bakteri rata- rata berukuran lebar 0,5- 1 mikron dan panjng hingga 10 mikron.[9] Bakteri banyak yang menyebabka penyakit pada tanaman, binatang dan manusia, seperti Escherichia coli, mycobacterium tuberculosis, mycobacterium leprae, Neisseria gonorrhoeae dan staphylococcus aureus. Namun berbagai bakteri yang ada peran bakteri cukup besar dan penting dalam siklus kehidupan di muka bumi. Mulai dari penyiapan nutrsisi untuk tumbuhan berupa penanaman zat lemas nutrisi makro yang sangan penting untuk pertumbuhan rantai awal kehidupan makhluk, karena tanpa zat tersebut yang tersedia sebagai nutrisi tidak akan ada tumbuhan yang hidup. [10]
Bakteri selain juga berperan dalam membantu pertumbuhan, bakteri juga berfungsi dan membantu proses fermentasi, yang antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Acetobacter aceti. Bakteri yang penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati 2 hari fermentasi akan menjadi berasa asam.
2)      Acetobacter xylinun. Bakteri yang digunakan dalam pembuatan nata decoco, serta kombucha fermentasi pada the.
3)      Bacillus sp. Merupakan genus dengan kemampuan yang paling luas. Melalui rekayasa genetika, bakteri ini juga digunakan untuk produksi bahan baku plastik ramah lingkungan.
4)      Bividobacterium sp. Digunakan sebagai mikrobia probiotik.
5)      Lactobacillus sp. Bakteri yang selain digunakan dalam produksi asam laktat juga banyak berfungsi dalam fermentasi pangan seperti yoghurt sauerkraut dan juga produk probiotik yang saat ini bnayak diminati masyarakat.[11]
b.      Jamur
Jamur adalah mikroorganisme eukariot heterotroph, idak dapat melakukan fotosintesis yang berkembang biak dengan spora yang khas. Dalam ekologi jmaur adalah organisme yang berperan sebagai pengurai bahan organik.[12] Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam alquran surat az- Zumar ayat 21 yang berbunyi:
¢OèO ßl̍øƒä ¾ÏmÎ/ %Yæöy $¸ÿÎ=tGøƒC ¼çmçRºuqø9r& §NèO ßkŠÎgtƒ çm1uŽtIsù #vxÿóÁãB ¢OèO ¼ã&é#yèøgs Y¸J»sÜãm 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ 3tø.Ï%s! Í<'rT{ É=»t7ø9F{$# ÇËÊÈ  
Artinya: kemudian dengan air itu ditumbuhkannya tanaman- tanaman yang bermacam- macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu engkau melihatnya kekuning- kuningan, kemudian dijadikannya hancur berderai- derai. Sungguh pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang- orang yang mempunyai akal. (QS. az- Zumar: 21).
 Jamur banyak dimanfaatkan manusia dalam fermentasi maupun budidaya. Dalam bidang fermentasi umumnya yang digunakan adalah jamur bentuk hifa yang dikenal dengan sebutan jamur. Contoh penggunaan jamur adala pada tempe, angkak kecap. Sedang yang dibudidayakan untuk diambil badan buahnya dikenal sebagai cendawan, misalnya jamur tiram, jamur merang, jamur kuping dan sebagainya.[13] Adapun beberapa jenis jamur yang memiliki kedudukan penting dalam fermentasi, antara lain adalah sebagai berikut:[14]
1)      Aspergillus niger. Jamur yang digunakan dalam pembuatan asam sitrat. Asam sitrat merupakan organik yang banyak digunakan dalam bidang pangan, misalnya pada pembuatan permen dan minuman kemasan.
2)      Rhizopus oryzae. Jamur yang penting dalam pembuatan tempe. Aktivitas pada jmaur ini menjadikan nutrisi pada tempe siap dikonsumsi manusia.
3)      Neurospora sitophila. Jamur yang merupakan sumber beta karaoten pada fermentasi tradisional. Seperti produk makana bandung yaitu oncom.
4)      Munascus purpureus. Jamur yang menghasilkan pewarna alami yang umumnya digunakan pada masakan cina, seperti angkak, yaitu fermentasi pada beras.
5)      Penecillium sp. Jamur yang kemampuannya menghasilkan antibiotik yang dikenal dengan sebutan penisilin.
c.       Khamir (ragi)
Istilah khamir pada umumnya digunakan untuk menyebut bentuk- bentuk yang menterupai jamur dari kelompo ascomycetes  yang tidak berfilamen tetapi uniseluler dengan bnetuk ovoid atau spheroid.[15] Khami berperan dalam proses pembuatan roti, bir destilasi alkohol dan anggur (wine).[16] Ada berbagai khamir yang berfungsi dalam fermentasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Saccharomyces cerevisiae, merupakan khamir yang popule dalam pembuatan panganan. Khami jenis ini sudah lama digunakan dalam proses pembuatan wine dan bir. Dalam bidang pangan, khamir banyak digunakan dalam pengembangan adonan roti yang dikenal dengan sebagai ragi roti.
2)      Sacch`aromyces caelsbergensis, merupakan khamir yang digunakan dalam pembuatan kecap dan berkntribusi pada pembentukan aroma.[17]
Berikut tabel di bawah ini contoh pembuatan bahan panganan yang memanfaatkan Mikroorganisme dalam pembuatan panganan antara lain adalah:[18]
Tabel 1. 2
No
Bahan Pangan
Mikroba/ Mikroorganisme
Golongan

Produk
1
Kedelai
Rhizopus oligosporus
Jamur
Tempe


Rhizopus stoloniferus
Jamur
Tempe


Rhizopus oryzae
Jamur
Tempe


Aspergillus oryzae
Saccharomyces roxii
Jamur
Khamir
Kecap
Kecap
2
Susu
Lactobacillus bulgaricus
Bakteri
Yoghurt


Streptococcus termophillus
Bakteri
Yoghurt


Streptococcus lactis
Bakteri
Mentega


Panicillium requiforti
Jamur
Keju


Propioni bacterium
Bakteri
Keju Swiss


Lactobacillus casei


Bakteri

Khamir
Susu asam
Bir
Wine
3
Beras
Saccharomyces cereviseae
Jamur
Tape Ketan


Endomycopsis fibulegera
Jamur

4
Singkong
Saccharomyces elipsoides
Jamur
Tape Singkong


Endomycopsis fibulegera
Jamur

5
Padi-padian atau umbi-umbian
Saccharomyces caelsbergensis
Saccharomyces cerevisiae

Khamir
Bir
Wine
6.
Beras
Apel
Anggur merah
Acetobacter aceti
Bakteri
Asam cuka

3.      Fermentasi
Istilah fermentasi diambil dari kata kerja bahasa latin fervere yang berarti mendidihkan.[19] Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol, serta oksidasi senyawa nitrogen organik.[20] Fermentasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu suatu bahan pangan dengan penambahan mikrobia eksogenous. Secara umum mikrobia dapat menghasilkan rasa, aroma, dan warna pada produk pangan, selain itu fermentasi digunakan untuk memodifikasi bahan pangan menjadi lebih sederhana maupun menghasilkan suatu senyawa fungsional baru yang diperlukan tubuh manusia seperti pada penelitian fermentasi anggur untuk menghasilkan senyawa inhibitor pada penderita diabetes.[21] Berikut ini merupakan contoh proses fermentasi dalam pembuatan panganan yang memanfaatkan Mikroba:
a.       Pengolahan susu
Fermentasi susu disebabkan oleh aktivitas sekelompok bakteri yang dinamakan asam laktat. Fermentasi oleh bakteri asam laktat menghasilkan pengawetan dan transformasi susu. Proses ini tanpa disadari telah digunakan selama ribuan tahun. Jika dibiakkan dalam susu bakteri yang menguntungkan akan memecahkan lakosa menjadi asam laktat. Adanya reaksi tersebut akan memberikan aroma dan dan tamplilan yang khas pada produk susu, misalnya seperti yoghurt dan keju.[22]
1)      Yoghurt
Yoghurt adalah produk susu fermentasi berbentuk semi solid yang dhasilkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat.  Melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama proses fermentasi dihasilkan suatu produk yang mempunyai tekstur, flavor dan rasa yang khas, selain itu yoghurt juga mengandung nilai nutrisi yang lebih baik dibandingkan susu segar. Secara tradisional, pada pembuatan yoghurt digunakan kultur starter campuran Streptococcus themophilus dan Lactobacillus bulgaricus dengan perbandingan 1:1.[23] Yoghurt dapat pula ditambahkan dengan bakteri probiotik. Tahap awal proses pembuatan yoghurt yakni penetapan total padatan susu. Setelah itu dilanjutkan dengan pasteurisasi atau pemanasan, kemudian pendinginan. Apabila susu yang diproses menjadi yoghurt telah dingin pasca pasteurisasi maka ditambahkan starter bakteri, lalu dilakukan inkubasi. Selama proses inkubasi ditambahkan bahan aditif. Tahap akhir pembuatan yoghurt adalah pengemasan. Berikut tahap pembuatan yoghurt:[24]
Susu
Penetapan total padatan susu
Pemanasan/ pasteurisasi
Pendinginan
Penambahan starter
Inkubasi
Penambahan aditif
Pengemasan

Terdapat 3 resiko titik kritis dalam tahapan proses pembuatan yoghurt. Titik kritis pertama yakni pada tahap penetapan total padatan susu. Padatan yang ditambahkan dapat berupa bubuk skim, kasein dan atau whey. Resiko ketidakhalalan dapat disebabkan karena hewan penghasil susu skim bubuk, kasein dan atau whey bukan merupakan hewan halal. Apabila kasein dan whey yang digunakan diperoleh dari produk nabati maka resiko tidak halal akan kecil sekali. Titik kritis kedua dalam proses pembuatan yoghurt adalah pada saat penambahan starter bakteri. Starter bakteri biasanya diperbanyak pada suatu media. Resiko tidak halal akan terjadi jika komposisi media penumbuhan bakteri mengandung bahan yang haram. Resiko tidak halal dapat juga berasal dari bakteri yang digunakan. Saat ini banyak bakteri hasil rekayasa genetika. Pemindahan gen dapat dilakuan antar bakteri dengan hewan. Gen yang berasal dari hewan haram dapat menjadi resiko ketidakhalalan produk. Titik kritis ketiga dalam proses pembuatan yoghurt adalah penambahan aditif makanan. Aditif yang bisa ditambahkan dalam proses pembuatan yoghurt antara lain gelatin, penstabil, perisa atau pengemulsi. Bahan aditif ini bisa saja berasal dari bahan yang tidak halal.[25]
B.     Pandangan Dan Hujjah Ulama Terhadap Penggunaan Mikroba Dan Produk Mikrobial Dalam Produk Pangan
Dalam pandangan Islam panganan yang dikonsumsi manusia, harus memenuhi syarat- syarat yang sudah ditentukan dalam aturan Islam. Adapun syarat- syarat panganan yang menurut pandangan Islam antara lain adalah[26]Halal, baik dari segi dzat, perolehan, maupun pengolahannya. Thayyib, yakni mengandung unsur cita rasa yang lezat, berizi seimbang serta tidak membawa dampak buruk setelah mengkonsumsinya. Dalam menyikapi tentang kehalalan dan keharaman terhadap makanan, para ulama terdapat perbedaan dalam menyikapinya, sehingga ada beberapa ulama yang memblehkan dan ada pula ulama yang melarang. Adapun para ulama yang membolehkan dan mengharamkan tentang penggunaan mikroba dan produk mikrobial dalam pangan adalah sebagai berikut:
1.      Pendapat Yang Melarang
Untuk menentukan hukum makanan yang tidak terdapat dalam nas perlu diperhatikan prinsip darara wala diraranya, yaitu:[27]
لا ضرر ولاضرار (رواه أحمد)
Artinya: tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. (HR. Ahmad bin Hanbal).
Hal ini tidak boleh terlepas dari tujuan syariat Islam, yaitu jalb al- masalih (mengambil maslahat) dan daf’almafasid (menolak mudlarat atau bahaya), dimana jika menurut kesehatan suatu jenis makanan dapat membahayakan  jiwa, maka makanan tersebut haram dikonsumsi. Selain itu bahwa makanan yang tidak boleh dikonsumsi adalah makanan yang menjijikkan baik tergolong najis maupun tidak, hal ini sebagaimaan yang dijelaskan dalam surat al- Maidah ayat 4 yang berbunyi:
y7tRqè=t«ó¡o !#sŒ$tB ¨@Ïmé& öNçlm; ( ö@è% ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6ÍhŠ©Ü9$#   ………

Artinya: mereka bertanya kepadamu (Muhammad)” apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah yang dihalalkan bagimu (adalah makanan yang baki- baik. (QS. al- Maida: 4)

Adapun diantara para ulama yang tidak membolehkan terhadap penambahan panganan dengan sesuatu yang tidak jelas atau masih syubhat adalah Imam al- Nawawi dan para ulama bersepakat bahwa Adapun sebabnya, karena menurut para ulama pada Hadis ini Rasulullah Saw. mengingatkan agar memperbaiki makanan, minuman, pakaian, dan lainnya. Juga hendaknya seorang Muslim meninggalkan hal- hal yang syubhat karena sikap demikian dapat memelihara Agama dan kehormatannya.[28] Hal itu berdasarkan pada hadits Rasulullah yang berbunyi:

حدثنا محمد بن عبد الله بن نمير الهمداني حدثنا أبى حدثنا زكرياء  عن الشعبى عن النعمان بن بشير قال سمعته يقول سمعت رسول الله صلعم يقول وأهوى النعنان بإصبعيه إلى أذنيه: إن الحلال بين وإن الحرم بين وبينهما مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس ومن وقع فى الحرم كالراعى يرعى حول الحمى يوشك ان يرتع فيه ألا وإن لكل ملك حمى الا وإن حمى الله محارمه الا وإن فى الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب
Artinya: Dari Muhammad bin Abdillah ibn Numair al-Hamdani, dari ayahku dari Zakariyya dari Sya’bi dari al-Nu’man bin Basyir telah berkata saya telah men dengar Rasulullah Saw. dan dia bahwa dengan telunjuk nya ke arah telinganya, “Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram jelas. Dan di antara keduanya ada masalah syubhat, kebanyakan manusia/orang tidak mengetahuinya. Karena itu maka barang siapa menjaganya/bertakwa terjerumus dalam syubhat, berarti dia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjerumus pada sesuatu di dalam syubhat, berarti hampir terjerumus ke dalam yang haram. Sebagaimana jika seseorang menggembala ternaknya di sekitar Hima (tempat/area milik raja yang dijaga/dilindungi dan terlarang dimasuki orang lain dan siapa yang memasukinya maka akan dijatuhi saksi hukuman). Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja memiliki hima, ketahuilah bahwa hima Allah adalah larangan-larangan-Nya”.(H.R. Muslim).

Tidak dibolehkannya penggunaan panganan dengan campuran apapun karena beberapa alasan, salah satunya dikhawatirkan, adanya penambahan rasa terhadap panganan pada saat diproses. Seperti penambahan cuka pada makanan untuk memberi rasa yang lebih pada makanan. Proses pembuatan cuka itu sendiri banyak caranya, salah satunya cuka yang berasal dari ekstak khamar. Menurut madzhab Maliki terdapat tiga pendapat dalam menyikapi terjadinya perubahan khamr yang menjadi cuka dengan usaha tertentu dari manusia, pertama melarang atau mengharamkan meminumnya, dikarenakan Rasulullah SAW. Menyuruh untuk menumpahkan khamr yang diletakkan dalam wadah dari kulit yang dihadiahkan seseorang kepadanya. Kedua boleh meminumnya namun hukumnya makruh, hal ini dikarenakan alasan diharamkannya khamr adalah sifat memabukkannya yang dikandungnya. Ketiga yang dibolehkan adalah apabila seseorang menjadikannya sesuatu yang perubahannya menjadi khamr dengan tidak direncanakan sebelumnya menjadi cuka.[29]
Pengharaman terhadap penggunaan produk mikrobial diantaranya adalah karena kekhawatiran terhadap tambahan produk yang digunakan, sebagaimana contoh pembuatan yoghurt, yang dalam hal ini saat proses fermentasi pada yoghurt saat terjadi penambahan rasa dikhawatirkan menggunakan gelatin. Seperti penggunaan gelatin kosher tidak halal bagi Muslim karena bisa mengandung collagen (protein tulang) babi.[30] Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Dr. Anton Apriyantono, pakar teknologi   pangan IPB, sepanjang media yang digunakan untuk menumbuhkan starter yoghurt tidak mengandung bahan yang haram, susu jenis ini halal. Tapi yoghurt komersial tidak otomatis halal karena ada bahan tambahan pangan lainnya yang kadang ditambahkan seperti penstabilan dengan alternative menggunakan gelatin. Gelatin dari babi lebih populer digunakan, karena menghasilkan struktur yang lebih baik, halus dan lebih stabil.[31]
Berdasarkan penjelasan di atas, para ulama sepakat menghukumi penggunaan Mikroba pada panganan tidak diperbolehkan dengan alasan benda yang dicampur dengan panganan belum jelas atau masih syubhat. Selain itu dikhawatirkan dalam penambahan rasa berasal dari benda yang najis seperi berasal dar ekstark babi ataupun arak.
2.      Pendapat Yang Membolehkan
Adapun kebolehan penggunaan benda- benda lain dalam pangan adalah berdasarkan firman Allah dalam surat al- Furqon ayat 2 yang berbunyi:
Ï%©!$# ¼çms9 à7ù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur óOs9ur õÏ­Gtƒ #Ys9ur öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! Ô7ƒÎŽŸ° Îû Å7ù=ßJø9$# t,n=yzur ¨@à2 &äóÓx« ¼çnu£s)sù #\ƒÏø)s? ÇËÈ  
Artinya: yang kepunyaannyalah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, tidaka ada sekutu baginya dalam kekuasaannya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran- ukurannya dengan serapi- rapinya. (Q.S. al- Furqon: 2).

Dan dalam surat al- Maidah ayat 87 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ  
Artinya: wahai orang- orang yang beriman janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan  Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampauii batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang melamlapaui batas. (Q.S. al- Maidah: 87).

Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Anas Radhiyallahu anhu yang berbunyi:[32]
حديث أنس رضيي الله عنه قال: لقد سقيت رسول الله بقدحي هذا الشراب كله العسل والنبيذا والماء واللبن.
Artinya: diriwayatkan dari anas radhiyallau anhu, dia telah berkata: sesungguhnya aku pernah memberi minuman kepada rasulullah SAW dengan menggunakan mangkuk ini, yang terdiri dari madu, nabidz (fermentasi anggur), air dan susu. (H.R. Bukhari Muslim).

Menurut Abu Bakr Ibn al-‘Arabî, “thayyib“ adalah  kebalikan dari “alkhabits ” ( الخبيث ), berarti yang jelek atau buruk. Kemudian ia menambahkan bahwa pengertian “thayyib” kembali kepada dua arti. Pertama, sesuatu yang  layak bagi jasad atau tubuh dan dirasakan lezatnya. Kedua, sesuatu yang dihalalkan Allah.[33]
Hal ini berdasarkan firma Allah dalam surat al- Maidah ayat 4 yang berbunyi:
y7tRqè=t«ó¡o !#sŒ$tB ¨@Ïmé& öNçlm; ( ö@è% ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6ÍhŠ©Ü9$#  ….
Artinya: mereka menanyakan kepadamu: apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah:”dihalalkan bagimu yang baik- baik). (QS. al- Maidah: 4).

Hal ini juga sebagaimana contoh menanam sesuatu dicomberan atau lumpur, menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I  dan Ibnu Aqil, menghukumi tanaman tersebut tidak najis, meskipun lumpurnya banyak. Adapun argumentasi mereka adalah:
a.       Sa’ad bin Abi Waqqash memupuk tanahnya dengan kotoran dan berkata “ satu miktal (keranjang) kotoran, satu miktal tanah”.
b.      Di dalam tanah benda najis itu terurai. Lambat laun ia akan berubah menjadi suci. Sebagaimana contoh pada tumbuh- tumbuhan, apabila pohon sudah berbuah, buahnya suci dan tidak perlu dicuci, namun jika buah terkena benda najis disekitarnya buah tersebut menjadi mutanajjis dan harus disuci karenanya.[34]
Selain pendapat diatas menurut Ibnu Hajar al- Asqalani dalam kitab fathul bari diterangkan tentang mengkonsumsi panganan hasil fermentasi itu dibolehkan hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits Rasulullah yang berbunyi:[35]
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: أهدتْ خَالَتِيْ إلى النبي صلعم ضِبابا وأَقِطاً ولباناً فَوُ ضِعَ ألضَّبُّ على مائِدتِهِ فَلَوْ كان حراماً لَمْ يُضَعْ  وشَرِبَ اللَّبَنَ وأَكَلَ الأَقِط
Artinya: dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, “bibiku menghadiahkan ‘dhabb’, keju dan susu kepada Nabi SAW, maka dihidangkan dhabb di atas tempat makan Nabi SAW, sekiranya ia haram niscaya tidak dihidangkan, dan beliau minum susu serta makan keju.

Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya menghukumi susu dan rennin binatang yang telah mati itu suci, dengan asalasan bahwa rennin tidaklah mati, meskipun binatang tersebut telah mati, dan pertemuan dengan wadah yang najis di dalamnya tidak menajiskan.[36] Oleh karena itu, keju yang dibuat darinya suci, berdasarkan hadits berikut:
عن سلما الفارسي رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلعم: الحلال ماأحل الله في كتا به والحرام ما حرم الله في كتا به وما سكت عنه فهو مما عفا عنه (رواه الترمذى وأبوداود)
 Artinya: Yang halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam Kitab-Nya.  Sedangkan apa yang didiamkan-Nya maka ia termasuk yang dimaafkan kepada kalian.” (H.r. al-Tirmidzî dan Abu Dawud).[37]

Berdasarkan penjelasan hadits di atas, maka Imam As- Suyuthy membolehkan terhadap panganan yang Allah halalkan dalam kitabnya dan diharamkan dalam kitabnya.[38] Maka berdasarkan penjelasan di atas, para ulama dalam memutuskan kehalalan atau kebolehan mengkonsumsi panganan yang terdapat campuran mikroba, diperbolehkan berdasarkan ketentuan bahwa campuran tersebut berasal dari hewan atau tumbuhan yang halal.
3.      Fatwa MUI Tentang Penggunaan Mikroba Dan Produk Mikrobial Dalam  Pangan
Menurut komisi fatwa majelis ulama Indonesia (MUI) berdasarkan [39] firman Allah Surat al- Baqarah ayat 168 yang berbunyi:
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
Artinya:
Dan dalam Surat al- A’raf ayat 168 yang berbunyi:
÷Lài»oY÷è©Üs%ur Îû ÇÚöF{$# $VJtBé& ( ÞOßg÷YÏiB šcqßsÎ=»¢Á9$# öNåk÷]ÏBur tbrߊ šÏ9ºsŒ ( Nßg»tRöqn=t/ur ÏM»oY|¡ysø9$$Î/ ÏN$t«Íh¡¡9$#ur öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÊÏÑÈ  
Artinya:
Hadits Rasulullah SAW juga dijelaskan yang berbunyi:
عن ابنِ عبَّاسٍ عن مَيْمونَةِ رضي الله عنها ان النبي صلعم سُئِلَ عن رَحُوْهُ وَكُلَوْ سَمْنَكُمْ فأْرَةٍ في سَمْنٍ , فقال: ألْقَوْها وماحَوْلها فاط                   
Artinya: “Dari Ibn ‘Abbas r.a dari Maimunah r.a. Bahwasanya Nabi s.a.w pernah ditanya tentang tikus yang jatuh dalam samin, beliau bersabda: “Ambil tikus itu dan apa yang ada di sekitarnya kemudian buang, dan makanlah samin kalian”. (HR. Bukhari)
لاضرر ولاضرار (رواه إبن ماجه والدر قطنى)     
Artinya: “Janganlah membuat mudarat pada diri sendiri dan pada orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni).
Qaidah Fiqhiyah
الصرر يُزَلُ
Artinya: kemudaratan itu harus dihilangkan
دَرْءُ الْمَفَا سِدِ أَوْلى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Artinya: “Mencegah mafsadah (kerusakan) lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”
Serta Memperhatikan perbedaan pendapat di kalangan Ulama mengenai hukum barang cair (al-Maai’) yang terkena najis. Imam al-Zuhri dan Imam al-Auza’y berpendapat bahwa benda cair dihukumi sama dengan hukum cair,:
مذهبهما أن حكم المائع مثل حكم الماء في أنه لا ينجس إلا إذا تغير بالنجاسة فإن لم يتغير فهو طاهر وهو مذهب ابن عباس وابن مسعود
Artinya: "Pendapat Imam al-Zuhri dan al-Auzay menyatakan bahwa hukum benda cair sama dengan hukum air, yaitu ia tidak berubah menjadi najis kecuali jika berubah sebab adanya najis. Jika tidak berubah maka ia tetap dalam kondisi suci. Ini juga pendapat Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas’ud”.
Pendapat para fuqaha tentang tumbuhan yang hidup di atas kotoran, yang antara lain termaktub dalam kitab Raudlah al-Thalibin, Hasyiyah al-Qalyubi dan Asna al-Mathalib:
 وأمَاالزَّرْع النَّا بِتُ على السِّرْجِيْنِ فقال الأصحاب: ليْسَ هو نجِسُ العيْنِ لكن يَنْجُسٌ بِمُلاقاتٍ النَّجاسَةِ, فَائِدَ غُسِلَ طَهُرَ,وإِدَ سَنْبَلَ فَحَبَّا تُهُ الْخَارِجَةُ طاَهِرَةٌ 
Artinya: “Adapun tumbuhan yang hidup di atas kotoran maka al-Ashhab berpendapat: ia tidak najis ‘aini tetapi menjadi najis akibat terkena najis. Apabila telah dibersihkan maka menjadi suci dan apabila muncul bulir maka bulir yang keluar dari tumbuhan tersebut adalah suci”.
والبَقْلُ النَّا بِتُ فى النَّجَا سَةِ طاَهِرٌ, وما لافى النجا سة منه متنَجِّسٌ يَطْهُرُ با لغَسْلِ
Artinya: “Sayuran yang tumbuh di media yang najis adalah suci sedang bagian yang terkena najis adalah mutanajjis yang dapat kembali suci dengan dibersihkan”.
وَلَا يُكْرَهُ الزَّرْعُ النَّابِتُ فِي النَّجَاسَةِ، وَإِنْ كَثُرَتْ

Artinya: “Dan tidak dimakruhkan tanaman yang tumbuh di media yang najismeskipun banyak”.
Maka berdasarkan ketentuan tersebut maka MUI memutuskan bahwa hukum penggunaa mikroba dan produk mikrobial adalah sebagai berikut:
a.       Mikroba pada dasarnya halal selama tidak membahayakan dan tidak terkena najis.
b.      Mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang suci hukumnya halal.
c.       Mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang najis, apabila dapat dipisahkan antara mikroba dan medianya maka hukumnya halal setelah disucikan.
d.      Produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang suci hukumnyahalal.
e.       Produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang najis, apabila dapat dipisahkan antara mikroba dan medianya maka hukumnya halal setelah disucikan.
f.       Mikroba dan produk mikrobial dari mikroba yang memanfaatkan unsur babi sebagai media pertumbuhan hukumnya haram.
g.      Mikroba dan produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang terkena najis kemudian disucikan secara syar’i (tathhir syar’an), yakni melalui produksi dengan komponen air mutlaq minimal dua qullah (setara dengan 270 liter) hukumnya halal.
C.    ANALISIS PENDAPAT ULAMA
Panganan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Pembahasan tentang panganan yang layak untuk dikonsumsi harus menjadi prioritas yang utama juga untuk dikaji, karena panganan juga bagian unsur pembangun kehidupan manusia. Panganan yang dikonsumsi manusia harus mengandung unsur pembangun yakni ada nilai gizi serta adanya sifat lain yaitu lezat. Tetapi dalam konsep Islam, panganan tidak hanya mengandung unsur kelezatan dan adanya nilai gizi, tetapi yang paling utama juga adalah unsur kehalalan pada panganan tersebut. Adapun persyaratan makanan thayyib, menurut ilmu gizi ialah mmenuhi fungsi sebagai berikut:[40]
1.      Memberi kepuasan jiwa, yakni memberi rasa kenyang, memenuhi kebutuhan naluri dan kepuasan jiwa serta memenuhi kebutuhan social budaya.
2.      Memebuhi fungsi fisiologi, yakni memberikan tenaga, medukung pembentukan sel- sel baru untuk pertumbuhan badan, mengatur metabolisme zat- zat gizi dan keseimbangan cairan serta asam basa, dan berfungsi dalam pertahanan tubuh.
Untuk menambah kelezatan serta aroma yang lezat, pada proses pembuatannya ditambahkan beberapa ekstrak atau rasa. Ekstrak tersebut dapat terbuat dari hewan ataupun tumbuh- tumbuhan/ mikroba. Penambahan panganan mengguanakan beberapa ekstrak tersebut terjadi perdebatan diantara para ulama. ada sebagian ulama yang memperbolehkan dan sebagian ada ulama yang tidak memperbolehkan dengan beberapa alasan. Adapun beberapa alasan para ulama yang memperbolehkan dan tidak memperbolehkan menggunakan mikroba dalam panganan antara lain adalah sebagai penjelasan di bawah ini. Adapun diantara alasan ulama yang tidak membolehkan terhadap penambahan mikroba pada panganan diantaranya adalah dengan alasan sebagai berikut yaitu tidak boleh membahayakan tubuh, sebagaimana terdapat dalam quran surat albaqarah yang berbunyi:
(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# Ÿwur (#qà)ù=è? ö/ä3ƒÏ÷ƒr'Î/ n<Î) Ïps3è=ök­J9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ  

Artinya: dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri. (QS. al- Baqarah: 195)
لا ضرر ولاضرار (رواه أحمد)
Artinya: tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. (HR. Ahmad bin Hanbal).
Maksud membahayakan diri adalah bahwa beberapa bakteri ada yang bersifat pathogen, yakni menimbulkan penyakit, dimana dinataranya masuk kedalam tubuh bersama makanan dan debu mengakibatkan sakit. Adapun beberapa penyakit yang terjadi akibat infeksi bakteri pada makanan iala seperti demam bolak- balik, yang dapat ditularkan melalui susu sedangkan sumber utama infeksinya adalah kelenjar susu sapi.[41]
Selain itu ketidak bolehan terhadap penggunaan mikroba adalah dikhawatirkan mikroba tersebut berasal dari barang yang najis secara hukumnya. Seperti penggunaan cuka yang berasal dari ekstrak khamr serta gelatin, yang kebanyakan menggunakan gelatin babi. Dalam pandangan islam khamr merupakan jenis minuman yang diharamkan, begitu juga denga babi, mulai dari kulit hingga yang lain, jika itu berasal dari babi, maka tidak diperbolehkan, hal ini sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hadits Nabi yang berbunyi:
كل مسكر خمر وكل حمر حرام
Artinya: segala sesuatu yang memabukkan adalah haram.
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosŒqè%öqyJø9$#ur èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur Ÿ@x.r& ßìç7¡¡9$# žwÎ) $tB ÷LäêøŠ©.sŒ $tBur yxÎ/èŒ n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºsŒ î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZƒÏŠ Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøƒxC uŽöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b}   ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ  
Artinya: diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan diharamkan pula yang disembelih untuk berhala. (QS. al- Maidah: 3).

Adapun alasan sebagian ulama membolehkan penggunaan mikroba dalam mencampurkan pada panganan adalah berdasarkan nash yang sudah dijelaskn yang berbunyi:
Ï%©!$# ¼çms9 à7ù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur óOs9ur õÏ­Gtƒ #Ys9ur öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! Ô7ƒÎŽŸ° Îû Å7ù=ßJø9$# t,n=yzur ¨@à2 &äóÓx« ¼çnu£s)sù #\ƒÏø)s? ÇËÈ  
Artinya: yang kepunyaannyalah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, tidaka ada sekutu baginya dalam kekuasaannya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran- ukurannya dengan serapi- rapinya. (Q.S. al- Furqon: 2).

Dan dalam surat al- Maidah ayat 87 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ  
Artinya: wahai orang- orang yang beriman janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan  Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampauii batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang melamlapaui batas. (Q.S. al- Maidah: 87).

Dalam pandangan Islam, syarat dalam sebuah makanan, selain harus ada unsur kehalalan juga ada unsur makanan tersebut mengandung unsur thayyib, yakni mengandung unsur cita rasa yang lezat, berizi seimbang serta tidak membawa dampak buruk setelah mengkonsumsinya.[42] Sebagaimana hal dalam proses pembuatan panganan dengan memanfaat mikroba, dengan tujuan tertentu. Mikrop ba yang ada tidak hanya bersifat merusak, tetapi mikroba juga berfungsi sebagai pengurai, sebagai contoh yaitu bakteri asam laktat yang bermanfaat dalam pembuatan susu menjadi masam sehingga menghasilkan youghurt.[43]
Adapun manfaat penggunaan mikroba pada panganan antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Aspergillus niger. Jamur yang digunakan dalam pembuatan asam sitrat. Asam sitrat merupakan organik yang banyak digunakan dalam bidang pangan, misalnya pada pembuatan permen dan minuman kemasan..
2.      Rhizopus oryzae. Jamur yang penting dalam pembuatan tempe. Aktivitas pada jmaur ini menjadikan nutrisi pada tempe siap dikonsumsi manusia.
3.      Neurospora sitophila. Jamur yang merupakan sumber beta karaoten pada fermentasi tradisional. Seperti produk makana bandung yaitu oncom.
4.      Munascus purpureus. Jamur yang menghasilkan pewarna alami yang umumnya digunakan pada masakan cina, seperti angkak, yaitu fermentasi pada beras.
5.      Penecillium sp. Jamur yang kemampuannya menghasilkan antibiotik yang dikenal dengan sebutan penisilin.[44]

D.    PENDAPAT YANG DIPILIH DAN HUJJAH YANG DIGUNAKAN
Berdasarkan uraian di atas tentang diskripsi serta hujjah para ulama terhadap penggunaan mikroba dalam panganan, maka penulis di sini memilih kebolehan dalam menggunakan mikroba pada panganan, hal ini berdasarkan pada pendapat ulama yang tidak hanya mempertimbangkan nilai gizi saja, tetapi juga yang lebih utama adalah adanya unsur kehalalan. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al- A’raf ayat 157 yang berbunyi:
t@Ïtäur ÞOßgs9 ÏM»t6Íh©Ü9$# ãPÌhptäur ÞOÎgøŠn=tæ y]Í´¯»t6yø9$#  ........ 
Artinya: ……dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka…(QS. al- A’raf: 157).

Maka berdasarkan ayat di atas bahwa jika manusia memanfaatkan hal yang tidak mengandung bahaya itu boleh. Selain itu di Indonesia sendiri, penggunaan Mikroba pada panganan sudah ditetapkan dalam fatwanya MUI, bahwa mikroba tersebut boleh dicampur dalam panganan dengan alasan atau syarat sebagai berikut:
1.    Mikroba pada dasarnya halal selama tidak membahayakan dan tidak terkena najis
2.    Mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang suci hukumnya halal.
3.   Mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang najis, apabila dapat dipisahkan antara mikroba dan medianya maka hukumnya halal setelah disucikan.
4.   Produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang suci hukumnyahalal.
5.   Produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang najis, apabila dapat dipisahkan antara mikroba dan medianya maka hukumnya halal setelah disucikan.
6.   Mikroba dan produk mikrobial dari mikroba yang memanfaatkan unsur babi sebagai media pertumbuhan hukumnya haram.
7.   Mikroba dan produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang terkena najis kemudian disucikan secara syar’i (tathhir syar’an), yakni melalui produksi dengan komponen air mutlaq minimal dua qullah (setara dengan 270 liter) hukumnya halal.
Tidak hanya itu kebolehan atau keamaan menggunakan mikrtoba dalam panganan, bagian kesehatan khususnya BPOM telah melakukan uji coba terhadap, mana mikroba yang baik serta mana diantara beberapa mikroba.















           
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini beradsarkan penjelasan di atas, maka ditarik kesimpulan sebaga berikut:
1.      Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop yang memiliki pembesarana berdaya tinggi. Mikroorganisme pertama kali dilihat dan digambarkan kurang lebih 300 tahun yang lalu. Adapun jenis- jenis mikroba dibagi menjadi tiga jenis, diataranya, bakteri, jamur dan khamir. Adapun manfaat mikroba antara lain Jamur yang digunakan dalam pembuatan asam sitrat. Asam sitrat merupakan organik yang banyak digunakan dalam bidang pangan, misalnya pada pembuatan permen dan minuman kemasan. Jamur yang kemampuannya menghasilkan antibiotik yang dikenal dengan sebutan penisilin dan lain- lain.
2.      Dalam menyikapi tentang kehalalan dan keharaman terhadap makanan, para ulama terdapat perbedaan dalam menyikapinya, sehingga ada beberapa ulama yang memblehkan dan ada pula ulama yang melarang. Adapun para ulama yang membolehkan dan mengharamkan tentang penggunaan mikroba dan produk mikrobial dalam pangan dengan adalah sebagai berikut: Ulama yang melarang penggunaan mikroba dengan berlandaskan pada sifat kehati- hatian dalam mengkonsumsi panganan. Adapun ulama yang membolehakn mengkonsumsi produk microbial adalah denga alasan bahwa dalam mengkonsumsi panganan tidak hanya ada unsur kehalalan saja, tetapi dalam makanan harus ada unsur nilai gizi dari makanan tersebut, karena berdasarkan hasil penelitian tidak semua mikroba tersebut merugikan, tetapi ada sebagian dari mikroba yang bermanfaat dalam proses pembuatan makanan serta mengandung nilai gizi.
3.      Adapun letak perbedaan dari penadapat ulama yang melarang dan membolehkan adalah karena sifat kehatia- hatian dan kandungan manfaat yang terdapat pada mikroba itu sendiri.
4.      Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan oleh para ulama di atas, maka penulis memilih boleh penggunaan mikroba dalam panganan dengan syarat bahwa mikroba tersebut tidak diharamkan dalam nash alquran dan hadits.

























DAFTAR PUSTAKA


al- As Qalani Ibnu Hajar. 2008. Fathul Baari Syarah Shahih Al- Bukhari , ter. Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam.

Ali, Muchtar. 2016. Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal, Kementerian Agama Republik Indonesia, Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli.

Apriyantono, Anton. 2003. Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal. Jakarta: Khairul Bayan.

as Suyuthy, Imam. 2003. al- Asybah Wa An Nadzair. Bandung: Diponegoro.

Asy’ari, Hasyim. 2011. Kriteria Sertifikasi Makanan Halal Dalam Perspektif Ibnu Hazm Dan Mui, Program Studi Perbandingan Mdzhab dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

Atma, Yoni, Moh. Taufik1, Hermawan Seftiono. 2018. Identifikasi Resiko Titik Kritis Kehalalan Produk Pangan: Studi Produk Bioteknologi, Volume 10 No. 1 Januari 2018 ISSN : 2085 – 1669 e-ISSN : 2460 – 0288.

az- Zuhaili, Wahban. 2007. Fiqih Islam WA Adillatuhu, ter. Abdul Hayyie al- Kattani, dkk . Jakarta: Gema Insabi.

Departemen Agama RI. 2003. Modul Pelatihan Auditor Intenal Halal. Jakarta.

Dinata,Deden Indra. 2012. Bioteknologi: Pemanfaatan Mikroorganisme Dan Teknologi Bioproses. Jakarta: Buku Kedokteran egc.

Hasan, Sofyan. 2014. Sertifikasi Halal Dan Hukum Positif: Regulasi Dan Implementasi Di Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Hidayat,  Nur. Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini. 2006. Mikbiologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: CV. Rama Widya.
Kurniadi, Muhammad, Frediansyah, Andri. 2016. Perspektif Halal Produk Pangan Berbasis Bioproses Mikrobia, Reaktor, Vol. 16 No. 3, September.

Ma’ruf Amin, M. Ichwan Sam. 2011. Hasanuddin AF, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975. Jakarta: Erlangga.

Mahalli, Ahmad Mujadhab, Hasbullah, Ahmad Rodli. 2004. Hadits- Hadits Muttafaq Alaih: Bagian Muanakahat Dan Mu’amalat. Jakarta: Prenada Media.

Mas’ud, Ibnu, Abidin, Zainal. Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung: Pustaka Setia.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2016 Tentang Kriteria mikrobiologi dalam pangan olahan.

Subandi, M. 2010. Mikrobiologi: Perembangan Kajian Dan Pengamatan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remja Rosdakarya.

Thawilan, Abdul Wahab Abdussalam. 2012. Fikih Kuliner, Ter.Khlifurrahman Fath, Solihin. Jakarta: Pustaka al- Kautsar.

W. Alhafidz, Ahsin. 2007. Fikih Kesehatan. Jakarta: Amzah.

Https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/12/26/pemanfaatan-mikroorganisme-di-bidang-pangan-berbasis-bioteknologi-konvensional/

 

Https://www.scribd.com/doc/240615923/Macam-macammacam- -makanan-dan-minuman-yang-menggunakan-mikroba




[1] Bioteknologi merupakan kajian ilmu terapan  yang mempelajari prinsip- prinsip ilmiah dengan menggunakan organisme untuk menghasilkan suatu produk secara industri yang digunakan untuk kepentinagn manusia. Bioteknologi erat kaitannya pada aspek penerapan praktis dari biologi molekuler, serta fungsi molekuler yang terdapat di dalam living system (manusia, hewan dan mikroba). Deden Indra Dinata, Bioteknologi: Pemanfaatan Mikroorganisme Dan Teknologi Bioproses (Jakarta: Buku Kedokteran egc, 2012), hlm. 1
[2] Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2016 Tentang Kriteria mikrobiologi dalam pangan olahan, hlm. 2.
[3] Deden Indra Dinata, Bioteknologi: Pemanfaatan Mikroorganisme Dan Teknologi Bioprose …, hlm. 25.
[4] Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Auditor Intenal Halal (Jakarta: 2003), hlm. 154
[5] Ibid, hlm. 179.
[6] Ibid, hlm. 192.
[7] Ibid, hlm. 202.
[8] M. Subandi, Mikrobiologi: Perembangan Kajian Dan Pengamatan Dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remja Rosdakarya, 2010), hlm. 54.
[9] Koes Irianto, Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme (Bandung: CV. Rama Widya, 2007), hlm. 59.
[10] M. subandi, Mikrobiologi: Perembangan Kajian Dan Pengamatan Dalam Perspektif Islam …, hlm. 52- 54.
[11] Nur Hidayat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini, Mikbiologi Industri, (Yogyakarta: Andi, 2006), hlm. 18- 19.
[12] M. subandi, Mikrobiologi: Perembangan Kajian Dan Pengamatan Dalam Perspektif Islam …, hlm.91.
[13] Nur Hidayat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini, Mikbiologi Industri …, hlm. 21.
[14] Ibid, hlm. 23- 24.
[15] Ibid, hlm. 19.
[16] M. subandi, Mikrobiologi: Perembangan Kajian Dan Pengamatan Dalam Perspektif Islam …, hlm. 101.
[17] Nur Hidayat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini, Mikbiologi Industri …, hlm. 21.

[18] Mochammad Agus Krisno Budiyanto, Pemanfaatan Mikroorganisme Di Bidang Pangan Berbasisbioteknologi Konvensional diakses https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/12/26/pemanfaatan-mikroorganisme-di-bidang-pangan-berbasis-bioteknologi-konvensional/ pada pukul 06:11 tanggal 14 maret 2018.

[19] Deden Indra Dinata, Bioteknologi: Pemanfaatan Mikroorganisme Dan Teknologi Bioproses …, hlm. 196.
[20] Nur Hidayat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini, Mikbiologi Industri …, hlm. 3.
[21] Muhammad Kurniadi, Andri Frediansyah, Perspektif Halal Produk Pangan Berbasis Bioproses Mikrobia, Reaktor, Vol. 16 No. 3, September Tahun 2016, hlm. 153.
[22] Deden Indradinata, Bioteknologi: Pemanfaatan Mikroorganisme Dan Teknologi Bioproses …, hlm. 10- 11.

[23] Nur Hidayat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini, Mikbiologi Industri …, hlm. 142.

[24] Gusti Ayu Putu Dewi, Politeknik Kesehatan Tanjung Karang, Macam Produk Makanan Dan Mnuman Yang Menggunakan Mikroba, akses di  https://www.scribd.com/doc/240615923/Macam-macammacam- -makanan-dan-minuman-yang-menggunakan-mikroba, pada pukul 20:30 tanggal 13 maret 2018.

[25]Yoni Atma1, Moh. Taufik1, Hermawan Seftiono,  Identifikasi Resiko Titik Kritis Kehalalan Produk Pangan: Studi Produk Bioteknologi, Volume 10 No. 1 Januari 2018 ISSN : 2085 – 1669 e-ISSN : 2460 – 0288, hlm. 61.
[26] Skripsi Hasyim Asy’ari, Kriteria Sertifikasi Makanan Halal Dalam Perspektif Ibnu Hazm Dan Mui, Program Studi Perbandingan Mdzhab dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2011, hlm. 48- 49
[27] Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Auditor Intenal Halal …, hlm. 115.
[28] Muchtar Ali, Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal, Kementerian Agama Republik Indonesia, Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli 2016hlm. 294- 295.
[29] Wahban az- Zuhaili, Fiqih Islam WA Adillatuhu, ter. Abdul Hayyie al- Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insabi, 2007), hlm. 191- 192.
[30] Sofyan Hasan, Sertifikasi Halal Dan Hukum Positif: Regulasi Dan Implementasi Di Indonesia (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hlm. 227.                                                                                                                                                                               
[31] Anton Apriyantono, Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal (Jakarta: Khairul Bayan, 2003), hlm. 157- 158
[32] Ahmad Mujadhab Mahalli, Ahmad Rodli Hasbullah, Hadits- Hadits Muttafaq Alaih: Bagian Muanakahat Dan Mu’amalat (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 317.
[33] Muchtar Ali, Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal, Kementerian Agama Republik Indonesia …, hlm. 292.
[34] Abdul Wahab Abdussalam Thawilan, Fikih Kuliner, Ter.Khlifurrahman Fath, Solihin (Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2012), hlm. 206.
[35] Ibnu Hajar al- As Qalani, Fathul Baari Syarah Shahih Al- Bukhari , ter. Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 684.
[36] Abdul Wahab Abdussalam Thawilan, Fikih Kuliner, Ter.Khlifurrahman Fath, Solihin …, hlm.199.
[37] Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i (Bandung: Pustaka Setia), hlm. 433- 434.
[38] Imam as Suyuthy, al- Asybah Wa An Nadzair (Bandung: Diponegoro, 2003), hlm. 60.
[39] Ma’ruf Amin, M. Ichwan Sam, Hasanuddin AF, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975 (
Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 749-  753.
[40] Ahsin W. Alhafidz, Fikih Kesehatan (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 165- 166.
[41] Ibid, hlm. 210- 211
[42] Skripsi Hasyim Asy’ari, Kriteria Sertifikasi Makanan Halal Dalam Perspektif Ibnu Hazm dan MUI …, hlm. 48- 49

[43] Ahsin W. Alhafidz, Fikih Kesehatan …, hlm. 210.
[44] Nur Hidayat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini, Mikbiologi Industri …, hlm. 18- 19.

No comments:

Post a Comment